Tubuh Miranda terdorong masuk ke dalam hotel oleh Athes. Pria itu menarik tengkuk leher Miranda, dan melumat bibirnya dengan liar. Tidak hanya diam, Miranda membalas pagutan yang diberikan Athes. Bibir mereka saling mencecapi, lidah mereka saling berpagutan. Mereka berciuman begitu panas. Athes mengeratkan pelukannya di pinggang Miranda.
“Akh …!” Miranda mengerang, saat pria itu mencium bibirnya dengan hebat.
“Kau sangat cantik,” bisik Athens begitu sensual di telinga Miranda. Tatapan matanya menatap kagum dan memuja wanita yang berada di hadapannya itu.
Miranda tersenyum menggoda. “Dan kau begitu tampan.”
Athes menyeringai. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Miranda dan berbisik, “Malam ini akan menjadi malam yang panjang dan indah. Aku akan membuatmu tidak berdaya di bawahku. Merasakan nikmatnya setiap sentuhanku di tubuhmu.”
Miranda tersenyum nakal, dia hanya mengedipkan sebelah matanya sebagai balasan.
Athes pun tersenyum. Lalu dia mulai melepaskan pengait dress milik Miranda. Dalam sekejap, pria itu berhasil menanggalkan dress milik Miranda, hingga terjatuh ke lantai. Kilat mata kagum Athes, menatap tubuh Miranda yang begitu indah. Kini tubuh Miranda hanya terbalut oleh bra dan celana dalam berenda berwarna merah, yang tampak begitu seksi. Lekuk tubuh milik Miranda begitu sempurna. Kulit mulus dan putih miliknya, benar-benar membuat Hasrat pria itu semakin menggebu.
Miranda mulai membawa tangannya mengelus dada bidang milik Athes. Lengan kekar, otot perut milik pria itu begitu tercetak dalam balutan kemeja berwarna hitam yang dia pakai. Nyatanya tubuh pria itu sungguh menggoda Miranda. Pikiran Miranda tidak mampu lagi menolak pesona yang dimiliki Athes.
Athes menggeram menikmati tangan Miranda yang mulai menelusuri dadanya. Dia memejamkan matanya, kala Miranda benar-benar menggoda dirinya dengan sebuah sentuhan.
“Malam ini, kau harus memuaskanku. Sentuh aku,” bisik Miranda tepat di depan bibir Athes.
“As you wish, kau tidak akan pernah bisa melupakan malam ini,” Athes mengecupi leher jenjang Miranda dan mengigit kecil telinga wanita itu hingga membuatnya mengeluarkan desahan halus.
Miranda membawa jari lentiknya melepaskan kancing kemeja Athes seraya memberikan tatapan sensualnya. Dengan mudah, Miranda berhasil menanggalkan kemeja yang dikenakan oleh pria itu.
Tidak hanya diam, Athes mulai melepaskan bra yang masih di pakai Miranda. Sesaat dia terus menatap tubuh polos Miranda yang begitu indah—dia mendorong tubuh Miranda hingga membuatnya terbaring di atas rajang. Dia langsung naik ke atas tubuh Miranda. Melumat dengan liar bibir ranum Miranda. Dan tangannya yang terus menyentuh titik sensitive Miranda.
Miranda mengaitkan tangannya ke leher Athes, dia membalas ciuman pria itu dengan liar. Mereka berciuman begitu panas. Alkohol membuat Miranda benar-benar lepas kendali. Athes mulai menurunkan ciumannya, dia mengisap leher Miranda, hingga meninggalkan jejak kemarahan di sana. Kini Athes mulai mengulum puncak payudara Miranda, menggoda dengan lidahnya. Tubuh Miranda bagai tersengat oleh listrik merasakan sensasi luar biasa yang diberikan pria itu.
“Akhh.” Desahan lolos di bibir Miranda kala pria itu terus mengisap puncak payudaranya. Miranda memejamkan matanya menikmati sentuhan Athes yang membangkitkan gairahnya. Tanpa sadar, Miranda menekan kepala pria yang tengah bermain di dadanya seolah dia meminta lebih.
