William menatap gundukan tanah merah yang sudah dipenuhi oleh bunga. Dia menatapnya begitu lama, sampai tak sadar jika tangan seseorang menepuknya dari belakang.“Pulang ke tempatku dulu, Abraham menangis dan mencari ibunya,” kata ayah mertuanya waktu itu.William menoleh lalu mengangguk.Fiona masih berada di rumah sakit dan dijaga oleh pengasuhnya. Sementara itu Abraham dibawa ke rumah kakek dan neneknya karena tadi malam dia belum mengetahui jika ibunya sudah pergi untuk selamanya.Dan tadi pagi, ketika dia diberitahu oleh neneknya. Abraham menangis kemudian pingsan. Hingga kemudian tak sempat melihat ibunya untuk terakhir kalinya.Hati William beku. Dia masih berdiri di sana dalam waktu yang cukup lama.Panas terik dia abaikan bahkan ketika mengenai tepat di atas kepalanya.Hingga sebuah payung menghalau panas untuknya. Ketika William melihat ke belakang, dia melihat Alexandra berdiri memegang payung untuknya.Alexandra mengenakan gaun hitam dan kacamata hitam. Dia juga memakai ma
Beberapa hari kemudian …Pintu apartemen Alexandra terdengar bunyi bel. Waktu itu pembantunya sedang pergi membeli sayur untuk di masak hari itu, jadi dia sendiri yang membuka pintu untuk tamu yang datang.Namun, Alexandra terkejut ketika dia melihat William tidak datang sendiri.Ada dua anak kecil berdiri di belakangnya dan menatapnya takut takut.“Aku titip mereka,” kata William tiba tiba.Fiona yang pernah bertemu dengan Alexandra mengenggam ujung jas William dengan erat.“Titip?”William mengangguk.“Hanya sebentar. Nanti aku ke sini lagi jam satu siang.”Alexandra tahu mereka berdua memiliki pengasuh. Dan tiba tiba membawa ke apartemennya adalah sebuah ide William agar dirinya dapat dekat dengan Abraham dan Fiona.“Nanti, ada yang ingin aku katakan padamu.”Alexandra yang bingung membuka pintunya dengan lebar kemudian mempersilakan anak anak itu masuk.“Tapi Pa, ada hantu di rumah ini, Fiona takut,” rengek Fiona.Abraham yang hendak masuk pun mundur lagi kemudian menatap William
Ketika William datang siang itu, anak anak sedang tidur bersama dengan Alexandra di kamarnya.Apartemen yang berantakan dan kamar yang berantakan. Belum lagi wajah Alexandra yang sepertinya dimake up tanpa sepengetahuan wanita itu pun membuat William yakin jika mereka bertiga sudah dekat.“Apa mereka tadi bermain bersama?” tanya William pada pembantu yang mulai membersihkan apartemen.“Iya Pak, benar. Mereka lebih cepat akrab.”William mengangguk mengerti.“Aku akan menunggu di sini kalau begitu.”William memilih untuk duduk di balkon sambil menunggu mereka bertiga bangun.“Jangan bangunkan mereka,” kata William lagi.“Baik Pak.”Hingga satu jam kemudian, pintu balkon digeser oleh seseorang. Lalu dia duduk di sebelah William.Alexandra mengamati wajah lelaki yang sedang memejamkan matanya itu lalu tersenyum.“Jam berapa om datang?” tanya Alexandra.William membuka matanya lalu menoleh ke samping.“Satu jam yang lalu, mungkin. Kenapa kamu bangun?”“Dari kamar kelihatan om William. Jad
Mimpi buruk telah usai, Alexandra kini dapat menjalani hidup bahagianya bersama dengan William. Semua sudah merestui. Tetapi dia melupakan seseorang yang menghantuinya sampai kini.Malam itu Alexandra baru saja kembali dari salon. Dia memutuskan untuk memotong pendek rambutnya yang sudah panjang. Itu pun setelah mendapatkan pujian dari Fiona jika dirinya lebih cantik jika mau memotong rambutnya.Ketika dia hendak membuka pintu apartemennya. Tiba tiba saja ada tangan seseorang yang menarik rambutnya ke belakang.Rambut Alexandra tertarik ke belakang, hampir membuatnya terjatuh.Wajahnya terkejut ketika dia melihat wajah yang sebenarnya tak akan pernah ingin dia temui lagi.“Bisa bisanya kamu hidup enak enakkan di sini, sementara kamu sudah membuat anakku mati!” kata Martha dengan sorot mata yang tajam, seakan siap hendak membunuh Alexandra.“Aku sudah mengikutimu sejak lama, dan semakin aku lihat kamu hidup dengan bahagia. Sementara aku harus bersedih karena kehilangan Ethan.”“Ethan m
