Share

5

Penulis: Lavender
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-13 18:06:15

“Muminya pindah ke sini, ya?” tanya sebuah suara yang tetap membuat Amira bergeming di tempatnya. “Aku baru tahu wabahnya telah menyerang Semarang.”

Barulah Amira mendongakkan kepalanya diiringi senyuman tipis yang canggung. Bak maling tertangkap basah, Amira menolehkan kepalanya ke arah jam digital di atas mejanya. Oh, sekarang Amira tersadar kenapa pria ini berada di kantornya. Rupanya Amira yang terlambat dapat ke ruang rapat.

“Tersadar, eh?” kekehnya dengan wajah penuh ejekan. “Aku pikir kamu orang yang disiplin dan selalu memanfaatkan waktu yang kamu miliki. Siapa yang sangka kamu bisa seceroboh ini?”

“Hm, aku ceroboh,” aku Amira yang cepat-cepat berdiri dari duduknya. “Ini, ‘kan yang kamu butuhkan?” Amira bubuhkan tanda tangan miliknya setelah semalam membaca isi kontraknya. “Ada beberapa yang harus kamu revisi termasuk nominal uang yang tertera. Jangan terlalu menekan pihak lawan atau mereka akan membalas secara diam-diam. Dunia bisnis tidak seaman yang kamu bayangkan. Banyak langkah yang harus kamu ambil setelah mempertimbangkan semuanya. Jadi, jangan terlalu arogan.”

Pria itu, Daffa Kusuma tertawa sumbang. Ekspresi wajahnya benar-benar sombong dengan kedua mata yang menyipit kala bibirnya terangkat.

“Aku? Arogan?” tunjuknya pada dirinya sendiri setelah puas menatap Amira penuh cemooh. “Aku tidak perlu berlaku demikian. Bukankah sikapku sudah menunjukkannya secara terang-terangan?”

“Benar. Kamu sudah sombong sejak lahir. Karena tidak mempunyai pilihan yang sulit untuk kamu pertimbangkan maka menjadi pongah dalam bertingkah adalah ciri khasmu. Tidak heran jika banyak lawan yang menyerang. Kamu membuka pintu perang tanpa memberi penghalang sedikitpun. Nikmatilah!” titah Amira seraya menyerahkan dokumen yang Daffa minta.

Yang Amira kira akan segera membuat kedua kaki Daffa hengkang dari ruangannya. Namun yang terjadi adalah, pria itu tetao berdiri dengan wajah yang tak terbaca. Amira menyodorkan kembali dokumen itu dan Daffa tetap tak beranjak dari tempatnya.

“Kamu membicarakan tentang sebuah pilihan,” ucapnya secara tiba-tiba. Jari-jari Amira berhenti sejenak dari menari di atas keyboard laptopnya lalu melanjutkan tanpa banyak menerka. “Aku juga pernah berada di posisi yang sulit. Kamu pikir, berdirinya aku di sini tanpa membuat sebuah pilihan?”

Amira sepenuhnya menghentikan jari-jemarinya di atas keyboard dan merangkum satu sama lain. Kepala Amira terangkat dengan sorot mata yang menatap Daffa dengan serius. Pria itu tak kalah seriusnya membalas tatapan Amira yang terpancar penuh pertanyaan.

“Bagaimana dengan keputusan? Itu lebih tepat untuk aku sematkan ketimbang menganggapnya sebuah pilihan. Orang sepertimu tidak bisa diberi pilihan karena terlalu angkuh dengan perilakumu. Lagi pula, apa yang ingin kamu pilih? Tidak ada selain yang sudah masuk ke dalam daftar rencanamu. Ah, benar. Aku tidak patut menghakimi pilihanmu karena aku tidak mengenalmu. Aku tidak tahu tentangmu dan bagaimana kamu. Apa aku harus peduli?” tanya Amira dengan wajah penuh ejekan.

Daffa mendengkus. Amira tepat sasaran dan itu cukup menyentil harga dirinya. Kenapa wanita ini begitu mudah menebak tentang dirinya sementara Daffa harus mengorek informasi tentangnya sampai sedetail mungkin, sih? Itupun lewat orang suruhannya. Daffa tidak pernah tahu bagaimana caranya membuat nama Amira Meena benar-benar buruk di mata keluarga. Sekali saja, Daffa ingin citra baik Amira hancur melebur bersama tanah.

