Sorot mentari menyela masuk, melewati gorden biru yang terlihat usang. Namun cukup indah menghiasi kamar yang sangat polos itu. Anseara sudah siap untuk berangkat bekerja, karena hari ini ia mendapatkan sift pagi.
Namun dering ponsel yang menggema, menghentikan aktifitasnya. Setelah semalaman berjuang mengatasi penyakitnya, kali ini ia harus berjuang kembali dengan nomor yang menghubunginya sepagi itu. 'DAUS' begitu nama yang terpampang di layar ponselnya. Wanita itu berusaha mengabaikannya, karena orang itu adalah mantan suaminya. Orang yang sudah membuatnya sakit seperti ini. Namun semakin ia mengabaikannya, semakin banyak panggilan dari nomor lain terus menerus masuk. Membuatnya sangat terganggu. Ia tau itu semua adalah nomor daus, karena selama ini Ara tak pernah memberikan nomornya pada orang lain, selain keluarganya. Merasa sudah sangat diabaikan, kini daus kembali mengirimkan ancaman. "AKU AKAN MENCULIK ANAK ANAK! HINGGA KAMU TAK DAPAT MENEMUI MEREKA LAGI JALANG!" "BERANINYA KAMU MENGABAIKANKU!" Membaca pesan itu membuat Ara berteriak frustasi. Ia cukup muak dengan kondisi ini, mantan suaminya terus menerus mengirimkan ancaman padanya. Membuatnya harus bertarung ekstra dengan pikiran negatifnya. Ia berusaha sekeras mungkin agar tak terpengaruh. Karena hal itu akan menyebabkan Anxiety nya kambuh. "Kenapa brengsek itu sama sekali tak berubah! Apa dia tidak puas dengan hanya membuatku seperti ini? tidak cukupkah selama ini dia menyakitiku!" gumamnya jengah. Anseara menarik nafasnya dalam dalam, kali ini ia tak boleh takut lagi. Jika ingin sembuh, ia harus berani melawan. "Ya ra, itu hanya ancaman dari laki laki tak tau diri dan tak punya otak ITU! Kamu ingin sembuh jadi ayo berjuang dan lawan rasa takutmu pada laki laki seperti dia! Ayo keluar dari belenggu laki laki brengsek itu! Buktikan padanya kalau kamu mampu. " Anseara menarik kedua sudut bibirnya lebar lebar, itu membuatnya sedikit lebih baik. "Ayo kamu pasti bisa. Kalaupun brengsek itu benar melakukan ancamannya. Kamu tidak sendirian, ada teman, ada keluarga, ada pihak berwajib juga yang akan menolong mu. Jadi, mari sembuh ara, ada 2 malaikat yang harus kamu perjuangkan. " Gumamnya berusaha menyemangati dirinya sendiri. Dengan cepat ia memblokir semua nomor daus, ia sudah membulatkan tekad apapun yang terjadi nantinya ia akan tetap berjuang untuk sembuh dan terbebas dari laki laki itu. Sebenarnya ini bukan kali pertama, wanita itu melakukan hal ini. Sudah puluhan bahkan ribuan kali ia berambisi untuk sembuh. Namun daus memang gila, ia tau kelemahannya dan menjadikannya untuk terus mempengaruhinya. Tujuannya tak lain agar wanita itu selalu tunduk dibawah kendali dan keegoisannya. Ada banyak hal hal yang dengan mudah memanipulasi penderita anxiety. Salah satunya dengan kata kata, dan hal hal kecil yang menurut orang lain sangat sepele dan sederhana. Tapi sangat berdampak besar bagi penderita Anxiety,. "Baiklah ra, mari lebih banyak tersenyum dan bersemangat. Kamu akan terbiasa dan semuanya akan menjadi lebih baik." Anseara membuka pintu dengan tangan sedikit bergetar dan jantung yang masih berdetak tak karuan. Namun ia juga bersyukur karena ia berhasil membuat Anxiety nya tak kambuh. KLEK Pintu sudah terkunci dengan sempurna. Wanita itu berbalik, namun segera melompat terkejut. Ia mendapati seorang cowok berdiri di hadapannya. "Ya Tuhan! " seru ara memegangi dadanya. Cowo dihadapannya juga