Kabar Penting
Jam delapan malam, di toserba 69, Raya terlihat melaksanakan tugasnya sebagai pramuniaga, mulai dari mendisplay produk di rak, mendata produk jualannya, menjaga kebersihan area toserba, memberikan label harga, menulis laporan penjualan, dan yang pasti harus dilakukan adalah memberikan pelayanan pada pembeli.Dia menguasai semua itu, sangat trampil dan cekatan. Bahkan dia bekerja sendirian untuk jam kerja malam, shif paling sibuk, dimana banyak orang keluar rumah untuk berbelanja.Raya terlihat berada di belakang meja kasir, menunggu pelanggan datang.Dari pintu masuk toserba terlihat seorang anak laki laki masuk ke dalam toserba dan berhenti di depan meja kasir."Berikan aku rokok itu," ucap anak laki laki yang berusia sekitar sepuluh tahun."Apa kamu bisa menunjukkan kartu tanda penduduk milikmu?" tanya Raya."Apa sekarang membeli rokok harus menunjukkan kartu tanda penduduk? setahuku hanya membeli alkohol," ucap anak laki laki yang sepertinya cukup cerdas."Ini aturan baru di toserba kami, kamu harus menghormatinya," ucap Raya."Berikan rokok itu sekarang, jika tidak aku akan menghancurkan tokomu," ancam anak laki laki itu. Tiba tiba seseorang datang dan memukul lembut kepala anak itu."Kamu mau jadi brandalan? pergilah sebelum aku menghajarmu," ucap Devon yang tiba tiba berada di sana.Anak laki laki itu memegangi kepalanya, walaupun sebenarnya tidak ada rasa sakit yang ditimbulkan dari tindakan Devon."Apa kamu meminta bantuan? kamu tidak adil," ucap anak laki laki itu pada Raya, mendengar itu Raya hanya tertawa terpingkal pingkal. Anak laki laki itupun melangkah pergi, seraya mengacungkan jari tengahnya ke arah Raya."fuck you, aku akan datang lagi dan membuat perhitungan," ucap anak laki laki itu."Anjing, babi, tikus got, serigala, ulat bulu," lanjutnya sebelum membuka pintu keluar dan menghilang.Raya dan Devon tertawa, Devon beberapa kali menggelengkan kepala, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya."Anak jaman sekarang memang banyak yang tunalaras, karna berbagai faktor, sangat disayangkan," ucap Devon seraya tersenyum."Terimakasih, tapi sebenarnya aku sudah sering menghadapi hal semacam itu, tidak masalah, aku memiliki cara sendiri," ucap Raya."Ya aku tahu kamu bisa mengatasi semuanya sendiri, karna kamu wanita tangguh yang bisa melakukan apa saja seorang diri," ucap Devon seolah memberikan ejekan kecil namun juga pujian."Kamu ini, kamu mau membeli sesuatu?" tanya Raya."Ya, nah ini saja," ucap Devon seraya mengambil minuman kopi instan kemasan kaleng, lalu meletakkannya di depan Raya."Jangan, itu tidak baik untuk tubuhmu, ini saja," ucap Vanila seraya mengganti kopi dengan air mineral."Kamu ini, sudah seperti dokter pribadi saja," ucap Devon."Kamu tahu, kafein memiliki manfaat dalam dunia kesehatan, setidaknya dapat menstimulasi kerja jantung dan meningkatkan produksi urine, sebagai diuretik. Kafein juga dapat melindungi sel otak manusia sehingga menurunkan risiko perkembangan beberapa penyakit seperti Parkinson dan Alzheimer," penjelasan Devon."Baiklah bapak perawat yang Budiman, sebaiknya anda mengkonsumsi kafein tanpa gula, itu lebih baik. Kamu ingin mendapat manfaatnya namun menyebabkan tubuhmu bekerja lebih besar," ucap Raya."Baiklah baiklah, aku menyerah," ucap Devon seraya tersenyum, dia tahu akan sulit mengalahkan Raya dalam berdebat."Aku akan membeli air mineral, juga snack," ucap Devon. Mendengar hal itu, Raya mengambilkan Devon sebotol mineral dan snack sehat yang rendah garam."Aku mentraktirmu, bawalah," ucap Raya."Apa kamu menyogokku dengan ini supaya aku lekas pergi?" tanya Devon."Tidak, ini ucapan terimakasih karna telah menolongku dari anak brandal tadi," ucap Raya seraya