“Aku benar-benar sudah gila!”Miranda mengacak-acak rambutnya. Ya, dia tidak menyangka kemarin dia telah menerima Athes Russel sebagai kekasihnya. Astaga, entah apa yang ada di pikirannya. Kenapa dia bisa dengan mudahnya menerima? Miranda bersumpah, dia pasti akan segera mendapatkan masalah jika sampai keluarganya tahu. Tidak. Tidak! Miranda tidak ingin semua orang tahu lebih awal. Lagi pula, dia pasti masih dalam masa perkenalan sifat Athes.Kini Miranda menjatuhkan tubuhnya terduduk di sofa. Dia menyandarkan punggungnya seraya memejamkan mata sesaat. Hal yang membuat Miranda benci pada dirinya adalah ketika dia tidak bisa menolak setiap sentuhan Athes. Sial, jika mengingat itu semua rasanya Miranda ingin melarikan diri saja. Dia sangat malu, tubuhnya selalu merespon setiap sentuhan pria itu. Harusnya dia menghajar pria itu. Tapi nyatanya? Dia malah lemah.Suara ketukan pintu terdengar. Miranda langsung membuka matanya, mengalihkan pandangannya ke arah pintu dan menginstruksi untuk m
Athes terdiam sejenak. Dia menatap lekat manik mata perak Miranda. “Apa yang kau inginkan dariku?” tanyanya.“Aku ingin kita saling mengenal satu sama lainnya. Maksudku, banyak hal yang aku tidak tahu darimu dan kau tidak tahu dariku. Selain itu aku belum ingin keluargaku tahu tentang hubungan kita. Begitu pun dengan publik. Aku tidak ingin publik mengetahuinya. Aku tidak suka diganggu oleh pemberitaan di media,” ujar Miranda yang memberi tahu keinginannya.Ya, lebih baik baginya untuk memilih mengenal Athes lebih dalam. Meski sebenarnya dia tidak mengerti dengan perasannya pada Athes, tapi dia masih memiliki waktu untuk memastikan perasaannya yang sebenarnya. Lepas dari itu semua, Miranda juga tidak ingin hubungannya dijadikan sebuah konsumsi publik. Sejak dulu Miranda tidak suka jika banyak media yang memberitakan tentang dirinya. Meskipun mau tidak mau, dia akan tetap menjadi pusat pemberitaan di media, tapi paling tidak untuk saat ini Miranda ingin memastikan hatinya lebih dulu se
“Miranda, kau ada apa memintaku datang ke rumahmu? Apa kau tahu? Tadi aku ingin berkencan dengan Mark. Pria yang aku temui di klub malam waktu kita di Las Vegas, ternyata dia seorang pilot. Dan dia sekarang tengah berlibur di Roma.” Helen berkata dengan riang seraya melangkah masuk ke dalam kamar Miranda.Miranda membuang napas kasar. “Kau ini benar-benar membuatku sakit kepala, Helen. Apa tidak bisa kau satu hari saja tidak berkencan dengan seorang pria?” tukasnya kesal. Helen mengangkat bahunya tak acuh. “Memangnya salah kalau aku berkencan dengan banyak pria? Aku rasa tidak.”Miranda berdecak pelan. “Sudahlah, lebih baik malam ini kau temani aku.”“Kau ingin pergi ke mana?” kening Helen berkerut, menatap bingung Miranda.“Malam ini keluargaku mendapatkan undangan makan malam dari Tuan Marco Foster. Sebenarnya aku tidak ingin ikut. Tapi aku tidak memiliki pilihan lain. Kau tahu ayah dan kakakku sangat menyebalkan,” jawab Miranda dengan nada kesal.“Kenapa kau tidak bilang dari jauh
