Pria itu menyeringai, kemudian dia mendekatkan bibirnya ke telinga Miranda seraya berbisik dengan nada rendah, “Akan lebih bagus jika kau menerimanya. Aku ingin berdansa dengan wanita secantik dirimu. Dan aku rasa, kau juga menginginkan berdansa denganku.”
Miranda tertawa pelan. Lalu dia membawa tangannya mengelus rahang pria itu. “Sudah berapa banyak wanita yang berhasil kau rayu? Aku yakin, banyak wanita yang terjebak dengan rayuanmu itu, Tuan. Dari bicaramu, kau perayu yang begitu handal.”
Pria itu tersenyum tipis, lalu dia menarik dagu Miranda—mendekatkan bibirnya ke bibir Miranda dan mengecupnya. “Aku tidak perlu merayu wanita. Karena wanita yang selalu datang padaku. Mereka akan selalu bertekuk lutut padaku, tanpa harus aku merayunya. Sangat berbeda denganmu.”
“Well, tampaknya aku begitu special,” Miranda kembali tertawa rendah. Tanpa Miranda sadari, dia begitu berhasil menarik perhatian pria yang ada di sampingnya itu.
“Ya, kau memang sangat special.” Pria itu menangkup kedua pipi Miranda, awalnya dia hanya mengecup bibirnya. Namun perlahan, kecupan itu tergantikan dengan sebuah lumatan yang begitu lembut, hingga membuat Miranda tak mampu menolaknya. “Berdansalah denganku.” Dia berbisik tepat di depan bibir Miranda.
Miranda mengangguk sebagai jawaban dia menyetujui ajakan pria itu untuk berdansa dengannya. Kemudian pria itu merengkuh pinggang Miranda, menuju lantai dansa.
Kini musik berganti dengan slow motion, para pasangan yang menari di lantai dansa tampak begitu mesra. Miranda yang bersama dengan pria yang mengajaknya pun tampak begitu mesra. Dia mengalungkan tangannya ke leher pria itu dan menempelkan dadanya pada dada bidang milik pria itu. Pria itu memeluk pinggang Miranda, membantunya menjaga keseimbangannya, karena kini Miranda benar-benar sudah hampir ambruk akibat terlalu banyak minum.
Pria itu meremas dengan lembut pinggang Miranda. “Aku belum bertanya, siapa namamu?” bisik pria itu tepat di depan bibir Miranda.
“Kau bisa memanggilku Miranda.” Miranda membawa tangannya menyentuh rahang pria itu.
“Nama yang sangat cantik. Sesuai dengan pemiliknya,” balas pria itu dengan nada rendah. Miranda hanya tersenyum mendengar pujian pria itu.
“Kau bisa memanggilku Athes,” bisik pria yang bernama Athes tepat di depan bibir Miranda.
Miranda kembali tersenyum saat mendengar nama pria tampan di hadapannya. Nama yang indah, sesuai dengan penampilan pria di hadapannya. Wajah bagai dewa yunani. Sangat tampan, dengan tubuh tegap, dada bidang dan ototnya begitu menggoda. Miranda hampir gila melihat pria di hadapannya ini. Dalam hidup, ini pertama kali dirinya bertemu pria yang mampu menggodanya. Dan tentu, pria yang ada di hadapanya itu adalah pria tertampan yang pernah dia temui.
“Namamu juga indah, Athes. Sepertinya nama yang cocok untuk pria yang hebat merayu seorang wanita,” jawab Miranda dengan tatapan yang tak lepas menatap manik mata cokelat milik Athes.
Bukannya menjawab ucapan Miranda, Athes langsung menyambar bibir wanita itu, lalu memagutnya dengan lembut. Pengaruh alkohol membuat Miranda berani membalas ciuman seorang pria. Mereka berciuman begitu panas dan liar. Athes merapatkan tubuh Miranda pada tubuhnya. Athes meremas bokong seksi milik Miranda. “Damn! Kau sungguh cantik dan seksi, Miranda. Aku tidak akan pernah mampu mengendalikan diriku ketika bersama denganmu,” bisik Athes serak.
