Share

4

Author: Lavender
last update Last Updated: 2023-11-13 18:05:42

“Kamu hamil?” tanya Justin dengan bibir tersungging mengejek Amira yang menatapnya tanpa berkedip. “Dan kamu ingin aku bertanggung jawab, begitu?”

“Mau nggak?!” Amira berseru cukup lantang yang membuat Justin memundurkan kepalanya heran. “Toh kamu dipaksa untuk menikah demi mewarisi seluruh harta kekayaan Brotolaras, ‘kan? Dan bahagianya, Mamamu akan mendapatkan cucu sekaligus.”

Justin pernah mendengar temannya berkata jika kaum hawa memang penghuni bumi yang paling sulit untuk ditebak apa maunya. Mereka adalah sekumpulan manusia yang mencari penyakit telah menciptakan sebuah masalah. Mereka bertindak arogan padahal tahu tidak ada tameng di dalam dirinya saat sebuah fakta diungkapkan. Mereka akan menangis tersedu-sedu sambil menyalahkan kaum adam dengan berseru: kamu jahat!

“Siapa?” Justin menoleh dengan tangan meremas kemudinya kuat-kuat. Amira melihatnya dengan jelas hingga buku-buku kuku Justin memutih. “Siapa yang melakukan itu padamu? Aku tahu kamu bukan wanita bebas bak jalang di luar sana. Aku tahu kamu berbeda dari wanita lain sehingga Mamaku begitu ngotot menginginkan dirimu menjadi menantu Brotolaras. Katakan padaku! Beritahu aku dan aku akan menikahi kamu. Aku menerima calon bayimu tanpa terkecuali!”

Amira masih sempat-sempatnya membalas dengan decihan. Menatap Justin dengan pandangan super jijik dan memalingkan begitu saja. Jika sudah begini, pria mana yang tidak kebingungan? Justin bukannya marah atau tersinggung dengan pertanyaan Amira. Hanya saja, bisa tidak memberi penjelasan yang detail agar tidak menimbulkan kesalahpahaman?

“Kamu sedang unjuk gigi, ya, seakan-akan kamu mampu? Kamu sadar dari mana asalmu?” cibir Amira. “Kamu akan mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan oleh Mamamu dengan menerimaku, begitu? Aku tidak tertarik ataupun tersentuh.”

“Jangan libatkan Mamaku, tolong. Mari kita singkirkan masalah orang tua masing-masing dan fokus saja dengan masalahmu. Kamu memancing niat baik seseorang untuk bertanggung jawab lalu melepasnya bak balon yang terbang terbawa angin. Kamu terlalu arogan untuk seorang wanita yang telah kehilangan masa depannya,” balasan Justin tak kalah pedasnya. Terakhir, Justin menyematkan kekehan yang membuat Amira menatap dengan sinis.

“Apa kamu pikir kamu yang paling layak untuk bertanggung jawab atas masalahku? Lagi pula, serius, kamu sangat percaya diri untuk aku meminta pertolonganmu. Aku bisa mengatasi masalahku sendiri. Aku bisa menemukan jalan keluar untuk semua perkara yang aku ciptakan. Aku hanya bertanya tentang pendapatmu saja. Jangan terlalu berlebihan, oke?” Amira bergegas keluar dari mobil Justin. “Ada menu baru di sini.”

Amira berjalan meninggalkan Justin yang masih duduk manis di dalam mobilnya. Pria itu berdecak dengan gerutuan kecil di bibirnya. Umpatan demi umpatan bergaung dalam kepala Justin. Mengeluarkan unek-unek tanpa ada si empunya nama bukan sesuatu yang etis untuk Justin lakukan. Hanya akan menimbulkan rasa dongkol tak berkesudahan.

***

Amira mengetuk-etukkan jarinya di atas meja. Setelah makan siang usai bersama Justin dan berakhir dengan saling diam selama perjalanan, Amira menyadari jika tindakannya terbilang keterlaluan. Tidak seharusnya mulutnya mengeluarkan unek-unek yang tidak tepat hanya untuk menguji seorang Justin Brotolaras. Mendengar cara bicaranya yang tegas dan siap bertanggung jawab padanya tanpa melihat apa masalahnya dan dari mana sumbernya, Amira yakin jika pria itu memang layak untuk dimiliki. Tapi apakah mungkin?