Kini Athes bangun dan berdiri tegak di depan Miranda. Dia mulai menanggalkan celana yang masih melekat di tubuhnya. Dalam sekejap, tubuh Athes polos tanpa sehelai benang pun. Kilat matanya menatap tubuh polos Miranda yang sangat indah. Tubuh Miranda masih terbalut dengan helaian benang terakhir, yaitu celana dalam berenda berwarna merah, yang sejak tadi menggodanya.
Hingga kemudian, Athes kembali menindih tubuh Miranda, dia melumat liar bibirnya. Tidak hanya diam, Miranda pun terus membalas ciuman pria itu. Athes mulai menanggalkan celana dalam berenda milik Miranda. Seketika dia menatap kagum, tubuh Athena yang benar-benar sangat indah dan sempurna.
“You are so damn beautiful,” bisik Athes serak di depan bibir Miranda.
Miranda pun hanya tersenyum, namun senyumannya tampak begitu menggoda. Tanpa menunggu lama, Athes mulai melebarkan kedua kaki Miranda. Dengan cepat dia memulai penyatuannya. Miranda menjerit dengan keras kala pria itu memasukinya. Miranda merintih kesakitan, dia mendorong dada pria itu. Sayangnya Athes menulikan telinganya, dia sama sekali tidak memedulikan rintihan Miranda yang merasakan sakit. Pria itu terus berusaha memasukinya. Namun, ada penghalang yang membuatnya sulit menyatukan miliknya pada milik wanita itu.
“Shit! You’re still a virgin,” Athes berbisik di bibir Miranda.
“Akh, pain—” Miranda mengabaikan ucapan Athes. Tubuh bagaian bawahnya merasakan sakit yang luar biasa bagaikan terobek. Miranda mulai meneteskan air matanya dari ujung matanya.
“Aku akan melakukannya dengan pelan, Sayang.” Athes mengecup mata Miranda. “Malam ini, akan menjadi sebuah pengalaman yang tidak akan pernah kau lupakan.”
Kini Athes kembali mendorong dengan keras miliknya pada milik Miranda. Berkali-kali Miranda mendorong tubuh pria itu karena rasa sakit yang tidak bisa dia tahan. Tapi pria itu langsung mengunci tangan Miranda ke atas kepalanya. Dia tidak membiarkan Miranda memberontak sedikit pun. Perlahan Miranda menurut, dan membiarkan pria itu memimpin permainannya. Kepala Miranda semakin memberat, dia sungguh tidak mampu lagi melawan.
“Akh!” Miranda menjerit keras, kala Athes berhasil memasukinya. Pria itu menggeram, merasakan miliknya yang berada di dalam milik Miranda begitu nikmat.
Athes mulai mengentakkan miliknya dengan keras. Dia mendengar rintihan Miranda berubah menjadi desahan dan erangan yang begitu merdu di telinganya.
Di kamar hotel, kini dipenuhi dengan desahan dan erangan saling bersahutan. Nyatanya desahan yang lolos dari Miranda membuat pria itu semakin tidak menghentikan hentakannya. Miranda sungguh kehilangan akal sehatnya, dia bahkan tidak memedulikan siapa pria itu.
***
Sinar matahari pagi menembus jendela menyentuh kulit wajah Miranda. Perlahan Miranda mulai membuka matanya. Dia mengerjap beberapa kali dan menggeliat. Sesaat Miranda merasakan tubuh bagian bawahnya yang sakit luar biasa.
“Kenapa tubuhku sakit sekali.” Miranda membawa tangannya memijat pelan pelipisnya kala kepalanya mulai memberat. Bukan hanya tubuh yang terasa begitu remuk. Tapi kepalanya pun benar-benar sakit.
Namun tiba-tiba di saat Miranda mengalihkan pandangannya ke samping, seketika tubuhnya mematung. Wajahnya tampak begitu terkejut melihat punggung kokoh seorang pria yang tidak memakai sehelai benang pun.