tersenyum.Devon melihat jam yang ada di tangannya."Aku akan menunggumu di luar, ada hal penting yang ingin aku sampaikan," ucapDevon."Baiklah, seperti sepengetahuanmu, aku selesei dua jam lagi," ucap Raya."Baiklah, aku akan menunggumu," ucap Devon seraya tersenyum, lalu dia berjalan keluar meninggalkan toserba 69.Dari luar terlihat koh Ahong masuk ke dalam toserba. Dia adalah pemilik toserba, warga keturunan Cina yang sudah berumur sekitar enam puluhan namun masih terlihat begitu bugar."Koh Ahong? ada apa malam malam datang," tanya Raya."Apa laki laki itu kekasihmu, dia akan menunggu lama," ucap koh Ahong seraya melirik ke arah Devon."Tidak, dia hanya teman," ucap Raya."Raya, besok aku akan pergi ke luar kota. Aku datang untuk menyerahkan gajimu bulan ini, aku tidak ingin menanggung hakmu," ucap koh Ahong seraya menyerahkan amplop coklat berisi uang. Raya menerimanya, membuka amplop coklat itu dan menghitungnya."Pas, satu juta lima ratus," ucap Raya."Terimakasih koh, semoga toserba kita laris manis," ucap Raya seraya memukul mukul kan uang ke arah barang dagangan."Raya kamu tahu, orang sering salah kaprah, mereka mengira kamu pemilik toserba ini," ucap koh Ahong."Oh ya? bagaimana mungkin? Apa wajahku tidak seperti pelayan toko?" tanya Raya seraya mengulaskan tersenyum."Lihat saja montormu, tidak akan ada orang yang percaya bahwa motor itu adalah milik pelayan toko," ucap koh Ahong seraya melirik ke arah motor hitam Vanila yang terparkir di luar, motor sport merk Kawasaki dengan 4 silinder 948cc, harganya lebih dari dua ratus juta rupiah."Hanya hobi," ucap Raya seraya tersenyum."Baiklah, aku akan pulang dulu, istirahatlah, jangan bekerja terlalu keras. Jangan lupa tutup toserba dengan teliti, akhir akhir ini banyak kasus pembobolan," ucap koh Ahong."Baik Koh," ucap Vanila."Gaji milik Angela sudah aku berikan tadi lagi, kalian bekerjalah seperti biasanya selama aku di luar kota," ucap koh Ahong."Tidak perlu kahwatir, semuanya aman," ucap Raya.***Akhirnya selesei, jam sudah menuju ke arah delapan tepat, waktunya toserba tutup."Kamu masih menungguku?" tanya Raya yang melihat Devon duduk di lantai, tepat di sebelah kiri toserba."Tentu saja, kamu sudah selesei? mari kita bicara," ucap Devon."Baiklah, kita ke taman depan, aku sudah membawa kopi hangat dan juga makanan," ucap Raya."Kopi rendah gula," lanjut Raya seraya tersenyum.Raya dan Devon sudah berada di taman kota, duduk di kursi taman yang tersedia di sana. Walaupun sudah tergolong tengah malam, suasana masih terlihat ramai dan hidup."Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Raya."Ada kabar gembira, entahlah ini kabar gembira atau tidak untukmu, yang jelas ini sepertinya bagus," ucap Devon."Baiklah, sebaiknya segera katakan," ucap Raya."Hmmm, apa kamu sangat penasaran?" Tanya Devon."Entahlah, karna aku tidak tahu, aku juga tidak yakin akan penasaran atau tidak," ucap Raya."Kamu pasti senang mendengarnya, aku jamin itu," ucap Devon."Baiklah, katakan sekarang," pinta Raya."Kamu sudah siap mendengarkannya?" tanya Devon."Iya, ayolah," ucap Raya dengan ekspresi sangat penasaran.Bersambung...Sebuah HarapanRaya menatap Devon dengan pandangan tajam menusuk, sangat tajam. Dia benar benar penasaran dengan apa yang ingin Devon sampaikan."Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Raya."Aku ingin menyampaikan bahwa ibu Rahma ingin bicara empat mata denganmu," ucap Devon."Hah? benarkah? apa kamu membujuknya?" tanya Raya dengan wajah sumringah."Tentu, aku berusaha keras untuk membujuknya, pagi, siang, malam, akhirnya ibu Rahma bersedia, padahal aku tidak tahu informasi apa yang ingin kamu dapat darinya," ucap Devon dengan membanggakan dirinya."Benarkah?" tanya Raya menelisik.Devon terdiam, melihat ke arah Raya dengan pandangan mendalam, lalu tertawa."Tidak mungkin itu, tidak ada yang bisa membujuk atau memaksa ibu Rahma," ucapDevon."Kamu ini," ucap Raya seraya menyentuh pundak Devon, tepatnya mentoelnya pelan."Selama di rumah sakit, tidak ada yang bisa mendekatinya, dia hanya dekat dengan pak kepala rumah sakit. Kadang mereka terlihat tertawa bersama, sepertinya mereka suda
