Share

Cinta Rahasia Sang Dokter
Cinta Rahasia Sang Dokter
Penulis: seorin writernim

IGD Membara

“Ada pasien ibu hamil yang mengalami pendarahan. Cepat ke IGD!” kata salah seorang perawat usai menutup telepon darurat. Setelah diberitahu ambulans akan segera tiba di depan ruang IGD.

Emery bersama rekan dokter muda lainnya segera berlari menyambut pasien. Di sana, keadaan semakin genting. Ketika tim medis mengeluarkan pasien dari mobil ambulans. Lalu, memindahkannya ke ranjang transfer pasien.

Gawat! Pendarahan yang dialami pasien semakin banyak. Ibu hamil itu tak sadarkan diri dan ada luka lebam di sekitar wajahnya, Emery mengamatinya dengan seksama. Setelah pasien dipindahkan, para perawat dan dokter residen bergegas membawanya untuk diperiksa lebih lanjut oleh dokter spesialis kandungan.

“Bagaimana keadaan pasien?” tanya dokter Ruben, senior Emery di rumah sakit pada salah satu rekan Emery yang bernama Sienna.

“Sienna!” Emery menyikut rekan yang berada di sampingnya. Koas satu itu bukannya menjawab malah kelihatan gugup, gemetaran ketika dokter Ruben menanyakan analisanya.

“Sa-saya .…” Sienna gelagapan. Dokter Ruben menoleh dengan tatapan dingin dan kesal. Karena juniornya itu tidak menjawab pertanyaannya.

“Cepat katakan!” desak dokter Ruben. Dia tidak sabaran karena juniornya diam saja.

Sienna masih tertegun. Dia bingung harus menjawab pertanyaan itu jika dokter Ruben terus saja menyudutkannya. Semua mata memandang ke arahnya. Termasuk Emery. Seharusnya Sienna bisa menjawab pertanyaan dokter spesialis itu. Namun, entah karena gugup atau apa, tiba-tiba saja bibir Sienna mendadak kelu dan membuat dokter Ruben hilang kesabaran.

“Payah!” cibir dokter Ruben. “Apa saja kerjaanmu selama ini, hah?” hardiknya.

“Maafkan saya, Dokter Ruben!” sesal Sienna sambil menundukkan kepalanya karena malu. Dia benar-benar menyesalinya.

Menurut keterangan tim medis, ibu hamil itu diketahui mengalami kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Ibu hamil itu menyetir sendiri dalam keadaan hamil besar dan mengalami depresi berat. Setelah kecelakaan itu terjadi, pasien segera dilarikan ke rumah sakit terdekat karena terjadi pendarahan hebat dan bayi yang dikandungnya harus segera diselamatkan.

Masalah lain pun mulai terkuak setelah Ruben memeriksanya. Ternyata ada riwayat lain yang dialami oleh sang ibu. Emery sempat memerhatikan fisik ibu hamil itu. Dia teringat sesuatu pada pasien itu.

“EMERY!” panggil Dokter Ruben setengah berteriak. “Jelaskan analisamu!”

“Sepertinya pasien mengalami Plasenta Previa,” kata Emery agak ragu-ragu.

Pasien ibu hamil itu mengalami pendarahan yang disebabkan oleh rendahnya letak plasenta. Usia kehamilannya sekitar 35 minggu. Plasenta Previa beresiko lebih tinggi yang menyebabkan pendarahan sebelum dan setelah kelahiran, kelahiran prematur, hingga lepasnya plasenta dari rahim sang ibu. Begitu menurut analisa Emery. Karena belum lama ini, dia mengamati pasien yang mengalami masalah dalam kandungannya itu.

“Lalu, tindakan apa yang harus kita lakukan selanjutnya ketika dihadapkan kasus seperti ini?” tanya dokter Ruben lagi pada Emery. Seniornya itu menguji pengetahuan umum yang sudah banyak dipelajari Emery selama menjadi koas.

“Operasi caesar,” Emery berpendapat. Dia ketakutan ketika memberi keputusan.

“Kamu yakin?” Dokter Ruben memastikannya. Meski dia tahu jawabannya. Dia tetap menguji Emery dan para koas yang berkerumun di IGD saat itu.

“Saya yakin, Dokter!” Emery menjawabnya dengan mantap dan lantang.

‘Pede sekali dia,’ ujar Ruben dalam hati. Dia sempat membuat Emery berkeringat dingin. Emery takut terjadi kesalahan saat dirinya mengambil keputusan darurat itu.

Walau bagaimana pun juga, Emery tetap takut. Jika dia salah langkah mengambil keputusan, akibatnya bisa fatal. Nyawa pasien yang menjadi taruhannya. Jika terjadi sesuatu pada sang pasien, maka Emery harus berani mempertanggung jawabkannya. Pilihan yang sulit bagi Emery memang. Tetapi, dia dituntut harus bisa mengambil keputusan dengan cepat dan tegas. Semakin ditunda, nyawa pasien bisa melayang.

“Cepat siapkan ruang operasi!” perintah dokter Ruben pada para koas muda yang sedari tadi menunggu perintahnya.

Semua koas bergegas mempersiapkan ruang operasi. Termasuk Emery. Sementara, Sienna masih diam membisu. Dia menjadi koas yang mendapatkan perhatian khusus dari Ruben.