“Aku ini sudah rusak. Mana mungkin orang mau menikahiku di saat sudah rusak begini,” gumam Amira seraya menarik napasnya dalam-dalam. “Aku juga mau menikah tapi kenapa aku selalu sial dalam percintaan?”

“Mengeluh saja tidak akan menghasilkan apa-apa!” Vokal yang masuk ke dalam rungu Amira membuat wanita berbalut kemeja formal itu mendengkus penuh kekesalan. “Kamu harus memikirkan kandunganmu. Aku tidak ingin berkomentar terlalu panjang lebar tapi kamu melupakan letak otak yang sebenarnya. Kenapa bisa-bisanya kamu kebablasan sampai hamil?”

“Diam!” bentak Amira dengan wajah lucu yang diberi tanggapan usapan pada kepalanya. “Berhenti memperlakukanku seperti anak kecil!” Tangan kekar itu menjauh dari kepala Amira yang berwajah kusut. “Aku hanya penasaran dan tidak berminat untuk menikah. Jika bisa aku membesarkan seorang diri, kenapa tidak?”

“Kamu bosan hidup?” tanya si pria sarkas. Kedua tangannya terlipat dan bibirnya tersungging penuh ejekan. “Aku bisa membantumu jika memang ingin mengakhiri hidup.”

“Apa yang kamu ketahui tentang hidup? Kamu selalu menjadi sempurna untuk kedua orang tuamu dan mengalah dengan mengorbankan hidupmu sendiri. Lalu sekarang kamu berkomentar tentang kehidupan yang sesungguhnya. Ada kaca di sebelah sana, Kevin.”

Pria yang disebutkan namanya sebagai Kevin oleh Amira itu mendudukkan dirinya di samping Amira. Wanita ini pernah mentahtai hati Kevin. Namun sayang, karena Kevin yang tidak berpegang teguh pada prinsipnya, Amira memilih hengkang.

“Aku juga ingin bahagia bersamamu. Tapi kamu menolakku dan mengejar Justin yang bukan apa-apa. Semua orang tahu bahkan publik pun tahu. Kenapa dia?” Kevin penasaran sementara Amira acuh. “Kenapa harus dia?”

Amira menoleh dengan kedua mata menyipit. Lalu menunjuk wajah Kevin menggunakan garpunya yang masih belepotan cokelat. “Jika kamu mampu melawan kehendak Mamamu, ayo menikah. Tapi jika tidak bisa membawa serta bayi ini ke dalam keluarga Kusumo, maka jangan berharap apa pun lagi padaku. Kita tetap menjadi teman dan beri aku sekat karena aku merasakan nyaman saat menjadi temanmu. Bagaimana?”

***

“Aku bingung.” Justin menyulut rokok dengan koreknya. “Serius, aku nggak ngerti jalan pikiran wanita itu seperti apa. Mereka asal ngomong tapi setelah diberi respons justru merendahkan dan bersikap arogan.”

“Amira?” tanya Pandu menebak. “Kamu nggak seharusnya terlibat dengan Amira. Dia itu terkenal dengan mulutnya yang pedas.”

“Aku nggak pernah masalah dengan itu. Kita sama-sama memiliki mulut dengan level kepedasan cabe 50 kilo.”

Ayolah! Kalian para wanita yang memiliki pemikiran rumit, sadarlah! Tidak semua yang kalian inginkan harus selalu terwujud. Pikirkan kami, kaum adam yang selalu kalian tindas dengan kata-kata kejam. Jangan mencari masalah dengan kami. Jangan merasa seolah-olah paling tersakiti padahal masalah itu kalian sendiri yang mencari. Kalian seharusnya cukup diam dan bertanya ketika memang di rasa perlu. Lalu percaya dengan jawaban kami yang memang benar adanya. Jangan kalian ungkit masalah yang telah berlalu selama bertahun-tahun. Lihat saja detik ini yang sedang terjadi dan kita temukan solusi bersama-sama.

“Ya sudah, kalau sudah merasa yakin dan bisa. Cuma perlu nikahin dia, ‘kan?”

Jusin berdecak. Pandu dan otaknya yang kecil sungguh perpaduan yang menguras energy.

“Menikah bukan hal yang sulit. Aku perlu pemahaman bahwa saat aku menjawab ya artinya aku serius.”

“Katanya nggak masalah. Kenapa sekarang mengeluh? Wanita seperti Amira nggak bakalan mau mengerti perkara begituan. Kamu ditanya dan mengajukan tanya justru bikin dia naik darah.”

