"Dad! Uang!"Dua bocah kembar terbangun dari tidurnya langsung memeluk daddy-nya dan meminta uang. Padahal matanya saja masih belum terbuka dengan sempurna."Kalian ini. Baru bangun tidur langsung minta uang. Buat apaan minta uang? Daddy masih belum punya uang, masih belum waktunya gajian," jawab Alvaro.Seketika bola mata Ivy membola. "Loh katanya Daddy itu bos. Kenapa Bos nggak punya uang? Bukannya Bos itu gudangnya uang?" Dengan selorohnya, gadis kecil itu tidak mempercayai, Ayahnya tidak memiliki uang."Siapa bilang Daddy itu Bos? Daddy tuh cuman karyawan biasa. Kalau belum waktunya gajian, ya nggak dapat uang. Itu artinya, kalian gak boleh jajan banyak-banyak."Dengan cepat Kenzo membalasnya. "Bohong! Daddy itu bohong dek. Daddy itu uangnya banyak. Kemarin aku tahu kok, Daddy taruh uang di dompet. Buruan dikasih dad, memangnya kalau nggak dikasih anaknya mau dikasih siapa? Mau dikasih cewek yang waktu itu?"Kenzo masih kesal mendapati keberadaan ayahnya bersama wanita lain, tanpa
"Kalian ini dari mana saja? Kalian lagi jalan-jalan di luar ya?" tanya Calista saat suami dan anak-anaknya datang ke toko tempatnya bekerja.Di saat weekend, Calista diminta untuk membantu orang tuanya di toko, karena ada banyak barang yang harus dikirim ke luar kota. Dia meminta sang suami untuk menemani anak-anaknya."Enggak kok, kita dari toko terus beliin makanan buat kalian di sini," jawab Alvaro dengan menurunkan Ivy dari gendongannya."Aku tadi niatnya mau istirahat, tiduran sama mereka, nggak tahunya mereka malah bangun minta jajan. Sebenarnya di rumah juga masih banyak jajan, tapi mereka nggak mau, maunya beli di luar, terus mau beli makanan juga buat kamu. Ya udah, kita lanjut beli makanan dan mampir ke sini. Jujur aku sebenarnya capek banget pengen tidur sama mereka."Alvaro merenggangkan otot-otot pinggangnya yang berasa kaku."Ternyata masih enakan kerja daripada momong bocah. Kalau anaknya nggak terlalu aktif mungkin masih bisa dikendalikan, kalau anaknya macam mereka, di
Acara makan malam bersama keluarga besar membuat keluarga Bayu sangat bahagia. Kedua besannya diundang datang ke rumah untuk menikmati hidangan yang sudah mereka sajikan dalam acara ulang tahun kedua bocah kembar anak dari Calista dan juga Alvaro beserta anak dari Alka dan juga Natasha yang memiliki tanggal kelahiran sama Namun beda bulan. Mereka sengaja ingin merayakan ulang tahun anak-anaknya di hari yang sama."Wah, meriah sekali ya malam ini. Baru kali ini kita bisa merayakan ulang tahun anak-anak bersama seperti ini. Biasanya kita nggak ada waktu luang untuk berkumpul bersama seperti ini."Malam itu Riana begitu bersemangat karena tidak lagi sendiri tapi ditemani oleh kedua besannya yang masih keterkaitan keluarga."Iya dong, Ma, kapan lagi kita bisa berkumpul bersama seperti ini. Aku sangat bersyukur sekali karena pada hari ini kita bisa berkumpul dalam keadaan sehat walafiat dan bisa menemani bocil yang sedang berulang tahun. Nggak nyangka, anakku kini sudah tumbuh besar."Tak
“Tidak, Pa, aku tidak mau menikah. Aku masih belum siap!” “Calista, tolong mengertilah keadaan kita saat ini. Papa mengalami kerugian besar. Kalau sampai kita bangkrut ....”Calista menggelengkan kepala, menolak keinginan orang tuanya. Umurnya yang baru memasuki angka dua puluh tiga tak membuatnya ingin buru-buru berumah tangga. Dia masih nyaman sendiri, masih banyak hal yang ingin ia kejar.“Mama tahu bagaimana perasaanmu, Nak. Memang tidak mudah bagimu untuk menerima perjodohan ini, tapi apa kamu nggak kasihan sama Papa kamu? Kalau sampai bisnis kita gulung tikar, bagaimana dengan kehidupan kita? Kamu nggak boleh egois, Nak.”Calista menggigit bibir gelisah. Dia tahu keadaan mereka sangat terjepit. Tapi haruskah ia mengorbankan dirinya sendiri? “Pasti ada cara lain untuk bisa keluar dari masalah ini, Ma. Nggak harus menjodohkanku dengan pria yang bahkan tidak kukenal.”Gadis itu menatap sekeliling ruangan yang besar, namun terasa begitu hampa, tak seperti dulu di saat masa kejayaa