Hasil Tidak Menghianati UsahaRaya masuk ke dalam rumahnya, dengan pelan dan hati hati, mengendap endap seolah masuk ke rumah orang lain, berusaha tidak membangunkan ibu tirinya yang terlelap tidur di ruang tengah sembari ditonton televisi yang masih menyala."Kamu sudah pulang?" tanya Rohaya, sang ibu tiri yang sepertinya mendengar langkah kaki anak tirinya itu.Raya mendekat ke arah ibu tirinya, meletakkan sebuah amplop berisi uang sepuluh lembar seratus ribuan. "Jangan habiskan sekaligus," ucap Raya, lalu dia kembali melangkahkan kakinya ke arah kamar.Rohaya terlihat mengangkat tubuhnya, meraih amplop itu seraya menghela nafas panjang."Harusnya kamu bisa menghasilkan lebih, kamu investasi masa depan dan masa tuaku, aku bisa gila melihatmu seperti itu. Aku memang ibu tirimu, yang selalu menuntutmu, tapi aku juga memiliki kasih sayang padamu," gumam Rohaya lirih, berharap Raya tidak mendengar apa yang dia ucapkan. "Apa kamu harus mengambil uang dari putrimu sendiri," tanya pak Bo
Pelukan yang tersemat di hatiRaya melihat ibu Rahma duduk di kursi taman belakang, menghadap ke arah timur, menunggu matahari terbit. Tiba tiba jantung Raya berdegup kencang, seperti seseorang yang ingin menemui kekasihnya. "Ayo, temui dia," ucap Devon, lalu Raya mengangguk pelan.Raya mendekat ke arah ibu Rahma, duduk di sebelahnya, belum mengucapkan sepatah katapun."Selamat pagi," sapa Raya. "Kamu sudah mendengarnya dari perawat itu?" tanya ibu Rahma tanpa melihat ke arah Raya."I-iya, terimakasih, terimakasih sudah mempercayaiku," ucap Raya."Aku boleh tanya sesuatu padamu?" tanya ibu Rahma."Tentu saja," ucap Raya."Apa kamu marah padaku?" tanya ibu Rahma.Mendengar pertanyaan itu, Raya melihat ke arah ibu Rahma dengan pandangan tajam."Tentu saja, awalnya, sangat marah, namun saya berusaha memahami, mungkin ibu memiliki alasan di balik itu semua. Jujur saya sangat marah, tapi saya yakin, dosa sudah mengikuti ibu sejak lama, bahkan karma pun sudah ibu dapatkan," ucap Raya."Ka
Sebuah AwalRaya sudah berada di kedai ayam cepat saji, dia berada di ruangan pak Umay, kepala restoran yang bertugas mengurus segala hal yang ada di restoran, juga mengatur karyawan, tiang utama berjalannya sebuah bisnis restoran. "Ada apa Raya? tumben menemuiku pagi pagi begini," tanya pak Umay."Pak, saya ingin mengundurkan diri," ucap Raya seraya menyerahkan surat pengunduran dirinya."Apa? kenapa mendadak sekali, apa kamu sudah mendapat pekerjaan lain? apa aku ada salah terhadapmu?" Ucap pak Umay dengan berondongan pertanyaan."Ti-tidak pak, saya hanya memiliki alasan lain, saya takut yang saya kerjakan akan mengganggu pekerjaan saya di sini," ucap Raya. Pak Umay terdiam, dia menatap Raya dengan pandangan mendalam."Apa itu? apa sangat penting?" tanya pak Umay."Iya, sangat penting, bagi hidup saya," ucap Raya."Kamu sudah memiliki jadwal pasti untuk mengerjakannya?" tanya pak Umay."Saya harus mengerjakannya selepas makan siang, saya tidak mungkin bekerja hingga sore hari," uca
