Pagi ini Alena memilih untuk berangkat ke kantor sendiri dan tidak mau diantar oleh Narandra, luka dipipinya masih cukup terlihat, tapi dia tetap harus segera berangkat ke kantor karena banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Saat hendak masuk ke ruangan, Alena berpapasn dengan Sarah, tapi terlihat Alena tidak menyapa Sarah dan Alena berlajan sedikit menunduk untuk menutupi luka yang ada dipipinya. Hal itu malah membuat Sarah semakin curiga dan penasaran dengan apa yang telah terjadi hari kemarin. Sarah lalu berjalan menuju pantry , dan saat dia ada di pantry ternyata ada beberapa karywan yang tengah membuat teh dan kopi. Lalu Sarah masuk ke pantry dan ikut menyeduh secangkir kopi.“Pagi Mbak Sarah!” Sapa tiga orang karyawan perempuan itu.“Pagi…Eh saya mau tanya dong, kalian kemarin ngeliat ada yang aneh nggak sama Bu Alena?”“Aneh? Maksudnya gimana mbak?” Tanya salah seorang karyawan yang mengenakan Blezer dan celana panjang berwarna hitam.“Em..kemarin kalian lihat Bu Alena jat
“ Gue uda tahu semua soal kejadian kemarin Al, lo nggak usah pura-pura lagi!”“Apaan sih Sar, kejadian apa?Lo denger gossip apa dari anak-anak kantor?”“Bukan gossip sih kalau memang ini diwajah lo masih ada bekas lebam kemarin!”Alena dengan buru-buru merapikan rambutnya yang dia gunakan untuk menutup wajah nya yang terlihat lebam.“Kenapa ditutup gitu sih wajahnya?” Sinis Sarah.“Apaan sih lo…!”Sarah lalu berjalan ke arah Alena dan menyibak rambut Alena kebelakang, dan di sana Sarah melihat bahwa mamang benar ada luka lebam di wajah Alena itu. Sarah lalu duduk sambil menutup wjaahnya dengan kedua telapak tangnnya. Dia kali ini tidak tahu lagi harus berbicara apa pada Alena, semua nasehatnya seolah-olah tidak mempan menembus hati Alena. Hati Alena benar-benar sudah buta tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk lagi sekarang.“Gila lo, uda kayak gini
Alena terlihat sedih dan kalut, apalagi setelah Sarah tahu semua tentang kejadian yang dialaminya bersama Rama. Alena pun kini tidak bisa menghubungi Sarah, dan Alena juga tahu kalau Sarah saat ini tidak berada di kantor. "Mungkin Sarah pergi menemui Rama! " Batin Alena sendu. Ditengah kekalutannya ini tiba-tiba dia mendapati telfon dari Pak Candra, saat tahu kalau Pak Candra menghubunginya Alena menghembuskan nafas dalam-dalam sambil memejamkan matanya. Dia tahu kalau orang tuanya kali ini pasti lagi-lagi akan menanyakan perihal pernikahannya dengan Narandra. Alena sejujurnya sedang tidak ingin membahas masalah pernikahann atau apapun yang membuatnya semakin kalut dan tertekan. Dua kali panggilan kini pun sudag terlewat, dan Alena masih belum ingin mangangkat panggilan itu. Hingga panggilan ke tiga Alena merasa kalau dia memang harus mengangkat panggilan dari Pak Candra. "halo! " Sapa Alena lesu. "Al, Bapak sama ibu mau nanya! " "Ada apa Pak? " "gimana perkembangan persiapan
Narandra lalu menunggu Alena hingga selesai bekerja, dan saat petang mulai datang, Narandra segera mengantarkan Alena untuk pulang ke rumah, karena Narandra juga melihat kalau keadaan Alena sedang tidak baik-baik saja hari ini. Sepanjang jalan, Alena juga hanya merenung dan merenung, tak sedikitpun senyum terlihat pada bibir cantik milik Alena.“Oh ya sayang, aku dari tadi kok nggak lihat Sarah, dia nggak masuk?” Tanya Narandra memecah keheningan diantara mereka.“Hah? Sarah? Sarah ….Sarah lagi ada kerjaan di luar kantor!” Ucap Alena sedikit kebingungan.Narandra lalu sedikit melirik ke arah Alena, Narandra bisa melihat kalau Alena saat ini juga sedang berbohong.“Kemana Sarah?” Batin Narandra.Sesampainya di rumah Alena, Narandra langsung berpamitan dan meminta Alean untuk langsung beristirahat. Narandra lalu dengan buru-buru mengendarai mobilnya, dia ingin pergi ke rumah Sarah, dia sudah sangat ingin tahu apakah Sarah sudah tahu penyebab luka yang dialami Alena.Saat sampai di rumah