“Ah, iya. Saat itu aku hanya berlibur merayakan kelulusanku sebelum aku kembali ke Roma,” jawab Miranda yang berusaha untuk tenang.“Well, sepertinya kalian sekarang akan semakin dekat,” balas Marco yang kini tatapannya menjadi dingin dan kurang bersahabat pada Athes.Athes menyesap champagne di tangannya dan berkata, “Aku rasa kau bisa menilainya sendiri.”Marco menganggukkan kepalanya. “Menurutku seorang Nona Miranda Spencer akan selalu bersikap professional. Terlebih dia masih sendiri dan belum memiliki kekasih. Tentu dia akan menjaga nama baik keluarganya. Dia akan memiliki batasan jika dekat dengan rekan bisnisnya.”Athes tersenyum penuh arti mendengar ucapan dari Marco. “Kenapa kau bisa seyakin itu bahwa Nona Miranda Spencer tidak memiliki kekasih? Apa dia sendiri yang mengatakannya padamu? Menurutku, jika kau hanya mendengar itu dari media, kau harus segera mengubah cara pikirmu. Karena apa yang tertulis di media tidak sepenuhnya benar,” jawabnya menegaskan.Marco terdiam sesaa
Athes membaringkan tubuh Miranda di ranjang. Tatapannya menatap memuja Miranda yang terbalut oleh gaun yang tampak seksi. Dengan tidak sabar, Athes membuka pakaiannya dan melemparkannya ke lantai. Sesaat Miranda menatap kagum tubuh tegap dan dada bidang Athes yang begitu menggoda itu. Hati Miranda berdesir melihat pria itu begitu tampan.Kini Athes menindih tubuh Miranda, dia memagut bibir wanita itu. Entah apa yang ada di otak Miranda. Dia membalas ciuman Athes dengan liar. Bibir mereka saling membelit, lidah mereka saling berpagutan.“Ahh.” Miranda mengerang kala Athes menciumnya dengan begitu hebat.“You’re so damn beautiful.” Athes berbisik dengan nada rendah tepat di depan bibir Miranda.Miranda hanya tersenyum. Dia mengaitkan tangannya di leher Athes dan mencium bibir pria itu. Tidak hanya diam, Athes membalas ciuman Miranda dan tangannya mulai melepaskan pengait gaun yang dipakai oleh Miranda. Dalam sekejap, Athes berhasil menanggalkan pakaian yang melekat di tubuh Miranda. Sek
Miranda melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi. Saat dia hendak mengganti pakaiannya, terdengar suara dering ponselnya. Miranda langsung mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja—dia menatap ke layar.Seketika Miranda mengembuskan napas pelan kala melihat nomor Helen yang muncul di layar ponselnya. Tanpa menunggu, Miranda menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan sebelum kemudian meletakkan ke telinganya.“Ya?” Miranda menjawab saat panggilan terhubung.“Miranda, sialan kau! Kenapa kau meninggalkanku saat pesta?! Astaga, kau ini menyebalkan sekali.” Suara Helen berseru dari seberang line begitu keras. Sontak, Miranda langsung menjauhkan ponselnya saat mendengar suara Helen itu. Hingga beberapa detik, ketika Miranda sudah tidak lagi mendengar suara teriakan Helen, dia menempelkan kembali ponselnya ke telinganya.“Kau berisik sekali, Helen.”“Ini semua karenamu. Kenapa kau meninggalkanku saat pesta!”“Maaf, tadi malam aku ada urusan.”“Urusan apa? Harusnya kau berpami
“Miranda, apa kau sudah gila sejak tadi terus tersenyum.” Helen menerobos masuk ke dalam ruang kerja Miranda, tatapannya menatap kesal sahabatnya itu yang tidak henti tersenyum seperti anak remaja yang tengah kasmaran.“Helen, kenapa kau di sini?” Miranda terkejut kala Helen masuk ke dalam ruang kerjanya tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.Helen mendengkus tak suka. Dia menarik kursi dan duduk menjatuhkan tubuhnya duduk di hadapan Miranda seraya berucap, “Apa yang kau pikirkan? Kenapa kau tersenyum seperti orang yang baru saja jatuh cinta.”“Kau ini bicara apa!” Miranda bersikap tenang, seolah tidak membenarkan perkataan Helen.Helen mendesah pelan. “Sudahlah, terserah kau saja. Tujuanku ke sini karena aku ingin berterima kasih tas mahal yang kau belikan sudah aku terima. Tapi meski kau sudah menyogokku dengan tas mahal, kau harus menceritakan padaku saat pesta kau pergi ke mana?”“Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan.” Miranda mengambil cangkir yang berisikan teh dan menyesapnya p
