Las Vegas, Nevada.
Sebuah klub mewah di Las Vegas ini menjadi salah satu tempat yang sering didatangi oleh para artis dan kalangan atas. XS Nightclub, klub mewah yang berada di Las Vegas ini tidak pernah sepi. Setiap harinya selalu ramai dengan para pengunjung. Kehidupan malam di Las Vegas memang sudah terkenal.
Miranda dan Helen yang sudah tiba di Las Vegas tadi pagi. Mereka langsung mengunjungi XS Nightclub, Mereka sudah tidak sabar untuk bersenang-senang menikmati kebebasan mereka. Terutama Miranda, dia harus bersenang-senang sebelum kembali ke Roma
Miranda melangkah masuk ke dalam club malam. Tubuhnya telah terbalut oleh mini dress berwarna gold yang terlihat begitu sempurna. Sangat seksi, dress ini benar-benar memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. Begitu pun Helen, tidak kalah cantik dari Miranda. Helen mengenakan mini dress berwarna merah dan lipstik merah. Warna merah yang begitu terlihat menggoda.
Miranda dan Helen duduk di kursi tepat di hadapan bartender, mereka langsung memesan vodka. Tidak lama kemudian, bartender memberikan vodka yang telah mereka pesan pada Miranda dan Helen. Mereka pun langsung menyesap minuman mereka perlahan seraya menikmati suara dentuman musik.
“Miranda, apa kau tidak lihat? Pria di ujung sana terus memperhatikanmu,” ucap Helen yang tak lepas menatap pria itu dengan sebuah tatapan kagumnnya.
Miranda menaikkan sebelah alisnya, dia menatap seorang pria yang tengah bersama dengan beberapa wanita di sekelilingnya. Pria itu memang sangat tampan. Namun dengan cepat Miranda mengalihkan pandangannya, kala dia melihat salah satu wanita di sana, tiba-tiba mencium bibir pria itu. Rasanya menyebalkan sekali kalau dirinya melihat adegan mesra seperti ini. Sial, sejak dulu Miranda memang membenci melihat dua insan yang bermesraan di hadapan publik.
“Tidak perlu kau pedulikan, apa kau tidak lihat? Pria itu dikelilingi banyak wanita,” Miranda memesan kembali vodka yang ada di tangannya, lalu menenggaknya hingga tandas.
“Tapi kau lebih cantik daripada wanita-wanita di sana,” tukas Helen meyakinkan. “Ya sudah, lebih baik kita berdansa saja. Kita bisa mendapatkan pria tampan di sana,” lanjutnya seraya melirik para pria yang ada di sekitarnya.
“Tidak, kau saja, aku sedang tidak ingin,” tolak Miranda cepat. Dia terus menenggak vodka yang baru diberikan oleh bartender.
Helen berdecak kesal. “Kalau begitu kau tunggu di sini, aku ingin bersenang-senang. Aku ingin mencari pria untuk menemani malamku,” ujarnya dengan senyuman di wajahnya.
Miranda mengibaskan tangannya sebagai jawaban membiarkan Helen, mencari apa yang dia inginkan. Dengan senang hati, Helen langsung beranjak dari tempat duduknya, dia menuju lantai dansa.
“Vodka, please,” ucap Miranda pada sang bartender tepat di saat Helen meninggalkannya.
“Alright, Miss.” Sang bartender pun memberikan vodka pada Miranda.
Miranda kembali menenggak vodkanya. Entah sudah gelas keberapa, dia pun tidak peduli. Dengan minum, segala beban yang ada di pikirannya akan menghilang.
“Sepertinya kau terlihat begitu kesepian. Temanmu memilih berdansa dengan para pria, tapi kau memilih duduk di sini menyendiri.” Suara bariton menyapa, sontak membuat Miranda sedikit terkejut, dan langsung mengalihkan pandangannya.
“Kau—” Kening Miranda berkerut, menatap sosok pria tampan yang berdiri di sampingnya. Miranda bersumpah, pria yang berdiri di sampingnya, begitu tampan. Rahang tegas, rambut cokelat gelap serta manik mata cokelat dan tubuh tegapnya, membuat pria itu benar-benar sempurna.
