Selesai acara pesta, Alka mengantarkan Calista pulang. Wajahnya masam, cukup kecewa hanya karena cincin yang dibawa Calista terjatuh di bawah kaki Alvaro. Ia juga melihat Alvaro menggenggam tangan Calista penuh perasaan."Sepertinya kalian sudah semakin dekat." Tiba-tiba saja Alka membuyarkan lamunan Calista.Sejak perjalanan pulang, mereka berdua sama-sama diam berkecamuk dengan pikirannya masing-masing. Alka mulai menaruh kecurigaan pada Calista dan juga Alvaro."Hubungan erat bagaimana maksud kamu?" tanya Calista.Calista mulai was-was, Alka mulai menaruh kecurigaan padanya."Ya hubungan spesial. Kalian memiliki hubungan spesial dibelakangku? Apa itu benar, Calista?"Refleks Calista terkejut. Ia mendadak panik saat Alka meminta penjelasan darinya. "A-aku,"Seketika mobilnya terhenti karena ada orang yang memotong jalan. Hampir saja Alka menabrak seseorang karena tidak fokus menyetir."Kamu itu! Hampir aja nabrak orang. Gimana kalau sampai orang itu celaka! Kamu pasti dihukum."Cal
Malam sudah larut, Alvaro tak kunjung tidur. Matanya memerah dengan pikirannya yang berkecamuk. Ia menghisap rokok dengan asap mengepul di udara.Teringat ketika ia menggenggam tangan Calista di depan banyak orang, berharap semua orang mengetahui kalau dirinya memang memiliki perasaan yang besar terhadap gadis itu."Calista! Aku sangat merindukanmu. Bagaimana bisa aku melupakanmu. Semenjak Aku mengenalimu dan kita menghabiskan malam bersama waktu itu, aku merasakan jatuh cinta padamu. Sebelumnya aku tidak pernah merasakan hal sebodoh ini. Di luar negeri aku memiliki banyak kenalan wanita, tapi tidak seberat ini. Jujur aku benar-benar ketakutan. Aku takut kehilanganmu, Calista. Huft ..., Apa masih ada kesempatan lagi untuk bisa mendekatimu?"Alvaro merasakan kepalanya begitu pening. Ia habis menenggak dua botol wiskhy sekaligus untuk menenangkan pikirannya. Hari itu ia memang tidak pergi ke club, biasanya ia menghabiskan waktunya untuk minum-minum di club' malam, tapi untuk malam ini i
"Alvaro! Bangun! Jangan buat Mama cemas." Riana menepuk-nepuk pipi putranya yang masih belum sadar dari pingsannya.Entah seburuk apa perlakuan Alka hingga membuat adiknya pingsan.Bayu memijit keras di sela-sela jari kakinya hingga membuat Alvaro berjingkat, tersadar."Mama, Papa. Kok kalian ada di sini?"Dengan kepalanya yang masih berdenyut, Alvaro mencoba untuk bangun. "Ini bau apaan, ya?"Hidungnya merasakan ada bau anyir darah, ia tidak sadar kalau hidungnya yang tengah mengeluarkan darah, namun telah mengering. Riana juga sudah membantu membersihkannya."Hidungmu mengeluarkan banyak darah tadi. Apa kau tidak mengingatnya?" tanya Riana. Wanita paruh baya itu menunjukkan kapas yang sudah dibuang ke lantai dipenuhi oleh banyak darah mengering.Perlahan-lahan Alvaro mulai tersadar, sebelumnya Alka datang ke kamarnya, dan berdebat dengannya. Alka memukulnya dan pergi begitu saja."Ini kelakuan anak kalian. Dia memukulku, tak kusangka pukulannya lumayan keras, hingga membuat hidungk
Di hari weekend, Alvaro sangat malas untuk keluar berolahraga. Biasanya setiap pagi ia selalu bersemangat untuk joging berkeliling alun-alun di dekat rumahnya, tapi kali ini ia bermalas-malasan enggan untuk beranjak dari kasurnya."Jam segini Calista sedang apa ya? Aku kangen banget sama dia. Apa dia masih mau, jika aku temui?"Rasa rindunya sangat berat pada gadis pujaannya. Tapi cintanya terhalang oleh kakaknya yang berstatus sebagai tunangan dari gadis kesayangannya. "Ada saja aku masih memiliki kesempatan untuk memilikinya, aku janji pasti akan membahagiakannya, aku akan melindunginya, dan aku akan menyayanginya."Sudah seperti orang gila saja Alvaro memeluk bantal guling dan mengecupnya. Ia membayangkan bantal guling itu sebagai Calista, dia memeluknya sangat erat, berkhayal tengah memeluk tubuh Calista dari belakang."Apa aku coba telepon aja ya? Oh, jangan telepon deh, lebih baik video call, biar aku tahu dia sedang apa sekarang."Alvaro memutuskan untuk mengambil ponselnya da
