Setelah video call dengan Alvaro, Calista bergegas untuk segera mandi. Untuk merilekskan diri seharian penuh rasanya sangat susah. Bahkan di hari weekend, ia masih saja diganggu oleh pria yang kini membuat otaknya selalu berpikir tidak waras."Calista! Apa kau sudah bangun?"Kamila mengetuk pintu kamarnya. Bahkan pagi itu Calista tidak ikut sarapan bersama orang tuanya."Cepatlah keluar, Alka datang ke sini mencarimu."Calista yang ada di kamar mandi tidak bisa mendengarnya, karena air shower lumayan berisik."Calista! Oh, ya ampun! Anak ini kalau dipanggil nggak ada nyaut. Apa masih juga belum bangun. Mana pintunya dikunci dari dalam."Kamila memutuskan untuk meninggalkan kamar Calista untuk menemui Alka yang menunggunya di ruang tamu."Alka, dia nggak ada nyaut. Pintunya dikunci dari dalam. Mungkin dia lagi di kamar mandi."Kamila menghenyakkan tubuhnya di sofa, ikut bergabung bersama suami dan calon menantunya."Apa mungkin dia masih tidur, Ma. Anak itu tadi malam bilang, mau tidur
Calista dibawa jalan-jalan keliling kota oleh Alka. Alka sendiri tidak menjelaskan tujuannya membawa Calista, dan itu membuat Calista menggerutu."Emangnya kamu itu mau bawa aku ke mana sih? Dari tadi kita muter-muter terus keliling kota. Aku capek tau nggak? Ini udah siang. Tujuan kita itu sebenarnya mau ke mana? Kalau mau mengajakku, seharusnya kamu memiliki tujuan yang jelas, nggak muter-muter terus jalanan kayak gini, bosen tau nggak?!"Alka terkekeh menoleh pada gadis yang duduk di sebelahnya, tengah mengomelinya."Emangnya kamu mau ke mana sih? Biar aku antarkan," jawab Alka, dan itu membuat Calista ingin sekali melemparkan botol Aqua yang ada di pangkuannya."Kau itu benar-benar menyebalkan, ya?! Tadi kau bilang ingin mengajakku keluar, berarti kau memiliki tujuan, kan? Nggak hanya mengajakku keluar saja. Sekarang kau malah bertanya padaku, ke mana tujuanku, kau akan antarkan. Kau itu waras atau enggak sih. Kalau aku jawab, aku nggak ada tujuan, tujuanku hanya ingin pulang. Gi
Karena merasa penasaran dengan apa yang dilihatnya, Calista langsung menemui Alka yang tengah bersama dengan seorang perempuan yang diyakini sebagai kerabatnya. Ia berpikir mungkin kerabat jauh yang sudah lama tidak saling bertemu. Bahkan ia merasa asing dengan wajah wanita itu."Alka! siapa perempuan ini?" tanya Calista dengan menatap perempuan yang masih bergelayut manja di lengan calon suaminya.Alka nampak kikuk dan canggung. Ia segera melepaskan tangan Ratri yang bertengger manis di lengannya."Ca-calista! Kamu sudah selesai belanja?" Refleks Alka menoleh pada Calista dan menjawabnya gugup. Calista merasakan ada sesuatu yang tidak beres antara Alka dengan wanita yang bersamanya. Awalnya ia pikir mereka adalah kerabat, melihat Alka gugup, pikirannya mulai menduga-duga."Ya, Aku sudah selesai belanja. Siapa dia? Kenapa kamu meninggalkanku dan berada di sini bersamanya? Apakah yang kalian lakukan di sini?" tanya Calista dengan tatapan datar pada wanita yang berada di dekat Alka. Ha
"Lista! Ayolah. Jangan cemberut aja. Aku ngerasa nggak enak loh, ngajak cewek keluar, tapi ceweknya ngambekan gini. Kamu nggak bisa menuduhku begitu saja tanpa adanya bukti yang jelas. Kamu hanya mengetahui kebersamaan kami, tapi nggak memiliki bukti-bukti yang kuat sehingga menuduh kami berselingkuh. Hanya karena dia menggelayuti tanganku saja kau sudah langsung mengejudgeku begitu buruk. Apa kau tidak pernah dipegang laki-laki sebelumnya?"Calista meneguk ludahnya kasar. Bagaimana ia akan menjelaskan, jika dirinya bukan hanya dipegang, tapi sudah dinikmati kesuciannya dengan adik Alka sendiri."Aku cuman nggak tahu aja harus bilang apa sama kamu. Aku merasa nggak pantas aja melihat kedekatan kalian berdua. Kok bisa ya? Sekretaris sama atasan begitu dekat, apa semua sekretaris itu sama, harus selalu dekat dengan atasannya? Kalau hanya hubungan sebatas kerja, nggak harus pegangan tangan kayak gitu juga kan? Seharusnya sekretaris itu punya harga diri. Dia bekerja profesional, atau tuju