“Apa kau sejak tadi memperhatikanku?” Pria itu kini duduk di samping Miranda, dia menggerakkan tangannya, memberi isyarat pada bartender untuk memberikannya minuman. Sang bartender pun memberikan wine untuk pria itu. Kemudian, dia mengambil minumannya dan menyesapnya perlahan.
Miranda melirik sekilas pria yang duduk di sampingnya. Entah kenapa jantungnya berdegup kencang kala duduk di samping pria itu. Namun dengan cepat Miranda bersikap tenang dan seolah dirinya tidak peduli. “Untuk apa kau di sini? Kau bukannya tadi bersama dengan para wanita?” ucapnya seraya menyesap minumannya dan tampak mengabaikan pria itu.
Pria itu terkekeh dengan suara rendah yang terdengar begitu seksi. “Jadi benar, kau tadi memperhatikanku?”
“Tidak,” Miranda meletakkan gelas sloki di tangannya ke atas meja, lalu mengalihkan pandangannya ke pria yang berdiri di sampingnya itu. “Aku tidak memperhatikanmu. Aku hanya tidak sengaja melihatmu. Sekarang lebih baik kau kembali pada wanitamu, Tuan. Aku tidak ingin dia memikirkan hal buruk tentang diriku,” lanjutnya mengingatkan.
Pria itu kembali terkekeh, dia tak lepas menatap Miranda. “Mereka bukan wanitaku. Kau jauh lebih menarik di mataku daripadanya.”
“Dia bukan wanitamu?” Miranda menautkan alisnya, menatap pria itu dengan begitu lekat.
“Ya,” Pria itu menyesap kembali wine yang ada di tangannya. “Berciuman dengannya, bukan diartikan sebagai pasangan kekasih, bukan? Lagi pula, sejak kau masuk ke dalam klub malam, tatapanku tidak lepas menatap dirimu. Dan aku rasa bukan hanya diriku. Tapi kau mampu menarik perhatian para pria di sini.”
Miranda tersenyum tipis. “Berikan aku alasan kenapa kau harus menatapku? Masih banyak wanita yang lebih cantik. Harusnya kau menatap wanita lain bukan diriku.”
“Well, sayangnya apa yang kau ucapkan salah.” Pria itu mendekat ke arah Miranda. Kini jarak di antara keduanya begitu dekat. Hingga membuat jantung Miranda berdegup kencang. Miranda mengumpat kala dia merasakan degup jantungnya berdetak kencang. Dengan cepat Miranda berusaha bersikap dingin. “Kenyataannya, kau jauh lebih cantik dari wanita di sini.” Pria itu kembali melanjutkan perkataannya dengan nada rendah yang terdengar begitu menggoda—dia kembali menyesap wine yang masih ada di tangannya, dan tatapan yang terus menatap manik mata perak Miranda.
Miranda tersenyum miring. “Aku tidak mempan dengan rayuanmu, Tuan. Simpan saja rayuanmu untuk wanita lain,” tukasnya dengan nada sinis.
Pria itu tertawa rendah mendengar perkataan Miranda. Sedangkan Miranda, tak henti menatap pria itu yang tengah tertawa. Ya, Miranda benar-benar mengakui, pria yang berdiri di sampingnya ini mampu menggoda para wanita. Tubuhnya yang terbalut dengan kemeja slim fit, dada bidang dan otot lengannya benar-benar sempurna. Miranda berusaha mengalihkan pandangannya, tapi nyatanya matanya tak ingin lepas menatap pria itu.
“Aku tidak suka merayu, Nona. Aku hanya berkata sesungguhnya. Dan aku mengakui kau memang jauh lebih cantik dari wanita di sini,” jawab pria itu dengan seringai di wajahnya.
Miranda hanya tersenyum tipis. Dia tidak lagi menjawab perkataan pria itu. Tiba-tiba kepalanya semakin memberat. Entah sudah berapa gelas dia menenggak vodka di tangannya. Namun, meski pengaruh alkohol itu membuat tubuhnya hampir ambruk, tapi Miranda masih melihat dengan jelas wajah pria yang ada di sampingnya itu.
