Share

Ikut ke Hotel

Sementara, Emery masih memandangi dirinya dalam cermin. Dia merasa bersalah sekali pagi ini karena sudah tidur dengan Ruben semalam. Tanpa sepengetahuan Sienna. Seandainya saja Sienna tahu, habislah dia.

Siang itu, Emery sudah berdandan rapi dan hendak menemui Sienna di tempat yang sudah dijanjikan. Namun, ketika keluar dari rumah kosannya, seseorang membunyikan klakson mobil tepat di belakang Emery. Sontak saja, Emery terkejut melihat Ruben yang tengah duduk di jok kemudi memanggil Emery untuk segera masuk ke mobilnya.

“Astaga! Mau ngapain lagi dia?” gumam Emery. Dia terpaksa berjalan ke arah Ruben, membuka pintu mobilnya. Lalu, duduk di sebelahnya.

“Ada apa?” tanya Emery. Dia masih sebal dengan sikap Ruben tadi pagi.

“Kamu masih marah, ya?” Ruben memastikannya lagi. Dia melihat raut wajah Emery yang sedari tadi tidak mau memandang ke arahnya.

“Jelas saya marah! Di dunia ini mana ada wanita yang dengan sukarela menyerahkan seluruh harta berharganya untuk pria yang tidak dicintainya,” Emery sewot.

“Jadi, kamu membenciku sekarang? Kamu tidak takut? Aku ini, kan, seniormu,” goda Ruben. Dia berusaha mengembalikan lagi mood Emery yang ambyar.

“Ancaman Anda itu tidak akan mempan lagi untuk saya. Sebaiknya, simpan saja semua bujuk rayu Anda untuk wanita lain. Saya bukan tipe wanita yang sembarangan tidur dengan seorang pria.” Emery menegaskannya pada Ruben. Namun, pria itu hanya tersenyum sekilas menanggapi Emery.

“Baiklah! Kalau itu maumu. Jangan salahkan aku! Jika terjadi sesuatu sama kamu, terus aku nyuekin kamu saat itu.” Ruben lepas tanggung jawab. Sudah dibaikin malah ngelunjak, pikirnya sembari menatap wajah Emery yang masih menahan kesal kepadanya.

Emery menoleh. “Jika terjadi sesuatu yang mengerikan dalam hidup saya, Anda tentunya harus bertanggung jawab. Saya tidak peduli, Anda senior atau atasan saya nantinya. Saya hanya akan berjuang meraih keadilan. Paham?” tegasnya.

Ruben tersenyum lagi mendengar semangat juniornya yang membara bak seorang pejuang kemerdekaan saat ini. Dia juga menyimpan kekagumannya pada Emery. Wanita itu penuh ambisi. Semangatnya membuat Ruben mengacungkan dua jempol.

Ruben segera melajukan kendaraannya dan pergi meninggalkan rumah kos-kosan yang ditempati Emery. Tunggu sebentar! Emery kaget. Ruben hendak membawanya ke mana? Saat ini, Emery, kan, sudah ada janji dengan Sienna.

“Kita mau ke mana?” tanya Emery agak cemas. Dia melihat-lihat sekitarnya.

“Ke hotel,” sahut Ruben.

“A-apa? Ke hotel? Mau ngapain?” Emery terlonjak kaget setelah mengetahui Ruben akan membawanya ke hotel.

“Kenapa kamu sekaget itu? Santai dan bersikaplah biasa saja saat menanggapinya. Lebay banget.” Ekspresi datar ditunjukkan Ruben saat dia menoleh ke arah Emery.

“Maaf, saya tidak mau ikut Anda ke hotel. Cari wanita lain aja! Yang open BO banyak kok di aplikasi,” tolak Emery dengan tegas.

Ruben mengerutkan keningnya. Rupanya Emery salah persepsi. Wanita itu tidak tahu maksud Ruben membawanya ke hotel. Pria itu jadi ingin ketawa. Buruk sekali pemikiran Emery saat ini. Apa dia salah makan? Atau otaknya sedang koslet gara-gara semalam? pikir Ruben.

“Kamu ngomong apa sih? Memangnya kamu pikir aku mau ngajakin kamu ke sana? Otakmu ngeres banget, Emery,” cibir Ruben.

“Trus, ngapain dong kalau bukan untuk itu .…” Emery jadi kikuk dan salah tingkah. Dia grogi sekali di depan Ruben.

“Aku bawa kamu ke hotel untuk menemaniku menghadiri acara lain di sana. Bukan untuk melakukan sesuatu yang tidak-tidak di sana. Ngaco kamu!” jelas Ruben.

“Acara lain itu apa?” ulang Emery. Dia harus tahu dulu maksud dan tujuan Ruben membawanya.

“Acara seminar kedokteran,” terang Ruben.

Oh, begitu rupanya. Sekarang, Emery tahu maksud Ruben mengajaknya pergi ke hotel. Tapi, kan! Dia sudah ada janji lain dengan Sienna. Dia baru menyadarinya sekarang.

