Share

2

Penulis: Lavender
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-29 09:42:38

“Kenapa bukan Mama saja?” tanya Justin menanggapi omelan Tami yang menurutnya terlalu sering dilakukan.

Tidak sekali, dua kali ketika selesai dalam pertemuan makan malam dengan teman beserta anaknya, Tami akan mengomel bak truk tronton kehilangan kendali remnya. Dan Justin yang terbiasa diam serta enggan menyuarakan kekesalannya, malam ini meledak tanpa bisa dicegah.

“Kamu ngelawan Mama?!” teriak Tami cukup histeris. Sikap dramatis Tami tidak Justin ambil pusing. Mamanya sudah terbiasa bersikap yang begitu dan kenyang menjadi satu-satunya kesimpulan yang selalu Justin berikan. “Kamu itu sudah 30 tahun, Justin, 30 tahun! Dan kamu masih santai seperti tidak punya hasrat untuk menjalani kehidupan yang jauh lebih baik lagi. Kenapa bisa Mama melahirkan kamu yang bebal seperti ini, sih!?”

“Dan memangnya aku pernah meminta dilahirkan dari rahim Mama!” Justin berucap sarkas namun itu jelas mengacu pada kenyataan yang ada di hadapannya saat ini. “Jika Mama mengenalku, tidak perlu Mama mendesakku sampai seperti ini. Menikah itu jelas akan aku lakukan tapi nanti. Lagi pula Mama begitu terburu ingin aku menikah tujuannya hanya demi mendapatkan cucu, ‘kan?”

“Kamu!” Tami semakin histeris di buatnya. Perkataan Justin tidak tersaring dengan baik dan meluncur tanpa dosa. “Gunakan otak kamu, Justin! Jika hanya karena cucu, Mama tidak akan menjadi gila seperti saat ini. Tapi kamu tahu apa yang terjadi di rumah!? Kamu melihat bagaimana keluarga kita terbentuk dan dengan entengnya kamu masih memikirkan soal cucu yang Mama inginkan? Gila! Mama benar-benar tidak waras dengan mempertahankan kamu jika mendapat balasan yang menyakitkan seperti ini!”

Mendengar itu, Justin sadar jika Tami sedang melakukan aksi merajuknya. Sekali lagi Justin katakan, jika hal itu pun sudah biasa Justin dengar. Tidak ada waktu untuk sakit hati apa lagi mengeluhkan keadaan yang membelenggunya. Justin hanya perlu fokus pada karier dan dirinya sendiri. Setidaknya ketika di depak dari keluarga Brotolaras, ada ilmu dalam berbagai kemampuan yang dirinya bawa serta.

“Mungkin Mama harus lebih sadar jika semua ancaman yang Mama lakukan bisa memengaruhiku. Aku tidak hidup untuk masalah seremeh itu. Mama harus tahu, aku sudah lebih dari siap jika harus dibuang seperti yang selalu Mama katakan. Lagi pula, aku tidak ingin membebani Mama. Kenapa tidak Mama gugurkan aku saat tahu ada yang hidup di perut Mama?” Justin bertanya yang membuat Tami semakin geram. “Karena Mama butuh Andre untuk mencukupi semua kebutuhan Mama. Mama butuh menjadi wanita kaya yang diakui oleh semua orang dan tentunya lingkungan yang selama ini Mama jalani. Jadi, Ma, berhenti menjadi munafik dengan terus menekanku. Aku akan menikah, dengan atau bukan pilihan Mama. Aku pria 30 tahun yang mempunyai jalan hidup dan akulah pemegang kendali untuk kehidupanku sendiri.”

Tami tertegun mendengarnya. Tidak biasanya Justin berkata panjang lebar seperti sekarang ini yang menandakan jika putra bungsunya benar-benar marah. Tami hanya menatapi wajah Justin dengan rahangnya yang mengeras. Tami tahu tapi tidak mau repot-repot peduli. Sekalipun benar yang dikatakan Justin, wanita mana yang ingin hidup susah di era terbatas ini? Tami hanya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang datang menujunya. Namun mulutnya yang mengandung emosi sudah menyentil sisi lain di diri Justin.