“Kamu!” tunjuk Ruben. Sienna menoleh. Wajahnya terlihat cemas. Tangan dan kakinya pun gemetaran.

“Sebaiknya kamu belajar lebih banyak lagi. Kamu bisa membunuh pasien dengan kebodohanmu itu. Mengerti?” Ruben menasihati. Namun, perkataannya menyinggung dan menyakiti hati Sienna saat itu.

Sienna mengepalkan tinjunya. Dia marah dan kesal sekali karena mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari seniornya itu.

“Sienna!” panggil Emery sambil berlari ke arahnya. “Sudahlah! Ayo kita ke ruang operasi sekarang!” ajaknya. Sienna tersenyum sekilas.

Sienna terpaksa mengikuti Emery menuju ruang operasi. Di sana, dia berharap bisa mendapatkan pelajaran lebih banyak lagi. Agar kelak dokter Ruben tidak memakinya lagi di depan para koas lainnya. Itu, kan, memalukan sekali. Sienna sakit hati dianaktirikan oleh seniornya itu.

Apa itu karena Sienna tidak berbakat seperti yang selama ini telah disinggung dokter Ruben? Sienna jadi kepikiran tentang ucapan yang dilontarkan Ruben tempo hari. Saat mengisi seminar kedokteran di kampusnya.

***

“Emery!” panggil Ruben usai keluar dari ruang operasi.

“Iya, dokter,” sahut Emery sesegera mungkin.

“Beritahu temanmu untuk segera menghadap ke ruanganku!” perintah Ruben sambil berlalu pergi.

“Baik!” Emery patuh. Dia memerhatikan Ruben yang berjalan cepat menuju ruang kerjanya.

“Pria angkuh itu pasti akan memarahi Sienna lagi,” pikir Emery.

Kalau begitu, Emery tidak akan membiarkannya kali ini. Karena bisa saja sahabatnya itu menjadi bulan-bulanannya lagi. Kasihan sekali Sienna. Sahabatnya itu bisa kena mental jika tertekan terus menerus oleh Ruben.

‘Kenapa sih dia tidak bisa lembek sedikit? Mentang-mentang senior, sok berkuasa,’ gumam Emery sambil melangkah pergi.

Emery pergi menyusul Ruben ke ruangannya. Dia berlari tergesa-gesa karena takut ketinggalan. Tanpa sengaja, seseorang mengikutinya dari belakang. Dia melihat Emery memasuki ruang kerja dokter Ruben. Ketika Emery menoleh ke belakang, orang itu segera bersembunyi.

Ceklek!

Emery membuka pintu lalu menutupnya kembali perlahan-lahan. Dia melihat Ruben sedang merebahkan tubuhnya di sofa saking kelelahan usai mengoperasi pasien yang mengalami pendarahan itu.

Ruben tidak begitu jelas mendengar Emery masuk ke ruangannya. Setahu dia, Sienna yang disuruhnya untuk menghadap ke ruangannya.

“Jika kamu seperti ini terus, kamu tidak akan bisa menjadi dokter spesialis. Kenapa kamu begitu bodoh dan tidak mengerti kata-kataku?” semprot Ruben. Dia kelewat marah karena juniornya itu malas belajar dan malas menghapal semua materi yang pernah diajarkannya.

“Sa-saya … Emery,” sahut Emery sambil memainkan jari jemarinya dengan canggung.

Mendengar koas yang diperintahkan untuk menghadapnya mangkir dari pemanggilannya, Ruben semakin emosi dan melampiaskannya pada Emery.

“Jadi, kamu yang akan menggantikan dia sekarang?” Ruben menatap ke arahnya. Dia memerhatikan penampilan Emery dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Penampilan Emery yang tampak acak-acakan dan semrawut semakin membuat Ruben bertambah kesal. Emery harus mengalihkan perhatian Ruben. Apa pun caranya agar seniornya itu tidak sampai memarahinya.

“Apa dokter mau kubuatkan kopi?” tawar Emery. “Saya akan membuatkannya untuk Anda sekarang juga. Jadi, Anda bisa bersantai sejenak.”

Emery berusaha menampilkan senyum meski dalam keadaan terpaksa. Dia juga menjelaskan maksud kedatangannya menemui Ruben di ruangannya. Intinya, dia ingin membela Sienna, sahabatnya.

Emery berusaha mengambil hati Ruben agar Sienna bebas dari hukuman. Begitu niat awalnya. Namun, tiba-tiba ada insiden lain yang membuat Emery dan Ruben dalam posisi yang bisa membuat orang lain salah paham jika melihatnya.

Sebelumnya, Emery memberikan secangkir kopi panas pada Ruben. Tiba-tiba, kakinya tersandung karpet dekat meja dan dia tak sengaja menumpahkan kopi panas itu tepat mengenai area sensitif Ruben.

“Aaaarrrrrggghhh!” Ruben mengerang kesakitan. Air tumpahan kopi panas itu mengenai pangkal pahanya.

Spontan, Emery mengambil tisu dan membersihkan noda kopi itu di bagian celana sang dokter. Glek! Emery tak sengaja menyentuh area terlarang itu dan membuat Ruben naik pitam.

“Apa-apaan kamu, hah?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status