“Azura Veronica?”
Azura dan Malika pun membawa pandangan mereka, kesumber suara. Azura yang tidak kenal dengan pria itu, hanya bisa menyeritkan dahinya. Berbeda dengan Malika, yang sedikit terkejut sebab ini kali pertama ia bertemu langsung.
“Anda, Pak Alvino Andriyansya?” tanya Malika.
“Anda mengenal saya?” Alvino berbalik tanya, dengan tersenyum tipis.
“Tentu saja, anda pemilik perusahaan termaju di negara ini,” puji Malika.
Alvino terkekeh pelan. “Tidak juga, masih banyak proses yang harus saya jalani.”
Alvino membawa pandangannya kepada Azura, yang terlihat menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan. Alvino kembali tersenyum tipis, dengan masih berdiri di dekat kedua wanita itu.
“Oh, anda mau bergabung dengan kami?” tanya Malika.
“Tidak, di mejanya sudah ada makanannya.” Secara tidak langsung, Azura tidak mengizinkan Alvino untuk bergabung dengan mereka.
Alvino mengangguk. “Anda benar.”
Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kartu nama yang terselip di dalam dompetnya. Ia meletakkannya, di atas meja Azura.
“Ini kartu nama saya, anda boleh menghubungi saya kapan saja. jika terkait dengan pekerjaan.”
Setelah mengatakan itu, Alvino pun pergi kembali menuju tempat duduknya. Azura hanya diam, dengan menatap kepergian Alvino dengan tatapan dingin.
Makan siang telah berlalu, kini semua karyawan telah kembali ke perusahaan dan bekerja. Begitu juga dengan Azura, ia kini berada di dalam ruang rapat bersama para pemegang saham.
“Saham perusahaan belum ada kenaikan dengan signifikan, bagaimana menurut anda?” tanya salah satu pegawai Azura.
Belum sempat Azura menjawab, Malika masuk ke dalam ruang rapat dengan raut wajah yang panik. Ia pun membisikkan sesuatu sebelum menunjukan Ipad yang ia pegang.
Mata Azura seketika menajam, tangannya mengepal kuat melihat tiba-tiba saham mereka anjlok kembali. Melihat raut wajah atasan mereka, para anggota rapat pun melihat ponsel masing-masing mengecek saham perusahaan.
Seketika, semuanya menatap Azura yang kini menatap tajam ke arah meja. Para pemegang sama mulai cemas dan mengomel.
“Bagaimana ini, kenapa bisa tiba-tiba turun kembali?” tanya salah satu pemegang saham, yang didukung oleh yang lain.
“Bu Azura, saya sarankan anda bekerja sama dengan Pak Alvino. Meski perusahaannya belum terlalu sukses, namun setiap perusahaan seperti perusahaan kita bekerja sama dengannya maka kembali bangkit.” Salah satu dari mereka memberikan saran, yang sudah terbukti benarnya.
Azura terdiam, dengan mempertimbangkan saran dari salah satu pemegang sahamnya itu. Hingga rapat pun dibubarkan, dan Azura akan secepatnya memberikan keputusan.
Di ruangannya, Azura duduk pada kursi kerjanya dengan pikiran yang masih bimbang. Ia tidak kenal Alvino, bahkan ia baru bertemu saat makan siang tadi dan hanya berkenalan biasa.
*
Keesokan harinya, Azura berusaha meningkatkan kenerja anak perusahaannya dan para pegawainya. Mereka fokus ada penjualan terlebih dahulu, dan mengkesampingkan peluncuran produk baru.
Lalu, ia meminta pertemuan bersama dengan Alvino. Namun sayang, jadwal Alvino hari ini sangat padat. Sehingga, ia membuat jadwal temu dengan Alvino pada lusa nanti.
Hari ini perusahaan Azura sedang sangat sibuk. Tidak hanya karyawan yang sibuk, Azura dan Malika ikut mondar mandir dari kantor, ke ruang rapat, ke kantor pegawainya hingga kini ia turun ke lapangan.
Ia berjalan dengan penuh wibawa, namun tetap menunjukan keanggunannya. Kini ia berada di Mall salah satu toko kosmetik mereka yang penjualan paling sedikit.