“Dan kau sungguh tampan, Athes,” balas Miranda di sela-sela ciuman mereka. Kini Miranda membawa tangannya meraba dada bidang milik Athes dan meremas dengan lembut lengan kekar Athes yang begitu menggoda.
Miranda sungguh lupa diri dan tidak lagi memedulikan siapa pria di hadapannya itu. Dia bahkan seakan menggoda pria di hadapannya. Jangan salahkan Miranda, karena selama ini Miranda memang menunggu pria yang tampan dan seksi yang membangkitkan hasratnya. Dan sekarang, pria di hadapannya mampu membangkitkan hasratnya.
“Aku ingin menghabiskan malamku dengan wanita secantik dirimu,” bisik Athes di telinga Miranda yang terdengar begitu menggoda. Sesaat Athes mengecupi leher Miranda dan tangannya terus meremas pinggang Miranda.
Tubuh Miranda meremang, merasakan helaan napas Athes menyentuh lehernya. Sungguh, dia tidak mampu lagi menahan dirinya. Dia merasakan panas di seluruh tubuhnya. Jika bukan Athes memeluk pinggangnya, mungkin tubuh Miranda sudah ambruk. Pria di hadapannya itu benar-benar mampu menggodanya, dan tubuhnya seolah merespon setiap sentuhannya.
Hingga kemudian, Miranda tersenyum mendengar ucapan Athes. Dia mengusap lembut dada bidang Athes. Miranda mendekatkan bibirnya pada bibir Athes seraya berbisik sensual, “Terdengar tidak buruk. Menghabiskan waktu bersama dengan pria tampan.”
“Oh, shit! Kau penggoda yang luar biasa ketika kau mabuk, Miranda.” Athes kembali menyambar bibir Miranda, dan memagutnya dengan sedikit kasar.
“Bukannya kau menyukainya?” jawab Miranda saat pagutannya terlepas. Lalu dia mengelus rahang Athes dan memberikan kedipan di sebelah matanya.
Athes menyeringai mendengar ucapan Miranda. “Damn it, kau begitu menggodaku.”
Tiba-tiba tubuh Miranda hampir ambruk. Dengan sigap, tangan Athes langsung memeluk erat pinggang Miranda. Tanpa menunggu lama, Athes langsung membawa Miranda meninggalkan lantai dansa menuju hotel terdekat dengan klub malam itu.
Sudah sejak tadi Athes menginginkan Miranda. Wanita yang mampu menarik perhatian dirinya. Rasanya, dia tidak bisa menahan diri kala melihat Miranda. Tidak peduli dalam keadaan mabuk atau tidak. Bagi Athes, dia ingin menghabiskan malamnya bersama dengan wanita itu.
***
Di sisi lain Helen tengah berdansa dengan pria yang bernama Mark. Tanpa mengaja, dia mengalihkan pandangannya ke arah tempat duduk Miranda. Namun, seketika dia terkejut, melihat tempat duduk Miranda kosong. Helen mengedarkan pandangannya, melihat ke sekeliling, mencari keberadaan Miranda, tapi dia tidak menemukannya.
“Mark, sorry, aku harus menemui temanku,” bisik Helen di telinga Mark.
“Oke, Baby. Jangan terlalu lama. Aku tidak sanggup menunggumu terlalu lama,” jawab Mark seraya mengecup singkat bibir Helen.
Kemudian, Helen langsung melangkah meninggalkan pria yang bernama Mark, yang masih berada di lantai dansa. Dengan cepat Helen menghampiri tempat duduk Miranda, dia menatap tas milik Miranda pun sudah tidak ada di sana.
“Hey, apa kau melihat sahabatku?” tanya Helen pada sang bartender yang tengah meracik minuman.