ikut terkejut. "Maaf, maaf, aku tak bermaksud membuatmu terkejut." ucap cowok itu yang tak lain adalah Fadil. Anseara merasa lega menyadari siapa orang yang mengagetkan nya itu. "Tak apa aku tau itu, apa ada sesuatu? kenapa datang di hari yang masih sangat pagi ini?" Fadil menggelengkan kepalanya pelan, "Hanya ingin memastikan keadaanmu. Apakah kamu sudah lebih baik? Harusnya aku menemanimu sampai kamu benar benar baik." Anseara terlihat sedikit terkejut dan bingung. Dia pikir semalam hanya kebetulan yang tuhan berikan padanya. Sehingga ia bisa bertemu orang baik seperti Fadil. Tapi pagi ini dia datang kembali, dan mengkhawatirkan keadaannya. Entah harus senang atau malah khawatir. Senang karena ada yang peduli di tanah rantau ini, atau khawatir kalau orang itu mempunyai niat tidak baik. Namun, mau bagaimanapun ara berhutang budi pada anak SMA itu. "Ada yang peduli denganku saja, aku sudah cukup berterimakasih dil. Berkatmu hari ini aku merasa jauh lebih baik dan bersemangat memulai hari. Kamu seperti malaikat yang dikirim tuhan untukku.." ucap ara mulai mencoba membiasakan diri berbicara dengan orang lainn. Fadil tersenyum, baru kali ini Fadil terlihat tersenyum dengan tulus.. Tak seperti biasanya, ia selalu menjadi anak yang nakal. Bahkan semenjak kepergian sang ibu, ia sering mempermainkan wanita. Senyumnya pada wanita lain pun hanya, senyum yang dibuat buat saja. Itu adalah salah satu bentuk kekecewaannya terhadap sang ayah. Dia melampiaskannya pada wanita wanita yang sangat gampang suka dengannya. Namun kali ini tatapan dan senyumannya pada ara terlihat berbeda. "Baiklah Fadil, aku harus pergii bekerja. Dan kamu, bukankah harus pergi untuk bersekolah juga?" tanya ara. "Ah ya, tentu saja. Mau aku antar?" ucap fadil balik bertanya. "Tidak perlu, tempat kerjaku lumayan dekat kok, restauran mie di pertigaan sebelum jalan besar. Baiklah, sampai jumpa lagi." Anseara bergegas meninggalkan Fadil yang terlihat tersenyum, cowok itu memandangi punggung ara yang semakin menjauh, hingga akhirnya menghilang di ujung jalan, Entah mengapa, rasanya melihat wanita itu sudah lebih baik ia merasa sangat bahagia dan gembira. Sepuluh menit berlalu, akhirnya ara sampai di restauran tempatnya bekerja. Ia langsungg disambut tatapan sinis seniornya. ia melirik jam di dinding. Masih belum terlambat, tapi memang ia terlihat datang paling terakhir dari teman temannya yang lain. "Bagus banget! anak baru datang paling akhir!" ketus wanita yang tampaknya lebih muda dari Ara. "Maafkan aku. Aku pikir jam 7 adalah batas akhirnya. Jadi aku berjalan agak pelan tadi. Maafkan aku, ini tidak akan terjadi lagi. Aku berjanji." ucap Ara menundukkan pandangannya. "Enak aja lo! Sebagai hukumnya. seminggu ini lo akan bertugas mencuci piring dan membuang sisa sisa makanan yang menjijikan dibelakang sana! " seru wanita yang bernama arina itu. Alih alih sedih, Anseara justru tersenyum senang. Karena ia tak akan berada dalam keramaian jika ia bekerja di belakang. Ansearaa masih belum terbiasa berada di keramaian, karena itu adalah salah satu pemicu kekambuhan anxiety nya. "Terimakasih atas hukumannya kak, kalau begitu Saya akan mulai bekerja." Arina menatap Ara dengan tatapan bingung. Selalu nya tak ada yang mau di tugaskan di tempat kotor seperti itu. apalagi jika itu gadis, mereka akan menolak dan saling melempar tugas. Alasannya tak lain agar mereka senantiasa cantik, dan kulit mereka tidak