Beranda / Romansa / Cinta Satu Malam / Bab 4. Cinta Satu Malam

Share

Bab 4. Cinta Satu Malam

Tubuh Miranda terdorong masuk ke dalam hotel oleh Athes. Pria itu menarik tengkuk leher Miranda, dan melumat bibirnya dengan liar. Tidak hanya diam, Miranda membalas pagutan yang diberikan Athes. Bibir mereka saling mencecapi, lidah mereka saling berpagutan. Mereka berciuman begitu panas. Athes mengeratkan pelukannya di pinggang Miranda.

“Akh …!” Miranda mengerang, saat pria itu mencium bibirnya dengan hebat.

“Kau sangat cantik,” bisik Athens begitu sensual di telinga Miranda. Tatapan matanya menatap kagum dan memuja wanita yang berada di hadapannya itu.

Miranda tersenyum menggoda. “Dan kau begitu tampan.”

Athes menyeringai. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Miranda dan berbisik, “Malam ini akan menjadi malam yang panjang dan indah. Aku akan membuatmu tidak berdaya di bawahku. Merasakan nikmatnya setiap sentuhanku di tubuhmu.”

Miranda tersenyum nakal, dia hanya mengedipkan sebelah matanya sebagai balasan.

Athes pun tersenyum. Lalu dia mulai melepaskan pengait dress milik Miranda. Dalam sekejap, pria itu berhasil menanggalkan dress milik Miranda, hingga terjatuh ke lantai. Kilat mata kagum Athes, menatap tubuh Miranda yang begitu indah. Kini tubuh Miranda hanya terbalut oleh bra dan celana dalam berenda berwarna merah, yang tampak begitu seksi. Lekuk tubuh milik Miranda begitu sempurna. Kulit mulus dan putih miliknya, benar-benar membuat Hasrat pria itu semakin menggebu.

Miranda mulai membawa tangannya mengelus dada bidang milik Athes. Lengan kekar, otot perut milik pria itu begitu tercetak dalam balutan kemeja berwarna hitam yang dia pakai. Nyatanya tubuh pria itu sungguh menggoda Miranda. Pikiran Miranda tidak mampu lagi menolak pesona yang dimiliki Athes.

Athes menggeram menikmati tangan Miranda yang mulai menelusuri dadanya. Dia memejamkan matanya, kala Miranda benar-benar menggoda dirinya dengan sebuah sentuhan.

“Malam ini, kau harus memuaskanku. Sentuh aku,” bisik Miranda tepat di depan bibir Athes.

As you wish, kau tidak akan pernah bisa melupakan malam ini,” Athes mengecupi leher jenjang Miranda dan mengigit kecil telinga wanita itu hingga membuatnya mengeluarkan desahan halus.

Miranda membawa jari lentiknya melepaskan kancing kemeja Athes seraya memberikan tatapan sensualnya. Dengan mudah, Miranda berhasil menanggalkan kemeja yang dikenakan oleh pria itu.

Tidak hanya diam, Athes mulai melepaskan bra yang masih di pakai Miranda. Sesaat dia terus menatap tubuh polos Miranda yang begitu indah—dia mendorong tubuh Miranda hingga membuatnya terbaring di atas rajang. Dia langsung naik ke atas tubuh Miranda. Melumat dengan liar bibir ranum Miranda. Dan tangannya yang terus menyentuh titik sensitive Miranda.

Miranda mengaitkan tangannya ke leher Athes, dia membalas ciuman pria itu dengan liar. Mereka berciuman begitu panas. Alkohol membuat Miranda benar-benar lepas kendali. Athes mulai menurunkan ciumannya, dia mengisap leher Miranda, hingga meninggalkan jejak kemarahan di sana. Kini Athes mulai mengulum puncak payudara Miranda, menggoda dengan lidahnya. Tubuh Miranda bagai tersengat oleh listrik merasakan sensasi luar biasa yang diberikan pria itu.

“Akhh.” Desahan lolos di bibir Miranda kala pria itu terus mengisap puncak payudaranya. Miranda memejamkan matanya menikmati sentuhan Athes yang membangkitkan gairahnya. Tanpa sadar, Miranda menekan kepala pria yang tengah bermain di dadanya seolah dia meminta lebih.

Kini Athes bangun dan berdiri tegak di depan Miranda. Dia mulai menanggalkan celana yang masih melekat di tubuhnya. Dalam sekejap, tubuh Athes polos tanpa sehelai benang pun. Kilat matanya menatap tubuh polos Miranda yang sangat indah. Tubuh Miranda masih terbalut dengan helaian benang terakhir, yaitu celana dalam berenda berwarna merah, yang sejak tadi menggodanya.

Hingga kemudian, Athes kembali menindih tubuh Miranda, dia melumat liar bibirnya. Tidak hanya diam, Miranda pun terus membalas ciuman pria itu. Athes mulai menanggalkan celana dalam berenda milik Miranda. Seketika dia menatap kagum, tubuh Athena yang benar-benar sangat indah dan sempurna.

You are so damn beautiful,” bisik Athes serak di depan bibir Miranda.