“Ah, wanita berambut pirang yang kau maksud?” Sang bartender kembali bertanya memastikan.
Helen mengangguk. “Ya, yang tadi bersama denganku. Ke mana dia? Harusnya dia ada di sini?” tanyanya yang mulai cemas.
“Nona, kau tenang saja. Temanmu tengah menemukan teman kencannya,” jawab sang bartender sontak membuat Helen terkejut.
“Tunggu, teman kencan? Maksudmu apa?” Helen menatap dingin sang bartender, sebuah tatapan penuh peringatan dia layangkan. Terlihat wajahnya kini begitu mencemaskan keberadaan Miranda. Pasalnya, Miranda ke klub malam ini bersama dirinya. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada sahabatnya itu.
“Temanmu berkencan dengan pria yang tadi di ujung sana. Saat kau tengah dansa, pria yang tadi bersama dengan wanita berambut cokelat di ujung sana meghampiri temanmu.” Sang bartender menunjuk tempat di mana pria yang berkencan dengan Miranda sebelumnya beranda.
Helen terkejut mendengar apa yang diucapkan sang bartender. Dengan cepat dia menjawab, “Kau tidak membohongiku, kan? Maksudku, apa yang kau katakan itu benar? Miranda berkencan dengan pria yang duduk di sana yang sebelumnya bersama wanita berambut cokelat?” tanyanya memastikan.
Sang bartender tersenyum. “Aku tidak mungkin berbohong padamu, Nona. Temanmu memang berkencan dengan pria itu. Sekarang kau tenang saja, kau bisa menikmati waktumu di sini. Karena temanmu telah menemukan teman kencannya,” ujarnya memberi tahu.
Helen menyeringai puas, kala mendengar ucapan sang bartender. “Terima kasih.”
Kemudian, Helen kembali melangkah menuju lantai dansa. Terlihat wajahnya tampak begitu senang, ketika mendengar Miranda telah mendapatkan teman kencan. Ya, tentu Helen menjadi orang yang paling bahagia melihat Miranda berkencan dengan seroang pria.
Tubuh Miranda terdorong masuk ke dalam hotel oleh Athes. Pria itu menarik tengkuk leher Miranda, dan melumat bibirnya dengan liar. Tidak hanya diam, Miranda membalas pagutan yang diberikan Athes. Bibir mereka saling mencecapi, lidah mereka saling berpagutan. Mereka berciuman begitu panas. Athes mengeratkan pelukannya di pinggang Miranda.“Akh …!” Miranda mengerang, saat pria itu mencium bibirnya dengan hebat.“Kau sangat cantik,” bisik Athens begitu sensual di telinga Miranda. Tatapan matanya menatap kagum dan memuja wanita yang berada di hadapannya itu.Miranda tersenyum menggoda. “Dan kau begitu tampan.”Athes menyeringai. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Miranda dan berbisik, “Malam ini akan menjadi malam yang panjang dan indah. Aku akan membuatmu tidak berdaya di bawahku. Merasakan nikmatnya setiap sentuhanku di tubuhmu.”Miranda tersenyum nakal, dia hanya mengedipkan sebelah matanya sebagai balasan.Athes pun tersenyum. Lalu dia mulai melepaskan pengait dress milik Miranda. Da
Miranda berjalan masuk ke dalam lobby hotel, tempat di mana dia dan Helen tinggal selama di Las Vegas. Terlihat penampilannya begitu berantakan. Rambut yang tidak tertata rapi. Hal yang membuat Miranda menjadi pusat perhatian saat memasuki lobby hotel adalah karena dirinya masuk ke dalam lobby hotel dengan kaki telanjangnya dan tangan yang menenteng sepatunya. Sayangnya, tatapan para pengunjung hotel diabaikan oleh Miranda. Dia memilih terus melangkah masuk menuju kamarnya.“Helen!” Miranda melangkah masuk ke dalam kamar hotel, dia meletakkan sepatu dan clutch di tangannya sembarangannya—dia menjatuhkan tubuhnya terduduk di sofa. Rasa perih yang luar biasa di inti tubuh bagian bawahnya masih begitu terasa. Bahkan sejak tadi Miranda menahan rasa sakitnya ketika berjalan.Miranda bersumpah, itu adalah hal terbodoh yang pernah dia lakukan. Menyerahkan dirinya pada pria asing yang baru pertama kali dia temui. Sesaat Miranda menyandarkan punggungnya di sofa seraya memejamkan mata lelah.“K
