Adrian mengikutinya dari belakang. Dia tersenyum agak sinis di saat Emery membelakanginya. Sepertinya ada yang sedang direncanakannya saat ini untuk Emery.
Mereka bicara di luar gedung perpustakaan yang menghadap ke arah taman kampus. Emery yang akan memulai pembicaraan duluan.
“Adrian, jika kamu terus bersikap seperti ini padaku, aku akan langsung bicara pada ayahmu dan membatalkan pertunangan ini,” gertak Emery.
“Jangan lakukan itu! Kamu tidak tahu siapa dan bagaimana ayahku, Emery,” cegah Adrian.
“Karena itulah, aku harus segera menghentikan kekonyolan ini sebelum semuanya menjadi masalah besar untukku,” jelas Emery.
“Jangan coba-coba melawan ayahku! Kamu bisa bekerja lagi di rumah sakit berkat kekuatan ayahku. Apa kamu lupa tentang hal itu?” ancam Adrian.
“Apa kamu bilang?” Emery membelalak kaget setelah Adrian mengingatkannya lagi.
“Sebaiknya kamu terima saja pertu
Besok siang, profesor Rudiana sudah diperbolehkan pulang. Ruben akan mengurusnya langsung. Malam ini, dia akan pulang dan mempersiapkan segalanya di rumah ayahnya.Setelah semua orang meninggalkan ruang inap profesor Rudiana, Sean masih memerhatikan gerak-gerik Emery dan Ruben yang sangat mencurigakan. Keduanya pulang bersama dan saling bersenda gurau.“Apa mereka sangat leluasa sekarang?” Sean merasa heran.Ruben dan Emery tiba di basement rumah sakit. Tak lama waktu berselang, mobil Ruben pun melaju dengan cepat meninggalkan rumah sakit.Sepanjang perjalanan pulang, mereka bicara banyak hal. Keduanya sedang berdiskusi tentang kepulangan ayahnya dan masalah pertunangan Emery dengan Adrian.“Aku akan bicara pada Tuan Milano dan membatalkan pertunangan itu,” kata Emery.“Kamu yakin bisa membatalkannya? Bagaimana kalau dia menolak dan terus melanjutkan pertunangan itu?” Ruben ragu-ragu.“Lalu, a
“Aku tidak akan mengulur waktu lagi. Lebih cepat akan lebih baik,” kata Emery.“Aku sudah memperingatkanmu supaya berhati-hati bicara di depan ayahku, Emery. Namun, jika kamu bersikeras silakan saja. Kuharap kamu tidak merengek dan meminta bantuanku nanti.”“Tidak akan. Jika kamu tidak mau membantuku menyelesaikan masalah ini, maka aku sendiri yang akan menuntaskannya,” tegas Emery. Dia pergi meninggalkan Adrian dengan tergesa-gesa.Usai jam kerja, Emery pergi menemui Tuan Milano di perusahaannya. Sesuai janjinya, hari ini dia akan mengatakan langsung permasalahannya sekaligus membatalkan pertunangannya dengan Adrian.Selang beberapa menit kemudian, Emery dipersilakan masuk menemui Tuan Milano di ruangannya.“Silakan masuk, Nona!” kata sekretaris memberitahu Emery.“Terima kasih,” ucap Emery membalas kebaikan sekretaris itu.Emery memasuki ruang kerja Tuan Milano. Seandainya saja bukan calon menantunya, tidak ada seorang pun yang leluasa memiliki akses bertemu dengan Tuan Milano. Bahk
“Apa tadi siang kamu bertemu dengan Tuan Milano?” tanya Ruben di taman rumah sakit. Emery pergi menemuinya dan janjian bertemu dengan suaminya di sana.“Aku terpaksa menemuinya. Karena menurutku, masalah ini tidak akan selesai kalau aku diam saja. Aku harus berani menghadap Tuan Milano,” sahut Emery.“Tapi, Sayang … aku sudah bilang sama kamu. Jangan gegabah!” sesal Ruben. “Aku sudah menyuruhmu untuk bersabar. Aku akan menemukan jalan keluarnya.”“Sampai kapan?” desak Emery. “Sampai kamu melihat aku menikah dengan Adrian?”“Tidak. Maksudku bukan begitu. Aku hanya butuh waktu untuk menyelesaikan semua permasalahan ini,” bantah Ruben.Emery tersenyum agak sinis menanggapinya. “Kamu selalu menyuruhku bersabar tapi kamu tidak melakukan apa-apa untuk melindungiku.”“Sayang,” desis Ruben. “Tenanglah!”“Aku nggak bisa tenang. Aku sedang memperjuangkan hubungan kita. Memangnya kamu mau aku direbut pria lain? Begitukah?”Emery dan Ruben sedang berdebat di taman. Tanpa sengaja Sean melihat pert
