Calista membanting tubuhnya di ranjang yang dipajang di tokonya. Setelah menghabiskan waktunya bertengkar dengan Alka di mall, ia memutuskan untuk kembali ke tokonya. Kebetulan hari itu ia sedang bekerja, dan Seina datang merayunya, mengajaknya pergi ke mall untuk membeli keperluannya. Untung saja keadaan Ayahnya juga membaik, jadi ia bisa keluar untuk mengantarkan sepupunya belanja."Calista! Kamu ngapain tiduran di sini. Nanti kalau ada orang masuk sini gimana?" Calista memejamkan mata, ia menangis dalam diam, mengingat Alka yang egois tidak mau disalahkan."Bentar aja Pa. Aku kecapean," jawab Calista masih dengan mata terpejam.Geraldi berdecak. Ia tak mendapati apa-apa yang dibeli oleh Calista maupun keponakannya. "Jalan-jalan gitu doang bilangnya kecapean. Terus sekarang mana belanjaan kamu? Kok pulang nggak bawa apa-apa? tanya Geraldi mendekati putrinya yang tengah merebahkan diri di atas deretan spring bed yang terpampang untuk dijual."Males Pa, nggak jadi belanja kepalaku
Calista jatuh sakit setelah kejadian di mana dia tengah bertengkar dengan Alka. Orang tuanya bahkan sangat tidak peduli dengan perasaannya. Mereka lebih mengutamakan usaha dibandingkan dengan perasaan anaknya yang sudah disakiti oleh calon suaminya."Calista! Lebih baik kamu minum obatmu dulu, setelah itu kamu bisa istirahat."Kamila masuk ke dalam kamarnya dan mendapati putrinya yang tengah berbaring lemas di pembaringan."Nanti saja Ma, masih belum lapar," tolak Calista.Ia sudah tidak memiliki nafsu makan lagi semenjak orang tuanya tidak mengizinkannya untuk berpisah dari Alka, setelah tahu Alka tengah berseling dengan orang lain, harapannya hanya ingin berpisah."Kalau menunggu sampai lapar, terus sampai kapan kamu mau minum obat. Jangan bandel bandel lekas makan dan minum obatmu setelah itu istirahat. Ini Mama sudah ambilkan obatnya dan juga makanannya, ayo lekas bangun, nggak usah malas-malasan kayak gitu."Dengan helaan napas panjang, Calista memutuskan untuk bangkit dari tidur
"Apa kau pikir aku setuju dengan ucapanmu itu? Aku tidak akan pernah melepaskanmu, Calista. Awalnya aku memang tidak berharap menjadi suamimu, tapi sekarang aku semakin berharap agar kau akan segera menjadi istriku. Sebentar lagi kita akan menikah, dan kau jangan membuat ulah, apalagi memiliki keinginan putus denganku, karena itu tidaklah mungkin terjadi."Alka semakin mendekatkan dirinya pada Calista, ia meraih dagu Calista untuk dikecupnya."Jangan sembarangan kamu!"Dengan cepat gadis itu mendorongnya hingga membuat tubuhnya terhuyung."Hey! Kasar sekali kau! Aku ini calon suamimu. Bahkan aku bisa melakukan hal yang lebih dari ini. Sebentar lagi kita akan menjadi pasangan suami istri, kau tidak bisa menghindar terus dariku, Calista!"Cukup kecewa saat Calista menolak menerima ciumannya. Padahal Alka sudah sesabar mungkin untuk tidak memberikan sentuhan kecil pada tunangannya. Tapi saat mencoba untuk memberikan sentuhan, Calista langsung menolaknya."Kau sudah gila, ya! Kita ini han
"Kamu seharian kemana saja Alka? Kenapa kamu tadi nggak datang ke kantor?" tanya Bayu ketika mendapati anak sulungnya yang baru pulang dengan keadaan wajahnya lesu."Aku baru pulang dari rumah Calista. Tadi aku mengantarnya ke rumah sakit," jawab Alka.Calista dipaksa ke rumah sakit saat arka menghubungi kedua orang tuanya badannya cukup panas dan menakutkan jika hanya dirawat di rumah saja."Apa siapa yang sakit?" tanya Bayu."Calista yang sakit. Aku memaksanya untuk dibawa ke rumah sakit. Awalnya dia tidak mau aku bawa ke rumah sakit, tapi aku tetap memaksanya. Badannya panas banget. Entahlah, dia salah makan atau gimana."Dengan menenteng jas kerjanya, Alka memasuki rumahnya. Ia ingin mengistirahatkan tubuhnya yang sudah remuk. Kecapean mondar-mandir di rumah sakit mengurus data-data Calista."Dari mana saja kamu Bang? Kenapa kamu tadi nggak ikut meeting. Itu tadi yang nongol cuma sekretarismu doang. Kamu nggak ada datang ke mana saja seharian?"Alvaro memberi tatapan jutek pada ab
