Selama semalaman Alexandra menunggu kabar dari William. Setelah berhasil membawa pulang Abraham, William kemudian berusaha mencari keberadaan Martha dan Fiona.Jujur saja, saat ini Alexandra takut jika terjadi apa apa pada anaknya. Karena dia menyadari jika selama ini belum melakukan apa apa untuk Fiona. Bahkan setelah Fiona lahir dia tidak dapat melihat wajahnya untuk pertama kalinya.Alexandra tampak gelisah, hingga kemudian panggilan dari William membuatnya tergesa-gesa untuk mengangkatnya.“Gimana, Om?” tanya ALexandra.“Aku belum menemukannya. Aku akan memberitahumu kalau Fiona sudah ditemukan.”“Fiona, nggak apa apa, kan Om?”“Fiona gadis yang kuat seperti kamu, Alex. Dia akan baik baik saja. Kamu jangan khawatir.”**Di rumah anaknya, Martha yang sudah melakukan tindak kejahatan malam itu makan seakan tidak terjadi apa apa.Dia makan bersama dengan anak dan menantunya.“Ibu seharian ke mana aja? Kenapa baru pulang?” tanya Emily ketika suaminya baru saja pergi dari mejanya.“Mai
Satu minggu setelah kejadian itu. Acara untuk bertemu dengan orangtua Nikita dan nenek Alexandra pun akhirnya terlaksana.Alexandra yang sudah berdandan di salon malam sore itu dijemput oleh William.Pertemuan pertama dia akan menemui orangtua Nikita dan selanjutnya akan menemui neneknya sendiri.“Aku gugup,” kata Alexandra sambil mengambil napasnya dalam dalam.“Jangan gugup. Semuanya akan baik baik saja.” William mengenggam tangan Alexandra dengan erat untuk menenangkannya.“Nenek akan setuju kan Om?”“Tentu. Nenek sudah banyak berubah.”“Tapi aku takut kalau nenek berubah pikiran.”“Jangan berpikiran buruk. Aku sudah memastikannya.”Alexandra tersenyum.Sesampainya di hotel tempat ibunya menginap. Alexandra terdiam cukup lama di dalam mobil.“Kenapa? Ibu sudah menunggu lama.”“Padahal dia juga nenekku, tapi kenapa aku sangat asing,” gumam Alexandra.William tertawa.“Sudah, jangan buat dia menunggu lebih lama, atau dia akan berubah pikiran.”Alexandra pun turun. Dia berjalan bersam
Satu bulan kemudian …William dan Alexandra akhirnya sudah sah menjadi suami istri. Setelah perjalanan panjang yang mereka lalui selama ini.Kini, Alexandra tinggal di rumah di mana dulu Nikita berada. Di sana dia mengurus Abraham dan Fiona.Pagi itu Alexandra sedang menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya bersama dengan pembantu. Hal itu kini sudah dia biasa lakukan setelah dia resmi menjadi istri William. Bahkan dia belajar memasak untuk menyenangkan hati suaminya tersebut.Suara langkah dari tangga membuat Alexandra menoleh. William sedang menuruni tangga sambil membenarkan dasinya.“Hari ini mungkin aku datang agak terlambat,” kata William saat duduk di kursi meja makan.“Ada urusan pekerjaan?” tanya Alexandra.“Bukan. Aku harus pergi ke acara pemakaman seseorang.”Mendengar hal itu Alexandra pun terkejut. Dia ingin bertanya tapi ragu untuk mengungkapkannya.“Adik tiriku,” kata William saat melihat Alexandra memasang wajah tanda tanya.Adik tiri? Alexandra pernah mendengarnya
Beberapa puluh tahun yang lalu …Seorang wanita menggandeng tangan seorang lelaki kecil di sebelahnya. Anak kecil itu mengeluh kelaparan karna sudah satu hari tidak makan.“Theo, kamu tunggu di sini,” kata wanita itu.“Ibu mau ke mana?”“Ibu akan cari makan.”“Theo ikut,” rengeknya. Pakaiannya lusuh dan compang camping. Wajahnya kotor karena debu dan asap kendaraan waktu itu.“Kamu harus menurut sama ibu, kamu harus di sini.”“Tapi Theo takut Bu.”“Nggak apa apa. Nggak akan terjadi apa apa.”Kemudian suara gerimis rintik hujan pun turun. Anak lelaki itu dibawa pergi di depan sebuah emperan toko yang sudah lama tidak terpakai.“Tunggu di sini, ibu akan cari makan.”William kecil pun menurut apa kata ibunya saat itu. Usianya yang masih kecil membuatnya percaya jika ibunya akan datang membawa makanan untuknya.Wanita itu melangkahkan kakinya perlahan lalu meninggalkannya. Masuk ke sebuah mobil di mana sudah ada seorang laki laki yang menunggunya.“Kenapa harus ditinggal di sana,” kata le
