Amarah Narandra benar-benar sudah dipuncak ubun-ubun rasanya, dia langsung berdiri dan hendak menghajar Rama. Rio dan Sarah menyadaari kemarahan Narandra ini, dan mereka ingin mencegah Narandra untuk menemui Rama.“Ndra tunggu lo mau kemana?” Tanya Rio.“Gue mau ketemu Rama, gue nggak bisa tinggal diam aja kayak gini Yo!”“Ndra jangan lakuin ini, lo tahan dulu amarah lo, lo jangan gegabah!” Ucap Sarah.“Tahan? Lo bilang tahan? Sampai kapan Sar? Gue kurang bertahan apa sampai sekarang, gue uda sabar dan nahan amarah gue dari dulu, tapi kali ini Ram uda kelewatan, dia nggak bisa memperlakukan Alena seperti itu!”“Iya gue paham, tapi masalahnya kedaaan Rama sedang tidak baik-baik saja sekarang!” Jelas Sarah.“Maksud lo?”“Rama kembali mengalami masalah emosial, dia mulai nggak bisa kenadalikan emosinya sendiri, dan sekarang dia uda rutin minum obat-obatan dari dokternya lagi. Makanya kalau lo datang ke dia dan marah-marah, bukan cuma Rama yang gue khawatirin tapi lo juga. Kita nggak tahu
“Jadi kamu nggak mau nerima lamaran aku?” Lirih Rama.“Bukannya aku nggak mau, tapi waktunya nggak tepat, harus berapa kali lagi aku bilang sama kamu sih Ram buat sabar, aku bakalan selesain semua ini tapi tolong jangan bikin kacau rencana ku kayak gini!” Maki Alena.Alena terus memaki Rama, dia benar-benar sudah kalut dan penat. Kejadian tadi membuat dia malu dan pasti jadi bahan pergunjingan seluruh kantor. Menurut Alena memang Rama terlalu gegabah dan tidak berfikir jauh, sungguh beda dengan Rama yang dulu dia kenal. Rama yang sekarang ada dihadapan Alena terasa jauh berbeda.Kegaduhan yang ada dalam ruangan Alena pun sedikit banyak dapat di dengar oleh karyawan yang ada di luar ruangan Alena, kali ini mereka memang tengah bergunjing satu sama lain karena menyaksikan kejadian luar biasa tadi. Di tengah gunjingan mereka, lalu Sarah datang menghampiri para karyawan yang tengah bergerombol di depan ruangan Alena.“Ada apa ini” Tanya Sarah yang mengejutkan para karyawan itu.Lalu sala
Alena hanya diam sambil membiarkan air matanya terus mengalir membasahi pipinya, sedangkan Rama terus menginjak bunga-bunga itu hingga benar-benar hancur dan tak terselamatkan.“Udah Ram stop!” Lirih Alena.“Kenapa nangis? Kenapa? Kamu uda mulai suka sama Narandra? Kamu uda mulai cinta sama dia?” Teriak Rama.Alena lalu bersimpuh di tanah di hadapan Rama , sambil menatap bunga-bunga cantik yang selama ini dia rawat. Sepatah katapun dia tidak bisa menjawab kata-kata dari Rama. Dia hanya mampu menggelang-gelangkan kepalanya.Dan siapa sangka kejadian tersebut disaksikan langsung oleh Narandra yang kini tengah berdiri di depan gerbang sambil menggengggam erat bunga mawar putih. Melihat Rama merusak bunga-bunga darinya sungguh membuat hati Alena hancur, dan lebih hancur lagi melihat Alena menangis tersedu sambil bersimpuh seperti itu. Ingin rasanya dia menghampiri mereka, tapi berulang kali hatinya menolak. Dan akhirnya Narandra membua
Bibi membantu Alena untuk duduk di ruang tamu, Alena terlihat masih menangis dan menggenggam beberapa kelopak bunga mawar putih yang terlihat sudah lusuh. Bibi lalu bergegas mengambil segelas air putih untuk Alena. Setelah memberikan Alena minuman, Bibi kemudian menghubungi Sarah. Bibi merasa kalau saat ini yang bisa menenangkan Alena adalah Sarah.“Halo Mbak Sarah!” Sapa Bibi dengan panik.“Bibi, ada apa?”“Mbak Sarah bisa kesini? Mbak Alena Mbak…!”“Alena kenapa Bi?” Tanya Sarah dengan panik.“Mbak Alena tadi bertengkar dengan Mas Rama!”“Oke..saya sama Rio kesana sekarang!”Sarah lalu menutup telfonnya, dan segera mengajak Rio untuk pergi ke rumah Alena. Sarah saat ini benar-benar khawatir dengan sahabatnya itu. Sepanjang perjalanan Sarah pun terlihat sangat gelisah, dan meminta Rio untuk lebih cepat lagi mengendarai mobilnya.“Apa aku telfon Narandra ya?” Tanya Sarah pada Rio.“Jangan..nanti Narandra ikutan panik, kita cari tahu kondisi Alena dulu!”Setelah sampai di rumah Alena,