“Kamu harus tahu bahwa tidak semua kehidupan selalu berjalan mulus. Ada beberapa jalan terjal yang harus kamu lalui dan berbagai cobaan lainnya. Jadi jangan terlalu sombong bahwa kamu mampu melakukannya seorang diri. Kamu pikir berada di puncak ini tidak membutuhkan banyak pengorbanan? Kamu pikir untuk bisa naik dan setara dengan saudaramu, Mama hanya diam saja dan rela diinjak-injak? Tidak Justin. Ada banyak cara yang Mama lakukan dan yang Mama inginkan hanyalah, kamulah pemegang perusahaan. Karena hanya kamu kandidat yang paling tepat untuk menggantikan kepemimpinan Andre,” tutur Tami panjang lebar yang terlalu sering diucapkan.

Justin terkekeh sinis. Cara pikir Tami yang hanya berisi tentang harta dan bersenang-senang tidak mau tahu tentang fakta yang telah lama beredar. Tidak terbantahkan namun Tami selalu angkuh dengan rasa percaya dirinya yang tinggi.

“Mama yakin itu bisa atau Mama bisa membuat aku berada di puncak? Aku harus menjadi pemimpin dan berada di atas Rangga dan Anggi. Mama yakin dengan itu? Buktikan jika memang Mama bisa karena aku tidak suka pekerjaan setengah-setengah dengan janji manis. Aku tidak akan banyak membual selama Mama mampu melakukannya. Aku akan menikahi wanita manapun yang Mama bawakan ke hadapanku.”

***

“Mama bercanda, ‘kan?” tanya Amira yang baru saja menapaki lantai marmer rumah kedua orang tuanya. “Mama tidak sedang mendorongku ke jurang dengan menikahi Justin, ‘kan? Ma, ayolah, sadar! Ini bukan zamannya Mama dan Papa yang memaksakan setiap kehendak. Aku juga punya kehidupan yang ingin aku jalani dan menikah bersama orang yang aku pilih.”

“Memangnya kamu punya? Dari perusahaan mana, berapa saham yang dia miliki, apa dia setara dengan kita? Lebih kondang dari perusahaan Justin? Bawa ke hadapan Mama.” Kanina tidak mau rugi melepaskan Amira dengan pria sembarangan yang tidak berbobot. “Sementara Justin, dia tidak datang menawarkan diri ataupun kamu yang Mama bawa ke hadapan keluarga Brotolaras. Tapi kamu tahu siapa Andre Brotolaras? Dia yang meminta kamu dan Justin untuk bersama.”

“Aku tidak peduli, Mama,” jawab Amira dengan mata berapi-api penuh ketegasan. “Entah mereka atau mungkin Mama dan Papa sekalipun. Dia bukan orang yang aku mau. Aku tidak memiliki rasa yang khusus sehingga harus membersamainya. Dan lagi pula, Mama pasti yang paling tahu daripada aku jika Tami bukan istri sah yang sebenarnya.”

Mata Kanina melotot. Terkejut dengan penuturan Amira yang membuat putri semata wayangnya terkekeh penuh kemenangan. Kanina tidak tahu jika Amira bisa membalasnya hingga membuatnya terdiam. Kanina pikir, Amira tetaplah seorang anak yang penurut dan mau mendengarkan setiap permintaannya. Meski tidak semua yang Kanina perintahkan selalu Amira turuti, seharusnya masa lalu Tami tidak perlu masuk ke rungu Amira.

“Kamu tahu dari mana?” tanya Kanina penasaran. “Jangan dengarkan gosip yang tidak valid. Kamu menolak artinya kamu menentang Papamu. Amira, dengarkan Mama sekali ini saja, oke? Mama benar-benar serius ingin kamu bersama Justin karena hanya dengan begitu, bisnis Papamu akan tertolong. Tidak ada perusahaan lain selain milik keluarga Brotolaras yang mau membantu Papamu dan hanya kamu harapan kami satu-satunya.”

