“Ibu...,” gumam Asma dengan mata berkaca-kaca ketika melihat sang ibu berdiri di balik pintu rumah bersama dengan Uki.“Ya Allah! Asma! Anakku!” seru ibu Suminah sambil berlari ke arah Asma melewati Laila yang terbengong.Ibu Suminah segera memeluk anak perempuan yang sudah lama dicarinya. Asma pun membalas pelukan ibunya. Kedua orang itu menangis sambil berpelukan.Uki dan Laila terharu melihat pertemuan ibu dan anak yang sudah lama tidak bertemu.“Mas, kok sudah mempertemukan Bude dengan Asma?” bisik Laila pada Uki.“Ibu meminta bertemu denganmu. Ya sudah, aku bawa saja. Dan menurutku sudah waktunya Asma bertemu dengan Ibu,” jawab Uki dengan berbisik pula.Uki semalam memutuskan untuk secepatnya mempertemukan mereka. Jadi, ketika sang ibu meminta ikut ke tempat Laila, dia pun mengiyakannya.“Kenapa kamu tidak pulang ke rumah, Nak?” tanya Ibu Suminah dengan air mata masih membasahi wajahnya setelah melepas pelukan mereka.“Hiks... Hiks... Hiks....” Asma tidak bisa berkata apa pun. Di
"Maaf,” ucap Asma seraya menatap ibunya.“Apakah kamu masih marah dengan bapak, Nak?” tanya Ibu Suminah.Asma terdiam. Dia menatap Randi yang sedang menyusu padanya dengan tenang seolah tidak terusik dengan sekelilingnya.“Bapak tidak pernah marah padamu, Nak. Bapak hanya merasa kecewa dengan pilihanmu. Dia juga kecewa tentang sikapmu yang jarang main ke rumah semenjak menikah. Bapak selalu merasa bersalah karena pernah membentakmu hanya karena masalah laki-laki yang menjadi pilihanmu. Hal ini kan yang menyebabkan kamu takut untuk pulang ke rumah saat diusir oleh Tanto?”Asma masih belum membuka suaranya. Hanya ada helaan nafas yang terdengar dari mulutnya.“Tadi malam orang tua Tanto menemui kami. Mereka meminta maaf karena tidak bisa mencegah anaknya. Apa sejak awal mereka tidak mengetahui masalah rumah tanggamu?” lanjut ibu Suminah.Asma menatap sang ibu. Dia memang tidak pernah menceritakan kelakuan Tanto pada mertuanya. Dia menyimpan sendiri perihal perselingkuhan suaminya.“Asma
“Katakan! Apa maksudmu, Tanto?!” tanya Pak Jatmiko dengan suara agak tinggi.“Itu-.” Tanto gelagapan untuk menjawab pertanyaan papanya. Dia menengok ke arah Endang yang juga menatapnya. Dia terjebak dengan jawabannya sendiri.“Tanto, apa kamu sudah bertemu lagi dengan Asma?” tanya Bu Lastri lebih lembut pada anak satu-satunya.Tanto menengok ke arah sang mama. Dia pun menggelengkan kepalanya. Dia memang tidak pernah bertemu kembali dengan Asma sejak pertemuan terakhirnya di klinik kandungan yang ada di kota.“Bukan Tanto yang bertemu Asma, tetapi Endang,” jawab Tanto apa adanya.Endang pun menengok ke arah Tanto. Dia tidak menyangka bahwa sang suami akan mengatakan jika dirinya yang bertemu dengan Asma.Pak Jatmiko dan Bu Lastri menatap ke arah Endang. Walaupun pernah menjadi wanita yang diinginkan menjadi menantu, tetapi semenjak Endang meninggalkan Tanto, mereka sangat kecewa. Akan tetapi, mereka tidak bisa berbuat apa pun ketika ternyata anaknya berhubungan kembali dengannya hingga
“Oh, ada Mas Uki,” ucap Khansa, wanita yang berada di balik pintu rumah Asma. “Assalamualaikum, Mas.”Sapaan Khansa membuat Uki tersadar dari rasa terkejut dan kaget dengan kedatangan seseorang yang menarik hatinya.“Eh.. Iya. Silakan masuk, Mbak Khansa,” ucap Uki dan segera membuka pintu dengan lebar.Khansa pun masuk ke dalam rumah Asma. “Kemana Asma, Mas? Randi sepertinya sudah terlelap itu?” ucap Khansa yang sudah duduk di ruang tamu.Uki menengok ke arah sang keponakan yang berada di gendongan. “Loh, sudah tidur tho. Padahal, tadi masih ngoceh,” ujar Uki.“Bayi akan cepat terlelap di gendongan orang yang membuatnya nyaman. Randi berarti sudah merasa nyaman tuh sama Mas Uki,” ucap Khansa seraya tersenyum.Uki balas tersenyum. “Aku mau menidurkan Randi di kamarnya dulu ya, Mbak. Asma sedang di dapur, Mbak Khansa langsung ke dapur saja.”“Baik, Mas.” Khansa mengikuti Uki yang berdiri dari tempat duduknya.Uki menuju ke kamar Asma, sedangkan Khansa menuju ke dapur. Dia pun mengucapka