Roma, Italia. Miranda melepas kacamata hitamnya dan meletakkan ke atas kepalanya. Kini dia dan Helen melangkah keluar bandara menuju sopir yang telah menjemput di lobby.“Ah, akhirnya kita pulang juga,” ucap Helen seraya merentangkan kedua tangannya. Dia memejamkan matanya menikmati embusan angin yang menyentuh kulitnya. Miranda mendesah pelan. “Sepertinya kau sangat senang.”Helen berdecak tak suka. “Memangnya kau tidak suka kembali ke negaramu sendiri?”“Aku menyukainya,” tukas Miranda dingin. “Hanya saja, aku tidak suka dengan tanggung jawab yang harus aku pegang nanti.”Helen terkekeh. Dia langsung merengkuh bahu Miranda. “Well, lebih baik kau membicarakan pria tampan kemarin daripada membahas tentang pekerjaanmu. Aku yakin kau masih belum melupakan pria tampan itu.”“Hentikan omong kosongmu, Helen. Aku tidak ingin kau membahas tentang pria itu lagi!” tukas Miranda menegaskan.Helen kembali terkekeh. Dia bahkan tidak sanggup menahan tawanya melihat wajah kesal Miranda. Ya, dia m
“Apa ada hal yang kau pikirkan, Nona Miranda Spencer?” Suara Athes bertanya seraya menyunggingkan senyuman misterius, menatap Miranda. Sebuah senyuman yang tersirat menggoda. Terlihat wajah Athes tampak begitu santai kala menatap Miranda yang penuh dengan kegugupan dan kecemasan.“Ah, tidak. Aku tidak memikirkan apa pun, Tuan Athes Russel.” Miranda memaksakan senyuman di wajahnya. Dia bersumpah, pria di hadapannya ini pasti mengetahui dirinya yang begitu gugup. Sesaat Miranda mengatur napasnya, dia berusaha untuk tenang dan tidak panik.“Baiklah, Tuan Athes. Aku dan Darren—putraku, harus pamit. Hari ini kami masih harus melihat proses pembangunan hotel terbaru. Aku sengaja meminta putriku datang, karena dia yang akan menggantikanku meeting denganmu,” ujar Ryhan yang sontak membuat Miranda terkejut.“Dad, kau mau pergi? Kenapa kau tidak bilang padaku?” tanya Miranda dengan raut wajah yang semakin panik kala mendengar ayah dan kakaknya akan meninggalkan ruang meeting itu. Astaga, Mirand
Miranda duduk di kursi kebesarannya, pikirannya tampak begitu kacau. Sejak pertemuanya kemarin dengan Athes membuat dirinya tidak bisa berpikir jernih. Sungguh, dia tidak menyanga sosok pria yang menjadi one night stand-nya adalah rekan bisnis ayahnya sendiri.“Nona Miranda,” Bella, assistant Miranda, melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya.Miranda membuang napas kasar kala melihat Bella berada di hadapannya. “Ada apa?” tanyanya dingin.“Nona, di depan ada Tuan Athes datang,” ujar Bella yang sontak membuat Miranda terkejut.“Bukannya aku belum mengatur jadwal bertemu dengannya?” seru Miranda dengan tatapan begitu dingin pada Bella.“Benar, Nona. Tapi beliau datang karena tadi dia bertemu dengan Tuan Darren. Setelah dia bertemu dengan Tuan Darren, dia langsung ingin bertemu dengan Anda, Nona,” jawab Bella hati-hati.“Aku tidak—”“Apa bertemu dengamu begitu sulit, Nona Miranda Spencer?” Seorang pria dengan balutan jas formal berwarna hitam melangkah masuk ke dalam ruang kerja Miranda.
