Waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Kue-kue yang dijual Asma sudah habis terjual, hanya tinggal beberapa untuk konsumsi sendiri. Asma menutup rolling door tokonya sebelum mengemasi bread living case dan juga loyang-loyang kue yang berada di showcase kue miliknya.Tok! Tok! Tok!Terdengar ketukan pintu dari arah pintu ruang tamu saat Asma sedang merapikan showcase kue dan membersihkan bread living case.Dia pun segera menuju ke arah pintu rumah yang berada di sebelah tokonya.Ceklek!Pintu rumah Asma terbuka, sosok ibu paruh baya tersenyum di balik pintu.“Masya Allah, Ibu,” panggil Asma pada wanita itu. Sosok itu adalah ibu Intan, ibu kandung Arya yang sudah seperti ibu untuk Asma. Asma segera menyalami tangan Ibu Intan.“Bagaimana kabarnya, Nak Asma?” tanya Ibu Intan dengan tersenyum lembut.“Alhamdulillah baik, Bu. Silakan masuk, Bu.” Asma mempersilakan ibu Intan.Ibu Intan masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi ruang tamu yang ada di samping Asma.“Sebentar ya, Bu,” ucap Asma u
"Nak Uki, ibu memahami perasaanmu sebagai kakak. Kami ingin yang terbaik untuk adikmu. Apalagi, dia pernah gagal berumah tangga,” ucap Ibu Intan.“Berbeda dengan Arya. Dia juga sudah duda, tetapi bukan orang ketiga penyebabnya, tetapi takdir Allah yang memisahkan mereka dengan maut,” lanjutnya.Uki mendengarkan setiap kata yang keluar dari Ibu Intan.“Tapi, yakinlah Nak Uki pada Arya dan pada keluarga kami. Sebenarnya ada yang setuju atau tidak setuju dengan pernikahan Arya nantinya, itu tidak akan berlaku bagi mempelai laki-laki yang memang tidak membutuhkan persetujuan dari anggota keluarga besar. Yang penting, saya sebagai ibunya, merestui Arya untuk menikahi Asma.”“Terima kasih, Bu. Sebenarnya saya tenang jika Asma berada di tangan Arya. Saya sudah mengenal Arya sejak dulu,” ujar Uki.Ketika mereka sedang mengobrol, datanglah Arya untuk menjemput sang ibu.“Assalamualaikum,” salam Arya.“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Intan dan Uki.Arya pun menyalami Uki dan ibunya.“Loh, Randinya t
Di meja makan milik Asma, kali ini terlihat lebih ramai dari biasanya. Karena makan siang kali ini, Asma tidak hanya berdua dengan Uki ataupun Laila. Kini, ada Arya dan ibunya yang ikut makan siang di rumahnya.“Asma, semua makanan ini kamu sendiri yang masak?” tanya Arya membuka obrolan disela-sela aktivitas mengunyah makanan yang berada di mulutnya.“Kalau bukan Asma, siapa lagi yang akan memasak ini semua. Tidak mungkin Uki ataupun ibu ‘kan. Kenapa? Pengen dimasakin tiap hari? Halalin dulu!” sahut Ibu Intan terhadap pertanyaan putranya dan juga menggodanya.Bukan saja Arya yang malu dengan ucapan ibu Intan, Asma juga merasa malu. Tetapi, senyuman tipis menghiasi wajah Arya. Dia melirik ke arah Asma yang masih terdiam dengan makanan yang belum tersentuh olehnya.“Jangan membayangkan dulu,” bisik Uki yang duduk di samping Arya.Arya menengok ke arah Uki yang sudah tersenyum memandang dirinya.“Hanya membayangkan saja kok. Semoga suatu saat menjadi kenyataan. Tetapi untuk saat ini, me
Kabar Dari Desa“Mas, apa yang harus aku lakukan dengan harapan Ibu Intan? Dia memang tidak memaksaku untuk menerima Arya, tetapi secara tersirat dia berharap aku bisa menjadi menantunya,” ujar Asma pada Uki saat Ibu Intan dan Arya sudah pergi meninggalkan rumahnya.Setelah melaksanakan shalat Zuhur, Arya dan ibu Intan berpamitan pada Asma dan Uki. Mereka akan berkunjung ke panti asuhan terlebih dahulu.Asma dan Uki sedang duduk di atas kasur yang ada di ruang tengah sambil menjaga Randi yang sedang bermain.“Ibu Intan dan Arya adalah orang yang baik. Mereka sudah mengenalmu dengan baik juga. Kamu juga sudah dekat dengan mereka sejak dulu. Kami akan merasa tenang jika kamu bersama dengan orang yang tepat dan salah satunya Arya. Tetapi, kami tidak akan memaksamu untuk mengambil keputusan dalam waktu dekat. Kami hanya minta untukmu agar jangan sampai kegagalanmu dalam rumah tangga, membuatmu trauma untuk menikah kembali. Bagaimanapun Randi tetap butuh sosok ayah yang menemaninya sehari-