Berhenti! Stop! Stop! Emery menghentikan Ruben sesegera mungkin. Saat itu, Ruben kaget dan menepikan kendaraannya di pinggir jalan.

“Aaaahhh! Sial! Kenapa kamu menyuruhku berhenti di tengah jalan? Kalau aku nggak ngerem mendadak bisa-bisa .…” Ruben sewot. Kalimatnya terhenti beberapa saat. Emery langsung menyela pembicaraannya.

“Saya sudah ada janji lain. Jadi, saya tidak bisa menemani Anda ke sana. Maafkan saya,” sesal Emery. Dia bergegas turun dari mobil Ruben. Namun, pria itu tidak mengizinkannya.

“Tunggu! Kamu mau ke mana?” cegah Ruben sembari memegangi tangan Emery dengan erat. “Suruh siapa kamu bisa pergi?”

“Saya udah ada janji makan siang dengan teman,” Emery memberitahu.

“Temanmu? Yang mana?” Ruben curiga. Matanya menyipit dan dia menyudutkan Emery. “Apa temanmu itu seorang pria?” tanyanya lagi.

“Bukan. Maafkan saya sekali lagi. Saya tidak punya banyak waktu lagi. Sudah telat,” Emery langsung turun dari mobil. Lalu, dia naik bus kota.

Emery meninggalkan Ruben begitu saja. Pria itu tersenyum sinis menanggapinya. Sepertinya dia diabaikan oleh juniornya.

“Kurang ajar!” gerutu Ruben sembari memukul stir kemudinya karena gusar.

‘Awas kamu, Emery!’ ancamnya dalam hati. Tiba-tiba, dia kepikiran ide untuk mengerjainya. Senyum licik pun mengembang di sudut bibirnya.

***

Sesampainya Emery di kafe, tempatnya janji temu dengan Sienna, dia terkejut melihat Sienna tergesa-gesa keluar dari kafe. Gawat!

“Emery, syukurlah kamu sudah datang! Kita harus segera pergi,” kata Sienna memberitahunya.

“Ada apa?” Emery ikut panik. Tangannya digandeng Sienna dan tidak lama kemudian taksi online menghampiri mereka di depan kafe.

Sienna belum menjelaskan apa-apa pada Emery. Wanita itu sibuk sekali menelpon. Sampai-sampai, dia melupakan Emery yang berada di sampingnya. Apa hanya Emery yang tidak tahu apa-apa saat ini?

Usai Sienna menelpon, Emery bertanya pada sahabatnya itu. Apa yang terjadi dan mau ke mana mereka pergi? Dua pertanyaan itu yang sedari tadi mengganjal dalam benak Emery. Sejak keduanya keluar dari kafe tanpa sempat makan siang bersama seperti yang sudah dijanjikan.

“Sebenarnya kita mau ke mana sih?” tanya Emery. Sienna menoleh.

“Emangnya kamu nggak tahu? Sekarang ini kita harus menghadiri seminar di hotel,” Sienna memberitahu.

“Oh ya? Haruskah kita juga ikut ke sana? Bukannya ini hari libur kita?” pikir Emery. Kenapa tujuannya sekarang sama seperti Ruben?

“Dokter Ruben memerintahkan koas yang libur hari ini untuk pergi ke sana. Katanya penting sekali untuk koas seperti kita,” terang Sienna.

Emery tidak habis pikir saja. Kenapa jatah liburnya harus diisi dengan mengikuti kegiatan seminar? Tadinya, kan, Emery dan Sienna mau jalan-jalan, ngafe, dan hangout ke mall. Sekarang semua rencananya gagal. Hanya wacana. Gagal total semuanya. Makanan enak yang sudah terbayang di pelupuk mata musnah sudah.

“Dia sengaja kayaknya,” gumam Emery. Sienna memerhatikannya dari tadi.

“Sengaja gimana maksud kamu, Mer?” Sienna tidak mengerti.

Emery menggeleng. Dia segera menyangkalnya. Jangan sampai Sienna tahu, kalau Emery sebelumnya bertemu dengan Ruben dan menyuruhnya menemani di acara seminar kedokteran.

Berbeda dengan Emery, Sienna justru menaruh curiga pada Emery. Sejak kapan Emery bersikap seperti itu di depan sahabatnya sendiri? Ada banyak hal yang Emery sembunyikan dari Sienna akhir-akhir ini. Sienna jadi berburuk sangka pada Emery.

Beberapa menit kemudian, Emery dan Sienna tiba di hotel. Keduanya masuk ke sebuah ballroom hotel untuk menghadiri seminar kedokteran. Astaga! Kenapa harus ke tempat itu sih? Rasanya Emery ingin sekali menyembunyikan wajahnya saat berada di ruangan elit itu. Dia malu sekali ketika harus bertemu dengan Ruben.

“Itu dokter Ruben!” tunjuk Sienna. Emery langsung memalingkan wajahnya.

“Ya ampun! Mau ngapain dia ke sini?” Emery jadi kikuk sendiri ketika Ruben mendekati mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status