“Nanti ibu akan pulang kalau Alexandra akan melahirkan,” kata ibu William saat turun dari mobil. “Jaga dia baik baik.”William mengangguk sambil tersenyum dan melepas kepergian ibunya dengan tenang.Sementara itu Evan yang sejak tadi berada di kursi kemudi melihat bayangan William melalui spion di depannya.“Alexandra hamil? Kamu serius?” tanya Evan tak percaya.“Ya, baru dua minggu.”“Hebat!”“Makanya, kamu juga harus segera menikah.”“Dengan siapa? Aku nggak pernah berkencan. Tapi selamat ya kamu akan menjadi ayah lagi,” kata Evan.Sebenarnya William tahu jika Alexandra hamil belum lama ini, waktu itu dia melihat gelagat Alexandra yang tidak biasa. Perempuan itu selalu merasa mual dan muntah setiap pagi.Hingga dia bertanya ada apa dengan istrinya, kemudian Alexandra mengatakan jika dia sedang hamil saat ini.“Aku sebenarnya mau memberimu kejutan, tapi kamu sudah tahu duluan,” kata Alexandra waktu itu.“Sekarang pun aku masih terkejut,” balas William.“Jangan beritahu anak anak dulu
Sepulang mengantarkan William malam itu, Evan kembali dengan mobil yang akan dipakai untuk menjemput William besok pagi.Perkataan William membuatnya terus memikirkannya. Kapan dia akan menikah dan memiliki seorang anak? Sementara William sebentar lagi akan memiliki tiga anak, sementara dia masih sendirian.Jujur saja Evan ingin memiliki istri. Atau mungkin kekasih, tapi hal itu tak mungkin karena dia selalu menghabiskan waktunya untuk bekerja dan bekerja. Sempat dia berpikir untuk mengikuti kencan buta yang sudah diatur oleh temannya. Namun dia selalu ragu karena melihat William yang selalu mendapatkan masalah ketika bersama dengan wanita.“Tapi kali ini aku harus berani,” kata Evan dalam hati.Akhirnya dia menghubungi temannya lagi dan memintanya untuk mengatur kencan buta.“Aku ingin wanita yang sederhana saja,” kata Evan di telepon. “Foto yang terakhir kamu kirimkan dia terlalu mencolok.”Teman yang di ujung teleponnya tertawa.“Baiklah baiklah, akan aku pilihkan wanita yang sede
Evan masih belum terbiasa dengan keadaan apartemennya yang rapi dan terurus. Bahkan makan malamnya yang sudah tersaji di atas meja pun dia masih tidak menyangka.Akan tetapi, mau sampai kapan Arini berada di apartemennya?“Kamu sudah pikirkan mau bekerja di mana?” tanya Evan saat makan malam yang ditemani oleh Arini.“Iya sudah.”“Di mana?”“Di sini,” jawabnya.“Di sini? Maksud kamu di apartemenku? Kamu mau bekerja jadi apa?” tanya Evan terkejut.“Jadi pembantu di sini sampai… sampai kapan ya?”Evan mengembuskan napasnya perlahan. Jawaban Arini benar benar membuatnya tak habis pikir.“Tapi kan …”“Saya udah nggak ada orangtua dan kakak saya masuk penjara. Saudara dari ibu bapak saya nggak peduli sama saya.”“Iya iya, kamu udah bilang itu berkali-kali. Tapi masalahnya, aku jarang di apartemen. Memangnya pekerjaan apa yang kamu lakukan? Lagi pula kamu masih muda,” kata Evan.Ya, Arini masih terlalu muda untuk menjadi pembantu di rumahnya. Apalagi gadis itu juga terlihat cerdas, mengapa
Alexandra pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Dia datang sendiri, tapi nanti akan dijemput oleh William.Semakin hari dia merasa takut jika kejadian beberapa tahun silam akan terjadi lagi. Bagaimana kalau dia melahirkan kemudian koma? Lalu menghilang dari William selama enam tahun seperti dulu?Alexandra tak mau hal itu terjadi, dia tak ingin William dan anak anaknya sendirian di dunia ini.Ketika dia memikirkan hal itu, William masuk ke lobi rumah sakit. Setelah melihat Alexandra dia pun menghampiri gadis itu.“Kamu mikir apa?” tanya William pada Alexandra yang terlihat sedang melamun.Alexandra mendongak kemudian tersenyum.“Nggak ada,” jawabnya berbohong.“Kamu nggak bisa bohong. Kenapa?” William duduk di sebelah Alexandra lalu memandang wajah istrinya itu dari samping.“Aku takut,” kata Alexandra pelan.William diam.“Aku takut kalau sampai aku koma lagi. Aku sempat bahagia bisa hamil anakmu. Tapi aku lupa jika aku pernah mengalami hal yang sangat mengerikan saat