“Selamat datang, Bu,” sapa para staff toko.
Azura hanya mengangguk, menanggapi sapaan para karyawannya. Ia melihat-lihat produk mereka yang dijelaskan oleh manager toko.
Hingga, tiba-tiba salah satu pelanggan masuk ke toko mereka dengan marah-marah.
“Apa kalian tidak berniat berjualan, hah?” Seorang ibu-ibu mengamuk, tanpa tahu apa penyebabnya.
“Maaf, Bu saya permisi sebentar.” Manager toko itu, ijin kepada Azura untuk menghampiri ibu-ibu tersebut.
Azura mengangguk, dan mengamati dari sudut toko. Sedangkan Manager toko menghampiri ibu-ibu tadi.
“Permisi bu, ada yang bisa kami bantu?” tanya Manager toko sopan.
“Saya mau meminta pertanggung jawaban kepada kalian,” ujar ibu-ibu tadi dengan nada meninggi.
“Kalau boleh saya tahu, pertanggung jawaban atas apa bu?” Manager toko, masih berusaha berbicara sesopan mungkin.
“Gara-gara scrub dari kalian, wajah saya menjadi hancur dan memerah seperti ini.” Ibu menunjuk wajahnya, yang memang merah seperti terbakar.
“Maaf bu, boleh kami lihat produk yang ibu pakai?” tanya Manager toko.
“Aku sudah membuangnya,” jawab ibu itu dengan kasar.
Azura tidak tahan lagi, sehingga ia pun berjalan menghampiri keributan di tokonya. “Ada apa ini?” tanya Azura.
Para staff toko pun membungkuk hormat, dan beberapa dari mereka mundur untuk memberikan ruang untuk Azura. Azura berdiri di samping Manager toko, dengan pandangan yang melihat pada ibu-ibu pembuat keributan.
“Ibu ini mengatakan kulitnya rusak, akibat memakai scrub dari toko kita, bu,” jelas Manager toko.
“Boleh saya lihat produk yang anda pakai?” tanya Azura.
“Siapa kamu? Aku sudah bilang, aku membuangnya,” ujar ibu mulai tidak sopan.
“Kenapa anda buang?” tanya Azura, “seharusnya anda menyimpannya jika anda ingin meminta pertanggung jawaban.”
“Aku tidak mau tahu, kuitku rusak gara-gara produk mereka. Dan, aku mau minta ganti rugi dan biaya pengobatan,” kekeh ibu itu.
Azura menghela napas, ia sedang pusing ditambah dengan ibu satu ini. Azura sebisa mungkin, agar tidak terbawa emosi saat ibu itu mulai tidak sopan.
“Bu, anda harus menujukan produknya terlebih dahulu. Dan kami akan mengceknya ke laboratorium,” ucap Azura.
“Sudah aku bilang, aku sudah membuangnya. Sudah aku buang!” tukas ibu itu.
“Kalau begitu maaf, kami tidak bisa membayar ganti rugi dan pengobatanmu,” ujar Azura.
Ibu itu mulai geram, karena ia tidak mendapatkan apa yang ia mau. Ia pun mengeluarkan sebuah botol kaca bulat mirip dengan wadah scrub. Detik berikutnya, ia melemparkannya ke arah Azura.
Azura membulatkan matanya, dan para staffnya berteriak terkejut. Namun, tiba-tiba Alvino datag dan menangkap botol kaca itu dengan gagahnya.
“Anda bisa di penjara atas tindakan kekerasan, dan pencemaran nama baik,” ucap Alvino berdiri di depan Azura.
“Siapa kamu?” tanya ibu itu.
“Anda tidak perlu tahu siapa saya, yang terpenting ibu sudah menganggu kenyamanan di toko ini.”
Ibu itu pun berdesis, dan berlalu pergi dari toko Azura dengan kesal. Setelah kepergian ibu itu, Azura membawa langkahnya menghampiri Alvino dan mengambil botol scrub yang dipegang Alvino.
“Ini bukan punya kita,” ucap Azura, memperlihatkan merek dan warna dari botol tersebut kepada staffnya.