“Hanya ciuman?” Emery tidak merasa puas.Ruben menggeleng. “Tidak hanya itu. Aku membelikanmu sesuatu. Tutup matamu, Sayang!”“Apa itu?” Emery makin tidak sabaran. Dia mengira-ngira, apa yang akan diberikan Ruben kepadanya.“Sekarang, coba buka matamu!” Ruben memerintahkan.“Astaga!” Emery terkejut melihat kado istimewa pemberian dari Ruben. Sebuah kalung berlian.“Ini untukku?” Emery memastikan. Ruben mengangguk mantap.“Terima kasih, suamiku. Kamu yang terbaik yang pernah kumiliki,” puji Emery.Emery meminta izin Ruben untuk menemui ayahnya, profesor Rudiana. Dia ingin sekali pergi ke rumah ayah mertuanya itu untuk memberitahukan bahwa dia berhasil lulus dengan nilai sempurna, sesuai dengan keinginan profesor Rudiana selama ini.Awalnya, Ruben agak keberatan dengan niat Emery pergi menengok ayahnya. Namun, dia tidak bisa menolak keinginan Emer
Hari kelulusan sudah ada di depan mata. Emery senang sekali di hari istimewanya itu, kedua orang tuanya datang menemaninya. Mereka begitu bangga pada putrinya. Kini, dia sudah menjadi dokter spesialis kandungan.“Selamat ya, Emery,” ucap teman-temannya. Satu per satu mereka menghampiri dan membawakan bunga untuknya.Tidak hanya teman-temannya yang datang siang itu. Sean juga datang memberinya ucapan selamat atas kelulusannya.“Emery, selamat atas kelulusanmu. Aku ikut senang di hari istimewamu ini,” ucap Sean seraya memberikan hadiah kecil untuk Emery.“Hadiah apa itu?” Emery penasaran sekali. Orang tuanya juga sangat ingin tahu. Apa yang diberikan Sean pada Emery.Sebuah jam tangan mahal merek ternama. Emery terkejut mendapatkannya. Dia sangat berterima kasih sekali pada Sean. Setelah melihat Sean dan Emery berbincang, orang tuanya pergi dan menunggu Emery di mobil. Kata Emery, dia tidak akan lama dan segera men
Emery sudah menjadi dokter spesialis kandungan sekarang. Di rumah sakit, dia menjadi dokter inti dan asisten pribadi dokter Ruben. Ada banyak pasang mata yang sepertinya tidak suka dengannya. Bukan karena prestasinya di rumah sakit. Melainkan ada banyak berita miring tentangnya.Semua orang menggunjing Emery. Sejak dia menjadi asisten pribadi Ruben, rekan-rekan di rumah sakit merasa adanya pilih kasih yang dilakukan oleh Ruben pada Emery. Tidak hanya itu, Emery juga sering mendapat sindiran terkait keberadaannya. Yang merupakan rekomendasi langsung dari Tuan Milano.“Mulus sekali perjalanan karirnya,” cibir rekan kerjanya. Dia mengatakannya di belakang Emery. Tepat saat Emery melewatinya.Emery menghentikan langkahnya. Lalu, dia menoleh ke arah rekannya, seorang dokter wanita. “Apa kamu sedang membicarakan saya?”Dokter wanita itu memalingkan wajah kesalnya. Dia malas sekali meladeni Emery yang mulai mencurigainya. Dia melirik sebentar ke arah Emery yang berkacak pinggang memerhatikan
“Sabarlah dulu, Sayang. Aku akan menyelesaikan masalah kita satu per satu,” bujuk Ruben.“Masalah kita bisa menumpuk jika kamu masih mengulur waktu. Sampai detik ini kamu belum juga membicarakan masalah pertunanganku dengan Tuan Milano, kan?” singgung Emery.“Itu ….” Ruben terbata-bata. Sudah Emery duga, Ruben pasti belum sempat membicarakannya dengan Tuan Milano dan Adrian. Jika tahu masalahnya akan seperti ini, seharusnya Emery saja yang menyelesaikannya waktu itu.“Sayang, kamu marah padaku?” Ruben merasa bersalah ketika Emery memalingkan wajahnya membelakangi Ruben, saking kesalnya.“Ya, aku sangat marah saat ini,” ketus Emery. Dia bangkit dari tempat duduknya dan hendak pergi.Ruben meraih tangan Emery dan memintanya untuk tetap tinggal bersamanya. Saat ini, dia sedang ingin ditemani istri tercintanya.“Honey, you are my world, my everything. You are all I have got. You are my father, mother, sister, brother and my friend. You mean everything to me.