“Terus aku nggak punya hak buat bertanya, begitu?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Cinta Diamnya Sang CEO   5

    “Muminya pindah ke sini, ya?” tanya sebuah suara yang tetap membuat Amira bergeming di tempatnya. “Aku baru tahu wabahnya telah menyerang Semarang.”Barulah Amira mendongakkan kepalanya diiringi senyuman tipis yang canggung. Bak maling tertangkap basah, Amira menolehkan kepalanya ke arah jam digital di atas mejanya. Oh, sekarang Amira tersadar kenapa pria ini berada di kantornya. Rupanya Amira yang terlambat dapat ke ruang rapat.“Tersadar, eh?” kekehnya dengan wajah penuh ejekan. “Aku pikir kamu orang yang disiplin dan selalu memanfaatkan waktu yang kamu miliki. Siapa yang sangka kamu bisa seceroboh ini?”“Hm, aku ceroboh,” aku Amira yang cepat-cepat berdiri dari duduknya. “Ini, ‘kan yang kamu butuhkan?” Amira bubuhkan tanda tangan miliknya setelah semalam membaca isi kontraknya. “Ada beberapa yang harus kamu revisi termasuk nominal uang yang tertera. Jangan terlalu menekan pihak lawan atau mereka akan membalas secara diam-diam. Dunia bisnis tidak seaman yang kamu bayangkan. Banyak l

    Last Updated : 2023-11-13
  • Cinta Diamnya Sang CEO   6

    Justin datang dengan sendirinya menemui Amira. Yang siang itu panas terik menyambangi Semarang dan sampai kapanpun Semarang dengan cargon ‘neraka bocor’ memang selalu melekat tanpa bisa dipisahkan. Bak perangko dan kertas surat yang selalu bersama. Semarang dan udara panasnya adalah perpaduan yang syahdu bak nyanyian pasangan kasmaran.“Makan siang?” Amira mengerutkan keningnya saat Justin menawarkan makan siang yang serupa dengan pertanyaan. Pria ini tidak bisakah langsung saja menyampaikan niatnya tanpa berkelit-kelit atau Amira yang selalu sensitif jika Justin berada di dekatnya?“Kapan?” tanya Amira membalas pertanyaan Justin. Dengan wajah juteknya, Amira tahu jika saat ini Justin berniat mengajaknya makan siang. Mungkin untuk mengakrabkan diri dan mengenal satu sama lain. “Aku lumayan sibuk.”“Aku tahu.” Justin tersenyum dan tetap berdiri di hadapan meja kerja Amira. “Kamu hanya sedang menghindariku dan mencari sejuta alasan agar ajakanku kamu tolak. Kenapa?” Justin melihat

    Last Updated : 2024-12-09
  • Cinta Diamnya Sang CEO   7

    Terbangun dari tidurnya di tengah malam, perasaan sedih melingkupi diri Amira. Perasaan itu campur aduk namun yang paling bertahta adalah kesedihan dan kesakitan. Tanpa alasan yang jelas, Amira ingin menangis sejadi-jadinya. Rasa sakitnya teramat dalam sehingga yang Amira rasakan adalah remasan sakit pada jantungnya. Bak di tusuk-tusuk kawat berduri, rasa sakitnya membuat Amira sesak napas. Amira ingin menyerah. Berhenti dan menghentikan semua yang saat ini ada di depan matanya. Namun faktanya, Amira akan menjadi manusia paling bodoh yang mengambil tindakan tanpa mau berpikir panjang. Amira masih memiliki hati nurani bahwa kehidupan berat tidak hanya menyapa dirinya. Mungkin saja di luar sana masih ada yang lebih daripada ini. Amira hanyalah bagian dari secuil biji sawi.“Mimpi buruk?” tanya sebuah suara dari arah samping Amira. “Minum.” Menyodorkan gelas berisi air, Amira menoleh dan mendapati Justin yang terduduk dengan wajah menahan kantuknya. “Kalau ada apa-apa, beritahu aku.”