“Hanya aku yang penuh dosa dan kamu yang satu-satunya paling suci. Pilihan yang kamu buat tidak pernah membuatmu kesulitan di masa mendatang. Tapi, apa kamu yakin mempertahankan bayi tanpa ayahnya juga akan membuatmu baik-baik saja?” ejek Daffa dengan tawa yang di buat-buat. “Dunia akan tahu siapa kamu yang sebenarnya dan anak itu akan mendapat pukulan paling telak. Mentalnya akan hancur, nyalinya akan ciut dan tiba waktunya nanti, dia akan mengakhiri hidupnya sendiri tanpa perlu diminta.”

“Siapa yang akan mengakhiri hidupnya?”

Vokal lain yang ikut nimbrung mengurungkan keterkejutan di wajah Amira saat Daffa tahu jika dirinya sedang mengandung. Justin datang mengenakan setelan paling elite dan wajahnya berbinar dipenuhi cahaya. Langkahnya pasti dengan senyuman yang tersemat di bibirnya sedang satu tangannya meletakkan paper bag dari brand makanan kenamaan.

“Kamu melewatkan sarapan. Ini penting dan anak kita membutuhkan asupan lebih. Jadi jangan coba-coba mengabaikan gizi untuknya.” Justin mengusap kepala Amira dengan sayang lalu menolehkan kepalanya ke arah Daffa yang menatapnya horor. “Apanya yang tidak jelas? Bayi ini milikku.”

Amira terkejut dengan pernyataan yang Justin akui pun dengan Daffa yang membuka dan menutup mulutnya bak ikan koi.

“Bagaimana bisa?” tanyanya sedikit berseru dengan suara kencang. “Kalian baru saja bertemu.”

“Oh, kamu melewatkan gosip hangat tentang kita. Baguslah!” Justin tersenyum miring. “Aku tidak suka ketika orang asing menggerecoki pilihan yang aku pilih.”

***

“Semalam aku mengeluh,” kata Justin membuka obrolan.

Amira yang sedang menikmati salad buahnya cuma bisa diam dan akan mendengarkan kelanjutan ucapan Justin.

“Aku tahu, setiap yang diberi kehidupan dan terlahir ke dunia ini, selalu memiliki pilihan dan hak untuk menentukan pilihannya. Hal itu mutlak dan tidak bisa dibantah dengan mudah. Jikapun ada yang terlalu berpegang teguh pada prinsip, ada pertanyaan yang meluncur tanpa filter: apakah akan bahagia?”

Baik Justin maupun Amira sama-sama terkekeh. Karena sederhananya adalah, apa itu bahagia? Jika sebuah pilihan menjadi penentu kebahagiaan seseorang, bolehkan memiliki banyak pilihan dalam hidupnya? Sedangkan pilihan hanya ada dua: ambil atau tidak sama sekali.

“Aku pikir cuma aku yang nggak punya banyak pengalaman dalam hidup.”

“Apa maksudmu?” Justin kerutkan keningnya.

“Aku pernah terbelenggu. Bukan cuma kamu yang bisa ngeluh tapi aku juga. Aku punya pertanyaan yang nggak aku temukan jawab sampai detik ini. Dicintai atau mencintai? Wanita selalu memiliki kegalauan perihal ini. Di antara dua pilihan, pria yang dia cintai atau pria yang mencintainya. Sebagian orang akan memilih untuk bersama dengan orang yang dicintainya tanpa tahu alasan dibaliknya. Lain halnya ketika kamu memilih membersamai pria yang mencintai kamu. Sebab, saat kamu memilih pria yang mencintaimu, kamu akan diperlakukan seperti ratu. Sedangkan jika memilih pria yang dicintainya, dia hanya akan dicintai dengan syarat.”

“Nggak adil, ya?”

“Setuju. Makanya banyak yang galau sama pilihan ini.”

“Tapi, Mir, aku nggak mau ngeluh lagi soal itu. Semalam aku berpikir keras. Memilih kamu bukan sesuatu yang buruk.”

“Sialan!” umpat Amira.

“Aku serius. Mir, kamu harus tahu, aku memendam suka padamu sejak dulu.”

“Eh?” Amira terkejut.

“Aku pacaran sama cewek lain biar kamu cemburu. Tapi kamu memang manusia rumit yang nggak bisa aku tebak.”

“Jangan buat aku bimbang!”

