“Abang tanen Mama!”“Abang kangen Mama,” koreksi Padma yang tersenyum lebar melihat Asa kini tengah memeluk lengannya dengan erat. “Abang nggak kangen Papa?”Asa yang tadinya tengah menyembunyikan wajahnya, langsung mencari keberadaan sang ayah. Begitu tadi tiba di rumah setelah diantar oleh opa dan omanya (orangtua Padma), Asa langsung berlari masuk ke rumah untuk mencari Badai dan Padma.Orang pertama yang ia temui adalah Padma, yang langsung ia ajak duduk di ruang tengah dan ia peluk lengannya dengan erat.“Papa?” Asa mencari-cari keberadaan sang ayah.Padma menoleh ke belakang dan mendapati Badai baru turun dari lantai dua. Mereka memang baru selesai merapikan ruang perpustakaan di lantai dua ketika diberi tahu kalau orangtua Padma datang.Begitu melihat kehadiran mertua dan anaknya, Badai tersenyum lebar seraya merentangkan tangannya. “Abang nggak kangen Papa?”Asa langsung melompat dari sofa dan berlari ke arah Badai. Lelaki itu menerima kedatangan anaknya dan dengan mudah, ia m
“Shua kapan pulang, Hon?”“Belum tahu.” Padma menyerahkan piring bersih kepada Badai untuk lelaki itu tata di meja makan. “Katanya sih dia extend lagi di sana.”“Kerjaannya aman emangnya?”“So far sih aman, dia kayaknya kerja remote dari sana deh.”“Hmm….”Padma mematikan kompor dan dengan hati-hati, memindahkan masakannya ke piring saji. Siang ini sahabat-sahabat Badai akan datang ke rumah, jadilah sejak pagi tadi Padma sudah sibuk di dapur.Kelima om kesayangan Asa dan Ilana tengah mengasuh kedua anak mereka selagi Badai diusir ke dapur untuk membantu Padma. Badai senang-senang saja diminta berduaan dengan Padma, tapi kadang-kadang ia khawatir juga dengan kegilaan sahabat-sahabatnya kala mengasuh kedua anaknya.“Kamu khawatir sama Shua?” tebak Padma yang selesai dengan pekerjaannya, kini menyandarkan pinggulnya di tepian countertops dan berdiri di sebelah Badai.“Iya. Ini udah dua minggu dia pergi dan cuma berdua sama Janar,” aku Badai dengan jujur. “Aku yakin orangtuanya juga udah
“Hon.”“Ya?”“Nge-date yuk.”“Ke mana?”“Makan gultik di Blok M.”Keduanya bertatapan selama satu menit untuk Padma meyakinkan dirinya mengenai apa yang baru saja diucapkan Badai.“Beneran makan gultik Blok M?” tanya Padma lagi untuk memastikan.“Beneran. Aku udah lama nggak makan itu.”Padma menatap jam dinding di kamar mereka dan mendapati waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. “Sekarang? Nanti kamu masuk angin nggak pergi jam segini?”“Hon, kita naik mobil, nggak naik sepeda.” Gemas, Badai menjawil hidung istrinya hingga perempuan itu mengaduh. “Nanti AC-nya dikecilin aja, pakai jaket.”“Oke….” Akhirnya Padma benar-benar mengiakan ajakan Badai. “Aku takut kamu sakit lagi kalau keluar malam-malam.”“Nggak kok. Nanti pulangnya kita anget-angetan aja biar aku nggak masuk angin, gimana?”Ganti Padma yang mencubit kedua pipi suaminya agak lama, lalu beranjak dari ranjang untuk berganti pakaian. Badai mengikuti istrinya dan tersenyum lebar. Kencan malam-malam sambil mengit
“Aku nggak menyangka hari ini akan tiba juga.”Padma mempererat genggamannya pada tangan Badai ketika mereka berdua tiba di pemakaman yang menjadi rumah terakhir untuk Anastasya.Setelah semalam Badai tiba-tiba mengajaknya mendatangi makam Anastasya, tentu saja Padma mengiakannya dan di sinilah mereka. Padma melirik suaminya dan ekspresi Badai tak mudah dibaca.“B,” panggilnya dengan lembut.Badai menoleh, kemudian setelah bertatapan dengan Padma yang tersenyum lembut untuknya, Badai mulai lebih rileks.“Yuk,” ajak Badai.Keduanya melangkah menuju makam Anastasya yang letaknya sudah Padma hafal. Badai tak banyak bicara, ia hanya menggenggam tangan istrinya dengan erat dan beberapa kali menghela napas dengan berat.Setibanya di makam Anastasya, mereka berdoa untuk mantan istri Badai tersebut dan terdiam agak lama. Padma tak mengatakan apa pun usai berdoa, ia memilih untuk menunggu Badai yang hanya memandangi makam Anastasya.“Anas,” gumam Badai saat angin berembus agak kencang hingga m