Athes merenggangkan dasi yang mengikat lehernya. Dia menggulung kemejanya. Sesaat dia memijat pelan pelipisnya. Ya, seharian ini banyaknya meeting membuat dia benar-benar lelah. Bahkan dia sampai tidak memberi kabar pada Miranda karena begitu banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan.“Tuan Athes.” Henrik melangkah masuk ke dalam ruang kerja Athes.“Ada apa?” tanya Athes dingin.“Tuan Ben tadi menghubungi Anda, tapi karena ponsel Anda tidak aktif, akhirnya dia menhubungi saya, Tuan,” jawab Henrik memberi tahu.Athes membuang napas kasar. “Apa yang dia katakan?”“Malam ini Tuan Ben mengadakan pesta di Qube Night klub. Dia meminta Anda untuk datang, Tuan,” ujar Henrik melaporkan pesan Ben, sahabat Athes yang menghubunginya itu.“Aku tidak bisa datang,” Athes menyandarkan punggungnya. Dia mengambil wine di hadapannya dan menyesapnya perlahan. “Hubungi Ben, aku tidak bisa ke sana.”“Maaf, Tuan. Tapi pesan terakhir Tuan Ben mengatakan dia memaksa Anda untuk datang. Jika tidak, dia sendiri
Para pelayan tengah sibuk mondar-mandir mengantarkan makanan dan minuman. Tak hanya pelayan saja yang sibuk, tapi juga tiga wanita cantik tengah sibuk menyiapkan tempat untuk suami dan anak-anak mereka agar nyaman.Kini Miranda, Angela, dan Helen tengah menyiapkan tempat, membantu para pelayan. Hari ini adalah hari di mana mereka berkumpul bersama. Tentu mereka sudah menunggu moment ini. Kebersamaan adalah hal manis yang menjadi memori indah untuk mereka.“Miranda, ke mana Athes, Marco, dan Darren? Kenapa mereka dan anak-anak belum juga muncul?” tanya Angela seraya mengedarkan pandangan ke sekitar taman belakang, melihat taman belakang megah itu masih kosong. Belum ada suami dan anak-anak mereka.Miranda mendesah panjang. “Kalau Athes, Marco, dan Kak Darren sudah berkumpul pasti mereka tengah membahas pekerjaan. Aku yakin mereka semua ada di ruang kerja Athes.”Miranda sudah tak lagi terkejut akan hal ini. Pasti kalau ada moment berkumpul, maka Athes bersama dengan Marco dan Darren ak
Athes dan Miranda melambaikan tangan mereka ke arah mobil yang membawa Audrey dan Zack. Pun bersamaan dengan Rainer yang ada di gendongan Athes turut melabaikan tangan mungilnya. Seperti biasa Audrey dan Zack berangkat ke sekolah mereka diantar dengan sopir. Sedangkan Rainer—si bungsu masih baru berusia 2 tahun. Itu kenapa Athes masih belum memasukkan Rainer ke sekolah. Namun meski belum masuk ke dalam sekolah, tapi Athes sudah mendatangkan guru terbaik ke rumah untuk mengajarkan Rainer.“Athes, kau benar akan bekerja di rumah?” tanya Miranda pada Athes. Sebelumnya, Athes mengatakan padanya kalau akan bekerja di rumah. Well, seperti sedang hujan di padang gurun. Belakangan ini Athes sangat jarang bekerja di rumah. Bahkan terbilang suaminya itu sangat sibuk. Tapi kenapa malah sekarang suaminya memilih bekerja di rumah?“Ya, aku akan bekerja di rumah. Nanti sebentar lagi Marco juga akan datang,” jawab Athes yang sontak membuat Miranda terkejut.“Marco akan datang? Apa dia datang bersama