“Maka buatlah pilihan secepatnya.”

“Huh!”

“Aku nggak suka nunggu, Mir. Kamu harus tahu dan dengar sendiri.”

Bab terkait

  • Cinta Diamnya Sang CEO   6

    Justin datang dengan sendirinya menemui Amira. Yang siang itu panas terik menyambangi Semarang dan sampai kapanpun Semarang dengan cargon ‘neraka bocor’ memang selalu melekat tanpa bisa dipisahkan. Bak perangko dan kertas surat yang selalu bersama. Semarang dan udara panasnya adalah perpaduan yang syahdu bak nyanyian pasangan kasmaran.“Makan siang?” Amira mengerutkan keningnya saat Justin menawarkan makan siang yang serupa dengan pertanyaan. Pria ini tidak bisakah langsung saja menyampaikan niatnya tanpa berkelit-kelit atau Amira yang selalu sensitif jika Justin berada di dekatnya?“Kapan?” tanya Amira membalas pertanyaan Justin. Dengan wajah juteknya, Amira tahu jika saat ini Justin berniat mengajaknya makan siang. Mungkin untuk mengakrabkan diri dan mengenal satu sama lain. “Aku lumayan sibuk.”“Aku tahu.” Justin tersenyum dan tetap berdiri di hadapan meja kerja Amira. “Kamu hanya sedang menghindariku dan mencari sejuta alasan agar ajakanku kamu tolak. Kenapa?” Justin melihat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Cinta Diamnya Sang CEO   7

    Terbangun dari tidurnya di tengah malam, perasaan sedih melingkupi diri Amira. Perasaan itu campur aduk namun yang paling bertahta adalah kesedihan dan kesakitan. Tanpa alasan yang jelas, Amira ingin menangis sejadi-jadinya. Rasa sakitnya teramat dalam sehingga yang Amira rasakan adalah remasan sakit pada jantungnya. Bak di tusuk-tusuk kawat berduri, rasa sakitnya membuat Amira sesak napas. Amira ingin menyerah. Berhenti dan menghentikan semua yang saat ini ada di depan matanya. Namun faktanya, Amira akan menjadi manusia paling bodoh yang mengambil tindakan tanpa mau berpikir panjang. Amira masih memiliki hati nurani bahwa kehidupan berat tidak hanya menyapa dirinya. Mungkin saja di luar sana masih ada yang lebih daripada ini. Amira hanyalah bagian dari secuil biji sawi.“Mimpi buruk?” tanya sebuah suara dari arah samping Amira. “Minum.” Menyodorkan gelas berisi air, Amira menoleh dan mendapati Justin yang terduduk dengan wajah menahan kantuknya. “Kalau ada apa-apa, beritahu aku.”

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Cinta Diamnya Sang CEO   8

    Amira tidak tahu. Perasaannya bisa campur aduk seperti ini dan genangan liquid bening yang tengah menutupi pelupuk matanya mengaburkan segala pandangan di hadapannya. Kedua kaki Amira gemetar hebat dan membeku di tempat. Rasa sakit itu belum juga menghilang meski perlakuan manis Justin cukup membuatnya terkesan. Namun, Amira justru berpikir untuk mendorong Justin pergi. Amira tidak ingin bersama dengan siapapun di sini. Amira ingin sendiri dan hanya di peluk oleh rasa sakitnya saja. Amira ingin menangis sejadi-jadinya untuk meluapkan rasa sakitnya.“Ayo, sarapan.” Justin membuka pintu kamarnya dan mendapati Amira yang duduk sedang mengusapi kedua pipinya dengan tangan. “Menangis?” tanya Justin dengan tebakan. “Kenapa? Ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman? Ingin sarapan di luar?”Justin tidak akan menjudge apa-apa saja yang Amira alami. Setiap orang berhak merasakan sedih dan rasa sakitnya. Setiap orang juga berhak untuk menangis agar sesak di dadanya bisa berkurang. Amira di mata J

