Acara makan malam telah tiba. Keluarga tengah berkumpul di ruang makan sambil berbincang-bincang santai. Calista masih tampak canggung berada di tengah-tengah mereka karena baru kali ini ia menikmati makan bersama keluarga dari calon suaminya."Calista! Kalau makan yang banyak, jangan sungkan-sungkan. Di sini juga keluargamu, sebentar lagi kalian kalau sudah menikah akan tinggal di sini bersama kami. Kebiasakan dirimu seperti di rumahmu sendiri. Kau bahkan sudah boleh tinggal di sini sekarang," celetuk Riana.Mendapati Calista yang hanya sedikit mengambil nasi di piringnya, membuat Riana langsung menegurnya. Ia tidak ingin Calista menganggap keluarganya seperti orang lain. Bahkan ia sendiri sudah menganggap Calista seperti anaknya sendiri."Aku kalau makan memang seperti ini ma. Nggak banyak makan nasi, cuma sayur sama buah," jawab Calista.Gadis itu beranjak dan mengambilkan makanan buat Alka. Sangat tak pantas jika ia mengabaikan Alka untuk mengambil makanan sendiri. Ia harus bersi
"Brengsek! Bisa-bisanya kau bicara seperti itu di depan Calista! Kau memang sengaja memancing-mancing masalah supaya aku dibenci oleh Calista. Jika sampai Calista bertanya yang macam-macam padaku, aku harus menjawab apa, Varo?!"Alka tak punya kesabaran lagi untuk menghajar adiknya. Ia menahan sampai mereka menyelesaikan acara makan malamnya. "Kau benar-benar gila, Varo! Selama ini aku sudah sangat sabar padamu, tapi kau selalu membuat masalah denganku. Apa kau tidak punya kerjaan lain, selain menggangu kehidupanku?"Alvaro nampak tenang menghadapi Alka yang tengah tersulut emosi. Ia merasa tidak bersalah atas apa yang ia ucapkan."Loh! Memangnya aku salah bicara seperti itu? Memang pada kenyataannya benar kan, apa yang aku omongin. Apa kau pikir dirimu itu baik. Walaupun aku tidak pernah ada bersamamu, aku tahu kelakuanmu, bang. Dari dulu kau suka bermain wanita."Alka mengeram menahan untuk tidak melayangkan tangannya menghadapi adik laki-lakinya. "Ya tapi kan nggak harus dijelasin
"Calista! Bagaimana hubunganmu dengan tunanganmu? Apa kalian baik-baik saja? Aku belum sempat kenalan sama dia. Aku malu, dia terlalu pendiam."Seina sangat penasaran dengan sosok Alka yang memiliki wajah dingin dan jutek. Mungkin pria itu tidak bisa romantis seperti pria lain."Jujur, aku capek banget belum nikah aja udah kayak gini," jawab Calista.Calista menghela napas panjang dan mengeluarkan perlahan, memikirkan hubungannya yang tidak harmonis. Alka nampak menaruh kecurigaan pada Alvaro, hingga membuatnya tidak tenang."Kayak gini bagaimana maksudnya? Apa dia nggak perhatian sama kamu?" tanya Seina dengan menautkan kedua alisnya hingga menyatu di antara keningnya."Dia menyebalkan sekali. Aku sih nggak minta romantis, Aku hanya ingin dia peduli seperti pasangan-pasangan lain. Hampir tiap hari dia marah-marah terus sama adiknya. Kalau marah selalu ngelibatin aku. Kan aku kesel juga.""Kok bisa? Alasannya?" Seina semakin penasaran dengan cerita Calista mengenai hubungannya dengan
EkhemDeheman keras dari arah belakang membuat Alka terkejut. Alka maupun Ratri langsung menoleh ke arah belakang dan mendapati keberadaan Calista bersama dengan Seina. Kedua wanita muda itu memberikan tatapan datar pada sepasang sejoli yang tengah memadu kasih di keramaian."C-Calista! Kamu kok ada di sini?"Alka langsung tergugup tidak bisa bersikap tenang. Tangannya yang semula menggandeng Ratri langsung dilepaskan."Kenapa dilepaskan? Bukannya dari tadi sudah bergandengan tangan? Tidak usah dilepaskan, aku nggak papa kok, kalaupun kamu jalan sama dia."Calista menutupi kekecewaannya dengan bersikap tenang ia bahkan mengulas senyuman manis di depan Alka seolah-olah tidak terjadi masalah di antara mereka."Aku hanya minta penjelasan aja sama kamu. Jawab saja aku sejujurnya. Sebenarnya hubungan kalian ini hanya sebatas rekan kerja atau memang ada hubungan spesial, lebih dari hubungan rekan kerja? Jawab saja Alka! Aku tidak akan marah kok."Alka merubah raut wajahnya dingin. Dia menol
