Setelah beberapa hari, William mendapatkan surat perceraian antara dirinya dan Lisa. Surat tersebut dikirimkan ke kantor perusahaan dan Evan yang menyerahkannya.Hampir lima hari berlalu, dan kini William kembali ke apartemen miliknya. Dia tinggal sendiri di sana dan memulai hidup baru sebagai seorang duda.Tanpa ragu sedikit pun, William menandatangi kertas yang berada di dalam amplop cokelat.Evan yang melihatnya pun sedikit merasa aneh, karena William sama sekali tidak mengatakan apapun kepadanya masalah ini. Padahal William selalu bercerita kepadanya mengenai hal apapun agar bebannya dapat sedikit berkurang.Helaan napas terdengar dari arah William, dia menyandarkan punggungnya di kursi kemudian memandang Evan dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan dengan kata kata.“Aku menemui Alexandra akhir akhir ini,” katanya akhirnya.Evan sedikit terkejut mendapati bahwa William rupanya sudah bertemu dengan Alexandra.“Menemuinya di mana?”“Rumahnya.”“Tahu dari mana?”William tersenyum.“T
“William! William!” Lisa mengguncangkan tubuh William tapi lelaki itu tidak terpengaruh sedikit pun. Lisa makin khawatir apalagi ketika orang suruhan ayahnya menyeret William ke luar dari ruangan itu.“Jangan bawa dia! Kalian mau bawa dia ke mana!” teriak Lisa.Lisa mengejar ayahnya, lalu berlutut di depan ayahnya dan memohon pada ayahnya agar melepaskan William.“Melepaskan katamu? Tidak semudah itu Lisa, dia sudah mempermalukan keluarga kita.”“Jangan bunuh dia, Ayah. Kalau ayah membunuhnya, maka aku akan mati dengan William.”Mata ayah Lisa membulat.“Apa maksudmu!”“Aku berjanji, akan pergi jika William ayah bebaskan. Aku mohon ayah. Aku juga akan menikah dengan lelaki pilihanmu. Aku tidak akan menolaknya lagi.”Ayah Lisa mengembuskan napasnya. Tidak menyangka jika putri satu satunya akan bertindak senekat itu demi William.“Baiklah, tapi ada syaratnya,” kata ayah Lisa.Lisa mendongakan wajahnya lalu menatap ayahnya memohon.“Aku akan lepaskan dia, tapi setelah dua minggu. Aku aka
Alexandra langsung menghubungi Evan, sedikit berharap jika lelaki itu tidak mengganti nomornya sampai saat ini.“Halo?”“Om Evan?” tanya Alexandra sedikit ragu.“Ya.. siapa ini?”“Om ini aku, Alex!”“Alex!” ujarnya dengan senang dan ada nada kelegaan saat tahu jika yang menghubunginya adalah Alexandra. “Kebetulan aku mau ketemu sama kamu, kamu tau di mana William sekarang?” tanya Evan.“Aku barusan mau tanya sama om Evan, aku lihat di berita. Kenapa om William dibilang nggak bertanggungjawab Om?”Evan terdiam, terdengar helaan napas yang berat.“Kupikir William denganmu sekarang, dia sudah menghilang sejak tiga hari yang lalu!”“Apa!”Keduanya kemudian diam, tak ada yang bersuara hingga tiga menit kemudian… “Apa ini ada hubungannya sama Lisa, ya?” tanya Evan.“Tante Lisa, istri om Will?”“Iya, mereka berdua sudah bercerai. Kejadiannya kenapa pas banget setelah William menandatangani surat cerai itu. Terus perusahaan sekarang lagi kacau.”“Bisa ketemu langsung, Om?” tanya Alexandra.“
Dua minggu berlalu, William akhirnya bisa keluar dari tawanan mantan ayah mertuanya. Dengan diantar oleh Lisa, malam itu adalah malam terakhir bagi William dan Lisa bertemu karena setelah hari itu, Lisa memutuskan akan pergi keluar negeri seperti janjinya pada ayahnya.William memasuki apartemennya, dia terkejut ketika melihat Evan dan Alexandra ada di sana.Mereka berdua juga terkejut melihat kedatangan William yang tiba tiba.“Om!” panggil Alexandra, dia langsung memeluk William,“Om ke mana aja? Dua minggu nggak ada kabar?” lanjutnya lagi.William sempat tersenyum meski terlihat lesu, dia berjalan ke arah sofa di mana Evan sudah menunggu jawaban yang dia cari selama ini.“Aku hampir melaporkan Anda ke kantor polisi karena menghilang selama dua minggu,” kata Evan.Lagi lagi William tersenyum tipis.“Pasti ada sesuatu yang terjadi, Om nggak sengaja menghilang seperti yang diberitakan oleh orang orang, kan?” William menghela napasnya, dia pun menceritakan semuanya pada Evan dan Alexa