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Cinta Diamnya Sang CEO   9

    “Tentang meminta maaf, apa yang kamu pikirkan tentang itu?” tanya Amira pada seorang pria yang telah lama ingin dirinya temui. “Kamu bersembunyi dengan sangat apik. Semarang seluas itu ternyata.”Amira terkekeh sebentar lalu meneguk minuman dinginnya. Hari ini cuaca di Semarang panas. Dalam beberapa hari ini hujan tidak mengguyur setelah terakhir kali membuat banjir di titik tertentu. Semilir angin membelai kulit Amira dan anak-anak rambutnya yang tidak terkuncir rapi ikut terbang terbawa. Ah, rasanya masih seperti mimpi bisa bertemu dengan pria ini. Amira tidak menyangka akan bertemu dengan mudah setelah sekian lama menunggu kabar darinya.“Jangan bilang kamu mengancamku?” Pria itu bertanya lalu tersenyum sinis. Menatap Amira yang tidak merasa terintimidasi seperti sebelumnya. Wanita ini kembali bangkit dari keterpurukannya dengan cepat. “Kamu penuh kejutan dan aku tidak berpikir tentang ini sebelumnya. Apa dia lebih baik dariku? Maksudnya, kamu yakin akan membersamainya setelah ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Cinta Diamnya Sang CEO   10

    “Kamu gila?!”“Ah, kamu mengejutkanku.”Kurang lebih begitulah para betina yang sedang mengaung. Amarah yang Amira tahan-tahan sejak tadi akhirnya tersembur keluar begitu Randy hengkang dari hadapannya. Menatap Justin lekat-lekat dengan napas yang memburu, Amira kesal setengah mati. Pria ini datang ke hidupnya jika sekadar untuk menjadi pasangan hidup, maka tidak akan menjadi masalah. Namun karena Justin datang dan merusak segala tatanan hidupnya, Amira sungguh-sungguh ingin membuang Justin ke kali Banjar Kanal. Masuk bui bukan suatu hal masalah yang besar asal Justin bisa lenyap dari jangkauannya.“Tidak seharusnya kamu menantang Randy. Kamu tahu apa akibatnya?” Beruntung sekali karena kafe di siang itu telah kembali sepi. Jam istirahat perkantoran telah usai sehingga mneyisakan beberapa pengunjung yang tidak duduk berdekatan dengan keberadaan Amira. “Dia itu gila, kamu tahu! Dia bisa melakukan apa saja yang bahkan kamu tidak akan menduganya sama sekali. Ya, aku mengakuinya. Aku s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Cinta Diamnya Sang CEO   11

    “Dasar anak kurang ajar!”“Aish!” Justin menggosok telinganya yang hampir terputus akibat teriakan Mamanya. Dalam satu hari ini, teriakan demi teriakan telah menyambangi telinga Justin. Dan tindakan teraman yang akan Justin ambil adalah segera membuat janji temu dengan dokter keluarganya guna melakukan pemeriksaan lanjutan. “Kamu bosan hidup?” seru Tami sekali lagi dengan deru napasnya yang memburu. Wanita paruh baya yang mengenakan baju olagraganya itu menahan emosinya mati-matian. Justin berulah dan itu bukan suatu hal yang biasa dilakukan oleh putra kesayangannya. Tapi kenapa harus sefatal ini? Tami ingin meledak detik itu juga namun yang terjadi justru terduduk lemas di atas sofa ruang tamunya. “Kenapa kamu melakukan kesalahan yang bahkan tidak pernah Mama bayangkan sebelumnya? Justin, kamu sadar kita siapa?”Seolah tidak peduli dengan keluhan Tami, Justin ikut duduk di samping Mamanya dengan wajah tak bersalah sama sekali. Cengiran khasnya muncul yang beruntung tidak diliha

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Cinta Diamnya Sang CEO   12

    “Kenapa bisa Amira berakhir di sini?”Itu adalah gaungan dari isi kepala Amira yang sore itu setengah kacau namun juga merasakan kelegaan. Amira marah dan misuh-misuh tapi anehnya, hatinya baik-baik saja. Seperti terasa sangat ringan dan sesuatu yang sudah lama terpendam dalam dadanya lepas begitu saja. Tapi apa?Nah, ini adalah PR yang harus Amira cari jawabannya. Amira harus mengorek-orek agar menemukan alasan yang tepat sekali pun harus mengais di antara tumpukan sampah depan kantornya. Demi Tuhan! Amira Meena merasa senang dan bahagia. Ini sesuatu yang belum pernah Amira rasakan sebelumnya. Dan lebih dari apa pun itu, Amira harus mengakui ini dengan sangat berat hati. Sejak bertemu dengan Justin Brotolaras, pria yang Amira kira amatlah dingin dan kaku, nyatanya dia adalah pria hangat dengan sejuta kalimat-kalimat bijak yang mampu mengendurkan rasa sakit di hati Amira. Aneh, ‘kan?Ah, bukan. Lebih tepatnya karena Amira memanglah wanita binal. Bagaimana tidak? Semudah itu Amira m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Cinta Diamnya Sang CEO   13