Miranda pun hanya tersenyum, namun senyumannya tampak begitu menggoda. Tanpa menunggu lama, Athes mulai melebarkan kedua kaki Miranda. Dengan cepat dia memulai penyatuannya. Miranda menjerit dengan keras kala pria itu memasukinya. Miranda merintih kesakitan, dia mendorong dada pria itu. Sayangnya Athes menulikan telinganya, dia sama sekali tidak memedulikan rintihan Miranda yang merasakan sakit. Pria itu terus berusaha memasukinya. Namun, ada penghalang yang membuatnya sulit menyatukan miliknya pada milik wanita itu.

Shit! You’re still a virgin,” Athes berbisik di bibir Miranda.

“Akh, pain—” Miranda mengabaikan ucapan Athes. Tubuh bagaian bawahnya merasakan sakit yang luar biasa bagaikan terobek. Miranda mulai meneteskan air matanya dari ujung matanya.

“Aku akan melakukannya dengan pelan, Sayang.” Athes mengecup mata Miranda. “Malam ini, akan menjadi sebuah pengalaman yang tidak akan pernah kau lupakan.”

Kini Athes kembali mendorong dengan keras miliknya pada milik Miranda. Berkali-kali Miranda mendorong tubuh pria itu karena rasa sakit yang tidak bisa dia tahan. Tapi pria itu langsung mengunci tangan Miranda ke atas kepalanya. Dia tidak membiarkan Miranda memberontak sedikit pun. Perlahan Miranda menurut, dan membiarkan pria itu memimpin permainannya. Kepala Miranda semakin memberat, dia sungguh tidak mampu lagi melawan.

“Akh!” Miranda menjerit keras, kala Athes berhasil memasukinya. Pria itu menggeram, merasakan miliknya yang berada di dalam milik Miranda begitu nikmat.

Athes mulai mengentakkan miliknya dengan keras. Dia mendengar rintihan Miranda berubah menjadi desahan dan erangan yang begitu merdu di telinganya.

Di kamar hotel, kini dipenuhi dengan desahan dan erangan saling bersahutan. Nyatanya desahan yang lolos dari Miranda membuat pria itu semakin tidak menghentikan hentakannya. Miranda sungguh kehilangan akal sehatnya, dia bahkan tidak memedulikan siapa pria itu.

***

Sinar matahari pagi menembus jendela menyentuh kulit wajah Miranda. Perlahan Miranda mulai membuka matanya. Dia mengerjap beberapa kali dan menggeliat. Sesaat Miranda merasakan tubuh bagian bawahnya yang sakit luar biasa.

“Kenapa tubuhku sakit sekali.” Miranda membawa tangannya memijat pelan pelipisnya kala kepalanya mulai memberat. Bukan hanya tubuh yang terasa begitu remuk. Tapi kepalanya pun benar-benar sakit.

Namun tiba-tiba di saat Miranda mengalihkan pandangannya ke samping, seketika tubuhnya mematung. Wajahnya tampak begitu terkejut melihat punggung kokoh seorang pria yang tidak memakai sehelai benang pun.

Jantung Miranda berdegup kencang, matanya membulat sempurna seperti hendak meloncat dari tempatnya saat melihat pria asing tertidur di sampingnya. Dengan cepat tatapan Miranda teralih ke tubuhnya. Hampir saja tubuh Miranda ambruk melihat tubuh polosnya hanya terbalut oleh selimut tebal. Bahkan banyak bercak merah di dadanya.

“Astaga! Apa yang aku lakukan?!” Miranda meremas kuat rambutnya, mengingat kejadian tadi malam. Namun, tiba-tiba sesuatu mucul dalam ingatannya. Miranda memejamkan matanya sesaat merutuki kebodohannya. Ya, dia mengingat dengan baik tadi malam ada pria yang menghampirinya dan mengajaknya berdansa.

“Kau begitu bodoh, Miranda! Kau mencari masalah!” tukas Miranda kesal.

Tatapan Miranda kembali teralih pada pria itu. Beruntung pria itu masih tertidur pulas. Perlahan, Miranda mulai beranjak dari ranjang. Miranda mengumpat dalam hati kala inti bagian bawahnya begitu sakit. Dia berusaha menahan rasa sakitnya dan langsung mengambil gaun miliknya yang tergelatak di lantai.

Tidak menunggu lama, Miranda mengambil pena dan sebuah kertas. Dia langsung menulis surat.

[Terima kasih untuk tadi malam, aku akan melunasi tagihan hotel. Ambil uang yang aku tinggalkan untukmu.]

Setelah menulis surat, Miranda meletakkan seluruh uang cash yang dia miliki di atas nakas bersama dengan surat itu. Kemudian Miranda memungut pakaian miliknya yang tergelak di atas lantai dan memakainya dengan cepat.

Miranda berjalan mengendap-endap keluar dari kamar. Dia tidak ingin pria itu memergokinya yang hendak melarikan diri. Miranda tidak mengenal siapa pria itu. Lebih baik baginya meninggalkan sepucuk surat dan uang cash. Anggap saja dia membayar pria itu untuk menemani malamnya. Dia tidak ingin pria itu mengenali dirinya. Masalah akan datang jika sampai pria itu mengenal dirinya.

Jika saja tadi malam Miranda tidak mabuk, maka tidak mungkin hal ini akan terjadi. Alkohol sialan benar-benar membuatnya lepas kendali.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status