Kemudian, tatapan Miranda teralih pada sosok wanita yang berambut cokelat tidak jauh darinya, yang menatap pria yang berada di sampingnya itu. “Lebih baik kau merayu wanita yang di sana. Dia terlihat begitu mengagumimu. Aku yakin, tidak masalah baginya untuk bercinta satu malam denganmu,” ujarnya memberi tahu.
Pria itu melirik sekilas wanita yang dimaksud Miranda. Tepat di saat dia melihat ke arah wanita yang duduk tak jauh darinya, dia pun hanya menyunggingkan senyuman tipis. Lalu dia kembali menatap Miranda seraya berkata, “Kau jauh lebih cantik dan menarik darinya.”
Miranda tersenyum sinis seraya menggelengkan kepalanya. “Kau benar-benar seorang perayu, Tuan.”
Pria mengangkat bahunya tak acuh. Kemudian dia semakin mendekat ke arah Miranda. Namun, tiba-tiba tubuh Miranda hampir ambruk. Dengan cepat pria itu langsung merengkuh pinggang Miranda. “Kau sudah mabuk,” dia berbisik serak di telinga Miranda.
“Tidak, aku tidak mabuk.” Kini Miranda mengaitkan tangannya ke leher pria itu, saat tubuhnya benar-benar tidak mampu berdiri. Miranda mencium aroma parfume di tubuh pria itu. Parfume maskulin yang benar-benar menggodanya. Sesaat dia dan pria itu saling menatap satu sama lain. Sebuah tatapan yang tak mampu Miranda hindari.
“Apa kau ingin berdansa denganku?” Pria itu mengelus pipi Miranda dengan begitu lembut. Serta menatap lekat manik mata perak Miranda.
Miranda bersumpah, tatapan pria itu benar-benar menghipnotis dirinya. Dia bahkan tidak mampu rasanya jauh dari pria itu. Alkohol sialan, membuat dirinya tidak mampu menjauh dari pria yang kini berada di hadapannya. Jika bukan karena pengaruh alkohol, mungkin dirinya masih bisa menjauh.
“Apakah aku harus menerima tawaranmu?” jawab Miranda dengan senyuman di wajahnya. Sebuah senyuman yang terlihat begitu menggoda.
Pria itu menyeringai, kemudian dia mendekatkan bibirnya ke telinga Miranda seraya berbisik dengan nada rendah, “Akan lebih bagus jika kau menerimanya. Aku ingin berdansa dengan wanita secantik dirimu. Dan aku rasa, kau juga menginginkan berdansa denganku.”Miranda tertawa pelan. Lalu dia membawa tangannya mengelus rahang pria itu. “Sudah berapa banyak wanita yang berhasil kau rayu? Aku yakin, banyak wanita yang terjebak dengan rayuanmu itu, Tuan. Dari bicaramu, kau perayu yang begitu handal.”Pria itu tersenyum tipis, lalu dia menarik dagu Miranda—mendekatkan bibirnya ke bibir Miranda dan mengecupnya. “Aku tidak perlu merayu wanita. Karena wanita yang selalu datang padaku. Mereka akan selalu bertekuk lutut padaku, tanpa harus aku merayunya. Sangat berbeda denganmu.”“Well, tampaknya aku begitu special,” Miranda kembali tertawa rendah. Tanpa Miranda sadari, dia begitu berhasil menarik perhatian pria yang ada di sampingnya itu.“Ya, kau memang sangat special.” Pria itu menangkup kedua p