Setelah video call dengan Alvaro, Calista bergegas untuk segera mandi. Untuk merilekskan diri seharian penuh rasanya sangat susah. Bahkan di hari weekend, ia masih saja diganggu oleh pria yang kini membuat otaknya selalu berpikir tidak waras."Calista! Apa kau sudah bangun?"Kamila mengetuk pintu kamarnya. Bahkan pagi itu Calista tidak ikut sarapan bersama orang tuanya."Cepatlah keluar, Alka datang ke sini mencarimu."Calista yang ada di kamar mandi tidak bisa mendengarnya, karena air shower lumayan berisik."Calista! Oh, ya ampun! Anak ini kalau dipanggil nggak ada nyaut. Apa masih juga belum bangun. Mana pintunya dikunci dari dalam."Kamila memutuskan untuk meninggalkan kamar Calista untuk menemui Alka yang menunggunya di ruang tamu."Alka, dia nggak ada nyaut. Pintunya dikunci dari dalam. Mungkin dia lagi di kamar mandi."Kamila menghenyakkan tubuhnya di sofa, ikut bergabung bersama suami dan calon menantunya."Apa mungkin dia masih tidur, Ma. Anak itu tadi malam bilang, mau tidur
Calista dibawa jalan-jalan keliling kota oleh Alka. Alka sendiri tidak menjelaskan tujuannya membawa Calista, dan itu membuat Calista menggerutu."Emangnya kamu itu mau bawa aku ke mana sih? Dari tadi kita muter-muter terus keliling kota. Aku capek tau nggak? Ini udah siang. Tujuan kita itu sebenarnya mau ke mana? Kalau mau mengajakku, seharusnya kamu memiliki tujuan yang jelas, nggak muter-muter terus jalanan kayak gini, bosen tau nggak?!"Alka terkekeh menoleh pada gadis yang duduk di sebelahnya, tengah mengomelinya."Emangnya kamu mau ke mana sih? Biar aku antarkan," jawab Alka, dan itu membuat Calista ingin sekali melemparkan botol Aqua yang ada di pangkuannya."Kau itu benar-benar menyebalkan, ya?! Tadi kau bilang ingin mengajakku keluar, berarti kau memiliki tujuan, kan? Nggak hanya mengajakku keluar saja. Sekarang kau malah bertanya padaku, ke mana tujuanku, kau akan antarkan. Kau itu waras atau enggak sih. Kalau aku jawab, aku nggak ada tujuan, tujuanku hanya ingin pulang. Gi
Karena merasa penasaran dengan apa yang dilihatnya, Calista langsung menemui Alka yang tengah bersama dengan seorang perempuan yang diyakini sebagai kerabatnya. Ia berpikir mungkin kerabat jauh yang sudah lama tidak saling bertemu. Bahkan ia merasa asing dengan wajah wanita itu."Alka! siapa perempuan ini?" tanya Calista dengan menatap perempuan yang masih bergelayut manja di lengan calon suaminya.Alka nampak kikuk dan canggung. Ia segera melepaskan tangan Ratri yang bertengger manis di lengannya."Ca-calista! Kamu sudah selesai belanja?" Refleks Alka menoleh pada Calista dan menjawabnya gugup. Calista merasakan ada sesuatu yang tidak beres antara Alka dengan wanita yang bersamanya. Awalnya ia pikir mereka adalah kerabat, melihat Alka gugup, pikirannya mulai menduga-duga."Ya, Aku sudah selesai belanja. Siapa dia? Kenapa kamu meninggalkanku dan berada di sini bersamanya? Apakah yang kalian lakukan di sini?" tanya Calista dengan tatapan datar pada wanita yang berada di dekat Alka. Ha
"Lista! Ayolah. Jangan cemberut aja. Aku ngerasa nggak enak loh, ngajak cewek keluar, tapi ceweknya ngambekan gini. Kamu nggak bisa menuduhku begitu saja tanpa adanya bukti yang jelas. Kamu hanya mengetahui kebersamaan kami, tapi nggak memiliki bukti-bukti yang kuat sehingga menuduh kami berselingkuh. Hanya karena dia menggelayuti tanganku saja kau sudah langsung mengejudgeku begitu buruk. Apa kau tidak pernah dipegang laki-laki sebelumnya?"Calista meneguk ludahnya kasar. Bagaimana ia akan menjelaskan, jika dirinya bukan hanya dipegang, tapi sudah dinikmati kesuciannya dengan adik Alka sendiri."Aku cuman nggak tahu aja harus bilang apa sama kamu. Aku merasa nggak pantas aja melihat kedekatan kalian berdua. Kok bisa ya? Sekretaris sama atasan begitu dekat, apa semua sekretaris itu sama, harus selalu dekat dengan atasannya? Kalau hanya hubungan sebatas kerja, nggak harus pegangan tangan kayak gitu juga kan? Seharusnya sekretaris itu punya harga diri. Dia bekerja profesional, atau tuju