“Sebaiknya aku pergi, sepertinya aku datang di tempat yang salah.” William berdiri setelah mengambil jasnya. Namun sedetik kemudian dia membeku ketika wanita itu berkata,“Bukankah kamu ingin merebut lagi posisimu? Mau sampai kapan kamu terpuruk seperti ini?“Dan.. ingat. Aku ke sini bukan karena menyukaimu, tapi gadis itu datang kepadaku dan memohon padaku agar membantumu. Karena dia tahu, dia tak ada kekuatan untuk menolongmu saat ini.”William menoleh dengan sinis.“Kamu yakin dia bilang seperti itu kepadamu?”Kini Nikita giliran Nikita yang menarik satu sudut bibirnya.“Memangnya dari mana aku bisa tau kamu ada di sini kalau bukan gadis itu yang mengaturnya.“Duduklah, kalau kamu mau tau apa yang sebenarnya bisa aku bantu. Tapi kamu harus membantuku.”**Malam itu perasaan William bercampuraduk, antara kesal dan kecewa pada Alexandra karena sudah membohonginya.Dia berusaha untuk menelpon Alexandra tapi tak diangkatnya. Dan ketika dia mencoba mendatangi rumahnya, tempat itu sepi
Entah mengapa William harus berada di sana, di tengah tengah sebuah keluarga yang memandangnya dengan tatapan yang sinis. Sesaat setelah Nikita mengatakan bahwa dia akan menikah dengan William, sontak keluar besar Nikita menentangnya karena mengetahui masalalu William yang terlalu banyak skandal. Tidak hanya itu, William saat ini sudah tidak memiliki apapun selain kepercayaan dirinya untuk menikahi Nikita.“Ayah, ini sudah keputusanku, memangnya apa bedanya kalau aku menikah dengan anak teman ayah?”Ayahnya mendengus mengejek. “Kamu cuma mau mempermalukan keluargamu, kan?”Nikita menyesap air putihnya lalu tersenyum.“Batalkan keinginanmu untuk menikahinya, atau jika tidak sebaiknya kamu pergi dari rumah ini dan hotel itu akan diambil alih adikmu.”William melirik ke arah Nikita yang seakan tidak gentar pada pendiriannya. Dia masih duduk dengan wajah yang tenang.“Baiklah, kalau mau ayah begitu. Toh, aku sudah banyak pengalaman dalam bidang ini dibandingkan Naomi. Ada banyak perusaha
Pernikahan antara William dan Nikita pun sudah sah di mata hukum. William benar benar tidak percaya dengan apa yang menimpanya saat ini. Bagaimana bisa dia yang belum ada enam bulan bercerai dengan Lisa, kini menikah dengan wanita lain, dan itu bukan ALexandra?“Kita sudah sepakat untuk tinggal di apartemenmu. Aku akan tidur di kamar bekas keponakanmu, dan kamu tidur di kamarmu sendiri,” kata Nikita ketika dia masuk ke dalam mobil.Ia kesulitan ketika mengangkat gaun pengantinnya untuk dimasukkan ke dalam mobil.“Iya.”“Tidak perlu bulan madu, lagi pula aku sedang nggak mau berhubungan intim denganmu dulu.”William memicingkan matanya dan mengangkat satu sudut bibirnya. Nikita yang suka bicara blak-blakan benar benar membuatnya syok. Wanita itu benar benar memiliki gaya bebas yang sanggup membuat orang lain terkejut.“Bisa nggak ucapanmu itu diperhalus sedikit.”“Kenapa? Apa terdengar kasar? Lagipula kita seumuran.”“Bukan masalah seumuran.” William memutar bola matanya.Mobil mereka
Keesokan harinya, jam belum menunjukkan pukul lima. Tapi sosok bayangan wanita berambut sebahu sedang duduk di kursi meja makan dan menyesap kopinya dengan hikmat.William menghela napasnya, dia hampir lupa jika apartemennya kedatangan anggota baru. Dia pikir ada hantu wanita yang sedang bergentayangan di sana usai dirinya menonton film horor sampai dini hari.“Kamu setiap hari bangun sepagi ini?” tanya William dengan syara seraknya. Dia duduk berhadapan dengan Nikita sambil meneguk air mineral di dalam botol.“Biasanya jam tiga, lari pagi, olahraga sebentar, sarapan, membaca berita. Hari ini aku cukup kesiangan. Mungkin kelelahan karena tadi malam.”Hampir saja William menyemburkan air dari dalam mulutnya, tapi untung saja bisa dia tahan.“Memangnya tadi malam kamu ngapain? Kamu tidur, kan?” tanya William curiga.“Kalau ada orang yang bertanya kamu bisa bilang kita begadang sampai jam tiga pagi.”“Kenapa juga mereka harus bertanya hal seperti itu,” decak William kesal.“Maklum, kita