    “Bagaimana jika Seina tiba-tiba datang?”Justin menghentikan tangannya yang hendak membuka pintu mobil. Tujuan mereka telah sampai dan halaman parkir mall lumayan sepi. Hanya beberapa mobil yang lalu lalang dan petugas kebersihan yang sedang melakukan tugasnya. Pertanyaan Amira mudah saja untuk Justin tanggapi atau abaikan saja karena itu tidaklah penting. Justin hanya fokus pada dirinya saat ini dan apa-apa saja yang akan dirinya lakukan bersama Amira. Seina bukan daftar penting untuk Justin ingat. Tapi bisakah itu Justin lakukan?“Kamu mau jawaban yang seperti apa?” Justin memberi pilihan untuk Amira secara halus. “Jujur saja, mungkin mulutku akan menjawab tidak peduli namun hatiku merasakan pukulan yang lain. Hm, bagaimana, ya menjelaskannya?”“Apa?” Amira melepas sabuk pengamannya dan sepenuhnya menghadapkan tubuhnya ke Justin. “Aku hanya bertanya sederhana dan berharap jawaban darimu juga cukup sederhana.”Justin terkekeh. Menggelengkan kepalanya lalu terdiam selama sekian de

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31

Bab terbaru

  • Cinta Diamnya Sang CEO   13

    “Bagaimana jika Seina tiba-tiba datang?”Justin menghentikan tangannya yang hendak membuka pintu mobil. Tujuan mereka telah sampai dan halaman parkir mall lumayan sepi. Hanya beberapa mobil yang lalu lalang dan petugas kebersihan yang sedang melakukan tugasnya. Pertanyaan Amira mudah saja untuk Justin tanggapi atau abaikan saja karena itu tidaklah penting. Justin hanya fokus pada dirinya saat ini dan apa-apa saja yang akan dirinya lakukan bersama Amira. Seina bukan daftar penting untuk Justin ingat. Tapi bisakah itu Justin lakukan?“Kamu mau jawaban yang seperti apa?” Justin memberi pilihan untuk Amira secara halus. “Jujur saja, mungkin mulutku akan menjawab tidak peduli namun hatiku merasakan pukulan yang lain. Hm, bagaimana, ya menjelaskannya?”“Apa?” Amira melepas sabuk pengamannya dan sepenuhnya menghadapkan tubuhnya ke Justin. “Aku hanya bertanya sederhana dan berharap jawaban darimu juga cukup sederhana.”Justin terkekeh. Menggelengkan kepalanya lalu terdiam selama sekian de

  • Cinta Diamnya Sang CEO   12

    “Kenapa bisa Amira berakhir di sini?”Itu adalah gaungan dari isi kepala Amira yang sore itu setengah kacau namun juga merasakan kelegaan. Amira marah dan misuh-misuh tapi anehnya, hatinya baik-baik saja. Seperti terasa sangat ringan dan sesuatu yang sudah lama terpendam dalam dadanya lepas begitu saja. Tapi apa?Nah, ini adalah PR yang harus Amira cari jawabannya. Amira harus mengorek-orek agar menemukan alasan yang tepat sekali pun harus mengais di antara tumpukan sampah depan kantornya. Demi Tuhan! Amira Meena merasa senang dan bahagia. Ini sesuatu yang belum pernah Amira rasakan sebelumnya. Dan lebih dari apa pun itu, Amira harus mengakui ini dengan sangat berat hati. Sejak bertemu dengan Justin Brotolaras, pria yang Amira kira amatlah dingin dan kaku, nyatanya dia adalah pria hangat dengan sejuta kalimat-kalimat bijak yang mampu mengendurkan rasa sakit di hati Amira. Aneh, ‘kan?Ah, bukan. Lebih tepatnya karena Amira memanglah wanita binal. Bagaimana tidak? Semudah itu Amira m

