Athes terdiam sejenak. Dia menatap lekat manik mata perak Miranda. “Apa yang kau inginkan dariku?” tanyanya.“Aku ingin kita saling mengenal satu sama lainnya. Maksudku, banyak hal yang aku tidak tahu darimu dan kau tidak tahu dariku. Selain itu aku belum ingin keluargaku tahu tentang hubungan kita. Begitu pun dengan publik. Aku tidak ingin publik mengetahuinya. Aku tidak suka diganggu oleh pemberitaan di media,” ujar Miranda yang memberi tahu keinginannya.Ya, lebih baik baginya untuk memilih mengenal Athes lebih dalam. Meski sebenarnya dia tidak mengerti dengan perasannya pada Athes, tapi dia masih memiliki waktu untuk memastikan perasaannya yang sebenarnya. Lepas dari itu semua, Miranda juga tidak ingin hubungannya dijadikan sebuah konsumsi publik. Sejak dulu Miranda tidak suka jika banyak media yang memberitakan tentang dirinya. Meskipun mau tidak mau, dia akan tetap menjadi pusat pemberitaan di media, tapi paling tidak untuk saat ini Miranda ingin memastikan hatinya lebih dulu se
“Miranda, kau ada apa memintaku datang ke rumahmu? Apa kau tahu? Tadi aku ingin berkencan dengan Mark. Pria yang aku temui di klub malam waktu kita di Las Vegas, ternyata dia seorang pilot. Dan dia sekarang tengah berlibur di Roma.” Helen berkata dengan riang seraya melangkah masuk ke dalam kamar Miranda.Miranda membuang napas kasar. “Kau ini benar-benar membuatku sakit kepala, Helen. Apa tidak bisa kau satu hari saja tidak berkencan dengan seorang pria?” tukasnya kesal. Helen mengangkat bahunya tak acuh. “Memangnya salah kalau aku berkencan dengan banyak pria? Aku rasa tidak.”Miranda berdecak pelan. “Sudahlah, lebih baik malam ini kau temani aku.”“Kau ingin pergi ke mana?” kening Helen berkerut, menatap bingung Miranda.“Malam ini keluargaku mendapatkan undangan makan malam dari Tuan Marco Foster. Sebenarnya aku tidak ingin ikut. Tapi aku tidak memiliki pilihan lain. Kau tahu ayah dan kakakku sangat menyebalkan,” jawab Miranda dengan nada kesal.“Kenapa kau tidak bilang dari jauh
“Ah, iya. Saat itu aku hanya berlibur merayakan kelulusanku sebelum aku kembali ke Roma,” jawab Miranda yang berusaha untuk tenang.“Well, sepertinya kalian sekarang akan semakin dekat,” balas Marco yang kini tatapannya menjadi dingin dan kurang bersahabat pada Athes.Athes menyesap champagne di tangannya dan berkata, “Aku rasa kau bisa menilainya sendiri.”Marco menganggukkan kepalanya. “Menurutku seorang Nona Miranda Spencer akan selalu bersikap professional. Terlebih dia masih sendiri dan belum memiliki kekasih. Tentu dia akan menjaga nama baik keluarganya. Dia akan memiliki batasan jika dekat dengan rekan bisnisnya.”Athes tersenyum penuh arti mendengar ucapan dari Marco. “Kenapa kau bisa seyakin itu bahwa Nona Miranda Spencer tidak memiliki kekasih? Apa dia sendiri yang mengatakannya padamu? Menurutku, jika kau hanya mendengar itu dari media, kau harus segera mengubah cara pikirmu. Karena apa yang tertulis di media tidak sepenuhnya benar,” jawabnya menegaskan.Marco terdiam sesaa
Athes membaringkan tubuh Miranda di ranjang. Tatapannya menatap memuja Miranda yang terbalut oleh gaun yang tampak seksi. Dengan tidak sabar, Athes membuka pakaiannya dan melemparkannya ke lantai. Sesaat Miranda menatap kagum tubuh tegap dan dada bidang Athes yang begitu menggoda itu. Hati Miranda berdesir melihat pria itu begitu tampan.Kini Athes menindih tubuh Miranda, dia memagut bibir wanita itu. Entah apa yang ada di otak Miranda. Dia membalas ciuman Athes dengan liar. Bibir mereka saling membelit, lidah mereka saling berpagutan.“Ahh.” Miranda mengerang kala Athes menciumnya dengan begitu hebat.“You’re so damn beautiful.” Athes berbisik dengan nada rendah tepat di depan bibir Miranda.Miranda hanya tersenyum. Dia mengaitkan tangannya di leher Athes dan mencium bibir pria itu. Tidak hanya diam, Athes membalas ciuman Miranda dan tangannya mulai melepaskan pengait gaun yang dipakai oleh Miranda. Dalam sekejap, Athes berhasil menanggalkan pakaian yang melekat di tubuh Miranda. Sek