terkontaminasi dengan sampah sampah makanan yang kotor. Tak lama setelah ara pergi, seorang pria dengan pakaian jas yang rapi datang. Wanginya maskulin, sangat cocok dengan wajahnya yang tampan nyaris sempurna. Beberapa pegawai melongo melihat keindahan ciptaan tuhan yang satu itu. Banyak juga yang berbisik bisik satu sama lain. "Demi apa, putra bos kita datang ke restauran kita yang terpencil ini!" "Seriusan dia ganteng banget, lebih ganteng dari foto yang pernah kita liat." "Tolong gue, gue mau pingsan rasanya. ada malaikat jalan di depan gue." Begitulah keriuhan yang terdengar saat dia, AL Zaidan Gamawan masuk ke dalam restauran. Ia merupakan putra kedua Tuan Gamawan, orang yang terkenal sangat kaya raya di kota itu. Selaku pemilik Restauran ini juga. "Tuan, ada yang bisa kami bantu? " tanya Arina dengan suara lembut yang dibuat buat. "Siapa yang bertanggung jawab penuh atas restauran ini? " tanya Zaid dengan nada datarnya. Beberapa restauran kecil milik Tuan Gama memang tak terurus dan kadang dipercayakan begitu saja pada karyawannya. Salah satunya adalah restauran ini. "Kebetulan itu saya tuan?" jawab Arina dengan nada membanggakan dirinya sendiri. Namun apa yang terjadi selanjutnya, membuat gadis itu sangat terkejut.Arina memandang tak percaya pada apa yang baru saja ia alami.' Apa semuanya akan berakhir disini?' Hatinya mulai bertanya tanya." Jangan mentang mentang bokap gue percayain restauran kecil ini ke lo. Lo jadi seenaknya sendiri disini! "Gadis itu mulai ketakutan mendengar perkataan pria dihadapannya itu, dan menundukkan kepalanya sedalam mungkin. "Kenapa gak jawab! Udah ngerasa bos lo disini!" Bentak Zaid dengan nada yang lumayan keras.Arina tetap terdiam seribu bahasa. Untuk mengangkat kepala saja rasanya ia tak mampu.Ia tau duduk permasalahannya, ia sadar namun ia juga takut untuk mengakuinya.Selama ini ia pikir semua akan aman dan baik baik saja. Toh ini hanya restauran kecil yang tidak ada apa apanya, dibandingkan dengan sumber kekayaan keluarga Gamawan yang lainnya."Lo jujur dan ngaku depan gue, atau gue tuntut lo di pengadilan!"Arina tak kuasa, ia bersimpuh di depan Zaid. Terlihat dari sorot wajahnya yang sangat ketakutan."Ampun Tuan, ampun." Hanya itu kata kata yang b
Fadil yang sudah menduga ini sejak awal, tetap berjalan santai. Seperti tak mengetahui ada orang di hadapannya. "Woi!!" Teriak Arga mencoba memburu Fadil.Fadil tersenyum, dan berbelok masuk menuju taman. Ia sengaja, agar tidak ada orang yang mencampuri urusan mereka.Arga yang sudah di kuasai emosi, langsung melayangkan tinjunya. Kali ini Fadil berani melawan, ia menangkisnya dengan mudah.Kemudian membalikkan keadaan dengan cepat. Mengunci tangan Arga dengan kencang. Membuat cowok blasteran itu meringis kesakitan."Brengsek! Sialan! Berani beraninya lo giniin adek gue! " Umpat Arga sembari menahan sakit ."Salah gue dimana! Adek lo yang suka sama gue. Terus salah gue kalo gue gak suka balik ke dia?! Salah gue gitu!" Disinilah sifat Fadil mulai keluar. Ia memang dikenal anti membuat masalah di sekolahan. Bukan karena tidak bisa, melainkan tidak mau. Ia harus lulus dengan predikat baik , sebagai siswa yang baik juga tentunya."Salah lah! Kurang apa sih ais itu! Dia cantik, putih , b