Keesokan harinya, Ruben datang menghadap Tuan Milano. Setelah rapat dewan direksi berakhir, dia menghampiri Tuan Milano. Kebetulan sekali ada yang ingin ditanyakan Tuan Milano kepadanya. Terkait pengangkatan Emery menjadi dokter asisten pribadinya.“Dokter Ruben, kenapa bukan dokter Sienna saja yang menjadi asistenmu? Apa alasanmu menjadikan dokter Emery sebagai asisten pribadimu?” Tuan Milano mulai mencurigai Ruben. Karena rekomendasi Ruben bertentangan dengan keinginan Tuan Milano.“Dokter Emery sangat kompeten. Dia juga termasuk dokter yang cepat tanggap dan sigap dalam menanggulangi semua permasalahan medis di rumah sakit. Saya menginginkan orang cekatan seperti itu berada di samping saya,” jelas Ruben.“Apa Anda sudah mempertimbangkannya sekali lagi tentang tanggapan rekan-rekan dokter di sini? Akhir-akhir ini saya sering mendapat laporan tentang kedekatan kalian berdua.” Tuan Milano memastikannya lagi.“Buka
Hujan mulai turun perlahan, rintik-rintiknya membasahi wajah Sienna yang masih terpaku menatap Sean. Cahaya dari lampu-lampu kecil di sekitar mereka memantul di butir-butir air yang jatuh, menciptakan suasana magis yang tak terduga.“Apa yang dia lakukan?” Sienna terkejut dengan sikap Sean.Sean, meski basah kuyup, tetap bertahan dalam posisinya, berlutut di tanah dengan kotak kecil berisi cincin yang terbuka di tangannya.“Sienna,” kata Sean dengan suara yang serak namun penuh ketulusan, “aku tidak pernah ragu tentang kita. Aku hanya ingin momen ini menjadi sesuatu yang tak akan pernah kamu lupakan. Kamu adalah bagian terbaik dari hidupku, dan aku ingin menghabiskan sisa waktuku bersamamu.”Sienna merasakan hatinya mencair seperti es yang tersentuh sinar matahari. Padahal saat itu sedang turun hujan deras. Air matanya bercampur dengan rintik hujan, tetapi senyumnya mulai merekah, meskipun bibirnya gemetar.&ldqu
Di Paris, Emery dan Ruben memulai kehidupan baru mereka sebagai keluarga kecil yang bahagia. Mereka tinggal di sebuah apartemen mewah yang menghadap ke arah Menara Eiffel, tempat yang menjadi simbol awal cinta dan harapan baru.“Mommy ….” ucap Ben kecil yang mulai belajar bicara dan berjalan. Emery terkejut dengan pertumbuhan Ben yang berkembang pesat.Ben, yang kini semakin tumbuh ceria dan sehat, membawa warna ke dalam hari-hari mereka.Emery melanjutkan kariernya sebagai dokter di salah satu rumah sakit ternama di Paris bersama suaminya, Ruben. Setiap akhir pekan, jika tidak sibuk menangani pasien di rumah sakit, mereka menghabiskan waktu bersama-sama dengan Ben dan mendokumentasikan semua kegiatannya di sana.Di sela-sela kesibukan mereka, Ruben sering mengajak Emery berjalan-jalan di sepanjang Seine atau menikmati makan malam romantis di bistro kecil. Dalam satu momen manis, mereka duduk di kursi taman, memandangi lampu-lampu kota