Calista membanting tubuhnya di ranjang yang dipajang di tokonya. Setelah menghabiskan waktunya bertengkar dengan Alka di mall, ia memutuskan untuk kembali ke tokonya. Kebetulan hari itu ia sedang bekerja, dan Seina datang merayunya, mengajaknya pergi ke mall untuk membeli keperluannya. Untung saja keadaan Ayahnya juga membaik, jadi ia bisa keluar untuk mengantarkan sepupunya belanja."Calista! Kamu ngapain tiduran di sini. Nanti kalau ada orang masuk sini gimana?" Calista memejamkan mata, ia menangis dalam diam, mengingat Alka yang egois tidak mau disalahkan."Bentar aja Pa. Aku kecapean," jawab Calista masih dengan mata terpejam.Geraldi berdecak. Ia tak mendapati apa-apa yang dibeli oleh Calista maupun keponakannya. "Jalan-jalan gitu doang bilangnya kecapean. Terus sekarang mana belanjaan kamu? Kok pulang nggak bawa apa-apa? tanya Geraldi mendekati putrinya yang tengah merebahkan diri di atas deretan spring bed yang terpampang untuk dijual."Males Pa, nggak jadi belanja kepalaku
Calista jatuh sakit setelah kejadian di mana dia tengah bertengkar dengan Alka. Orang tuanya bahkan sangat tidak peduli dengan perasaannya. Mereka lebih mengutamakan usaha dibandingkan dengan perasaan anaknya yang sudah disakiti oleh calon suaminya."Calista! Lebih baik kamu minum obatmu dulu, setelah itu kamu bisa istirahat."Kamila masuk ke dalam kamarnya dan mendapati putrinya yang tengah berbaring lemas di pembaringan."Nanti saja Ma, masih belum lapar," tolak Calista.Ia sudah tidak memiliki nafsu makan lagi semenjak orang tuanya tidak mengizinkannya untuk berpisah dari Alka, setelah tahu Alka tengah berseling dengan orang lain, harapannya hanya ingin berpisah."Kalau menunggu sampai lapar, terus sampai kapan kamu mau minum obat. Jangan bandel bandel lekas makan dan minum obatmu setelah itu istirahat. Ini Mama sudah ambilkan obatnya dan juga makanannya, ayo lekas bangun, nggak usah malas-malasan kayak gitu."Dengan helaan napas panjang, Calista memutuskan untuk bangkit dari tidur
"Apa kau pikir aku setuju dengan ucapanmu itu? Aku tidak akan pernah melepaskanmu, Calista. Awalnya aku memang tidak berharap menjadi suamimu, tapi sekarang aku semakin berharap agar kau akan segera menjadi istriku. Sebentar lagi kita akan menikah, dan kau jangan membuat ulah, apalagi memiliki keinginan putus denganku, karena itu tidaklah mungkin terjadi."Alka semakin mendekatkan dirinya pada Calista, ia meraih dagu Calista untuk dikecupnya."Jangan sembarangan kamu!"Dengan cepat gadis itu mendorongnya hingga membuat tubuhnya terhuyung."Hey! Kasar sekali kau! Aku ini calon suamimu. Bahkan aku bisa melakukan hal yang lebih dari ini. Sebentar lagi kita akan menjadi pasangan suami istri, kau tidak bisa menghindar terus dariku, Calista!"Cukup kecewa saat Calista menolak menerima ciumannya. Padahal Alka sudah sesabar mungkin untuk tidak memberikan sentuhan kecil pada tunangannya. Tapi saat mencoba untuk memberikan sentuhan, Calista langsung menolaknya."Kau sudah gila, ya! Kita ini han
"Kamu seharian kemana saja Alka? Kenapa kamu tadi nggak datang ke kantor?" tanya Bayu ketika mendapati anak sulungnya yang baru pulang dengan keadaan wajahnya lesu."Aku baru pulang dari rumah Calista. Tadi aku mengantarnya ke rumah sakit," jawab Alka.Calista dipaksa ke rumah sakit saat arka menghubungi kedua orang tuanya badannya cukup panas dan menakutkan jika hanya dirawat di rumah saja."Apa siapa yang sakit?" tanya Bayu."Calista yang sakit. Aku memaksanya untuk dibawa ke rumah sakit. Awalnya dia tidak mau aku bawa ke rumah sakit, tapi aku tetap memaksanya. Badannya panas banget. Entahlah, dia salah makan atau gimana."Dengan menenteng jas kerjanya, Alka memasuki rumahnya. Ia ingin mengistirahatkan tubuhnya yang sudah remuk. Kecapean mondar-mandir di rumah sakit mengurus data-data Calista."Dari mana saja kamu Bang? Kenapa kamu tadi nggak ikut meeting. Itu tadi yang nongol cuma sekretarismu doang. Kamu nggak ada datang ke mana saja seharian?"Alvaro memberi tatapan jutek pada ab