Ketika William datang siang itu, anak anak sedang tidur bersama dengan Alexandra di kamarnya.Apartemen yang berantakan dan kamar yang berantakan. Belum lagi wajah Alexandra yang sepertinya dimake up tanpa sepengetahuan wanita itu pun membuat William yakin jika mereka bertiga sudah dekat.“Apa mereka tadi bermain bersama?” tanya William pada pembantu yang mulai membersihkan apartemen.“Iya Pak, benar. Mereka lebih cepat akrab.”William mengangguk mengerti.“Aku akan menunggu di sini kalau begitu.”William memilih untuk duduk di balkon sambil menunggu mereka bertiga bangun.“Jangan bangunkan mereka,” kata William lagi.“Baik Pak.”Hingga satu jam kemudian, pintu balkon digeser oleh seseorang. Lalu dia duduk di sebelah William.Alexandra mengamati wajah lelaki yang sedang memejamkan matanya itu lalu tersenyum.“Jam berapa om datang?” tanya Alexandra.William membuka matanya lalu menoleh ke samping.“Satu jam yang lalu, mungkin. Kenapa kamu bangun?”“Dari kamar kelihatan om William. Jad
Mimpi buruk telah usai, Alexandra kini dapat menjalani hidup bahagianya bersama dengan William. Semua sudah merestui. Tetapi dia melupakan seseorang yang menghantuinya sampai kini.Malam itu Alexandra baru saja kembali dari salon. Dia memutuskan untuk memotong pendek rambutnya yang sudah panjang. Itu pun setelah mendapatkan pujian dari Fiona jika dirinya lebih cantik jika mau memotong rambutnya.Ketika dia hendak membuka pintu apartemennya. Tiba tiba saja ada tangan seseorang yang menarik rambutnya ke belakang.Rambut Alexandra tertarik ke belakang, hampir membuatnya terjatuh.Wajahnya terkejut ketika dia melihat wajah yang sebenarnya tak akan pernah ingin dia temui lagi.“Bisa bisanya kamu hidup enak enakkan di sini, sementara kamu sudah membuat anakku mati!” kata Martha dengan sorot mata yang tajam, seakan siap hendak membunuh Alexandra.“Aku sudah mengikutimu sejak lama, dan semakin aku lihat kamu hidup dengan bahagia. Sementara aku harus bersedih karena kehilangan Ethan.”“Ethan m
Malam itu Alexandra segera bergegas ke arah pintu ketika mendengar pintu dibuka dari luar. Dia tahu bahwa William yang datang karena tadi pagi akan ke apartemen malamnya.“Aku bawa pizza,” kata William. Dia berjalan ke arah sofa di depan tv lalu duduk di sana. Sementara Alexandra langsung mengambil soda di dalam kulkas.“Fiona sama Abraham udah tidur?” tanya Alexandra.William mengangguk. “Udah malam, mereka harus tidur kan?” ia tersenyum ke arah Alexandra. Ketika perempuan itu duduk di sebelahnya William langsung memeluk Alexandra.“Ada apa ini?” tanya Alexandra ragu.William masih memeluk Alexandra. Cukup lama hingga Alexandra menyerah dan membiarkan William memeluknya.Hingga beberapa menit kemudian William mengurai pelukannya, lalu membuka kaleng sodanya.“Aku baru saja menjalani tes kemarin,” kata William tiba tiba.“Tes? Tes apa?”“Tes kesehatan.”“Om sakit?”William menggeleng.“Lalu?”“Ibu kandungku tiba tiba muncul.” William tersenyum kelu. “Terus?”“Anaknya sakit. Dan dia i
Selama semalaman Alexandra menunggu kabar dari William. Setelah berhasil membawa pulang Abraham, William kemudian berusaha mencari keberadaan Martha dan Fiona.Jujur saja, saat ini Alexandra takut jika terjadi apa apa pada anaknya. Karena dia menyadari jika selama ini belum melakukan apa apa untuk Fiona. Bahkan setelah Fiona lahir dia tidak dapat melihat wajahnya untuk pertama kalinya.Alexandra tampak gelisah, hingga kemudian panggilan dari William membuatnya tergesa-gesa untuk mengangkatnya.“Gimana, Om?” tanya ALexandra.“Aku belum menemukannya. Aku akan memberitahumu kalau Fiona sudah ditemukan.”“Fiona, nggak apa apa, kan Om?”“Fiona gadis yang kuat seperti kamu, Alex. Dia akan baik baik saja. Kamu jangan khawatir.”**Di rumah anaknya, Martha yang sudah melakukan tindak kejahatan malam itu makan seakan tidak terjadi apa apa.Dia makan bersama dengan anak dan menantunya.“Ibu seharian ke mana aja? Kenapa baru pulang?” tanya Emily ketika suaminya baru saja pergi dari mejanya.“Mai
