Athes menatap Miranda yang tertidur begitu pulas. Seketika senyum di bibirnya terukir mengingat percintaan panasnya dengan Miranda. Bahkan dia terus lagi dan lagi memintanya. Nyatanya tubuh Miranda telah menjadi candu bagi Athes. Entah tidak bisa lagi terhitung berapa banyak mereka bercinta.Athes membawa tangannya menyentuh wajah Miranda. Hidung yang mungil dan mancung. Bulu mata yang lentik. Serta wajah yang sangat cantik, telah berhasil membuat Athes tidak mampu mengendalikan dirinya. Selama ini Athes tidak pernah seperti ini pada wanita yang menjadi one night stand-nya.Athes tidak pernah memiliki kesan khusus pada wanita yang telah mengabiskan satu malam bersamanya di ranjang. Tapi sekarang? Lihatlah dirinya begitu menginginkan Miranda. Mungkin, itu semua karena Miranda adalah satu-satunya wanita yang meninggalkannya dengan sepucuk surat dan juga uang. Jika mengingat itu semua, rasanya Athes ingin tertawa.“Hmmm.” Miranda menggeliat kala merasakan ada yang menyentuh wajahnya. Per
“Aku benar-benar sudah gila!”Miranda mengacak-acak rambutnya. Ya, dia tidak menyangka kemarin dia telah menerima Athes Russel sebagai kekasihnya. Astaga, entah apa yang ada di pikirannya. Kenapa dia bisa dengan mudahnya menerima? Miranda bersumpah, dia pasti akan segera mendapatkan masalah jika sampai keluarganya tahu. Tidak. Tidak! Miranda tidak ingin semua orang tahu lebih awal. Lagi pula, dia pasti masih dalam masa perkenalan sifat Athes.Kini Miranda menjatuhkan tubuhnya terduduk di sofa. Dia menyandarkan punggungnya seraya memejamkan mata sesaat. Hal yang membuat Miranda benci pada dirinya adalah ketika dia tidak bisa menolak setiap sentuhan Athes. Sial, jika mengingat itu semua rasanya Miranda ingin melarikan diri saja. Dia sangat malu, tubuhnya selalu merespon setiap sentuhan pria itu. Harusnya dia menghajar pria itu. Tapi nyatanya? Dia malah lemah.Suara ketukan pintu terdengar. Miranda langsung membuka matanya, mengalihkan pandangannya ke arah pintu dan menginstruksi untuk m
Athes terdiam sejenak. Dia menatap lekat manik mata perak Miranda. “Apa yang kau inginkan dariku?” tanyanya.“Aku ingin kita saling mengenal satu sama lainnya. Maksudku, banyak hal yang aku tidak tahu darimu dan kau tidak tahu dariku. Selain itu aku belum ingin keluargaku tahu tentang hubungan kita. Begitu pun dengan publik. Aku tidak ingin publik mengetahuinya. Aku tidak suka diganggu oleh pemberitaan di media,” ujar Miranda yang memberi tahu keinginannya.Ya, lebih baik baginya untuk memilih mengenal Athes lebih dalam. Meski sebenarnya dia tidak mengerti dengan perasannya pada Athes, tapi dia masih memiliki waktu untuk memastikan perasaannya yang sebenarnya. Lepas dari itu semua, Miranda juga tidak ingin hubungannya dijadikan sebuah konsumsi publik. Sejak dulu Miranda tidak suka jika banyak media yang memberitakan tentang dirinya. Meskipun mau tidak mau, dia akan tetap menjadi pusat pemberitaan di media, tapi paling tidak untuk saat ini Miranda ingin memastikan hatinya lebih dulu se
“Miranda, kau ada apa memintaku datang ke rumahmu? Apa kau tahu? Tadi aku ingin berkencan dengan Mark. Pria yang aku temui di klub malam waktu kita di Las Vegas, ternyata dia seorang pilot. Dan dia sekarang tengah berlibur di Roma.” Helen berkata dengan riang seraya melangkah masuk ke dalam kamar Miranda.Miranda membuang napas kasar. “Kau ini benar-benar membuatku sakit kepala, Helen. Apa tidak bisa kau satu hari saja tidak berkencan dengan seorang pria?” tukasnya kesal. Helen mengangkat bahunya tak acuh. “Memangnya salah kalau aku berkencan dengan banyak pria? Aku rasa tidak.”Miranda berdecak pelan. “Sudahlah, lebih baik malam ini kau temani aku.”“Kau ingin pergi ke mana?” kening Helen berkerut, menatap bingung Miranda.“Malam ini keluargaku mendapatkan undangan makan malam dari Tuan Marco Foster. Sebenarnya aku tidak ingin ikut. Tapi aku tidak memiliki pilihan lain. Kau tahu ayah dan kakakku sangat menyebalkan,” jawab Miranda dengan nada kesal.“Kenapa kau tidak bilang dari jauh