Adrian akhirnya memberanikan diri untuk menemui Sean di rumah sakit. Saat dia masuk ke kamar, Sean sedang berbincang ringan dengan Emery.‘Sial! Kenapa Emery ada di sini?’ Adrian jadi segan dan ingin segera mengurungkan niatnya.Ketika melihat Adrian berdiri di pintu, Sean memintanya masuk. Suasana di kamar inap pun menjadi canggung. Adrian dengan raut wajah penuh penyesalan, menyerahkan surat yang dia tulis untuk Sean. Dia meletakkannya di atas meja kecil dekat ranjang pasien.“Emery ….”Emery membuang muka saat Adrian menoleh ke arahnya. Dia masih kesal pada sang direktur. Adrian tahu, perbuatannya mungkin tidak akan pernah bisa termaafkan oleh Emery."Saya tahu permintaan maaf saya tidak cukup," ucap Adrian dengan suara berat. "Tapi, saya ingin kalian tahu, saya benar-benar menyesal atas semua yang terjadi waktu itu."Emery dan Sean kompak terdiam menanggapi permintaan maaf Adrian. Mereka masih tak berkutik
Setelah operasi yang memakan waktu cukup panjang dan kritis, Sean berhasil melewati masa-masa kritisnya. Dokter menyampaikan kabar baik kepada Emery, Ruben, dan Sienna, bahwa kondisi Sean mulai stabil. Namun, dia tetap membutuhkan pemulihan intensif di rumah sakit.“Syukurlah kalau begitu,” ucap Ruben.“Terima kasih, Tuhan.” Emery pun mengucap syukur pada Sang Maha Kuasa atas karunianya, operasi Sean berjalan lancar.“Aku akan memberitahu Sienna,” kata Ruben.“Biar aku saja yang menghubunginya,” tawar Emery.“Baiklah, kalau begitu. Aku akan mengurus kamar inapnya dulu. Jangan lupa, bayi kita,” pesan Ruben dengan tergesa-gesa.Emery mengangguk mantap. Dia mengerti dan bergegas melaksanakan perintah Ruben.Setelah menghubungi Sienna, Emery pun merasa lega. Dia hanya berharap, semoga saja Sean lekas pulih dari luka tembaknya. Dia teringat pesan Sienna untuk Sean.“E
Di guest house tempat Adrian menyembunyikan bayi Ben, ketegangan pun memuncak ketika Sean berhasil menemukan Ben di kamar terkunci. Emery yang menyusul masuk, memeluk putranya dengan penuh emosi. Emery tak kuasa menahan tangisnya setelah menemukan sang putra.Sean menyuruh Emery untuk segera melarikan diri. Berbahaya sekali bagi Emery dan bayi Ben. Namun, usaha mereka untuk melarikan diri terganggu oleh anak buah Adrian, yang membawa senjata dan mengepung mereka.Dalam kekacauan itu, Sean terluka parah akibat sebuah tembakan yang tidak disengaja ketika dia berusaha melindungi Emery dan Ben dari musuh.“Suara itu … siapa yang terluka?” Ruben membelalak kaget.Ruben, yang terlibat perkelahian sengit dengan Adrian di ruang utama, mendengar suara tembakan dan segera berlari ke arah Emery.“Kamu tidak apa-apa?” Ruben memastikan Emery dan putranya tidak kenapa-kenapa.Emery sesenggukkan. “Aku tidak apa-apa. Tap
“Adrian,” desis Laura. Wanita itu datang menghampiri Adrian perlahan-lahan.Adrian hanya sekilas meliriknya. Tanpa berbasa-basi, pria itu memilih untuk meninggalkannya di tengah-tengah pesta yang sedang berlangsung. Dia buru-buru pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri.Adrian tidak mengira bahwa dirinya terjebak dalam perjodohan yang dirancang oleh ayahnya sendiri, Tuan Milano dengan Laura, putri dari seorang wali kota. Perasaannya begitu hancur. Hatinya masih terpaut pada Emery, wanita yang kini berada di sisi Ruben.Meski menerima perjodohan demi menjaga reputasi keluarga, Adrian tidak bisa melepaskan obsesinya terhadap Emery. Sikapnya yang dingin dan egois membuat Laura merasa diabaikan malam itu, meski dia berusaha sebaik mungkin, menjalankan perannya sebagai tunangan yang sempurna di mata tamu undangan yang datang.“Sial!” rutuk Adrian. Dia tancap gas maksimal dan membuat kendaraannya mengebut di jalan raya pada malam ha