“Miranda? Kau sudah pulang?” Helen sedikit terkejut melihat Miranda melangkah masuk ke dalam kamar dengan raut wajah yang kesal. “Ada apa, Miranda? Apa kau memiliki masalah di perusahaan?” tanyanya yang khawatir.“Tidak, hanya banyak pekerjaan yang menggangguku belakangan ini.” Miranda menjatuhkan tubuhnya di sofa, lalu dia menyambar gelas yang berisikan apple juice dan meminumnya hingga tandas.“Kau yakin?” Helen mengangkat sebelah alisnya, menatap Miranda penuh curiga. “Tidak bisanya masalah pekerjaan hingga membuat wajahmu seperti itu.”Miranda menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. “Sebenarnya ada yang aku sembunyikan darimu.”“Kau menyembunyikan apa dariku?” Raut wajah Helen berubah kala mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu.“Kemarin saat aku menemani ayah dan kakakku meeting, aku bertemu lagi dengan pria itu,” ujar Miranda dengan kesal. Ya, dia memang menyembunyikan ini dari Helen. Tentu dia tahu sahabatnya itu akan berisik.“Apa yang kau maksud, Miranda?
“Tuan Athes, ini adalah fasilitas yang dimiliki oleh hotel kami. Tempat gym, spa, kolam renang, serta tempat bersantai menghabiskan sore hari sambil menunggu sunset. Semua kami telah siapkan. Design hotel ini sendiri menggabungkan design khas Thailand dan Italia. Perpaduan dua negara yang diambil dalam konsep hotel ini tujuannya agar para tamu hotel tidak merasakan kejenuhan. Seperti kita tahu, Thailand merupakan negara bagian Asia yang begitu banyak memiliki turis asing.”Miranda menjelaskan begitu lugas tentang hotel milik keluarganya yang kini telah di bawah kepemimpinannya. Terlihat dirinya tampak begitu anggun kala menjelaskan itu. Meski dia kesal dengan pria yang ada di hadapannya ini, tapi dia harus tetap bersikap professional. Bagaimanapun pria itu adalah rekan bisnis perusahaannya.“Well, konsep yang begitu menarik, Nona Miranda.” Athes menjawab seraya melihat ke fasilitas yang dimiliki hotel itu. Sesaat dia melirik Miranda yang tampak seolah berusaha untuk tenang. Ya, mereka
Athes menatap Miranda yang tertidur begitu pulas. Seketika senyum di bibirnya terukir mengingat percintaan panasnya dengan Miranda. Bahkan dia terus lagi dan lagi memintanya. Nyatanya tubuh Miranda telah menjadi candu bagi Athes. Entah tidak bisa lagi terhitung berapa banyak mereka bercinta.Athes membawa tangannya menyentuh wajah Miranda. Hidung yang mungil dan mancung. Bulu mata yang lentik. Serta wajah yang sangat cantik, telah berhasil membuat Athes tidak mampu mengendalikan dirinya. Selama ini Athes tidak pernah seperti ini pada wanita yang menjadi one night stand-nya.Athes tidak pernah memiliki kesan khusus pada wanita yang telah mengabiskan satu malam bersamanya di ranjang. Tapi sekarang? Lihatlah dirinya begitu menginginkan Miranda. Mungkin, itu semua karena Miranda adalah satu-satunya wanita yang meninggalkannya dengan sepucuk surat dan juga uang. Jika mengingat itu semua, rasanya Athes ingin tertawa.“Hmmm.” Miranda menggeliat kala merasakan ada yang menyentuh wajahnya. Per