Jantung Miranda berdegup kencang, matanya membulat sempurna seperti hendak meloncat dari tempatnya saat melihat pria asing tertidur di sampingnya. Dengan cepat tatapan Miranda teralih ke tubuhnya. Hampir saja tubuh Miranda ambruk melihat tubuh polosnya hanya terbalut oleh selimut tebal. Bahkan banyak bercak merah di dadanya.
“Astaga! Apa yang aku lakukan?!” Miranda meremas kuat rambutnya, mengingat kejadian tadi malam. Namun, tiba-tiba sesuatu mucul dalam ingatannya. Miranda memejamkan matanya sesaat merutuki kebodohannya. Ya, dia mengingat dengan baik tadi malam ada pria yang menghampirinya dan mengajaknya berdansa.
“Kau begitu bodoh, Miranda! Kau mencari masalah!” tukas Miranda kesal.
Tatapan Miranda kembali teralih pada pria itu. Beruntung pria itu masih tertidur pulas. Perlahan, Miranda mulai beranjak dari ranjang. Miranda mengumpat dalam hati kala inti bagian bawahnya begitu sakit. Dia berusaha menahan rasa sakitnya dan langsung mengambil gaun miliknya yang tergelatak di lantai.
Tidak menunggu lama, Miranda mengambil pena dan sebuah kertas. Dia langsung menulis surat.
[Terima kasih untuk tadi malam, aku akan melunasi tagihan hotel. Ambil uang yang aku tinggalkan untukmu.]
Setelah menulis surat, Miranda meletakkan seluruh uang cash yang dia miliki di atas nakas bersama dengan surat itu. Kemudian Miranda memungut pakaian miliknya yang tergelak di atas lantai dan memakainya dengan cepat.
Miranda berjalan mengendap-endap keluar dari kamar. Dia tidak ingin pria itu memergokinya yang hendak melarikan diri. Miranda tidak mengenal siapa pria itu. Lebih baik baginya meninggalkan sepucuk surat dan uang cash. Anggap saja dia membayar pria itu untuk menemani malamnya. Dia tidak ingin pria itu mengenali dirinya. Masalah akan datang jika sampai pria itu mengenal dirinya.
Jika saja tadi malam Miranda tidak mabuk, maka tidak mungkin hal ini akan terjadi. Alkohol sialan benar-benar membuatnya lepas kendali.
Miranda berjalan masuk ke dalam lobby hotel, tempat di mana dia dan Helen tinggal selama di Las Vegas. Terlihat penampilannya begitu berantakan. Rambut yang tidak tertata rapi. Hal yang membuat Miranda menjadi pusat perhatian saat memasuki lobby hotel adalah karena dirinya masuk ke dalam lobby hotel dengan kaki telanjangnya dan tangan yang menenteng sepatunya. Sayangnya, tatapan para pengunjung hotel diabaikan oleh Miranda. Dia memilih terus melangkah masuk menuju kamarnya.“Helen!” Miranda melangkah masuk ke dalam kamar hotel, dia meletakkan sepatu dan clutch di tangannya sembarangannya—dia menjatuhkan tubuhnya terduduk di sofa. Rasa perih yang luar biasa di inti tubuh bagian bawahnya masih begitu terasa. Bahkan sejak tadi Miranda menahan rasa sakitnya ketika berjalan.Miranda bersumpah, itu adalah hal terbodoh yang pernah dia lakukan. Menyerahkan dirinya pada pria asing yang baru pertama kali dia temui. Sesaat Miranda menyandarkan punggungnya di sofa seraya memejamkan mata lelah.“K
Roma, Italia. Miranda melepas kacamata hitamnya dan meletakkan ke atas kepalanya. Kini dia dan Helen melangkah keluar bandara menuju sopir yang telah menjemput di lobby.“Ah, akhirnya kita pulang juga,” ucap Helen seraya merentangkan kedua tangannya. Dia memejamkan matanya menikmati embusan angin yang menyentuh kulitnya. Miranda mendesah pelan. “Sepertinya kau sangat senang.”Helen berdecak tak suka. “Memangnya kau tidak suka kembali ke negaramu sendiri?”“Aku menyukainya,” tukas Miranda dingin. “Hanya saja, aku tidak suka dengan tanggung jawab yang harus aku pegang nanti.”Helen terkekeh. Dia langsung merengkuh bahu Miranda. “Well, lebih baik kau membicarakan pria tampan kemarin daripada membahas tentang pekerjaanmu. Aku yakin kau masih belum melupakan pria tampan itu.”“Hentikan omong kosongmu, Helen. Aku tidak ingin kau membahas tentang pria itu lagi!” tukas Miranda menegaskan.Helen kembali terkekeh. Dia bahkan tidak sanggup menahan tawanya melihat wajah kesal Miranda. Ya, dia m