Amarah Narandra benar-benar sudah dipuncak ubun-ubun rasanya, dia langsung berdiri dan hendak menghajar Rama. Rio dan Sarah menyadaari kemarahan Narandra ini, dan mereka ingin mencegah Narandra untuk menemui Rama.“Ndra tunggu lo mau kemana?” Tanya Rio.“Gue mau ketemu Rama, gue nggak bisa tinggal diam aja kayak gini Yo!”“Ndra jangan lakuin ini, lo tahan dulu amarah lo, lo jangan gegabah!” Ucap Sarah.“Tahan? Lo bilang tahan? Sampai kapan Sar? Gue kurang bertahan apa sampai sekarang, gue uda sabar dan nahan amarah gue dari dulu, tapi kali ini Ram uda kelewatan, dia nggak bisa memperlakukan Alena seperti itu!”“Iya gue paham, tapi masalahnya kedaaan Rama sedang tidak baik-baik saja sekarang!” Jelas Sarah.“Maksud lo?”“Rama kembali mengalami masalah emosial, dia mulai nggak bisa kenadalikan emosinya sendiri, dan sekarang dia uda rutin minum obat-obatan dari dokternya lagi. Makanya kalau lo datang ke dia dan marah-marah, bukan cuma Rama yang gue khawatirin tapi lo juga. Kita nggak tahu
“Jadi kamu nggak mau nerima lamaran aku?” Lirih Rama.“Bukannya aku nggak mau, tapi waktunya nggak tepat, harus berapa kali lagi aku bilang sama kamu sih Ram buat sabar, aku bakalan selesain semua ini tapi tolong jangan bikin kacau rencana ku kayak gini!” Maki Alena.Alena terus memaki Rama, dia benar-benar sudah kalut dan penat. Kejadian tadi membuat dia malu dan pasti jadi bahan pergunjingan seluruh kantor. Menurut Alena memang Rama terlalu gegabah dan tidak berfikir jauh, sungguh beda dengan Rama yang dulu dia kenal. Rama yang sekarang ada dihadapan Alena terasa jauh berbeda.Kegaduhan yang ada dalam ruangan Alena pun sedikit banyak dapat di dengar oleh karyawan yang ada di luar ruangan Alena, kali ini mereka memang tengah bergunjing satu sama lain karena menyaksikan kejadian luar biasa tadi. Di tengah gunjingan mereka, lalu Sarah datang menghampiri para karyawan yang tengah bergerombol di depan ruangan Alena.“Ada apa ini” Tanya Sarah yang mengejutkan para karyawan itu.Lalu sala
Alena hanya diam sambil membiarkan air matanya terus mengalir membasahi pipinya, sedangkan Rama terus menginjak bunga-bunga itu hingga benar-benar hancur dan tak terselamatkan.“Udah Ram stop!” Lirih Alena.“Kenapa nangis? Kenapa? Kamu uda mulai suka sama Narandra? Kamu uda mulai cinta sama dia?” Teriak Rama.Alena lalu bersimpuh di tanah di hadapan Rama , sambil menatap bunga-bunga cantik yang selama ini dia rawat. Sepatah katapun dia tidak bisa menjawab kata-kata dari Rama. Dia hanya mampu menggelang-gelangkan kepalanya.Dan siapa sangka kejadian tersebut disaksikan langsung oleh Narandra yang kini tengah berdiri di depan gerbang sambil menggengggam erat bunga mawar putih. Melihat Rama merusak bunga-bunga darinya sungguh membuat hati Alena hancur, dan lebih hancur lagi melihat Alena menangis tersedu sambil bersimpuh seperti itu. Ingin rasanya dia menghampiri mereka, tapi berulang kali hatinya menolak. Dan akhirnya Narandra membua
Bibi membantu Alena untuk duduk di ruang tamu, Alena terlihat masih menangis dan menggenggam beberapa kelopak bunga mawar putih yang terlihat sudah lusuh. Bibi lalu bergegas mengambil segelas air putih untuk Alena. Setelah memberikan Alena minuman, Bibi kemudian menghubungi Sarah. Bibi merasa kalau saat ini yang bisa menenangkan Alena adalah Sarah.“Halo Mbak Sarah!” Sapa Bibi dengan panik.“Bibi, ada apa?”“Mbak Sarah bisa kesini? Mbak Alena Mbak…!”“Alena kenapa Bi?” Tanya Sarah dengan panik.“Mbak Alena tadi bertengkar dengan Mas Rama!”“Oke..saya sama Rio kesana sekarang!”Sarah lalu menutup telfonnya, dan segera mengajak Rio untuk pergi ke rumah Alena. Sarah saat ini benar-benar khawatir dengan sahabatnya itu. Sepanjang perjalanan Sarah pun terlihat sangat gelisah, dan meminta Rio untuk lebih cepat lagi mengendarai mobilnya.“Apa aku telfon Narandra ya?” Tanya Sarah pada Rio.“Jangan..nanti Narandra ikutan panik, kita cari tahu kondisi Alena dulu!”Setelah sampai di rumah Alena,