“Pernikahan bisnis, ya? Mama dan Papa menjualku kepada keluarga mereka? Apa Mama tahu jika anak tertua mereka sering berulah dengan beberapa wanita dan kabar terakhir yang aku dengar, dia memperkosa adiknya sendiri. Lalu bagaimana denganku?”

Bab terkait

  • Cinta Diamnya Sang CEO   3

    “Ayo makan,” ajak Amira yang siang itu masuk ke ruangan rapan Justin tanpa izin apa lagi mengetuk pintu.Wajahnya yang songong menjadi pusat perhatian para klien Justin yang hari itu sedang melakukan rapat penting. Alih-alih peduli dan risih lantaran mendapat perhatian dari semua orang, Amira justru berdiri dengan santai. Tubuhnya bersandar di pintu seraya memperhatikan kuku-kukunya yang baru saja diwarnai.Justin hanya bergeming di tempatnya. Tanpa berniat berdiri dari duduknya dan menegur perilaku Amira yang sembrono. Justin justru di buat penasaran dan berpikir harus melakukan apa kepada Amira. Wanita itu cukup punya nyali untuk menghampiri dirinya di kantor. Sejauh ingatan Justin, selama ini tidak banyak wanita yang berani menerobos kantornya.“Kita akhiri sampai di sini.”Barulah Amira hengkang dari tempatnya berdiri. Duduk di kursi depan ruangan rapat menunggu Justin keluar. Satu per satu orang yang duduk di kursi rapat pergi dengan gunjingan yang tidak Amira pusingkan. Mereka h

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Cinta Diamnya Sang CEO   4

    “Kamu hamil?” tanya Justin dengan bibir tersungging mengejek Amira yang menatapnya tanpa berkedip. “Dan kamu ingin aku bertanggung jawab, begitu?”“Mau nggak?!” Amira berseru cukup lantang yang membuat Justin memundurkan kepalanya heran. “Toh kamu dipaksa untuk menikah demi mewarisi seluruh harta kekayaan Brotolaras, ‘kan? Dan bahagianya, Mamamu akan mendapatkan cucu sekaligus.”Justin pernah mendengar temannya berkata jika kaum hawa memang penghuni bumi yang paling sulit untuk ditebak apa maunya. Mereka adalah sekumpulan manusia yang mencari penyakit telah menciptakan sebuah masalah. Mereka bertindak arogan padahal tahu tidak ada tameng di dalam dirinya saat sebuah fakta diungkapkan. Mereka akan menangis tersedu-sedu sambil menyalahkan kaum adam dengan berseru: kamu jahat!“Siapa?” Justin menoleh dengan tangan meremas kemudinya kuat-kuat. Amira melihatnya dengan jelas hingga buku-buku kuku Justin memutih. “Siapa yang melakukan itu padamu? Aku tahu kamu bukan wanita bebas bak jalang d

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Cinta Diamnya Sang CEO   5

    “Muminya pindah ke sini, ya?” tanya sebuah suara yang tetap membuat Amira bergeming di tempatnya. “Aku baru tahu wabahnya telah menyerang Semarang.”Barulah Amira mendongakkan kepalanya diiringi senyuman tipis yang canggung. Bak maling tertangkap basah, Amira menolehkan kepalanya ke arah jam digital di atas mejanya. Oh, sekarang Amira tersadar kenapa pria ini berada di kantornya. Rupanya Amira yang terlambat dapat ke ruang rapat.“Tersadar, eh?” kekehnya dengan wajah penuh ejekan. “Aku pikir kamu orang yang disiplin dan selalu memanfaatkan waktu yang kamu miliki. Siapa yang sangka kamu bisa seceroboh ini?”“Hm, aku ceroboh,” aku Amira yang cepat-cepat berdiri dari duduknya. “Ini, ‘kan yang kamu butuhkan?” Amira bubuhkan tanda tangan miliknya setelah semalam membaca isi kontraknya. “Ada beberapa yang harus kamu revisi termasuk nominal uang yang tertera. Jangan terlalu menekan pihak lawan atau mereka akan membalas secara diam-diam. Dunia bisnis tidak seaman yang kamu bayangkan. Banyak l