Pagi itu Calista terbangun dari tidurnya, udara dingin begitu membuatnya terganggu hingga menembus pori-pori kulitnya.Ia merasakan tubuhnya begitu berat, seakan-akan tulangnya remuk, padahal ia tidak sedang beraktivitas.“Kenapa tubuhku letih sekali.” Masih dengan mata terpejam, ia bisa merasakan tubuhnya yang begitu terasa berat, tidak seperti biasanya.Perlahan dia merenggangkan tubuhnya, dan merasakan ada beban berat yang melilit tubuhnya di dalam selimut. Ia mengerutkan keningnya, dengan sangat pelan-pelan dia membuka selimutnya.“Shit!” Seketika matanya langsung melotot.Sebuah tangan kekar tengah memeluknya dari belakang. Bola matanya tertuju pada tubuhnya yang dalam keadaan polos tanpa memakai sehelai benang pun.“Argh ...! Apa yang sudah kulakukan?!”Calista mencoba untuk mengingat-ingat apa yang sudah terjadi padanya malam itu. Samar-samar ia mengingat seorang pria membawanya ke sebuah hotel dan melakukan hubungan layaknya suami istri dengannya. “Astaga ...! Aku benar-benar
Pagi itu, Alka diminta untuk menjemput Calista. Keluarga besarnya ingin mengenal calon istrinya. Awalnya Alka menolak, tapi karena ayahnya keburu emosi, akhirnya ia terpaksa menjemput Calista untuk dibawa ke rumahnya.Setibanya di rumah Calista, Alka mendapati Geraldi yang hendak pergi ke kantor. Dia tidak berbasa-basi pada pria paruh baya itu, langsung meminta izin untuk menjemput Calista.“Lista! Ada Alka di sini. Dia mau menjemputmu untuk dibawa ke rumahnya.”Calista yang baru saja melangkahkan kakinya keluar dari kamar, seketika terhenti setelah mendengar nama Alka disebut. ‘Alka? Ngapain itu orang datang ke sini? Bikin kesel aja!’ gerutunya dalam hati sambil menutup pintu.Calista masih kesal dengan ucapan Alka yang menganggapnya seperti perempuan liar waktu pertama kali bertemu.“Pa, aku masih belum siap untuk datang ke rumahnya. Apa ini tidak terlalu terburu-buru? Nanti saja ya, Pa, kalau kami sudah bertunangan.” Calista berjalan menghampiri ayahnya dan mencoba untuk merayunya
“Calista! Kamu kenapa, Sayang? Apa kamu lagi nggak enak badan?” tanya Riana khawatir saat melihat Calista yang mematung dengan wajah pucat. Dia takut membuat Calista tidak nyaman berada di rumahnya.Calista tersenyum paksa menoleh pada Riana yang tengah memberikan tatapan khawatir padanya.“Enggak kok Tante, saya nggak apa-apa,” jawab Calista berusaha untuk tetap terlihat tenang.Calista meremas ujung kemeja yang dipakainya sampai membuatnya kusut. Tatapan Alvaro tak pernah teralihkan, selalu tertuju padanya.“Ya sudah. Kalau gitu kamu duduk dulu. Tante akan ambilkan minuman buat kamu. Ayo sini Sayang.”Riana meminta Calista untuk duduk di sofa, berhadapan langsung dengan Alvaro yang tengah memangku laptop.Riana tidak menaruh kecurigaan pada gadis yang akan dijadikan sebagai menantunya. “Varo! Calista ini calon kakak iparmu. Ajak dia mengobrol, biar dia nggak canggung berada di sini,” kata Riana pada anak bungsunya itu. “Minggu depan Alka akan segera bertunangan dengan Calista, jadi
"Berani sekali kau ingin menggodanya, Varo! Apa tidak ada wanita lain di luar sana, hingga kau ingin mengganggu calon istriku!"Alka berjalan mendekat pada mereka berdua dengan sorot mata elangnya."Hey, Bung! Kau sudah salah paham, aku tidak menggodanya."Alvaro mengelak tak ada niatan untuk mengganggu Calista. Namun, wajahnya tampak mengeras begitu mendengar Alka mengklaim Calista sebagai 'calon istrinya', meskipun itu memang benar adanya. Jantung Calista berdetak begitu cepat, ia dibuat terkejut dengan kemunculan Alka secara tiba-tiba tanpa diketahuinya. 'Kalau saja malam itu aku tidak mabuk, mungkin kejadian gila itu tidak akan pernah terjadi. Ini salahku.'Calista menjadi salah tingkah. Alvaro terlalu nekat, dan itu tidak membuatnya senang. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau tidak percaya dengan ucapanku?"Terang saja Alka menaruh kecurigaan pada mereka. Dengan mata kepalanya sendiri ia melihat adiknya dan juga calon istrinya bertatapan begitu intens, bahkan bibir mereka n