Tubuh Miranda terdorong masuk ke dalam hotel oleh Athes. Pria itu menarik tengkuk leher Miranda, dan melumat bibirnya dengan liar. Tidak hanya diam, Miranda membalas pagutan yang diberikan Athes. Bibir mereka saling mencecapi, lidah mereka saling berpagutan. Mereka berciuman begitu panas. Athes mengeratkan pelukannya di pinggang Miranda.“Akh …!” Miranda mengerang, saat pria itu mencium bibirnya dengan hebat.“Kau sangat cantik,” bisik Athens begitu sensual di telinga Miranda. Tatapan matanya menatap kagum dan memuja wanita yang berada di hadapannya itu.Miranda tersenyum menggoda. “Dan kau begitu tampan.”Athes menyeringai. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Miranda dan berbisik, “Malam ini akan menjadi malam yang panjang dan indah. Aku akan membuatmu tidak berdaya di bawahku. Merasakan nikmatnya setiap sentuhanku di tubuhmu.”Miranda tersenyum nakal, dia hanya mengedipkan sebelah matanya sebagai balasan.Athes pun tersenyum. Lalu dia mulai melepaskan pengait dress milik Miranda. Da
Miranda berjalan masuk ke dalam lobby hotel, tempat di mana dia dan Helen tinggal selama di Las Vegas. Terlihat penampilannya begitu berantakan. Rambut yang tidak tertata rapi. Hal yang membuat Miranda menjadi pusat perhatian saat memasuki lobby hotel adalah karena dirinya masuk ke dalam lobby hotel dengan kaki telanjangnya dan tangan yang menenteng sepatunya. Sayangnya, tatapan para pengunjung hotel diabaikan oleh Miranda. Dia memilih terus melangkah masuk menuju kamarnya.“Helen!” Miranda melangkah masuk ke dalam kamar hotel, dia meletakkan sepatu dan clutch di tangannya sembarangannya—dia menjatuhkan tubuhnya terduduk di sofa. Rasa perih yang luar biasa di inti tubuh bagian bawahnya masih begitu terasa. Bahkan sejak tadi Miranda menahan rasa sakitnya ketika berjalan.Miranda bersumpah, itu adalah hal terbodoh yang pernah dia lakukan. Menyerahkan dirinya pada pria asing yang baru pertama kali dia temui. Sesaat Miranda menyandarkan punggungnya di sofa seraya memejamkan mata lelah.“K
Roma, Italia. Miranda melepas kacamata hitamnya dan meletakkan ke atas kepalanya. Kini dia dan Helen melangkah keluar bandara menuju sopir yang telah menjemput di lobby.“Ah, akhirnya kita pulang juga,” ucap Helen seraya merentangkan kedua tangannya. Dia memejamkan matanya menikmati embusan angin yang menyentuh kulitnya. Miranda mendesah pelan. “Sepertinya kau sangat senang.”Helen berdecak tak suka. “Memangnya kau tidak suka kembali ke negaramu sendiri?”“Aku menyukainya,” tukas Miranda dingin. “Hanya saja, aku tidak suka dengan tanggung jawab yang harus aku pegang nanti.”Helen terkekeh. Dia langsung merengkuh bahu Miranda. “Well, lebih baik kau membicarakan pria tampan kemarin daripada membahas tentang pekerjaanmu. Aku yakin kau masih belum melupakan pria tampan itu.”“Hentikan omong kosongmu, Helen. Aku tidak ingin kau membahas tentang pria itu lagi!” tukas Miranda menegaskan.Helen kembali terkekeh. Dia bahkan tidak sanggup menahan tawanya melihat wajah kesal Miranda. Ya, dia m
“Apa ada hal yang kau pikirkan, Nona Miranda Spencer?” Suara Athes bertanya seraya menyunggingkan senyuman misterius, menatap Miranda. Sebuah senyuman yang tersirat menggoda. Terlihat wajah Athes tampak begitu santai kala menatap Miranda yang penuh dengan kegugupan dan kecemasan.“Ah, tidak. Aku tidak memikirkan apa pun, Tuan Athes Russel.” Miranda memaksakan senyuman di wajahnya. Dia bersumpah, pria di hadapannya ini pasti mengetahui dirinya yang begitu gugup. Sesaat Miranda mengatur napasnya, dia berusaha untuk tenang dan tidak panik.“Baiklah, Tuan Athes. Aku dan Darren—putraku, harus pamit. Hari ini kami masih harus melihat proses pembangunan hotel terbaru. Aku sengaja meminta putriku datang, karena dia yang akan menggantikanku meeting denganmu,” ujar Ryhan yang sontak membuat Miranda terkejut.“Dad, kau mau pergi? Kenapa kau tidak bilang padaku?” tanya Miranda dengan raut wajah yang semakin panik kala mendengar ayah dan kakaknya akan meninggalkan ruang meeting itu. Astaga, Mirand
