Jam satu malam, Lisa menunggu William di rumah mereka. Tapi pria itu tak juga pulang.Setelah dari pameran tadi, Lisa dibawa pulang oleh Brian. Awalnya Brian ingin memulangkan Lisa ke tempat orangtuanya. Akan tetapi, Lisa menolak dan lebih memilih untuk kembali ke rumahnya sendiri karena dia ingin bertemu dengan William.“Tidurlah, lelaki itu nggak akan pulang malam ini,” kata Brian.“Dia akan pulang meski terlambat.”“Siapa gadis itu? Dia yang selama ini dicintai oleh suamimu?”Mata Lisa melirik tajam ke arah Brian, tak suka jika lelaki itu berkata begitu kepadanya.“William hanya mencintaiku.”“Sampai kapan kamu mau berpura-pura buta, Lisa? Kamu jelas melihatnya tadi. Dia memeluk dan mencium gadis itu!”“Kamu sebaiknya pergi, Brian. Aku nggak mau lihat kamu untuk sementara waktu.”**Saat Rafael pulang dari mengantarkan Alexandra ke rumahnya. Baru lah setelah itu William memarkikan mobilnya di dekat rumah Alexandra.Dia masuk ketika pagar rumah ALexandra tidak dikunci dari dalam.Wi
Sejak Lisa melihat Alexandra kembali tadi malam, ia mulai curiga jika William akan menemui Alexandra dan bersamanya selama seharian ini dengan alasan bermain tenis.Karena tak percaya akhirnya Lisa menyuruh Brian agar mengikuti William diam diam, dan menyelidiki apakah William menemui Alexandra atau tidak.“Beri aku kabar kalau dia menemui Alexandra,” kata Lisa saat menghubungi Brian.“Oke.”Selama seharian berada di rumah, Lisa merasa tak tenang. Dia masih teringat bagaimana tadi malam William mencium Alexandra seperti itu. Hal yang tak pernah dilakukan lelaki itu kepadanya padahal dia jelas istri sahnya.Lisa mengambil ponselnya ketika mendengar ponselnya berdering. Dia berharap dari William meski itu tak mungkin, tapi ternyata memang bukan dari William.“Bagaimana? Dia menemui Alexandra?” tanya Lisa.“Dia bermain tenis, lalu makan siang. Setelah ini aku belum tau dia mau ke mana.”“Kalau begitu ikuti dia terus sampai dia pulang ke rumah.”“Mau sampai kapan kamu terus begini, Lisa?
Lisa akhirnya dibawa ke rumah sakit. William terkejut saat mendapati kenyataan bahwa Lisa sedang mengalami malnutrisi. Mengetahui jika anak satu satunya masuk ke rumah sakit, ayah dan ibu Lisa langsung menuju ke rumah sakit.Begitu masuk ke ruang di mana Lisa sedang tidur karena pengaruh obat, ayah Lisa pun murka.“Malnutrisi?” tanya mertua William tak percaya. “Anakku… bisa bisanya dia malnutri?”William dipukul keras oleh mertuanya. William diam saja ketika menerima pukulan demi pukulan yang dia dapatkan karena dia merasa bersalah atas apa yang menimpa Lisa.“Aku menikahkan anakku denganmu karena aku pikir dia akan bahagia denganmu. Tapi apa? Dia menderita di sepanjang tahun karena menjadi istrimu. Dan kamu sekalipun tidak pernah memberikan perhatian pada Lisa!” Pukulan terakhir mendarat begitu kencang, membuat ayah Lisa cukup terguncang. Dia memegangi dadanya yang tiba tiba terasa sesak.“Sudah, kita tunggu bagaimana hasilnya, kuharap Lisa akan baik baik saja.” Ibu mertua Lisa mem
Setelah beberapa hari, William mendapatkan surat perceraian antara dirinya dan Lisa. Surat tersebut dikirimkan ke kantor perusahaan dan Evan yang menyerahkannya.Hampir lima hari berlalu, dan kini William kembali ke apartemen miliknya. Dia tinggal sendiri di sana dan memulai hidup baru sebagai seorang duda.Tanpa ragu sedikit pun, William menandatangi kertas yang berada di dalam amplop cokelat.Evan yang melihatnya pun sedikit merasa aneh, karena William sama sekali tidak mengatakan apapun kepadanya masalah ini. Padahal William selalu bercerita kepadanya mengenai hal apapun agar bebannya dapat sedikit berkurang.Helaan napas terdengar dari arah William, dia menyandarkan punggungnya di kursi kemudian memandang Evan dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan dengan kata kata.“Aku menemui Alexandra akhir akhir ini,” katanya akhirnya.Evan sedikit terkejut mendapati bahwa William rupanya sudah bertemu dengan Alexandra.“Menemuinya di mana?”“Rumahnya.”“Tahu dari mana?”William tersenyum.“T