Hembusan angin malam terasa membelai kulit dengan begitu agresif. Tetesan air dari langit kelabu malam pun, menambah ketidak ramahan dunia malam itu. Tatkala seorang wanita berjalan seorang diri, di keheningan malam. Wajahnya begitu sayu, seperti tak ada darah yang mengalir di dalamnya. Meski tidak diperhatikan, tapi nampak begitu jelas, kedua kakinya bergetar hebat saat melangkah. "Ya Tuhan tolong aku! Aku harus bisa, aku harus mampu, aku pasti bisa sembuh, ini hanya sensasi sesaat." lirihnya sembari merangkul batang pohon yang berada tepat di sampingnya. Nafasnya semakin tak beraturan, ia memejamkan matanya erat-erat. Berusaha sekuat tenaga, menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak jatuh. Anseara , adalah nama wanita itu. Hari ini merupakan hari pertamanya bekerja, setelah beberapa tahun hanya menjadi ibu rumah tangga. Namun sekuat apapun ia berusaha, kegelisahan dalam dirinya membuatnya kalah. Anseara akhirnya terduduk, di atas rumput hijau yang sedari tadi menemani kakinya m
"Brengsek!" Teriak Fadil benar benar tak bisa menahan emosinya.Mendengar kata kata kasar yang keluar dari mulut anak semata wayangnya itu, membuat Wira bertambah emosi.Laki laki itu menarik kerah baju anaknya, dengan mata yang dipenuhi amarah. Ia kembali melayangkan pukulan ke wajah Fadil.Plak"Beraninya kamu sama Ayah!""Sayang udah!" teriak wanita muda yang bernama Sera itu. Ia berusaha Menarik kekasihnya itu agar menjauh dari Fadil.Wira mundur melepaskan cengkeramannya.Fadil tersenyum sarkas."Kenapa! Kenapa aku nggak boleh semauku sendiri? padahal kamu bisa semau mu sendiri! " Semenjak kematian ibunya 1 tahun lalu , Fadil berubah menjadi sosok yang berbeda. Ia jadi anak nakal dan sering melawan ayahnya .Bukan tanpa sebab, kenyataan bahwa ibunya mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara bunuh diri, ditambah sang ayah yang tidak pernah berubah. Membuatnya semakin membenci sang ayah, Prawira Atmaja.Ibunya, Sekar laras atmaja mengidap penyakit mental, Mixed Anxiety And Depresif
Fadil yang sudah menduga ini sejak awal, tetap berjalan santai. Seperti tak mengetahui ada orang di hadapannya. "Woi!!" Teriak Arga mencoba memburu Fadil.Fadil tersenyum, dan berbelok masuk menuju taman. Ia sengaja, agar tidak ada orang yang mencampuri urusan mereka.Arga yang sudah di kuasai emosi, langsung melayangkan tinjunya. Kali ini Fadil berani melawan, ia menangkisnya dengan mudah.Kemudian membalikkan keadaan dengan cepat. Mengunci tangan Arga dengan kencang. Membuat cowok blasteran itu meringis kesakitan."Brengsek! Sialan! Berani beraninya lo giniin adek gue! " Umpat Arga sembari menahan sakit ."Salah gue dimana! Adek lo yang suka sama gue. Terus salah gue kalo gue gak suka balik ke dia?! Salah gue gitu!" Disinilah sifat Fadil mulai keluar. Ia memang dikenal anti membuat masalah di sekolahan. Bukan karena tidak bisa, melainkan tidak mau. Ia harus lulus dengan predikat baik , sebagai siswa yang baik juga tentunya."Salah lah! Kurang apa sih ais itu! Dia cantik, putih , b
Arina memandang tak percaya pada apa yang baru saja ia alami.' Apa semuanya akan berakhir disini?' Hatinya mulai bertanya tanya." Jangan mentang mentang bokap gue percayain restauran kecil ini ke lo. Lo jadi seenaknya sendiri disini! "Gadis itu mulai ketakutan mendengar perkataan pria dihadapannya itu, dan menundukkan kepalanya sedalam mungkin. "Kenapa gak jawab! Udah ngerasa bos lo disini!" Bentak Zaid dengan nada yang lumayan keras.Arina tetap terdiam seribu bahasa. Untuk mengangkat kepala saja rasanya ia tak mampu.Ia tau duduk permasalahannya, ia sadar namun ia juga takut untuk mengakuinya.Selama ini ia pikir semua akan aman dan baik baik saja. Toh ini hanya restauran kecil yang tidak ada apa apanya, dibandingkan dengan sumber kekayaan keluarga Gamawan yang lainnya."Lo jujur dan ngaku depan gue, atau gue tuntut lo di pengadilan!"Arina tak kuasa, ia bersimpuh di depan Zaid. Terlihat dari sorot wajahnya yang sangat ketakutan."Ampun Tuan, ampun." Hanya itu kata kata yang b