“Aku pengen deh ngajak kamu malam-malam ke The Clouds. Tapi masa anak-anak tidur kita malah ke klub sih?”Padma menaikkan satu alisnya. “Emang kamu mau ngapain ngajak aku ke klub?”“Mengulang hari pertama kita ketemu dong.”Padma tergelak mendengar jawaban suaminya. Saat ini keduanya berada di kedai es krim yang dulu mereka sering datangi—lebih tepatnya Padma dengan Catra dan Badai dengan Asa.Mereka sudah menghubungi kedua orangtua Padma yang tentu saja tak keberatan memiliki waktu luang bersama cucunya. Arsa dan Mili pun rencananya akan datang ke rumah Badai-Padma untuk makan malam bersama, tentu saja membawa anak pertama mereka, Kama Handaru Hardjaja.“Ngulang pas yang di bar aja kan?”Badai langsung tersenyum lebar. “Nggak sekalian yang di kamar khusus punyaku, Hon?”“Tanaka!” tegur Padma yang tak segan untuk langsung mencubit lengan Badai.Bukannya takut atau menghindar, Badai malah menjawab seperti murid yang sedang diabsen. “Hadir!”Padma hanya bisa menggeleng melihat kelakuan
Badai menelan salivanya dengan susah payah saat melihat Padma selesai mengenakan gaunnya. Padahal potongan gaun itu tidak provokatif atau terlalu terbuka, tapi lekuk tubuh istrinya yang tercetak jelas membuat Badai langsung menggeleng pelan.“Nggak bisa, Hon.”Padma yang tak memperhatikan reaksi Badai karena sibuk mengenakan kalungnya, menatap suaminya dari cermin meja riasnya. “Apanya yang nggak bisa?”“Aku nggak bisa tahan liat kamu kayak gini.”“Astaga, jangan kayak ABG baru puber deh,” ledek Padma setelah berhasil mengaitkan kalungnya.Padma berbalik untuk menemukan suaminya yang tengah merengut. Rasanya kalau ia meledek Badai sebagai berondongnya yang tengah merajuk, kalimat itu masih relevan untuk suaminya.“Tahan hasratmu, Tanaka.” Padma berdiri dari duduknya dan mengambil sling bag-nya. Ia pun mengulurkan tangannya pada Badai. “Ayo, jangan sampai kamu lupa kalau hari ini bachelor party-nya Ipang.”Meskipun berat hati, Badai tetap meraih tangan istrinya dan seraya bergandengan
“Kamu pernah nyesel nggak waktu dulu kita nggak jadi nikah?”Sebenarnya Badai tak tahu apa yang merasukinya untuk bertanya hal itu kepada Padma. Tapi ketika mengingat hari ini adalah hari spesial untuk sahabatnya, ingatan Badai jadi memutar balik kenangannya dulu.“Nggak. Kalau aku nyesel, berarti aku nggak suka sama kehadiran Asa dong.”Jawaban sederhana Padma membuat Badai tersenyum. Padma berdiri dari kursinya yang ia tempati selama merias wajahnya, untuk menghadiri akad nikah dan resepsi pernikahan Ipang dan Priska.“Aku nggak suka kalau kamu lari dari tanggung jawab, B. Bukan nggak suka sama Asa. Bagaimanapun kan bukan dia yang milih gimana caranya dihadirkan ke dunia ini.”Kedua tangan Badai langsung memeluk pinggang Padma begitu perempuan itu menghampirinya. Padma tersenyum dan merapikan bow tie yang dikenakan Badai, yang hari ini akan menyaksikan salah satu sahabatnya melepas masa lajang dengan sukarela.“Aku mau cium kamu jadinya,” bisik Badai di telinga Padma. “Tapi nanti l
“Asa nggak mau keluar dari kamar sejak pagi tadi, kenapa ya?”Badai mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh sang istri. Hari ini ia baru bertemu Asa di pagi hari ketika ia pamit pada Asa yang baru bangun tidur karena terpaksa harus bekerja di hari libur ini.tAPI panggilan mendadak dari Red House karena ada barang mereka yang bermasalah di gudang, membuat Badai harus pergi bekerja di hari libur ini.“Bener-bener nggak keluar sama sekali?” Badai balik bertanya sambil melepas kemejanya dan hanya menyisakan kaos putih polos yang membalut tubuhnya.Dengan sigap, Padma meraih kemeja yang baru dilepas Badai tersebut untuk ia taruh di keranjang cucian.“Iya, aku udah bujuk buat makan bareng di ruang makan dari sarapan tadi, tapi sampai makan siang pun dia minta sama Lita buat makan di kamar.”“Coba aku tanya deh.”“Kamu mandi dulu aja,” cegah Padma ketika Badai sudah ingin beranjak keluar dari kamar mereka. “Masih ada banyak waktu sampai makan malam.”“Mau mandi sama