"Oh! Ya ampun ..., aku benar-benar pusing." Berkali-kali Calista memukuli kepalanya yang pening. Ia bahkan tidak bisa beristirahat dengan tenang. Kedua kakak beradik itu telah menginginkannya. Bahkan ia sendiri juga tidak tahu, apakah mereka benar-benar tulus mencintainya, atau hanya menginginkan dirinya sebagai budak napsu mereka. Tapi yang jelas, itu sangat membuatnya tidak nyaman. Ia hanya takut Alka bukan hanya sekedar memberikan ancaman, tapi akan mencelakai Alvaro jika diketahui dirinya telah memiliki hubungan spesial dengannya.'Bagaimana bisa aku lepas dari laki-laki itu. Belum jadi suamiku saja sudah membuatku gila seperti ini. Aku bahkan tidak bisa tenang, selalu saja Aku teringat dengan ucapannya.'Setibanya di rumah, Calista langsung mengunci dirinya di dalam kamar. Ia bahkan tidak mempedulikan keberadaan Alka yang masih mengobrol dengan orang tuanya. Ia sangat yakin, pasti Alka tengah mengatur siasat agar orang tuanya lebih percaya pada ucapan pria itu, dibandingkan dirin
"Calista! Kamu itu kenapa sih, di datengin sama Alka malah mengunci pintu di dalam kamar. Kamu ingin membuat orang tuamu ini malu? Kalian sudah bertunangan, harusnya kalian saling mendekatkan diri, bukannya malah menghindar gitu."Geraldi dan juga Karmila mengomeli anaknya setelah Alka berpamitan pulang. Calista memang sengaja menghindari pria itu agar lekas pulang dari rumahnya. Ia masih malas bersama dengan orang yang sudah bersikap tidak baik padanya."Aku tadi sakit perut, makanya aku memilih untuk istirahat," jawab Calista berkilah.Calista sangat kecewa, ia masih terbayang-bayang saat tangan Alka digelayuti oleh sekretarisnya. Ia berpikir, pasti keseharian Alka sangat buruk, bahkan lebih dari sekedar bergandengan tangan."Tapi kenapa kau mengunci pintunya. Bahkan saat kami memanggilmu, kamu nggak ada jawab, keterlaluan kamu!"Kamila sangat malu pada calon menantunya. Pasti Alka berpikir ia tidak bisa mendidik Calista dengan baik."Iya, aku memang sengaja mengunci pintunya dari d
Sebulan telah berlalu pertunangan Calista dengan Alka. Mereka berdua bahkan sangat jarang bertemu, Alka sendiri selalu sibuk dengan pekerjaannya, hingga mengabaikan hubungannya dengan Calista.Riana, sang Mama menegur Alka untuk tidak mengabaikan Calista. Ia meminta Alka untuk menjemput Calista dan mengajaknya makan malam bersama."Alka! Tolong luangkan waktumu untuk menjemput Calista. Mama lihat kamu selalu menyibukkan dirimu dan mengabaikan Calista. Seharusnya kamu bisa mengatur waktumu untuk dia. Apa kamu tidak ingin mendekatkan diri padanya sebelum pernikahanmu tiba?"Riana mengomeli Alka yang hendak pergi ke kantor. Bahkan di hari weekend, Alka selalu menyibukkan diri pergi untuk bekerja. Selain di kantor, ia memiliki usaha lain, Dia memiliki bengkel mobil sebagai pekerjaan sampingan yang dikerjakan oleh beberapa karyawan."Mama tahu sendiri kalau aku ini sangat sibuk, aku bahkan tidak ada waktu untuk bermain-main. Lagian Calista kalau diajak main dia selalu saja minta pulang. Di
Malam itu Calista kembali dijemput oleh Alka dan mengajaknya untuk ikut makan malam bersama keluarganya. Tentunya Alka sangat malas, karena sudah berjanjian dengan Ratri, sekertarisnya untuk menemaninya di suatu acara."Calista, akhirnya kamu datang juga sayang. Mama itu kangen banget sama kamu. Udah lama kita nggak ketemu," celetuk Riana, menyambut kedatangan calon menantunya yang diidam-idamkan.Calista langsung menyalami Riana dan juga Bayu yang menunggunya di teras depan rumahnya."Tante dan Om apa kabarnya?" tanya Calista."Alhamdulillah. Kami sehat. Bagaimana dengan kamu sendiri dan keluarga? Apa kalian juga dalam keadaan sehat?" Riana dan Bayu balik bertanya pada calon menantunya."Alhamdulillah, Kami baik-baik."Dengan ramah Calista menunjukkan sikap baiknya pada kedua mertuanya. Sesuai dengan keinginan orang tuanya, ia harus bersikap baik pada keluarga Alka."Tapi kamu nggak usah panggil kami Tante atau Om, panggil saja Mama sama Papa. Kamu sudah menjadi bagian dari keluarga