    Last Updated : 2024-12-27
  • Cinta Diamnya Sang CEO   8

    Amira tidak tahu. Perasaannya bisa campur aduk seperti ini dan genangan liquid bening yang tengah menutupi pelupuk matanya mengaburkan segala pandangan di hadapannya. Kedua kaki Amira gemetar hebat dan membeku di tempat. Rasa sakit itu belum juga menghilang meski perlakuan manis Justin cukup membuatnya terkesan. Namun, Amira justru berpikir untuk mendorong Justin pergi. Amira tidak ingin bersama dengan siapapun di sini. Amira ingin sendiri dan hanya di peluk oleh rasa sakitnya saja. Amira ingin menangis sejadi-jadinya untuk meluapkan rasa sakitnya.“Ayo, sarapan.” Justin membuka pintu kamarnya dan mendapati Amira yang duduk sedang mengusapi kedua pipinya dengan tangan. “Menangis?” tanya Justin dengan tebakan. “Kenapa? Ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman? Ingin sarapan di luar?”Justin tidak akan menjudge apa-apa saja yang Amira alami. Setiap orang berhak merasakan sedih dan rasa sakitnya. Setiap orang juga berhak untuk menangis agar sesak di dadanya bisa berkurang. Amira di mata J

    Last Updated : 2025-01-15
  • Cinta Diamnya Sang CEO   9

    “Tentang meminta maaf, apa yang kamu pikirkan tentang itu?” tanya Amira pada seorang pria yang telah lama ingin dirinya temui. “Kamu bersembunyi dengan sangat apik. Semarang seluas itu ternyata.”Amira terkekeh sebentar lalu meneguk minuman dinginnya. Hari ini cuaca di Semarang panas. Dalam beberapa hari ini hujan tidak mengguyur setelah terakhir kali membuat banjir di titik tertentu. Semilir angin membelai kulit Amira dan anak-anak rambutnya yang tidak terkuncir rapi ikut terbang terbawa. Ah, rasanya masih seperti mimpi bisa bertemu dengan pria ini. Amira tidak menyangka akan bertemu dengan mudah setelah sekian lama menunggu kabar darinya.“Jangan bilang kamu mengancamku?” Pria itu bertanya lalu tersenyum sinis. Menatap Amira yang tidak merasa terintimidasi seperti sebelumnya. Wanita ini kembali bangkit dari keterpurukannya dengan cepat. “Kamu penuh kejutan dan aku tidak berpikir tentang ini sebelumnya. Apa dia lebih baik dariku? Maksudnya, kamu yakin akan membersamainya setelah ta

    Last Updated : 2025-01-21
  • Cinta Diamnya Sang CEO   10

    “Kamu gila?!”“Ah, kamu mengejutkanku.”Kurang lebih begitulah para betina yang sedang mengaung. Amarah yang Amira tahan-tahan sejak tadi akhirnya tersembur keluar begitu Randy hengkang dari hadapannya. Menatap Justin lekat-lekat dengan napas yang memburu, Amira kesal setengah mati. Pria ini datang ke hidupnya jika sekadar untuk menjadi pasangan hidup, maka tidak akan menjadi masalah. Namun karena Justin datang dan merusak segala tatanan hidupnya, Amira sungguh-sungguh ingin membuang Justin ke kali Banjar Kanal. Masuk bui bukan suatu hal masalah yang besar asal Justin bisa lenyap dari jangkauannya.“Tidak seharusnya kamu menantang Randy. Kamu tahu apa akibatnya?” Beruntung sekali karena kafe di siang itu telah kembali sepi. Jam istirahat perkantoran telah usai sehingga mneyisakan beberapa pengunjung yang tidak duduk berdekatan dengan keberadaan Amira. “Dia itu gila, kamu tahu! Dia bisa melakukan apa saja yang bahkan kamu tidak akan menduganya sama sekali. Ya, aku mengakuinya. Aku s

    Last Updated : 2025-01-21
  • Cinta Diamnya Sang CEO   11

    “Dasar anak kurang ajar!”“Aish!” Justin menggosok telinganya yang hampir terputus akibat teriakan Mamanya. Dalam satu hari ini, teriakan demi teriakan telah menyambangi telinga Justin. Dan tindakan teraman yang akan Justin ambil adalah segera membuat janji temu dengan dokter keluarganya guna melakukan pemeriksaan lanjutan. “Kamu bosan hidup?” seru Tami sekali lagi dengan deru napasnya yang memburu. Wanita paruh baya yang mengenakan baju olagraganya itu menahan emosinya mati-matian. Justin berulah dan itu bukan suatu hal yang biasa dilakukan oleh putra kesayangannya. Tapi kenapa harus sefatal ini? Tami ingin meledak detik itu juga namun yang terjadi justru terduduk lemas di atas sofa ruang tamunya. “Kenapa kamu melakukan kesalahan yang bahkan tidak pernah Mama bayangkan sebelumnya? Justin, kamu sadar kita siapa?”Seolah tidak peduli dengan keluhan Tami, Justin ikut duduk di samping Mamanya dengan wajah tak bersalah sama sekali. Cengiran khasnya muncul yang beruntung tidak diliha