Kenyataan MengerikanJam makan siang selesai, Raya sudah berada di depan rumah sakit, rumah sakit swasta yang melayani pasien umum, rumah sakit yang dulunya adalah milik sebuah yayasan.Rose akan segera masuk, untuk menemui ibu Rahma. Hatinya bergetar hebat, berdebar tidak karuan, antara gugup, takut dan khawatir. Hari ini Raya akan banyak mengobrol dengan ibu Rahma, dia berharap mampu mengendalikan diri, setiap emosi manusiawi yang mungkin saja akan dia miliki dan keluar dengan sendirinya. Ibu Rahma, orang yang seolah tidak mempedulikan kehadirannya selama tiga bulan terakhir, namun dia pasti tersiksa, melihat bayi yang dulu dia tukar tumbuh dengan begitu sehat dan cantik, datang seolah meminta pertanggung jawaban.Raya berdiri di depan pintu kamar ibu Rahma, terlihat mengambil nafas, lalu mengetuk pelan."Masuklah," terdengar suara itu lirih. Raya memberanikan diri memegang dagang pintu, lalu membukanya. "Kamu sudah datang, duduklah," ucap ibu Rahma yang terdengar begitu hangat, s
Sebuah Perhatian KecilJam menunjukkan pukul tiga sore, Raya duduk di depan toserba 69, terlihat menghela nafas panjang, lalu duduk di lantai yang menyerupai tangga. "Kamu sudah selesei?" tanya Devon yang tiba tiba datang dan menyodorkan sebotol air mineral."Terimakasih," ucap Raya seraya menerima botol itu. Devon terlihat ikut dudu di samping Raya."Aku tidak menyangka akan seberat ini," ucap Raya."Benarkah? apa kamu mengangkat sesuatu?" tanya Devon. Raya melihat ke arah Devon, seraya mata yang memicing dan bibir sedikit maju, lalu memukulnya lembut."Kamu ini," ucap Raya."Baru hari pertama aku mengunjunginya setelah kesepakatan, cerita yang kudengar begitu menyesakkan," ucap Raya."Benarkah?" tanya Devon."Devon, kamu tahu, ada seseorang yang kadang melakukan sesuatu yang menurutnya menyenangkan tanpa memikirkan orang lain," ucap Raya."Benarkah?" tanya Devon."Ya, ada orang seperti itu," ucap Raya.Devon terlihat menatap ke arah depan."Kamu tahu, dulu pernah ada pasien yang d
Kebingungan DevonRaya terlihat menyeruput kuah mie cupnya yang masih mengepul, lalu menunjukkan ekspresi kepanasan."Apapun niatmu, aku ucapkan terimakasih, aku harap kamu tidak menginginkan apapun dariku," ucap Raya yang terdengar blakblakan.Devon mengarahkan matanya pada Raya."Hah, apa yang kamu katakan, aku baik padamu karena kasihan, aku khawatir kamu akan sakit," ucap Devon."Baiklah, seperti yang pernah aku katakan, aku bisa mengenali barang asli dan tidak, juga termasuk seseorang," ucap Raya."Ya, tapi itu mustahil, butuh keahlian khusus untuk itu," ucap Devon."Coba lihat itu, dua orang pria yang berteduh di depan toserba,” ucap Raya seraya mengarahkan matanya pada orang yang dia tuju.“Mereka bekerja di butik yang letaknya tiga blok dari sini. Pria yang satu melepas sepatunya, mendekap di depan dada, seolah ingin melindungi sepatu yang baginya cukup berharga, daripada digunakan untuk melindungi kakinya. Sedangkan yang satunya, seolah tidak peduli, walaupun sepatunya basah
Apa Dia Dokter?Setelah ambulans pergi, Devon segera menemui Raya yang sudah berada di toserba."Sekali lagi kamu mengejutkanku," ucap Devon."Kamu melakukannya dengan baik," lanjut Devon."Hmmm, pramuka, ya pramuka, kamu harus ikut kegiatan pramuka supaya bisa melakukan apa saja, terutama keahlian bertahan hidup di situasi darurat," ucap Raya seraya mengulaskan senyum sempurna, lalu terlihat kembali menata beberapa barang."Pramuka, ya pramuka, aku akan berusaha untuk mempercayainya," ucap Devon. Devon terlihat meletakkan sesuatu di atas meja kasir, itu adalah obat yang baru saja dibelinya dari apotik."Ini untukmu," Devon terlihat menyodorkan sebotol minuman yang merupakan vitamin untuk daya tahan tubuh."Terimakasih," ucap Raya seraya menerima minuman botol itu.“Aku sudah menebus obat ibuku,” ucap Devon."Obat apa itu?” tanya Raya."Ini," ucap Devon yang kemudian memasukkan obat untuk ibunya ke dalam saku celana."Alprazolam, apa ibumu mengkonsumsi itu?" tanya Raya yang terlihat