“Maaf, kalau ucapan saya terkesan lancang. Saya juga masuk ke dalam rumah orang tanpa salam dan langsung menyahut ucapan bapak dan ibu,” ujar Uki lagi saat melihat ketiga orang yang berada di ruang tamu itu terdiam dengan kedatangan dirinya yang tiba-tiba.Ummi Halwa yang tersadar terlebih dahulu dari rasa terkejutnya. Dia pun segera mempersilakan Uki untuk duduk bersama di ruang tamu.“Sekali lagi maafkan saya, Pak, Bu, kalau apa yang saya lakukan tidak sopan,” ujar Uki yang merasa malu dengan tindakan spontanitasnya saat tidak sengaja mendengar obrolan Khansa dan kedua orang tuanya.Uki memang sengaja pergi ke rumah Khansa untuk memberikan ponsel Khansa yang tertinggal di rumah Asma. Tadinya, sang adik yang akan mengembalikan, tetapi dicegah oleh Uki.“Tidak apa-apa, Mas....” Abah Muksin menggantung ucapannya karena tidak mengetahui nama Uki. Mereka memang baru saja bertemu.“Uki, Pak.”“Oh ya, Mas Uki. Kami memang terkejut dengan kedatangan Mas Uki dan juga ucapan Mas Uki yang tiba
Pagi-pagi Asma sudah berkutat di dapur. Dia menata kue-kue yang akan dibawa oleh anak-anak panti. Uki juga membantu Asma membawa kue-kue yang sudah tertata ke etalase kecil.Tidak lama kemudian, datanglah anak-anak panti untuk mengambil kue-kue yang akan dijual.“Mbak Asma, hari ini bisa ditambah nggak kuenya?” tanya Ambar ketika sudah menerima boks kue.“Kenapa minta tambah? Yang kemarin punya Ambar habis?” tanya Asma.“Kemarin 'kan habis, Mbak. Malah ada yang tidak kebagian,” jawab Ambar.Kemarin dagangan Ambar memang habis. Sehingga, dia bersemangat untuk menambah barang dagangan.Asma tersenyum pada anak panti yang duduk di bangku SMP itu. Dia memahami mengapa Ambar meminta tambahan kue.“Alhamdulillah kalau kemarin habis padahal baru awal berarti mereka suka dengan kue buatanku. Tapi, maaf ya, Ambar, mbak belum bisa menambahnya. Jangan tergesa-gesa, kita juga baru mengawali. Kita lihat dulu perkembangannya ya. Jangan terburu-buru,” ucap Asma seraya tersenyum.“Tuh benar kan, Mbak
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Kue-kue yang dijual Asma sudah habis terjual, hanya tinggal beberapa untuk konsumsi sendiri. Asma menutup rolling door tokonya sebelum mengemasi bread living case dan juga loyang-loyang kue yang berada di showcase kue miliknya.Tok! Tok! Tok!Terdengar ketukan pintu dari arah pintu ruang tamu saat Asma sedang merapikan showcase kue dan membersihkan bread living case.Dia pun segera menuju ke arah pintu rumah yang berada di sebelah tokonya.Ceklek!Pintu rumah Asma terbuka, sosok ibu paruh baya tersenyum di balik pintu.“Masya Allah, Ibu,” panggil Asma pada wanita itu. Sosok itu adalah ibu Intan, ibu kandung Arya yang sudah seperti ibu untuk Asma. Asma segera menyalami tangan Ibu Intan.“Bagaimana kabarnya, Nak Asma?” tanya Ibu Intan dengan tersenyum lembut.“Alhamdulillah baik, Bu. Silakan masuk, Bu.” Asma mempersilakan ibu Intan.Ibu Intan masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi ruang tamu yang ada di samping Asma.“Sebentar ya, Bu,” ucap Asma u
"Nak Uki, ibu memahami perasaanmu sebagai kakak. Kami ingin yang terbaik untuk adikmu. Apalagi, dia pernah gagal berumah tangga,” ucap Ibu Intan.“Berbeda dengan Arya. Dia juga sudah duda, tetapi bukan orang ketiga penyebabnya, tetapi takdir Allah yang memisahkan mereka dengan maut,” lanjutnya.Uki mendengarkan setiap kata yang keluar dari Ibu Intan.“Tapi, yakinlah Nak Uki pada Arya dan pada keluarga kami. Sebenarnya ada yang setuju atau tidak setuju dengan pernikahan Arya nantinya, itu tidak akan berlaku bagi mempelai laki-laki yang memang tidak membutuhkan persetujuan dari anggota keluarga besar. Yang penting, saya sebagai ibunya, merestui Arya untuk menikahi Asma.”“Terima kasih, Bu. Sebenarnya saya tenang jika Asma berada di tangan Arya. Saya sudah mengenal Arya sejak dulu,” ujar Uki.Ketika mereka sedang mengobrol, datanglah Arya untuk menjemput sang ibu.“Assalamualaikum,” salam Arya.“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Intan dan Uki.Arya pun menyalami Uki dan ibunya.“Loh, Randinya t