    Last Updated : 2025-01-31
  • Cinta Diamnya Sang CEO   12

    “Kenapa bisa Amira berakhir di sini?”Itu adalah gaungan dari isi kepala Amira yang sore itu setengah kacau namun juga merasakan kelegaan. Amira marah dan misuh-misuh tapi anehnya, hatinya baik-baik saja. Seperti terasa sangat ringan dan sesuatu yang sudah lama terpendam dalam dadanya lepas begitu saja. Tapi apa?Nah, ini adalah PR yang harus Amira cari jawabannya. Amira harus mengorek-orek agar menemukan alasan yang tepat sekali pun harus mengais di antara tumpukan sampah depan kantornya. Demi Tuhan! Amira Meena merasa senang dan bahagia. Ini sesuatu yang belum pernah Amira rasakan sebelumnya. Dan lebih dari apa pun itu, Amira harus mengakui ini dengan sangat berat hati. Sejak bertemu dengan Justin Brotolaras, pria yang Amira kira amatlah dingin dan kaku, nyatanya dia adalah pria hangat dengan sejuta kalimat-kalimat bijak yang mampu mengendurkan rasa sakit di hati Amira. Aneh, ‘kan?Ah, bukan. Lebih tepatnya karena Amira memanglah wanita binal. Bagaimana tidak? Semudah itu Amira m

    Last Updated : 2025-01-31

Latest chapter

  • Cinta Diamnya Sang CEO   28

    Justin dan segala bentuk kejutannya yang tidak terduga.Amira kira obrolan memasak adalah omong kosong belaka. Nyatanya Justin melakukannya dengan sungguh-sungguh dan tanpa Amira duga. Melihat betapa seriusnya Justin memasak dan keringat kecil yang menempel di dahinya, Amira merasa sedikit panas. Amira merasakan gejolak yang tidak tahu dari mana arah datangnya."Kamu nggak capek cuma berdiri di situ saja?"Suara Justin membuat Amira terkesiap. Kedua matanya berkedip beberapa kali sebelum memutus tatapannya kepada Justin."Sebentar lagi selesai."Amira berjalan menuju kursi yang tepat berada dihadapan Justin."Aku pikir cuma bercanda soal memasak ini."Justin tersenyum miring."Sejak kapan aku bercanda soal semuanya?"Kalau dipikir-pikir ada benarnya juga. Justin tidak pernah mengabulkan apa yang Amira inginkan bahkan saat Amira tidak menginginkannya. Justin dengan sendirinya melakukannya. Tanpa Amira harus memohon atau pun menjatuhkan harga dirinya. Sekali lagi, Justin sangat menjaga

  • Cinta Diamnya Sang CEO   27

    "Aku nggak berani berharap lebih ke kamu," ucap Justin di sore hari. Sambil menyesap kopi panasnya, Justin edarkan pandangan matanya ke taman samping rumahnya. "Aku takut kamu makin terbebani."Amira yang mendengarnya hanya diam. Ada perasaan sakit dan perih tapi Amira sadar bahwa mungkin ini yang terbaik. Jika Justin sudah memutuskan demikian maka yang bisa Amira lakukan hanyalah menghormati pilihannya."Tapi bukan berarti aku menyerah," sambung Justin yang membuat Amira menutup mulutnya lagi. "Aku berhenti berharap bukan artinya aku melepaskan kamu tapi aku memberi waktu untuk kamu berpikir. Jika aku terus mencurahimu dengan perhatian berlebihan, kamu akan merasa risih."Benar. Apa yang Justin katakan sedang menggambarkan diri Amira yang sebenarnya. Karena tidak mudah jatuh cinta, maka saat Amira menyukai seseorang akan bertindak bodoh."Kamu harus menyayangi dirimu sendiri. Mulai sekarang kamu bisa menikmati waktu dan apa pun yang kamu inginkan tapi tolong selalu libatkan aku.""Ke