“Sayang, kau sudah pulang?” Angela sedikit terkejut melihat Marco sudah pulang. Padahal terakhir suaminya itu mengatakan kalau akan pulang terlambat.“Iya, tadi rekan bisnisku berhalangan hadir. Anaknya kecelakaan.” Marco melangkah mendekat pada Angela, dan memberikan pelukan serta ciuman lembut di bibir istrinya itu. Pun Angela membalas pelukan serta ciuman Marco. “Tadi Athes menghubungiku, dia bilang Audrey datang. Apa Audrey sudah pulang?” tanyanya seraya membelai pipi Angela.“Sudah, Audrey sudah pulang. Xander yang mengantar Audrey pulang menggunakan motor,” jawab Angela yang sontak membuat Marco terkejut.“Xander mengantar Audrey menggunakan motor? Kau tidak salah?” Alis Marco bertautan. Pasalnya Marco sangat tahu Audrey belum pernah satu kalipun naik motor. Angela menghela napas dalam. “Aku juga tadinya tidak setuju. Tapi Audrey memaksa meminta diantar menggunakan motor. Tenanglah, Sayang. Audrey pasti baik-baik saja. Putra kita sudah biasa mengendarai motor.”Alasan kuat Ange
“Xander, terima kasih sudah mengantarku pulang ke rumah. Kau mau masuk atau tidak?” tanya Audrey dengan suara yang riang kala Xander menurunkan tubuhnya dari motor. Gadis kecil itu tampak begitu senang dan bahagia.Bisa dikatakan setiap moment yang Audrey lewati bersama dengan Xander selalu saja membuat gadis kecil itu senang. Walaupun Xander selalu bersikap dingin dan seakan mengabaikannya tetap saja Audrey tak pernah mau ambil pusing. Lihat saja jutaan kali Xander menolak, maka jutaan kali juga Audrey mengabaikan penolakan Xander. Skyla Audrey Russel memang gadis kecil yang tak pernah mengenal kata menyerah.“Tidak usah. Aku langsung pulang saja. Kau masuklah. Sampaikan salamku pada kedua orang tuamu,” jawab Xander dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. Xander jengah berlama-lama dengan Audrey. Pemuda itu ingin segera pulang dan menyelesaikan hal-hal yang jauh lebih penting ketimbang masih bersama dengan gadis kecil yang kerap membuatnya sakit kepala.“Kau benar tidak mau masuk, X
“Xander tunggu aku!” Audrey berlari mengejar Xander yang berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Gadis kecil itu tampak kehabisan energy mengerjar Xander. Pasalnya langkah kaki Xander tak mampu Audrey imbangi. Jelas saja Audrey pasti akan kalah dan tertinggal. Tetapi tampaknya gadis kecil itu tak mudah menyerah.Saat Audrey mengejar Xander, tiba-tiba langkah Audrey terhenti kala berpapasan dengan Angela—ibu Xander yang baru saja keluar dari salah satu ruangan yang ada di sudut kiri. Tampak raut wajah Angela sedikit terkejut melihat Audrey ada di hadapannya.“Audrey? Kau di sini, Sayang?” Angela melangkahkan kakinya mendekat pada Audrey.Audrey tersenyum manis. “Iya, Bibi. Aku ingin bertemu dengan Xander.”“Apa Xander sudah pulang?” Angela mengedarkan pandangannya, wanita itu tadi sibuk menata pajangan di ruangan kosong sampai tak tahu putranya sudah pulang atau belum.Audrey menganggukkan kepalanya. “Sudah, Bibi. Xander sudah pulang. Tadi aku bertemu dengan Xander di depan. Tapi sekarang
“Athes, apa kau masih sibuk?” Miranda duduk di ranjang tepat di samping Athes yang sejak tadi sibuk pada iPad yang ada di tangannya. Entah pekerjaan apa yang sedang diurus sang suami. Belakangan ini memang kesibukan suaminya itu berkali-kali lipat.“Tinggal sedikit lagi. Kau tidurlah duluan, Sayang. Nanti aku akan menyusul,” jawab Athes tanpa mengalihkan pandangannya dari iPad-nya itu.Miranda mendesah pelan. “Ini sudah malam, Athes. Kau mau tidur jam berapa? Belakangan ini kenapa kau selalu saja bergadang. Kau bisa belanjutkan pekerjaanmu lagi besok.”Mendengar keluhan Miranda membuat Athes langsung meletakkan iPad-nya itu ke atas nakas. Athes tak ingin membuat istrinya itu marah padanya. Detik selanjutnya, Athes menarik tangan sang istri, berbaring di ranjang dalam posisi Athes memeluk Miranda.“Maaf. Ada beberapa project baru yang tidak bisa ditunda. Itu kenapa belakangan ini aku sangat sibuk.” Athes mengecupi pipi Miranda. Memeluk erat dan hangat istrinya itu. “Ya sudah, lebih bai