"Hey! Siapa yang menyuruhmu datang ke sini. Kau itu benar-benar ya, datang datang bikin ulah."Calista tidak menyangka kalau Alvaro akan datang untuk menjenguknya."Aku datang kemari bukan membuat ulah, tapi untuk menjengukmu. Kenapa kau sakit tidak bilang padaku? Kenapa harus dia yang mengantarkanmu ke sini? Kenapa kau tidak minta tolong padaku?!"Alvaro berjalan mendekati Calista yang berbaring di berankar. Ada dua suster yang tengah mengecek keadaannya dan ingin memberikan suntikan padanya. Sedangkan kedua orang tuanya tidak nampak di dalam ruangan itu. Alvaro bahkan berharap orang tuanya tidak segera datang untuk menemani putrinya."Dia siapa yang kamu maksud?" tanya Calista dengan menautkan kedua alisnya."Nggak usah sok bego' tentunya kamu tahu siapa yang aku maksudkan."Calista mengulas senyumnya ketika mendapati wajah manyun pria yang sudah memiliki ikatan khusus dengannya."Ya wajar aja lah. Dia nganterin aku ke sini kan dia tunangan aku. Sebentar lagi kita mau menikah. Masa
"Loh! Ada nak Varo, rupanya."Geraldi yang cukup dekat dengan Alvaro, langsung memberikan sambutan hangat untuknya. Sedangkan Kamila sendiri masih belum terlalu mengenali Alvaro . Dia hanya mengingat pernah melihat pemuda itu disaat pesta pertunangan Calista dengan Alka, tapi dia tidak begitu mengetahui siapa Alvaro sebenarnya."Papa mengenali dia? Memangnya dia ini siapa Pa?" tanya Kamila menoleh pada suaminya yang kebetulan berdir di sampingnya."Emm, Dia ini Alvaro, adiknya Alka. Dia baru pulang dari Eropa. Cukup lama juga sih, dia tiba di sini, sebelum Alka sama Calista kita jodohkan waktu itu. Alvaro juga pernah datang ke toko kita untuk menemui Calista, dia membawakan makanan buat Calista."Geraldi memberikan banyak pujian tentang Alvaro yang memiliki sifat baik dan perhatian."Dia sangat baik sekali, Ma. Dia peduli banget sama Calista. Papa sangat bersyukur sekali masih ada orang-orang yang baik seperti mereka. Selain Alka, Alvaro ternyata sangat baik dan bisa menerima Calist
"Assalamualaikum," ucap Riana ketika memasuki ruang rawat Calista. Malam itu dia datang bersama dengan Alka dan juga suaminya.Seketika bola matanya hendak loncat ketika mendapati anak bungsunya yang sudah ada di dalam ruangan itu. Pantas saja Alvaro tidak ada di rumah, dan ternyata dia sudah ada di rumah sakit menemani Calista."Waalaikumsalam." Semua orang yang ada di ruang rawat Calista menoleh dan mendapati keberadaan Riana bersama keluarganya."Loh, Varo! Kok kamu ada di sini?" Riana berjalan mendekat ke arah putranya yang nampak biasa saja, tidak menunjukkan rasa kecanggungan walaupun keluarganya sudah diketahui dirinya tengah menemani Calista."Aku udah dari tadi ada di sini, ma. Abang tuh yang bilang, kalau Calista tengah dirawat di rumah sakit. Aku langsung datang ke sini, untuk mencarinya. Aku hanya ingin memastikan apa benar dia benar-benar dirawat di rumah sakit," jawab Alvaro.Bayu merasa aneh dengan sikap anak bungsunya. Alvaro sangat perhatian pada Calista. Ia hanya ta
Seminggu sebelum acara pernikahan, Calista ditugaskan ke luar kota oleh Ayahnya. Ia tidak sendirian, ditemani oleh Seina, sepupunya. Kondisi Ayahnya kurang sehat, Calista sendiri kondisinya juga baru pulih, tapi tak ada cara lain, ia akhirnya memutuskan untuk pergi ke luar kota, tujuannya untuk melihat barang-barang yang akan dikirim ke tokonya, ia mengecek sendiri, takut ada pembodohan yang kembali merugikannya."Lista! Kamu nggak pamit sama Alka? Kalau mau pergi ke luar kota?" tanya Seina.Calista menggeleng. "Enggak, aku nggak dia kan selalu sibuk dengan pekerjaannya, jadi nggak pernah ada waktu buat temani aku. Ya sudah, percuma saja pamit, toh dia cuekin aku Mulu," jawab Calista."Ya kamu nggak boleh gitu, Calista. Walaupun dia cuek sama kamu, tapi dia calon suami kamu. Kamu harusnya pamitan sama dia, biar dia nggak nyalahin kamu ataupun orang tuamu. Gitu-gitu juga dia pernah merawat kamu waktu kamu sakit," tegur Seina.Calista sangat malas kalau harus pamitan. Bukan karena apa,