“Ah, iya. Saat itu aku hanya berlibur merayakan kelulusanku sebelum aku kembali ke Roma,” jawab Miranda yang berusaha untuk tenang.“Well, sepertinya kalian sekarang akan semakin dekat,” balas Marco yang kini tatapannya menjadi dingin dan kurang bersahabat pada Athes.Athes menyesap champagne di tangannya dan berkata, “Aku rasa kau bisa menilainya sendiri.”Marco menganggukkan kepalanya. “Menurutku seorang Nona Miranda Spencer akan selalu bersikap professional. Terlebih dia masih sendiri dan belum memiliki kekasih. Tentu dia akan menjaga nama baik keluarganya. Dia akan memiliki batasan jika dekat dengan rekan bisnisnya.”Athes tersenyum penuh arti mendengar ucapan dari Marco. “Kenapa kau bisa seyakin itu bahwa Nona Miranda Spencer tidak memiliki kekasih? Apa dia sendiri yang mengatakannya padamu? Menurutku, jika kau hanya mendengar itu dari media, kau harus segera mengubah cara pikirmu. Karena apa yang tertulis di media tidak sepenuhnya benar,” jawabnya menegaskan.Marco terdiam sesaa
Athes membaringkan tubuh Miranda di ranjang. Tatapannya menatap memuja Miranda yang terbalut oleh gaun yang tampak seksi. Dengan tidak sabar, Athes membuka pakaiannya dan melemparkannya ke lantai. Sesaat Miranda menatap kagum tubuh tegap dan dada bidang Athes yang begitu menggoda itu. Hati Miranda berdesir melihat pria itu begitu tampan.Kini Athes menindih tubuh Miranda, dia memagut bibir wanita itu. Entah apa yang ada di otak Miranda. Dia membalas ciuman Athes dengan liar. Bibir mereka saling membelit, lidah mereka saling berpagutan.“Ahh.” Miranda mengerang kala Athes menciumnya dengan begitu hebat.“You’re so damn beautiful.” Athes berbisik dengan nada rendah tepat di depan bibir Miranda.Miranda hanya tersenyum. Dia mengaitkan tangannya di leher Athes dan mencium bibir pria itu. Tidak hanya diam, Athes membalas ciuman Miranda dan tangannya mulai melepaskan pengait gaun yang dipakai oleh Miranda. Dalam sekejap, Athes berhasil menanggalkan pakaian yang melekat di tubuh Miranda. Sek
Miranda melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi. Saat dia hendak mengganti pakaiannya, terdengar suara dering ponselnya. Miranda langsung mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja—dia menatap ke layar.Seketika Miranda mengembuskan napas pelan kala melihat nomor Helen yang muncul di layar ponselnya. Tanpa menunggu, Miranda menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan sebelum kemudian meletakkan ke telinganya.“Ya?” Miranda menjawab saat panggilan terhubung.“Miranda, sialan kau! Kenapa kau meninggalkanku saat pesta?! Astaga, kau ini menyebalkan sekali.” Suara Helen berseru dari seberang line begitu keras. Sontak, Miranda langsung menjauhkan ponselnya saat mendengar suara Helen itu. Hingga beberapa detik, ketika Miranda sudah tidak lagi mendengar suara teriakan Helen, dia menempelkan kembali ponselnya ke telinganya.“Kau berisik sekali, Helen.”“Ini semua karenamu. Kenapa kau meninggalkanku saat pesta!”“Maaf, tadi malam aku ada urusan.”“Urusan apa? Harusnya kau berpami
“Miranda, apa kau sudah gila sejak tadi terus tersenyum.” Helen menerobos masuk ke dalam ruang kerja Miranda, tatapannya menatap kesal sahabatnya itu yang tidak henti tersenyum seperti anak remaja yang tengah kasmaran.“Helen, kenapa kau di sini?” Miranda terkejut kala Helen masuk ke dalam ruang kerjanya tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.Helen mendengkus tak suka. Dia menarik kursi dan duduk menjatuhkan tubuhnya duduk di hadapan Miranda seraya berucap, “Apa yang kau pikirkan? Kenapa kau tersenyum seperti orang yang baru saja jatuh cinta.”“Kau ini bicara apa!” Miranda bersikap tenang, seolah tidak membenarkan perkataan Helen.Helen mendesah pelan. “Sudahlah, terserah kau saja. Tujuanku ke sini karena aku ingin berterima kasih tas mahal yang kau belikan sudah aku terima. Tapi meski kau sudah menyogokku dengan tas mahal, kau harus menceritakan padaku saat pesta kau pergi ke mana?”“Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan.” Miranda mengambil cangkir yang berisikan teh dan menyesapnya p