“Apa ada hal yang kau pikirkan, Nona Miranda Spencer?” Suara Athes bertanya seraya menyunggingkan senyuman misterius, menatap Miranda. Sebuah senyuman yang tersirat menggoda. Terlihat wajah Athes tampak begitu santai kala menatap Miranda yang penuh dengan kegugupan dan kecemasan.“Ah, tidak. Aku tidak memikirkan apa pun, Tuan Athes Russel.” Miranda memaksakan senyuman di wajahnya. Dia bersumpah, pria di hadapannya ini pasti mengetahui dirinya yang begitu gugup. Sesaat Miranda mengatur napasnya, dia berusaha untuk tenang dan tidak panik.“Baiklah, Tuan Athes. Aku dan Darren—putraku, harus pamit. Hari ini kami masih harus melihat proses pembangunan hotel terbaru. Aku sengaja meminta putriku datang, karena dia yang akan menggantikanku meeting denganmu,” ujar Ryhan yang sontak membuat Miranda terkejut.“Dad, kau mau pergi? Kenapa kau tidak bilang padaku?” tanya Miranda dengan raut wajah yang semakin panik kala mendengar ayah dan kakaknya akan meninggalkan ruang meeting itu. Astaga, Mirand
Miranda duduk di kursi kebesarannya, pikirannya tampak begitu kacau. Sejak pertemuanya kemarin dengan Athes membuat dirinya tidak bisa berpikir jernih. Sungguh, dia tidak menyanga sosok pria yang menjadi one night stand-nya adalah rekan bisnis ayahnya sendiri.“Nona Miranda,” Bella, assistant Miranda, melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya.Miranda membuang napas kasar kala melihat Bella berada di hadapannya. “Ada apa?” tanyanya dingin.“Nona, di depan ada Tuan Athes datang,” ujar Bella yang sontak membuat Miranda terkejut.“Bukannya aku belum mengatur jadwal bertemu dengannya?” seru Miranda dengan tatapan begitu dingin pada Bella.“Benar, Nona. Tapi beliau datang karena tadi dia bertemu dengan Tuan Darren. Setelah dia bertemu dengan Tuan Darren, dia langsung ingin bertemu dengan Anda, Nona,” jawab Bella hati-hati.“Aku tidak—”“Apa bertemu dengamu begitu sulit, Nona Miranda Spencer?” Seorang pria dengan balutan jas formal berwarna hitam melangkah masuk ke dalam ruang kerja Miranda.
“Miranda? Kau sudah pulang?” Helen sedikit terkejut melihat Miranda melangkah masuk ke dalam kamar dengan raut wajah yang kesal. “Ada apa, Miranda? Apa kau memiliki masalah di perusahaan?” tanyanya yang khawatir.“Tidak, hanya banyak pekerjaan yang menggangguku belakangan ini.” Miranda menjatuhkan tubuhnya di sofa, lalu dia menyambar gelas yang berisikan apple juice dan meminumnya hingga tandas.“Kau yakin?” Helen mengangkat sebelah alisnya, menatap Miranda penuh curiga. “Tidak bisanya masalah pekerjaan hingga membuat wajahmu seperti itu.”Miranda menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. “Sebenarnya ada yang aku sembunyikan darimu.”“Kau menyembunyikan apa dariku?” Raut wajah Helen berubah kala mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu.“Kemarin saat aku menemani ayah dan kakakku meeting, aku bertemu lagi dengan pria itu,” ujar Miranda dengan kesal. Ya, dia memang menyembunyikan ini dari Helen. Tentu dia tahu sahabatnya itu akan berisik.“Apa yang kau maksud, Miranda?