Sorot mentari menyela masuk, melewati gorden biru yang terlihat usang. Namun cukup indah menghiasi kamar yang sangat polos itu. Anseara sudah siap untuk berangkat bekerja, karena hari ini ia mendapatkan sift pagi.Namun dering ponsel yang menggema, menghentikan aktifitasnya. Setelah semalaman berjuang mengatasi penyakitnya, kali ini ia harus berjuang kembali dengan nomor yang menghubunginya sepagi itu. 'DAUS' begitu nama yang terpampang di layar ponselnya.Wanita itu berusaha mengabaikannya, karena orang itu adalah mantan suaminya. Orang yang sudah membuatnya sakit seperti ini. Namun semakin ia mengabaikannya, semakin banyak panggilan dari nomor lain terus menerus masuk. Membuatnya sangat terganggu. Ia tau itu semua adalah nomor daus, karena selama ini Ara tak pernah memberikan nomornya pada orang lain, selain keluarganya.Merasa sudah sangat diabaikan, kini daus kembali mengirimkan ancaman."AKU AKAN MENCULIK ANAK ANAK! HINGGA KAMU TAK DAPAT MENEMUI MEREKA LAGI JALANG!""BERANINYA
"Brengsek!" Teriak Fadil benar benar tak bisa menahan emosinya.Mendengar kata kata kasar yang keluar dari mulut anak semata wayangnya itu, membuat Wira bertambah emosi.Laki laki itu menarik kerah baju anaknya, dengan mata yang dipenuhi amarah. Ia kembali melayangkan pukulan ke wajah Fadil.Plak"Beraninya kamu sama Ayah!""Sayang udah!" teriak wanita muda yang bernama Sera itu. Ia berusaha Menarik kekasihnya itu agar menjauh dari Fadil.Wira mundur melepaskan cengkeramannya.Fadil tersenyum sarkas."Kenapa! Kenapa aku nggak boleh semauku sendiri? padahal kamu bisa semau mu sendiri! " Semenjak kematian ibunya 1 tahun lalu , Fadil berubah menjadi sosok yang berbeda. Ia jadi anak nakal dan sering melawan ayahnya .Bukan tanpa sebab, kenyataan bahwa ibunya mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara bunuh diri, ditambah sang ayah yang tidak pernah berubah. Membuatnya semakin membenci sang ayah, Prawira Atmaja.Ibunya, Sekar laras atmaja mengidap penyakit mental, Mixed Anxiety And Depresif
Hembusan angin malam terasa membelai kulit dengan begitu agresif. Tetesan air dari langit kelabu malam pun, menambah ketidak ramahan dunia malam itu. Tatkala seorang wanita berjalan seorang diri, di keheningan malam. Wajahnya begitu sayu, seperti tak ada darah yang mengalir di dalamnya. Meski tidak diperhatikan, tapi nampak begitu jelas, kedua kakinya bergetar hebat saat melangkah. "Ya Tuhan tolong aku! Aku harus bisa, aku harus mampu, aku pasti bisa sembuh, ini hanya sensasi sesaat." lirihnya sembari merangkul batang pohon yang berada tepat di sampingnya. Nafasnya semakin tak beraturan, ia memejamkan matanya erat-erat. Berusaha sekuat tenaga, menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak jatuh. Anseara , adalah nama wanita itu. Hari ini merupakan hari pertamanya bekerja, setelah beberapa tahun hanya menjadi ibu rumah tangga. Namun sekuat apapun ia berusaha, kegelisahan dalam dirinya membuatnya kalah. Anseara akhirnya terduduk, di atas rumput hijau yang sedari tadi menemani kakinya m