Miranda duduk di kursi kebesarannya, pikirannya tampak begitu kacau. Sejak pertemuanya kemarin dengan Athes membuat dirinya tidak bisa berpikir jernih. Sungguh, dia tidak menyanga sosok pria yang menjadi one night stand-nya adalah rekan bisnis ayahnya sendiri.“Nona Miranda,” Bella, assistant Miranda, melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya.Miranda membuang napas kasar kala melihat Bella berada di hadapannya. “Ada apa?” tanyanya dingin.“Nona, di depan ada Tuan Athes datang,” ujar Bella yang sontak membuat Miranda terkejut.“Bukannya aku belum mengatur jadwal bertemu dengannya?” seru Miranda dengan tatapan begitu dingin pada Bella.“Benar, Nona. Tapi beliau datang karena tadi dia bertemu dengan Tuan Darren. Setelah dia bertemu dengan Tuan Darren, dia langsung ingin bertemu dengan Anda, Nona,” jawab Bella hati-hati.“Aku tidak—”“Apa bertemu dengamu begitu sulit, Nona Miranda Spencer?” Seorang pria dengan balutan jas formal berwarna hitam melangkah masuk ke dalam ruang kerja Miranda.
“Miranda? Kau sudah pulang?” Helen sedikit terkejut melihat Miranda melangkah masuk ke dalam kamar dengan raut wajah yang kesal. “Ada apa, Miranda? Apa kau memiliki masalah di perusahaan?” tanyanya yang khawatir.“Tidak, hanya banyak pekerjaan yang menggangguku belakangan ini.” Miranda menjatuhkan tubuhnya di sofa, lalu dia menyambar gelas yang berisikan apple juice dan meminumnya hingga tandas.“Kau yakin?” Helen mengangkat sebelah alisnya, menatap Miranda penuh curiga. “Tidak bisanya masalah pekerjaan hingga membuat wajahmu seperti itu.”Miranda menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. “Sebenarnya ada yang aku sembunyikan darimu.”“Kau menyembunyikan apa dariku?” Raut wajah Helen berubah kala mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu.“Kemarin saat aku menemani ayah dan kakakku meeting, aku bertemu lagi dengan pria itu,” ujar Miranda dengan kesal. Ya, dia memang menyembunyikan ini dari Helen. Tentu dia tahu sahabatnya itu akan berisik.“Apa yang kau maksud, Miranda?
“Tuan Athes, ini adalah fasilitas yang dimiliki oleh hotel kami. Tempat gym, spa, kolam renang, serta tempat bersantai menghabiskan sore hari sambil menunggu sunset. Semua kami telah siapkan. Design hotel ini sendiri menggabungkan design khas Thailand dan Italia. Perpaduan dua negara yang diambil dalam konsep hotel ini tujuannya agar para tamu hotel tidak merasakan kejenuhan. Seperti kita tahu, Thailand merupakan negara bagian Asia yang begitu banyak memiliki turis asing.”Miranda menjelaskan begitu lugas tentang hotel milik keluarganya yang kini telah di bawah kepemimpinannya. Terlihat dirinya tampak begitu anggun kala menjelaskan itu. Meski dia kesal dengan pria yang ada di hadapannya ini, tapi dia harus tetap bersikap professional. Bagaimanapun pria itu adalah rekan bisnis perusahaannya.“Well, konsep yang begitu menarik, Nona Miranda.” Athes menjawab seraya melihat ke fasilitas yang dimiliki hotel itu. Sesaat dia melirik Miranda yang tampak seolah berusaha untuk tenang. Ya, mereka