Ruben mulai geram dengan tingkah Adrian yang begitu berambisi dan terobsesi pada Emery. Adrian sudah terang-terangan menunjukkannya di hadapan Tuan Milano, orang tuanya.“Saya sudah bilang, saya akan mempertahankan Emery, apa pun yang terjadi,” tegas Adrian.“Apa?” Ruben hampir tersulut emosi mendengar pernyataan Adrian yang sudah memprovokasinya.“Dokter Ruben, pulanglah dulu! Saya akan bicara lagi dengan putra saya terkait kepindahan Emery. Saya akan menghubungimu lagi nanti,” kata Tuan Milano melerai pertengkaran antara Ruben dan Adrian.“Itu benar, Dokter Ruben! Kami akan memikirkan cara lain untuk membujuk putra kami,” bela Nyonya Milano.“Baik. Kalau begitu, saya permisi undur diri. Selamat siang, Tuan, Nyonya,” pamit Ruben. Sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan kediaman Tuan Milano, dia sempat melihat sorot mata Adrian yang mulai mengisyaratkan untuk mengajaknya perang mempereb
Sean dan Sienna tak berkutik lagi di hadapan Adrian. Mereka terlihat segan dan tidak bisa mengiyakannya.“Tidak apa-apa jika memang itu benar. Saya akan mendukung kalian,” kata Adrian.“Benarkah itu, Dok?” Sienna langsung antusias menaggapinya.“Tentu. Silakan saja! Itu hak kalian. Rumah sakit tidak berhak melarang-larang orang yang sedang jatuh cinta,” kata Adrian. Pernyataannya membuat Sean dan Sienna cukup senang.“Oh, iya. Kapan kalian akan berangkat?” Adrian mengalihkan pembicaraan.“Besok pagi,” sahut Sean.“Begitu rupanya. Selamat bertugas dan kalian harus kembali dengan selamat. Kudoakan semoga hubungan kalian bisa langgeng hingga ke jenjang pernikahan,” kata Adrian mendoakan mereka dengan setulus hati.“Amin,” ucap Sean dan Sienna bersamaan. Eh! Tumben sekali mereka kompak.Adrian terkejut merespon mereka. “Baiklah, aku permisi du
Sienna tergoda untuk mengambil ponsel Sean dan menjawab teleponnya. “Emery, ada apa pagi-pagi menelpon pacarku?”“Maaf, bukankah ini telepon Sean? Lalu, kamu … bukankah kamu Sienna?” sahut suara pria di seberang sana.Ups! Sienna gelagapan. Ternyata suara di seberang sana adalah suara Ruben, dokter senior di rumah sakit tempatnya bekerja, dahulu.“Oh, maaf Dokter Ruben. Kupikir tadi yang menelpon Emery,” ucap Sienna penuh penyesalan. Dia malu sekali karena sudah salah sangka dan salah orang.“Aku meminjam ponsel istriku karena ponselku mati total,” jelas Ruben.“Begitu rupanya.” Sienna mengerti. Namun, dia tidak bisa menyembunyikan rasa malunya karena sudah berburuk sangka.“Lalu, bagaimana denganmu? Kenapa telepon Sean ada padamu? Tadi, dia bilang dia sedang keluar dan menginap di rumah temannya. Apa jangan-jangan, kalian menginap bersama?” terka Ruben.&l