“William! William!” Lisa mengguncangkan tubuh William tapi lelaki itu tidak terpengaruh sedikit pun. Lisa makin khawatir apalagi ketika orang suruhan ayahnya menyeret William ke luar dari ruangan itu.“Jangan bawa dia! Kalian mau bawa dia ke mana!” teriak Lisa.Lisa mengejar ayahnya, lalu berlutut di depan ayahnya dan memohon pada ayahnya agar melepaskan William.“Melepaskan katamu? Tidak semudah itu Lisa, dia sudah mempermalukan keluarga kita.”“Jangan bunuh dia, Ayah. Kalau ayah membunuhnya, maka aku akan mati dengan William.”Mata ayah Lisa membulat.“Apa maksudmu!”“Aku berjanji, akan pergi jika William ayah bebaskan. Aku mohon ayah. Aku juga akan menikah dengan lelaki pilihanmu. Aku tidak akan menolaknya lagi.”Ayah Lisa mengembuskan napasnya. Tidak menyangka jika putri satu satunya akan bertindak senekat itu demi William.“Baiklah, tapi ada syaratnya,” kata ayah Lisa.Lisa mendongakan wajahnya lalu menatap ayahnya memohon.“Aku akan lepaskan dia, tapi setelah dua minggu. Aku aka
Alexandra langsung menghubungi Evan, sedikit berharap jika lelaki itu tidak mengganti nomornya sampai saat ini.“Halo?”“Om Evan?” tanya Alexandra sedikit ragu.“Ya.. siapa ini?”“Om ini aku, Alex!”“Alex!” ujarnya dengan senang dan ada nada kelegaan saat tahu jika yang menghubunginya adalah Alexandra. “Kebetulan aku mau ketemu sama kamu, kamu tau di mana William sekarang?” tanya Evan.“Aku barusan mau tanya sama om Evan, aku lihat di berita. Kenapa om William dibilang nggak bertanggungjawab Om?”Evan terdiam, terdengar helaan napas yang berat.“Kupikir William denganmu sekarang, dia sudah menghilang sejak tiga hari yang lalu!”“Apa!”Keduanya kemudian diam, tak ada yang bersuara hingga tiga menit kemudian… “Apa ini ada hubungannya sama Lisa, ya?” tanya Evan.“Tante Lisa, istri om Will?”“Iya, mereka berdua sudah bercerai. Kejadiannya kenapa pas banget setelah William menandatangani surat cerai itu. Terus perusahaan sekarang lagi kacau.”“Bisa ketemu langsung, Om?” tanya Alexandra.“
Dua minggu berlalu, William akhirnya bisa keluar dari tawanan mantan ayah mertuanya. Dengan diantar oleh Lisa, malam itu adalah malam terakhir bagi William dan Lisa bertemu karena setelah hari itu, Lisa memutuskan akan pergi keluar negeri seperti janjinya pada ayahnya.William memasuki apartemennya, dia terkejut ketika melihat Evan dan Alexandra ada di sana.Mereka berdua juga terkejut melihat kedatangan William yang tiba tiba.“Om!” panggil Alexandra, dia langsung memeluk William,“Om ke mana aja? Dua minggu nggak ada kabar?” lanjutnya lagi.William sempat tersenyum meski terlihat lesu, dia berjalan ke arah sofa di mana Evan sudah menunggu jawaban yang dia cari selama ini.“Aku hampir melaporkan Anda ke kantor polisi karena menghilang selama dua minggu,” kata Evan.Lagi lagi William tersenyum tipis.“Pasti ada sesuatu yang terjadi, Om nggak sengaja menghilang seperti yang diberitakan oleh orang orang, kan?” William menghela napasnya, dia pun menceritakan semuanya pada Evan dan Alexa
“Sebaiknya aku pergi, sepertinya aku datang di tempat yang salah.” William berdiri setelah mengambil jasnya. Namun sedetik kemudian dia membeku ketika wanita itu berkata,“Bukankah kamu ingin merebut lagi posisimu? Mau sampai kapan kamu terpuruk seperti ini?“Dan.. ingat. Aku ke sini bukan karena menyukaimu, tapi gadis itu datang kepadaku dan memohon padaku agar membantumu. Karena dia tahu, dia tak ada kekuatan untuk menolongmu saat ini.”William menoleh dengan sinis.“Kamu yakin dia bilang seperti itu kepadamu?”Kini Nikita giliran Nikita yang menarik satu sudut bibirnya.“Memangnya dari mana aku bisa tau kamu ada di sini kalau bukan gadis itu yang mengaturnya.“Duduklah, kalau kamu mau tau apa yang sebenarnya bisa aku bantu. Tapi kamu harus membantuku.”**Malam itu perasaan William bercampuraduk, antara kesal dan kecewa pada Alexandra karena sudah membohonginya.Dia berusaha untuk menelpon Alexandra tapi tak diangkatnya. Dan ketika dia mencoba mendatangi rumahnya, tempat itu sepi