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Cinta Diamnya Sang CEO   1

    “Mereka itu cocok, ‘kan?” ucap teman Mamanya yang Justin ingat namanya Kanina. Wanita paruh baya dengan kemeja santainya namun terlihat elegan itu tersenyum ke arah Justin yang mendapat balasan segaris dari bibir Justin. “Siapa dulu yang mengusulkan ide ini lebih dulu? Aku dan Juan hanya berpikir jika ini candaan semata.”Justin memotong dengan malas steaknya lalu memasukkan ke dalam mulutnya. Kunyahannya lambat namun cukup memberi kesan jika pria 30 tahunan itu ingin cepat-cepat hengkang dari pertemuan membosankan ini. Sudah berapa kali dalam satu bulan Mamanya membawanya ke dalam obrolan bisnis? Justin tidak sempat menghitungnya karena terlalu sering.Tami, Mama Justin membalas dengan senyum merekah di bibirnya yang berpoles lipstik merah lembut. “Andre yang pertama kali berpikir begitu. Aku juga sepemikiran denganmu. Kupikir, semuanya tidak perlu kita atur toh pada akhirnya nanti mereka akan bertemu dan berkenalan. Ah, aku merasa tertekan membesarkan Justin yang dingin dan tidak pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29

Bab terbaru

  • Cinta Diamnya Sang CEO   5

    “Muminya pindah ke sini, ya?” tanya sebuah suara yang tetap membuat Amira bergeming di tempatnya. “Aku baru tahu wabahnya telah menyerang Semarang.”Barulah Amira mendongakkan kepalanya diiringi senyuman tipis yang canggung. Bak maling tertangkap basah, Amira menolehkan kepalanya ke arah jam digital di atas mejanya. Oh, sekarang Amira tersadar kenapa pria ini berada di kantornya. Rupanya Amira yang terlambat dapat ke ruang rapat.“Tersadar, eh?” kekehnya dengan wajah penuh ejekan. “Aku pikir kamu orang yang disiplin dan selalu memanfaatkan waktu yang kamu miliki. Siapa yang sangka kamu bisa seceroboh ini?”“Hm, aku ceroboh,” aku Amira yang cepat-cepat berdiri dari duduknya. “Ini, ‘kan yang kamu butuhkan?” Amira bubuhkan tanda tangan miliknya setelah semalam membaca isi kontraknya. “Ada beberapa yang harus kamu revisi termasuk nominal uang yang tertera. Jangan terlalu menekan pihak lawan atau mereka akan membalas secara diam-diam. Dunia bisnis tidak seaman yang kamu bayangkan. Banyak l

  • Cinta Diamnya Sang CEO   4

    “Kamu hamil?” tanya Justin dengan bibir tersungging mengejek Amira yang menatapnya tanpa berkedip. “Dan kamu ingin aku bertanggung jawab, begitu?”“Mau nggak?!” Amira berseru cukup lantang yang membuat Justin memundurkan kepalanya heran. “Toh kamu dipaksa untuk menikah demi mewarisi seluruh harta kekayaan Brotolaras, ‘kan? Dan bahagianya, Mamamu akan mendapatkan cucu sekaligus.”Justin pernah mendengar temannya berkata jika kaum hawa memang penghuni bumi yang paling sulit untuk ditebak apa maunya. Mereka adalah sekumpulan manusia yang mencari penyakit telah menciptakan sebuah masalah. Mereka bertindak arogan padahal tahu tidak ada tameng di dalam dirinya saat sebuah fakta diungkapkan. Mereka akan menangis tersedu-sedu sambil menyalahkan kaum adam dengan berseru: kamu jahat!“Siapa?” Justin menoleh dengan tangan meremas kemudinya kuat-kuat. Amira melihatnya dengan jelas hingga buku-buku kuku Justin memutih. “Siapa yang melakukan itu padamu? Aku tahu kamu bukan wanita bebas bak jalang d