Satu minggu setelah kejadian itu. Acara untuk bertemu dengan orangtua Nikita dan nenek Alexandra pun akhirnya terlaksana.Alexandra yang sudah berdandan di salon malam sore itu dijemput oleh William.Pertemuan pertama dia akan menemui orangtua Nikita dan selanjutnya akan menemui neneknya sendiri.“Aku gugup,” kata Alexandra sambil mengambil napasnya dalam dalam.“Jangan gugup. Semuanya akan baik baik saja.” William mengenggam tangan Alexandra dengan erat untuk menenangkannya.“Nenek akan setuju kan Om?”“Tentu. Nenek sudah banyak berubah.”“Tapi aku takut kalau nenek berubah pikiran.”“Jangan berpikiran buruk. Aku sudah memastikannya.”Alexandra tersenyum.Sesampainya di hotel tempat ibunya menginap. Alexandra terdiam cukup lama di dalam mobil.“Kenapa? Ibu sudah menunggu lama.”“Padahal dia juga nenekku, tapi kenapa aku sangat asing,” gumam Alexandra.William tertawa.“Sudah, jangan buat dia menunggu lebih lama, atau dia akan berubah pikiran.”Alexandra pun turun. Dia berjalan bersam
Satu bulan kemudian …William dan Alexandra akhirnya sudah sah menjadi suami istri. Setelah perjalanan panjang yang mereka lalui selama ini.Kini, Alexandra tinggal di rumah di mana dulu Nikita berada. Di sana dia mengurus Abraham dan Fiona.Pagi itu Alexandra sedang menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya bersama dengan pembantu. Hal itu kini sudah dia biasa lakukan setelah dia resmi menjadi istri William. Bahkan dia belajar memasak untuk menyenangkan hati suaminya tersebut.Suara langkah dari tangga membuat Alexandra menoleh. William sedang menuruni tangga sambil membenarkan dasinya.“Hari ini mungkin aku datang agak terlambat,” kata William saat duduk di kursi meja makan.“Ada urusan pekerjaan?” tanya Alexandra.“Bukan. Aku harus pergi ke acara pemakaman seseorang.”Mendengar hal itu Alexandra pun terkejut. Dia ingin bertanya tapi ragu untuk mengungkapkannya.“Adik tiriku,” kata William saat melihat Alexandra memasang wajah tanda tanya.Adik tiri? Alexandra pernah mendengarnya
Beberapa puluh tahun yang lalu …Seorang wanita menggandeng tangan seorang lelaki kecil di sebelahnya. Anak kecil itu mengeluh kelaparan karna sudah satu hari tidak makan.“Theo, kamu tunggu di sini,” kata wanita itu.“Ibu mau ke mana?”“Ibu akan cari makan.”“Theo ikut,” rengeknya. Pakaiannya lusuh dan compang camping. Wajahnya kotor karena debu dan asap kendaraan waktu itu.“Kamu harus menurut sama ibu, kamu harus di sini.”“Tapi Theo takut Bu.”“Nggak apa apa. Nggak akan terjadi apa apa.”Kemudian suara gerimis rintik hujan pun turun. Anak lelaki itu dibawa pergi di depan sebuah emperan toko yang sudah lama tidak terpakai.“Tunggu di sini, ibu akan cari makan.”William kecil pun menurut apa kata ibunya saat itu. Usianya yang masih kecil membuatnya percaya jika ibunya akan datang membawa makanan untuknya.Wanita itu melangkahkan kakinya perlahan lalu meninggalkannya. Masuk ke sebuah mobil di mana sudah ada seorang laki laki yang menunggunya.“Kenapa harus ditinggal di sana,” kata le
“Nanti ibu akan pulang kalau Alexandra akan melahirkan,” kata ibu William saat turun dari mobil. “Jaga dia baik baik.”William mengangguk sambil tersenyum dan melepas kepergian ibunya dengan tenang.Sementara itu Evan yang sejak tadi berada di kursi kemudi melihat bayangan William melalui spion di depannya.“Alexandra hamil? Kamu serius?” tanya Evan tak percaya.“Ya, baru dua minggu.”“Hebat!”“Makanya, kamu juga harus segera menikah.”“Dengan siapa? Aku nggak pernah berkencan. Tapi selamat ya kamu akan menjadi ayah lagi,” kata Evan.Sebenarnya William tahu jika Alexandra hamil belum lama ini, waktu itu dia melihat gelagat Alexandra yang tidak biasa. Perempuan itu selalu merasa mual dan muntah setiap pagi.Hingga dia bertanya ada apa dengan istrinya, kemudian Alexandra mengatakan jika dia sedang hamil saat ini.“Aku sebenarnya mau memberimu kejutan, tapi kamu sudah tahu duluan,” kata Alexandra waktu itu.“Sekarang pun aku masih terkejut,” balas William.“Jangan beritahu anak anak dulu