Sepanjang malam Alena terus mencoba menghubungi Narandra, tapi sekarang ponsel Narandra juga tidak aktif. Perasaan Alena juga merasa tidak nyaman sedari tadi. Bahkan malam ini pun Alena juga tidak bisa tidur karena terus kepikiran dengan Narandra.Keesokan harinya setelah Alena berangkat sebentar ke kantor, dan sebelum jam makan siang Alena pergi ke restoran milik Narandra. Perasaan Alena saat ini semakin tidak karuan, karena dia belum juga bisa mnghubungi kekasihnya itu. Saat sampai di restoran milik Narandra, para karyawan dan staff disana mengatakan kalau sedari pagi Narandra belum ke restoran. Mendengar kabar itu sontak saja membuat Alena semakin panik. Lalu dengan segera Alena pergi ke rumah Narandra. Dan disana Alena juga hanya bertemu dengan Asisten Rumah Tangga Narandra.“Bi Narandra dimana?”“Mbak Alena tidak tahu?” Tanya Bibi dengan wajah yang terlihat sedih.“Tahu tentang apa Bi?”“Pak Ardiya kecelakaan mbak tadi malam!”Mendengar kalimat itu serasa meruntuhkan hati dan per
Alena dan Sarah dalam keadaan yang sangat khawatir berjalan cepat menyusuri Lorong menuju ke ruangan rawat inap Narandra. Tidak bisa dipungkiri kalau saat ini air mata Alena terus berjatuhan karena dia sangat khawatir dengan keadaan calon suaminya itu. Dan ruangan Narandra pun semakin dekat, Alena dan Sarah kini sudah bisa melihat kedua orang tua Narandra tengah duduk merenung di di depan ruangan. Alena pun segera berlari menghampiri mereka.“Tente..tante..!” Panggil Alena.Alena langsung memeluk mamanya Narandra, tangis Alena pun semakin pecah didalam pelukan calon mertuanya itu.“Alena tenang ya, Narandra uda melewati masa kritisnya, kamu tenang ya !” Lirih mamanya Narandra sambil mengusap lembut rambut calon menantunya.“Alena boleh ketemu Narandra?” Lirih Alena.“Boleh sayang, kamu masuk ya temui Narandra!”Alena dan Sarah lalu masuk ke dalam ruangan itu, hati Alena sakit luar biasa melihat calon suaminya itu berbaring lemah dengan kepala dan lengan penuh perban. Air matanya pun s
Narandra membuka matanya dan matanya langsung bertatapan dengan mata indah penuh air mata milik calon istrinya, yaitu Alena. Senyum Alena juga terlihat mengembang riang melihat Narandra sudah mulai sadar. "Gue panggil dokter dan orang tua Narandra dulu! " Ucap Sarah saat melihat Narandra mulai siuman. Sarah pun segera berlari untuk memanggil dokter dan juga kedua orang tua Narandra yang tengah duduk di depan ruangan. Mendengar kabar dari Sarah, kedua orang tua Narandra juga bergegas masuk ke dalam ruangan melihat kondisi anak mereka. Sedangkan Alena kini terus memegang tangan Narandra dan tak memalingkan pandangannya sedikit pun dari mata Narandra. "Haii… ! " Lirih Alena. Narandra lalu sedikit tersenyum, dan juga meneteskan air mata. "Kenapa nangis? Ada yang sakit? " Tanya Alena panik. Narandra lalu menggelengkan kepalanya pelan dan kembali tersenyum. Sedangkan kedua orang tua Narandra terlihat bahagia melihat putranya sudah sadar. Lalu tak lama kemudian Sarah datang bersam
"Maafin aku ya Ndra, ini semua salah aku! " Lirih Alena. Narandra lalu memegang tangan Alena dengan lemah. "kenapa kamu ngerasa kalau ini salah kamu? " "Aku tahu, malam itu kamu lihat semunya kan? Kamu datang dan lihat Rama di rumahku, dan kamu juga tahu pasti kalau Rama membuang semua bunga-bunga yang kamu kasih buat aku! " Lirih Alena. "Kamu secinta itu sama Rama Al? " Tanya Narandra syahdu. "Nggak Ndra, nggak gitu. Aku juga sedih dan sakit hati karena perbuatan Rama malam itu! " "Al aku tahu semuanya kok, aku tahu siapa yang sering datangin kamu ke kantor maupun ke rumah, bahkan aku tahu siapa yang akhir-akhir ini bikin kamu memar-memar, semua itu Rama bukan? Kalau kamu nggak cinta sama dia mana mungkin kamu masih mau bertemu dan menerima dia di rumah kamu padahal kamu tahu dia bisa aja mukul kamu kapan pun dia mau! " Lirih Narandra dengan mata yang berkaca-kaca. Alena lalu terdiam dan menunduk, dia tak sanggup menatap mata Narandra yang penuh dengan ketulusan itu. Dia tidak