  • Cinta Diamnya Sang CEO   26

    Hidup seperti apa yang diinginkan setiap orang?Jawabannya berbeda-beda. Tidak semua kehidupan yang diinginkan tiap-tiap orang sama. Perbedaan prinsip, cara pandang atau bahkan perdebatan-perdebatan kecil yang mengarah pada panutan hidup tiap orang.Begitu juga dengan Amira dan Key, teman masa kecilnya yang baru saja kembali dari luar negeri. Key menyelesaikan studynya di Paris dan kembali ke Indonesia untuk menikah."Kamu yakin nggak mau nikah?" tanya Key dengan ekspresi wajah mengejek. "Kamu harus tahu serunya menikah," lanjut Key dengan santainya.Amira tidak menanggapi dengan serius. Tangannya sibuk menyuap salad buah ke dalam mulutnya. Pandangan matanya mengedar ke seluruh penjuru kafe di mana keduanya bertemu. "Seru kalau sama orang yang tepat.""Justin nggak tepat?"Amira mendelikkan matanya kesal. Hampir-hampir meninju wajah Key yang tertawa penuh ejekan."Yang kamu tunggu apa, sih, Mir?""Konyol!" balas Amira. "Pertanyaan nggak mutu.""Bagian mana yang nggak mutu?""Buang-bu

  • Cinta Diamnya Sang CEO   25

    Acara makan malam berjalan dengan lancar. Obrolannya seputar bisnis dan diselingi candaan sesekali. Amira lebih banyak diam dan menjawab saat diajukan pertanyaan. Makan malam kali ini Amira menikmati pertemuan dengan keluarganya. padahal biasanya bukan hal yang Amira sukai saat berkumpul seperti ini.Apa karena Justin diterima di keluarganya?Amira tidak mau memikirkan asumsinya yang masih dini. Yang terus Amira lakukan adalah memasukkan makanan yang telah dihidangkan oleh chef keluarganya. Jika lidahnya menerima rasanya maka Amira bereaksi dengan memejamkan kedua matanya, jika tidak Amira akan mengunyah dengan perlahan."Kamu mual?" tanya Justin berbisik rendah.Ekspresi wajahnya penuh khawatir saat Amira menolehkan kepalanya."Enggak.""Kunyahan kamu nggak excited.""Makanan ini nggak bisa nyatu sama lidahku."Amira ambil pudding orange yang ada dihadapan Justin dan memasukkan ke mulutnya. Kali ini kedua matanya terpejam yang artinya enak."Yang ini enak," ucap Amira sambil memasukk

  • Cinta Diamnya Sang CEO   24

    Sekali pun menunjukkan reaksi yang enggan untuk Amira hadir di acara makan malam keluargnya, nyatanya di pukul tujuh malam tepat Amiratelah siap dengan dress hitamnya yang mencetak lekuk tubuhnya. Sedikit berisi karena hamil namun tidak mengurangi keseksiannya.Justin yang melihat Amira berdandan rapi tertegun bingung. Tidak, bukan cuma itu. Justin lebih mengagumi tubuh Amira yang seksi."Yuk," ajakan Amira terdengar santai."Ke mana?" balas Justin masih dengan ekspresi wajah bingung."Makan.""Di mana?"Amira berdecak kesal. Wajahnya yang sejak menuruni tangga berekspresi datar kini menampilkan kekesalan."Kamu yang ngoto minta kita datang ke acara makan malam keluarga, kamu juga yang lupa?" Pertanyaan serupa dengan pernyataan ini membuat Justin mengerutkan dahinya."Aku nggak pernah maksa atau minta kamu datang. Cuma memberi pilihan saja kalau kamu mau.""Buktinya aku mau!" Amira dan keras kepalanya yang tidak bisa dibantah oleh siapa pun."Syukur, deh."Justin masih berlagak sant

  • Cinta Diamnya Sang CEO   23

    Menikah adalah takdir bukan pilihan.Menikah itu perlu karena kita tidak mungkin selalu sendiri.Menikah itu tidak semenakutkan yang ada dipikiran kita. Menakutkan jika kamu tidak bersama dengan orang yang kamu mau atau orang yang tepat.Pernah dengar kalimat menikahlah dengan orang yang mau denganmu? Katanya itu lebih manjur dan berjalan awet hingga ajal menjemput.Menikah itu kodrat.Amira tertawa getir. Senyum dibibirnya yang kecil merekah namun jika diperhatikan secara saksama ada kengerian di dalamnya. Wanita dengan dress hitamnya itu berdiri sembari mengusapi perutnya yang mulai membuncit.“Sayangnya aku lebih siap menjadi seorang ibu ketimbang harus menikah,” gumamnya lirih hampir tidak terdengar.“Susumu.” Suara Justin dari balik tubuh mungil Amira muncul. “Masih hangat.” Justin sodorkan gelas yang dibawanya dari dapur. Amira membalikkan tubuhnya dan menatapi Justin dengan intens. Tidak ada ekspresi apa pun dari wajah Amira sehingga Justin mengerutkan keningnya.“Mak