  • Cinta Diamnya Sang CEO   3

    “Ayo makan,” ajak Amira yang siang itu masuk ke ruangan rapan Justin tanpa izin apa lagi mengetuk pintu.Wajahnya yang songong menjadi pusat perhatian para klien Justin yang hari itu sedang melakukan rapat penting. Alih-alih peduli dan risih lantaran mendapat perhatian dari semua orang, Amira justru berdiri dengan santai. Tubuhnya bersandar di pintu seraya memperhatikan kuku-kukunya yang baru saja diwarnai.Justin hanya bergeming di tempatnya. Tanpa berniat berdiri dari duduknya dan menegur perilaku Amira yang sembrono. Justin justru di buat penasaran dan berpikir harus melakukan apa kepada Amira. Wanita itu cukup punya nyali untuk menghampiri dirinya di kantor. Sejauh ingatan Justin, selama ini tidak banyak wanita yang berani menerobos kantornya.“Kita akhiri sampai di sini.”Barulah Amira hengkang dari tempatnya berdiri. Duduk di kursi depan ruangan rapat menunggu Justin keluar. Satu per satu orang yang duduk di kursi rapat pergi dengan gunjingan yang tidak Amira pusingkan. Mereka h

  • Cinta Diamnya Sang CEO   2

    “Kenapa bukan Mama saja?” tanya Justin menanggapi omelan Tami yang menurutnya terlalu sering dilakukan.Tidak sekali, dua kali ketika selesai dalam pertemuan makan malam dengan teman beserta anaknya, Tami akan mengomel bak truk tronton kehilangan kendali remnya. Dan Justin yang terbiasa diam serta enggan menyuarakan kekesalannya, malam ini meledak tanpa bisa dicegah.“Kamu ngelawan Mama?!” teriak Tami cukup histeris. Sikap dramatis Tami tidak Justin ambil pusing. Mamanya sudah terbiasa bersikap yang begitu dan kenyang menjadi satu-satunya kesimpulan yang selalu Justin berikan. “Kamu itu sudah 30 tahun, Justin, 30 tahun! Dan kamu masih santai seperti tidak punya hasrat untuk menjalani kehidupan yang jauh lebih baik lagi. Kenapa bisa Mama melahirkan kamu yang bebal seperti ini, sih!?”“Dan memangnya aku pernah meminta dilahirkan dari rahim Mama!” Justin berucap sarkas namun itu jelas mengacu pada kenyataan yang ada di hadapannya saat ini. “Jika Mama mengenalku, tidak perlu Mama mendesak

  • Cinta Diamnya Sang CEO   1

    “Mereka itu cocok, ‘kan?” ucap teman Mamanya yang Justin ingat namanya Kanina. Wanita paruh baya dengan kemeja santainya namun terlihat elegan itu tersenyum ke arah Justin yang mendapat balasan segaris dari bibir Justin. “Siapa dulu yang mengusulkan ide ini lebih dulu? Aku dan Juan hanya berpikir jika ini candaan semata.”Justin memotong dengan malas steaknya lalu memasukkan ke dalam mulutnya. Kunyahannya lambat namun cukup memberi kesan jika pria 30 tahunan itu ingin cepat-cepat hengkang dari pertemuan membosankan ini. Sudah berapa kali dalam satu bulan Mamanya membawanya ke dalam obrolan bisnis? Justin tidak sempat menghitungnya karena terlalu sering.Tami, Mama Justin membalas dengan senyum merekah di bibirnya yang berpoles lipstik merah lembut. “Andre yang pertama kali berpikir begitu. Aku juga sepemikiran denganmu. Kupikir, semuanya tidak perlu kita atur toh pada akhirnya nanti mereka akan bertemu dan berkenalan. Ah, aku merasa tertekan membesarkan Justin yang dingin dan tidak pe

DMCA.com Protection Status