Malam itu Alexandra segera bergegas ke arah pintu ketika mendengar pintu dibuka dari luar. Dia tahu bahwa William yang datang karena tadi pagi akan ke apartemen malamnya.“Aku bawa pizza,” kata William. Dia berjalan ke arah sofa di depan tv lalu duduk di sana. Sementara Alexandra langsung mengambil soda di dalam kulkas.“Fiona sama Abraham udah tidur?” tanya Alexandra.William mengangguk. “Udah malam, mereka harus tidur kan?” ia tersenyum ke arah Alexandra. Ketika perempuan itu duduk di sebelahnya William langsung memeluk Alexandra.“Ada apa ini?” tanya Alexandra ragu.William masih memeluk Alexandra. Cukup lama hingga Alexandra menyerah dan membiarkan William memeluknya.Hingga beberapa menit kemudian William mengurai pelukannya, lalu membuka kaleng sodanya.“Aku baru saja menjalani tes kemarin,” kata William tiba tiba.“Tes? Tes apa?”“Tes kesehatan.”“Om sakit?”William menggeleng.“Lalu?”“Ibu kandungku tiba tiba muncul.” William tersenyum kelu. “Terus?”“Anaknya sakit. Dan dia i
Selama semalaman Alexandra menunggu kabar dari William. Setelah berhasil membawa pulang Abraham, William kemudian berusaha mencari keberadaan Martha dan Fiona.Jujur saja, saat ini Alexandra takut jika terjadi apa apa pada anaknya. Karena dia menyadari jika selama ini belum melakukan apa apa untuk Fiona. Bahkan setelah Fiona lahir dia tidak dapat melihat wajahnya untuk pertama kalinya.Alexandra tampak gelisah, hingga kemudian panggilan dari William membuatnya tergesa-gesa untuk mengangkatnya.“Gimana, Om?” tanya ALexandra.“Aku belum menemukannya. Aku akan memberitahumu kalau Fiona sudah ditemukan.”“Fiona, nggak apa apa, kan Om?”“Fiona gadis yang kuat seperti kamu, Alex. Dia akan baik baik saja. Kamu jangan khawatir.”**Di rumah anaknya, Martha yang sudah melakukan tindak kejahatan malam itu makan seakan tidak terjadi apa apa.Dia makan bersama dengan anak dan menantunya.“Ibu seharian ke mana aja? Kenapa baru pulang?” tanya Emily ketika suaminya baru saja pergi dari mejanya.“Mai
Satu minggu setelah kejadian itu. Acara untuk bertemu dengan orangtua Nikita dan nenek Alexandra pun akhirnya terlaksana.Alexandra yang sudah berdandan di salon malam sore itu dijemput oleh William.Pertemuan pertama dia akan menemui orangtua Nikita dan selanjutnya akan menemui neneknya sendiri.“Aku gugup,” kata Alexandra sambil mengambil napasnya dalam dalam.“Jangan gugup. Semuanya akan baik baik saja.” William mengenggam tangan Alexandra dengan erat untuk menenangkannya.“Nenek akan setuju kan Om?”“Tentu. Nenek sudah banyak berubah.”“Tapi aku takut kalau nenek berubah pikiran.”“Jangan berpikiran buruk. Aku sudah memastikannya.”Alexandra tersenyum.Sesampainya di hotel tempat ibunya menginap. Alexandra terdiam cukup lama di dalam mobil.“Kenapa? Ibu sudah menunggu lama.”“Padahal dia juga nenekku, tapi kenapa aku sangat asing,” gumam Alexandra.William tertawa.“Sudah, jangan buat dia menunggu lebih lama, atau dia akan berubah pikiran.”Alexandra pun turun. Dia berjalan bersam
Satu bulan kemudian …William dan Alexandra akhirnya sudah sah menjadi suami istri. Setelah perjalanan panjang yang mereka lalui selama ini.Kini, Alexandra tinggal di rumah di mana dulu Nikita berada. Di sana dia mengurus Abraham dan Fiona.Pagi itu Alexandra sedang menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya bersama dengan pembantu. Hal itu kini sudah dia biasa lakukan setelah dia resmi menjadi istri William. Bahkan dia belajar memasak untuk menyenangkan hati suaminya tersebut.Suara langkah dari tangga membuat Alexandra menoleh. William sedang menuruni tangga sambil membenarkan dasinya.“Hari ini mungkin aku datang agak terlambat,” kata William saat duduk di kursi meja makan.“Ada urusan pekerjaan?” tanya Alexandra.“Bukan. Aku harus pergi ke acara pemakaman seseorang.”Mendengar hal itu Alexandra pun terkejut. Dia ingin bertanya tapi ragu untuk mengungkapkannya.“Adik tiriku,” kata William saat melihat Alexandra memasang wajah tanda tanya.Adik tiri? Alexandra pernah mendengarnya