"Mas, apa yang harus aku lakukan?” tanya Asma pada Uki setelah mengakhiri panggilan videonya dengan ibunya.“Tenang, Asma. Apa kamu ingin memenuhi panggilan itu? Setahu aku, proses perceraian akan cepat jika yang bersangkutan tidak hadir. Apalagi Tanto belum mengetahui keberadaanmu,” ucap Uki yang melihat kesedihan di wajah Asma.Asma tidak menjawab pertanyaan Uki. Dia sendiri masih bingung dengan dirinya. Jika diantara mereka tidak ada Randi, mungkin dia akan langsung menyetujui perceraian ini.“Asma, apakah di dalam benakmu ada keinginan untuk bersatu kembali dengan Tanto?” tanya Uki dengan memperhatikan Asma yang tertunduk.Melihat gelagat Asma, Uki sudah bisa menyimpulkannya. “Astagfirullah, Asma! Kamu itu sudah diselingkuhi. Bahkan perselingkuhannya dilakukan secara terang-terangan. Jika masih ada bersitan untuk kembali dengannya, akal sehatmu mana?” tanya Uki dengan geram.“Mas, aku sudah kecewa dengannya. Hatiku mungkin sudah mati untuknya. Tetapi, nasib Randi bagaimana? Dia ju
“Assalamualaikum,” salam Laila sambil membuka pintu yang sudah tidak terkunci.Laila meletakkan barang bawaannya yang berupa kardus dan juga plastik besar di meja ruang tamu.“Waalaikumsalam,” jawab Asma dan Uki yang masih berada di dapur.Uki sedang membantu menata kue-kue ke tempatnya sebelum di bawa ke toko yang berada di bagian depan rumah.Laila sudah muncul di depan Asma dan Uki sebelum mereka menghampiri Laila ke ruang tamu.“Loh, La! Kamu kok sudah balik ke sini? Katanya liburnya sampai besok pagi?” tanya Asma ketika melihat Laila yang datang.Laila menyalami kedua kakak sepupunya.“Bakda Zuhur nanti, aku harus mengisi kajian remaja putri di salah satu masjid,” jawab Laila sambil menggeser kursi yang ada di ruang makan untuk didudukinya.“Jam segini sudah sampai di kota, memangnya kamu dari desa jam berapa, La?” tanya Uki yang melihat jam dinding di dapur masih menunjukkan pukul 5.30.“Bakda Subuh langsung berangkat. Bus berangkat paling pagi kan bakda subuh,” jawab Laila samb
"Perkenalkan, saya Arif, pengacara yang diminta mendampingi proses perceraian Mbak Asma,” ujar Arif mengenalkan diri dan menjabat tangan Uki.“Uki, kakak dari Asma,” balas Uki.Mereka pun duduk berhadapan di ruang tamu.“Terima kasih Pak Arif mau membantu mengurus perceraian adik saya,” ujar Uki membuka obrolan mereka.“Sama-sama. Tapi sebelumnya, panggil saja Arif, Mas. Saya masih terlalu muda untuk dipanggil pak,” ucap Arif dengan tersenyum lebar.“Mas Arif kali ya. Mungkin saya yang sudah terlihat tua ya, Mas,” seloroh Uki sambil tersenyum.“Mas Uki belum terlalu tua untuk ukuran laki-laki yang sudah mempunyai anak satu,” balas Arif.Mendengar ucapan Arif, Uki bengong sesaat.“Anak? Bagaimana saya bisa punya anak, Mas. Nikah saja belum,” ujar Uki sambil terkekeh.Kini giliran Arif yang bengong. “Loh, tadi bukan anak dan istri Mas Uki?” tanyanya memastikan.“Bukan Mas Arif. Perempuan tadi adik sepupu saya, sedangkan bayi tadi ponakan saya, anaknya Asma,” jawab Uki.“Syukurlah!” ucap
“Calon istri?” tanya Arya dengan mengernyitkan dahi.Sebelum berbicara dengan Asma, Arya meminta wanita yang bersamanya untuk mengambil barang yang dibutuhkannya.Milla sedang memilih barang yang sudah dicatat Asma di sebuah kertas. Sedangkan, Asma mencari pernik-pernik pelengkap hiasan kue yang juga tersedia di toko itu.Asma menjadi serba salah dengan pertanyaannya. Apalagi menanyakannya tepat di depan wanita yang dia kira calon istri Arya. Padahal, dia tidak bermaksud bertanya hal tersebut.“Tidak jadi,” sahut Asma sesegera mungkin sebelum Arya mengajukan pertanyaan lanjutan.“Maksudmu dia?” tanya Arya seraya menunjuk wanita yang bersamanya tadi. “Kenapa kamu menebaknya sebagai calon istriku? Padahal kamu tahu bahwa kamulah wanita yang aku harapkan sebagai istriku.”Tanpa disadari, pipi Asma bersemu mendengar ucapan Arya. Walaupun dia sering mendengar pernyataan Arya, tetapi selalu saja membuat jantungnya berdetak lebih cepat dan pipinya terasa memanas.“Tidak usah dipikirkan, Arya