  • Cinta Diamnya Sang CEO   11

    “Dasar anak kurang ajar!”“Aish!” Justin menggosok telinganya yang hampir terputus akibat teriakan Mamanya. Dalam satu hari ini, teriakan demi teriakan telah menyambangi telinga Justin. Dan tindakan teraman yang akan Justin ambil adalah segera membuat janji temu dengan dokter keluarganya guna melakukan pemeriksaan lanjutan. “Kamu bosan hidup?” seru Tami sekali lagi dengan deru napasnya yang memburu. Wanita paruh baya yang mengenakan baju olagraganya itu menahan emosinya mati-matian. Justin berulah dan itu bukan suatu hal yang biasa dilakukan oleh putra kesayangannya. Tapi kenapa harus sefatal ini? Tami ingin meledak detik itu juga namun yang terjadi justru terduduk lemas di atas sofa ruang tamunya. “Kenapa kamu melakukan kesalahan yang bahkan tidak pernah Mama bayangkan sebelumnya? Justin, kamu sadar kita siapa?”Seolah tidak peduli dengan keluhan Tami, Justin ikut duduk di samping Mamanya dengan wajah tak bersalah sama sekali. Cengiran khasnya muncul yang beruntung tidak diliha

  • Cinta Diamnya Sang CEO   10

    “Kamu gila?!”“Ah, kamu mengejutkanku.”Kurang lebih begitulah para betina yang sedang mengaung. Amarah yang Amira tahan-tahan sejak tadi akhirnya tersembur keluar begitu Randy hengkang dari hadapannya. Menatap Justin lekat-lekat dengan napas yang memburu, Amira kesal setengah mati. Pria ini datang ke hidupnya jika sekadar untuk menjadi pasangan hidup, maka tidak akan menjadi masalah. Namun karena Justin datang dan merusak segala tatanan hidupnya, Amira sungguh-sungguh ingin membuang Justin ke kali Banjar Kanal. Masuk bui bukan suatu hal masalah yang besar asal Justin bisa lenyap dari jangkauannya.“Tidak seharusnya kamu menantang Randy. Kamu tahu apa akibatnya?” Beruntung sekali karena kafe di siang itu telah kembali sepi. Jam istirahat perkantoran telah usai sehingga mneyisakan beberapa pengunjung yang tidak duduk berdekatan dengan keberadaan Amira. “Dia itu gila, kamu tahu! Dia bisa melakukan apa saja yang bahkan kamu tidak akan menduganya sama sekali. Ya, aku mengakuinya. Aku s

  • Cinta Diamnya Sang CEO   9

    “Tentang meminta maaf, apa yang kamu pikirkan tentang itu?” tanya Amira pada seorang pria yang telah lama ingin dirinya temui. “Kamu bersembunyi dengan sangat apik. Semarang seluas itu ternyata.”Amira terkekeh sebentar lalu meneguk minuman dinginnya. Hari ini cuaca di Semarang panas. Dalam beberapa hari ini hujan tidak mengguyur setelah terakhir kali membuat banjir di titik tertentu. Semilir angin membelai kulit Amira dan anak-anak rambutnya yang tidak terkuncir rapi ikut terbang terbawa. Ah, rasanya masih seperti mimpi bisa bertemu dengan pria ini. Amira tidak menyangka akan bertemu dengan mudah setelah sekian lama menunggu kabar darinya.“Jangan bilang kamu mengancamku?” Pria itu bertanya lalu tersenyum sinis. Menatap Amira yang tidak merasa terintimidasi seperti sebelumnya. Wanita ini kembali bangkit dari keterpurukannya dengan cepat. “Kamu penuh kejutan dan aku tidak berpikir tentang ini sebelumnya. Apa dia lebih baik dariku? Maksudnya, kamu yakin akan membersamainya setelah ta

  • Cinta Diamnya Sang CEO   8

    Amira tidak tahu. Perasaannya bisa campur aduk seperti ini dan genangan liquid bening yang tengah menutupi pelupuk matanya mengaburkan segala pandangan di hadapannya. Kedua kaki Amira gemetar hebat dan membeku di tempat. Rasa sakit itu belum juga menghilang meski perlakuan manis Justin cukup membuatnya terkesan. Namun, Amira justru berpikir untuk mendorong Justin pergi. Amira tidak ingin bersama dengan siapapun di sini. Amira ingin sendiri dan hanya di peluk oleh rasa sakitnya saja. Amira ingin menangis sejadi-jadinya untuk meluapkan rasa sakitnya.“Ayo, sarapan.” Justin membuka pintu kamarnya dan mendapati Amira yang duduk sedang mengusapi kedua pipinya dengan tangan. “Menangis?” tanya Justin dengan tebakan. “Kenapa? Ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman? Ingin sarapan di luar?”Justin tidak akan menjudge apa-apa saja yang Amira alami. Setiap orang berhak merasakan sedih dan rasa sakitnya. Setiap orang juga berhak untuk menangis agar sesak di dadanya bisa berkurang. Amira di mata J