“Mommy, aku ingin barbie baru. Yang kemarin aku sudah bosan, Mommy.” Suara gadis kecil berambut cokelat tebal panjang nan indah memprotes bosan pada koleksi barbie-barbie miliknya. Tampaknya gadis kecil itu tak mau lagi bermain dengan koleksi berbie-barbie miliknya. Padahal total barbie yang dimiliki gadis kecil itu sangat banyak.“Sayang, barbie milikmu kan sudah keluaran terbaru. Kenapa kau sudah bosan? Baru saja kemarin barbie-mu diantar. Tidak mungkin Mommy membelikan yang baru lagi, sedangkan koleksimu sangat banyak dan sangat bagus, Sayang,” ujar Angela dengan suara lembut pada putrinya.“No, Mommy. Aku sudah bosan dengan barbie lamaku. Aku ingin barbie baruku, Mommy,” ucap gadis kecil itu dengan bibir yang mencebik kesal. Nada bicaranya terdengar manja dan keras kepala. Seolah tersirat apa yang diinginkan adalah hal yang wajib dituruti.Angela menghela napas dalam meredakan rasa kesal yang terbendung dalam dirinya. Xena Marco Foster adalah putri bungsu Angela dan Marco. Usia Xe
“Mom, I’m home!” Dakota—gadis kecil cantik melangkah masuk ke dalam rumah masih lengkap dengan seragam sekolahnya. Di belakang gadis itu ada dua pengasuh yang selalu menemaninya. Lantas Dakota melangkah menuju ruang makan. Gadis itu memiliki feeling kalau ibunya pasti ada di ruang makan. Karena di jam-jam seperti ini pasti ibunya selalu menyiapkan makanan.“Mom, aku sudah pulang.” Dakota kembali bersuara karena tadi ibunya tak mendengarnya. Dan benar saja, ketika Dakota tiba di ruang makan, ibunya itu tengah sibuk menata makanan. Jarak depan rumah ke ruang makan memang sangat jauh. Tak heran jika ibunya tak mendengar dirinya.“Oh, Sayang? Kau sudah pulang?” Helen langsung memeluk Dakota hangat dan memberikan kecupan lembut di kening putrinya itu.“Sudah, Mom. Aku sudah pulang. Mommy masak apa? Aku lapar sekali,” ujar Dakota seraya mengurai pelukannya.Helen tersenyum. “Mommy membuat pasta, salmon, steak, dan masih banyak lainnya. Ayo duduk. Sebentar lagi pasti Daddy dan adikmu turun.
Brakkk!Suara benda yang dibanting keras sontak membuat Miranda yang baru saja melangkah keluar kamar langsung terkejut. Refleks, Miranda berjalan cepat menghampiri sumber suara itu berasal. Dan seketika kala Miranda tiba di ruang tamu—dia terkejut melihat Audrey—putri sulungnya menbanting tumpukan buku hingga berserakan ke lantai.“Astaga, Sayang, kau kenapa membanting buku-bukumu seperti ini?” Suara Miranda berseru menatap tegas putri sulungnya yang tampak tengah marah.“Mama! Aku ingin menikah sekarang saja dengan Xander! Ayo bilang Papa, segera nikahkan aku dengan Xander!” Audrey melipat tangan di depan dada. Bibirnya tertekuk manja seperti biasanya. Wajah gadis cantik itu memancarkan kemarahannya.Kening Miranda mengerut, menatap bingung Audrey. Lantas wanita itu melangkah mendekat pada putrinya itu. “Ada apa, Sayang? Kenapa kau tiba-tiba pulang malah meminta menikah dengan Xander? Kau dan Xander memang dijodohkan, tapi kalian berdua belum cukup umur untuk menikah, Nak.” Miranda