  • Cinta Diamnya Sang CEO   22

    “Siapa yang bilang?”Amira masukkan potongan pangsit ke dalam mulutnya. Mengunyahnya perlahan guna meresapi rasa daging yang berbumbu.“Banyak yang seliweran.”“Jawaban kamu nggak masuk akal.”“Kenapa gitu?”“Sekarang coba pikir, yang bikin kata-kata itu manusia, ‘kan? Cuma lewat pengalaman yang dia alami. Benar, sih, dia mencurahkan isi hatinya tapi nggak serta merta kita menelannya mentah-mentah. Ada kok yang pernikahannya berhasil dan bahagia. Badainya? Nggak perlu kamu tanya sudah berapa banyak maaf dan terus memperbaiki diri. Karena kalau sudah memutuskan untuk menikah, risiko dan segala cobaan di dalamnya akan kita hadapi. Tinggal caranya saja yang gimana."Amira tetap tidak peduli. Baginya pernikahan adalah momok menakutkan yang dihindarinya. Hamil di luar nikah bukan suatu aib baginya. Amira akan tetap cuek dengan penilaian orang bahkan jika itu keluarganya sendiri. Amira sukses dan finansialnya lebih dari cukup. Zaman sekarang apa pun bisa dibeli dengan uang."Justin lebih da

  • Cinta Diamnya Sang CEO   21

    “Menikah itu nasib.”Amira terkekeh mendengarnya.“Bagiku menikah itu pilihan.”“Pikirkan masa tuamu nantinya.”“Menikah atau tidak bukan hak orang lain untuk mencampuri.”“Bukan ikut campur hanya memberi nasihat.”“Nasihat yang sedikit memaksa.”“Nggak ada maksud kayak gitu, Mir. Aku peduli karena tahu rasanya kesepian.”“Kalau sudah biasa sendiri, apa salahnya menjadi kesepian. Aku pikir nggak ada yang aneh sama itu.”“Mir!?”“Semua kembali ke diri masing-masing. Memangnya menikah jadi jaminan kamu bahagia? Kamu menikah, kamu juga harus menikahi orang yang kamu cintai.”“Itu makanya aku bilang menikah itu nasib.”“Lebih tepatnya kesialan, sih.”“Aku tahu kamu terluka tapi jangan dinilai sama rata kayak gini dong. Tiap orang yang datang ke kehidupan kita selalu ngasih pelajaran. Mereka datang nggak sekadar datang.”Amira teguk es tehnya. Cuaca panas sedang menyelimuti Jakarta. Padahal di daerah lain sudah sering diguyur hujan. Jakarta hanya menunggu banjir datang dan se

  • Cinta Diamnya Sang CEO   20

    “Kalau sama orang yang salah saja kamu bisa setulus ini gimana sama orang yang tepat?”Adalah kalimat terakhir yang Amira dengar sebelum Justin hengkang.Sejenak Amira bimbang. Ragu untuk melangkah namun mustahil berjalan ditempat. Justin membuatnya ragu dan ingin maju tapi juga takut untuk semua risiko yang sudah menunggu.“Justin itu baik banget,” ucap Nita—sahabat Amira yang baru kembali dari studynya di Singapura. “Dia kelihatan tulus sama kamu. Cuma kamunya saja yang belum siap buat membuka diri.”“Setelah semua ini?” Amira perlihatkan perutnya yang mulai kelihatan. “Aku punya trauma yang aku sendiri nggak tahu kapan mau sembuh.”“Trauma nggak bisa sembuh total. Seumur hidup dia bakal menghantui kamu. Tinggal gimana kamunya dalam mengambil langkah. Life must go on, Mir. Kamu nggak bisa terus-terusan kejebak di masa kelam. Justin itu masa depan sedangkan yang jadi ketakutanmu adalah dirimu sendiri. Semua tergantung gimana kamu.”Amira diam. Apa yang Nita katakan benar adanya. Kala

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status