  • Cinta Diamnya Sang CEO   7

    Terbangun dari tidurnya di tengah malam, perasaan sedih melingkupi diri Amira. Perasaan itu campur aduk namun yang paling bertahta adalah kesedihan dan kesakitan. Tanpa alasan yang jelas, Amira ingin menangis sejadi-jadinya. Rasa sakitnya teramat dalam sehingga yang Amira rasakan adalah remasan sakit pada jantungnya. Bak di tusuk-tusuk kawat berduri, rasa sakitnya membuat Amira sesak napas. Amira ingin menyerah. Berhenti dan menghentikan semua yang saat ini ada di depan matanya. Namun faktanya, Amira akan menjadi manusia paling bodoh yang mengambil tindakan tanpa mau berpikir panjang. Amira masih memiliki hati nurani bahwa kehidupan berat tidak hanya menyapa dirinya. Mungkin saja di luar sana masih ada yang lebih daripada ini. Amira hanyalah bagian dari secuil biji sawi.“Mimpi buruk?” tanya sebuah suara dari arah samping Amira. “Minum.” Menyodorkan gelas berisi air, Amira menoleh dan mendapati Justin yang terduduk dengan wajah menahan kantuknya. “Kalau ada apa-apa, beritahu aku.”

  • Cinta Diamnya Sang CEO   6

    Justin datang dengan sendirinya menemui Amira. Yang siang itu panas terik menyambangi Semarang dan sampai kapanpun Semarang dengan cargon ‘neraka bocor’ memang selalu melekat tanpa bisa dipisahkan. Bak perangko dan kertas surat yang selalu bersama. Semarang dan udara panasnya adalah perpaduan yang syahdu bak nyanyian pasangan kasmaran.“Makan siang?” Amira mengerutkan keningnya saat Justin menawarkan makan siang yang serupa dengan pertanyaan. Pria ini tidak bisakah langsung saja menyampaikan niatnya tanpa berkelit-kelit atau Amira yang selalu sensitif jika Justin berada di dekatnya?“Kapan?” tanya Amira membalas pertanyaan Justin. Dengan wajah juteknya, Amira tahu jika saat ini Justin berniat mengajaknya makan siang. Mungkin untuk mengakrabkan diri dan mengenal satu sama lain. “Aku lumayan sibuk.”“Aku tahu.” Justin tersenyum dan tetap berdiri di hadapan meja kerja Amira. “Kamu hanya sedang menghindariku dan mencari sejuta alasan agar ajakanku kamu tolak. Kenapa?” Justin melihat

  • Cinta Diamnya Sang CEO   5

    “Muminya pindah ke sini, ya?” tanya sebuah suara yang tetap membuat Amira bergeming di tempatnya. “Aku baru tahu wabahnya telah menyerang Semarang.”Barulah Amira mendongakkan kepalanya diiringi senyuman tipis yang canggung. Bak maling tertangkap basah, Amira menolehkan kepalanya ke arah jam digital di atas mejanya. Oh, sekarang Amira tersadar kenapa pria ini berada di kantornya. Rupanya Amira yang terlambat dapat ke ruang rapat.“Tersadar, eh?” kekehnya dengan wajah penuh ejekan. “Aku pikir kamu orang yang disiplin dan selalu memanfaatkan waktu yang kamu miliki. Siapa yang sangka kamu bisa seceroboh ini?”“Hm, aku ceroboh,” aku Amira yang cepat-cepat berdiri dari duduknya. “Ini, ‘kan yang kamu butuhkan?” Amira bubuhkan tanda tangan miliknya setelah semalam membaca isi kontraknya. “Ada beberapa yang harus kamu revisi termasuk nominal uang yang tertera. Jangan terlalu menekan pihak lawan atau mereka akan membalas secara diam-diam. Dunia bisnis tidak seaman yang kamu bayangkan. Banyak l

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status