“Tuan Athes, ini adalah fasilitas yang dimiliki oleh hotel kami. Tempat gym, spa, kolam renang, serta tempat bersantai menghabiskan sore hari sambil menunggu sunset. Semua kami telah siapkan. Design hotel ini sendiri menggabungkan design khas Thailand dan Italia. Perpaduan dua negara yang diambil dalam konsep hotel ini tujuannya agar para tamu hotel tidak merasakan kejenuhan. Seperti kita tahu, Thailand merupakan negara bagian Asia yang begitu banyak memiliki turis asing.”Miranda menjelaskan begitu lugas tentang hotel milik keluarganya yang kini telah di bawah kepemimpinannya. Terlihat dirinya tampak begitu anggun kala menjelaskan itu. Meski dia kesal dengan pria yang ada di hadapannya ini, tapi dia harus tetap bersikap professional. Bagaimanapun pria itu adalah rekan bisnis perusahaannya.“Well, konsep yang begitu menarik, Nona Miranda.” Athes menjawab seraya melihat ke fasilitas yang dimiliki hotel itu. Sesaat dia melirik Miranda yang tampak seolah berusaha untuk tenang. Ya, mereka
Athes menatap Miranda yang tertidur begitu pulas. Seketika senyum di bibirnya terukir mengingat percintaan panasnya dengan Miranda. Bahkan dia terus lagi dan lagi memintanya. Nyatanya tubuh Miranda telah menjadi candu bagi Athes. Entah tidak bisa lagi terhitung berapa banyak mereka bercinta.Athes membawa tangannya menyentuh wajah Miranda. Hidung yang mungil dan mancung. Bulu mata yang lentik. Serta wajah yang sangat cantik, telah berhasil membuat Athes tidak mampu mengendalikan dirinya. Selama ini Athes tidak pernah seperti ini pada wanita yang menjadi one night stand-nya.Athes tidak pernah memiliki kesan khusus pada wanita yang telah mengabiskan satu malam bersamanya di ranjang. Tapi sekarang? Lihatlah dirinya begitu menginginkan Miranda. Mungkin, itu semua karena Miranda adalah satu-satunya wanita yang meninggalkannya dengan sepucuk surat dan juga uang. Jika mengingat itu semua, rasanya Athes ingin tertawa.“Hmmm.” Miranda menggeliat kala merasakan ada yang menyentuh wajahnya. Per
“Aku benar-benar sudah gila!”Miranda mengacak-acak rambutnya. Ya, dia tidak menyangka kemarin dia telah menerima Athes Russel sebagai kekasihnya. Astaga, entah apa yang ada di pikirannya. Kenapa dia bisa dengan mudahnya menerima? Miranda bersumpah, dia pasti akan segera mendapatkan masalah jika sampai keluarganya tahu. Tidak. Tidak! Miranda tidak ingin semua orang tahu lebih awal. Lagi pula, dia pasti masih dalam masa perkenalan sifat Athes.Kini Miranda menjatuhkan tubuhnya terduduk di sofa. Dia menyandarkan punggungnya seraya memejamkan mata sesaat. Hal yang membuat Miranda benci pada dirinya adalah ketika dia tidak bisa menolak setiap sentuhan Athes. Sial, jika mengingat itu semua rasanya Miranda ingin melarikan diri saja. Dia sangat malu, tubuhnya selalu merespon setiap sentuhan pria itu. Harusnya dia menghajar pria itu. Tapi nyatanya? Dia malah lemah.Suara ketukan pintu terdengar. Miranda langsung membuka matanya, mengalihkan pandangannya ke arah pintu dan menginstruksi untuk m