Miranda melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi. Saat dia hendak mengganti pakaiannya, terdengar suara dering ponselnya. Miranda langsung mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja—dia menatap ke layar.Seketika Miranda mengembuskan napas pelan kala melihat nomor Helen yang muncul di layar ponselnya. Tanpa menunggu, Miranda menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan sebelum kemudian meletakkan ke telinganya.“Ya?” Miranda menjawab saat panggilan terhubung.“Miranda, sialan kau! Kenapa kau meninggalkanku saat pesta?! Astaga, kau ini menyebalkan sekali.” Suara Helen berseru dari seberang line begitu keras. Sontak, Miranda langsung menjauhkan ponselnya saat mendengar suara Helen itu. Hingga beberapa detik, ketika Miranda sudah tidak lagi mendengar suara teriakan Helen, dia menempelkan kembali ponselnya ke telinganya.“Kau berisik sekali, Helen.”“Ini semua karenamu. Kenapa kau meninggalkanku saat pesta!”“Maaf, tadi malam aku ada urusan.”“Urusan apa? Harusnya kau berpami
“Miranda, apa kau sudah gila sejak tadi terus tersenyum.” Helen menerobos masuk ke dalam ruang kerja Miranda, tatapannya menatap kesal sahabatnya itu yang tidak henti tersenyum seperti anak remaja yang tengah kasmaran.“Helen, kenapa kau di sini?” Miranda terkejut kala Helen masuk ke dalam ruang kerjanya tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.Helen mendengkus tak suka. Dia menarik kursi dan duduk menjatuhkan tubuhnya duduk di hadapan Miranda seraya berucap, “Apa yang kau pikirkan? Kenapa kau tersenyum seperti orang yang baru saja jatuh cinta.”“Kau ini bicara apa!” Miranda bersikap tenang, seolah tidak membenarkan perkataan Helen.Helen mendesah pelan. “Sudahlah, terserah kau saja. Tujuanku ke sini karena aku ingin berterima kasih tas mahal yang kau belikan sudah aku terima. Tapi meski kau sudah menyogokku dengan tas mahal, kau harus menceritakan padaku saat pesta kau pergi ke mana?”“Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan.” Miranda mengambil cangkir yang berisikan teh dan menyesapnya p
Athes merenggangkan dasi yang mengikat lehernya. Dia menggulung kemejanya. Sesaat dia memijat pelan pelipisnya. Ya, seharian ini banyaknya meeting membuat dia benar-benar lelah. Bahkan dia sampai tidak memberi kabar pada Miranda karena begitu banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan.“Tuan Athes.” Henrik melangkah masuk ke dalam ruang kerja Athes.“Ada apa?” tanya Athes dingin.“Tuan Ben tadi menghubungi Anda, tapi karena ponsel Anda tidak aktif, akhirnya dia menhubungi saya, Tuan,” jawab Henrik memberi tahu.Athes membuang napas kasar. “Apa yang dia katakan?”“Malam ini Tuan Ben mengadakan pesta di Qube Night klub. Dia meminta Anda untuk datang, Tuan,” ujar Henrik melaporkan pesan Ben, sahabat Athes yang menghubunginya itu.“Aku tidak bisa datang,” Athes menyandarkan punggungnya. Dia mengambil wine di hadapannya dan menyesapnya perlahan. “Hubungi Ben, aku tidak bisa ke sana.”“Maaf, Tuan. Tapi pesan terakhir Tuan Ben mengatakan dia memaksa Anda untuk datang. Jika tidak, dia sendiri
“Miranda, tunggu!” Athes berteriak kencang saat melihat Miranda masuk ke dalam mobil. Dia mengumpat kasar, dengan cepat dia hendak menuju mobilnya dan bergegas meninggalkan area parkir, mengikuti mobil Miranda.“Shit!” Athes memukul stir mobil, dia terus mengumpat saat mobil Miranda tidak lagi terlihat olehnya. Dia mengambil ponselnya, dan langsung menghubungi nomor Miranda. Namun, satu, dua, hingga lima kali dia menghubungi Miranda, tapi nomornya tidak aktif.Tidak ada pilihan lain, Athes langsung membelokkan mobilnya menuju rumah Miranda. Sepanjang jalan, Athes terus merutuki kebodohanya. Harusnya dia tidak membalas ciuman Esme. Sial, jika seperti ini Miranda pasti akan salah paham.Saat tiba di kediaman Spencer, Athes langsung memakirkan mobilnya sembarangan dan melompat turun dari mobil masuk ke dalam rumah itu.“Tuan Athes?” Darren terkejut saat dia hendak keluar rumah, dia berpapasan dengan Athes.“Tuan Darren, apa Nona Miranda ada di rumah?” Athes bertanya cepat tanpa basa basi