“Berarti ibu itu sengaja ingin memeras kita, pantas saja ia bersikeras mengatakan sudah membuangnya,” ujar Malika.
Azura mengangguk setuju. Lalu, ia membawa pandangannya kepada Alvino.
“Terima kasih,” ucap Azura.
“Hm, sama-sama.” Alvino berniat langsung pergi, namun di cegah oleh Azura.
“Maukah anda bekerja sama dengan saya?” tanya Azura.
“Maukah anda, bekerja sama dengan saya?” Azura mencegah Alvino, yang hendak pergi.Alvino menghentikan langkahnya, dan berbalik menatap Azura. Kini mereka saling menatap, dengan tatapan yang berbeda.“Ajukan itu secara resmi,” ucap Alvino.Setelah mengucapkan itu, Alvino pun berlalu keluar dari toko kosmetik milik Azura. Azura menatap kepergian Alvino, yang perlahan semakin menjauh dari pandangannya.*Keesokan harinya, Azura pun akhirnya bisa bertemu dengan Alvino secara resmi melalui janji yang sudah ia buat. Kini, mereka tengah berada di private room disebuah restoran mewah.Tidak ada perbincangan pribadi di sana, atau perbincangan yang lainnya. Mereka hanya membahas masalah perusahaan, saham, dan kerja sama.Mereka pun mulai menanda tangani kontrak pada selembaran masing-masing. Yang mana harus ditanda tanganni oleh keduanya.“Semoga saham anda segera meningkat,” ucap Alvino menutup berkas kontrak dihadapannya.“Terima kasih,” ucap Azura, “suatu kehormatan anda mau bekerja sama de
“Silakan bawa makanannya ke sini,” ucap Alvino.Mata Azura membulat, mendengar ucapan pria di depannya itu. Pelayan restoran tersebut membungkuk hormat, sebelum akhirnya ia pergi untuk membawaka menu couple tersebut.“Apa yang Anda lakukan?” tanya Azura.“Apa masalahnya? Ini hanya makanan.” Alvino meraih ponselnya yang terletak pada meja, dan melihat-lihat email dari sekertarisnya.Azura menganggukan kepala. ‘ada benarnya juga,’ batinnya.Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya menu itu pun datang yang langsung dihidangkan di atas meja mereka. Azura dan Alvino pun menyantap makanan, yang hanya disediakan untuk pasangan kekasih atau suami istri dengan penuh nikmat.Azura dan Alvino pun akhirnya telah selesai makan siang. Namun, saat mereka hendak beranjak dari duduk mereka. Tiba-tiba, pelayan tadi kembali sambil menawarkan pemotretan.“Tidak perlu, kami sedang buru-buru,” ucap Azura, yang selalu menolak.Namun, setiap kata yang keluar dari mulut Alvino membuat Azura tercengang. “Apaka
Azura membawa pandangannya kepada pria di sampingnya. Ia terdiam cukup lama, untuk mencermat kata-kata yang keluar dari mulut pria dingin tersebut.Namun, belum sempat Azura menjawab. Mobil mereka telah sampai, membuat kesadaran Azura kembali dan segera berlari menuju mobilnya yang berhenti lebih dahulu.Alvino tersenyum tipis, melihat Azura. Ia melihat dengan jelas, pipi wanita itu yang merah merona karena salah tingkah.Alvino berjalan mendekat kea rah mobil Azura, mengetuk kaca jendela samping Azura. “Buka,” ucapnya.Azura menurunkan setengah kaca mobilnya, dengan kepala yang tertunduk. Alvino kembali tersenyum, setelah melihat lebih jelas lagi.“Aku tunggu jawabanmu.” Setelah mengatakan itu, Alvino berlalu menuju belakang mobil Azura. Yang mana, di sana telah terparkir mobil miliknya.Azura langsung menggeleng, dan segera menyalakan mesin mobilnya. Sebelum akhirnya, ia membawa pergi mobil miliknya.Dalam perjalanan pulang, Azura terus berceloteh tidak jelas. “Apa itu? Apa maksud p
“Apa jawabanmu?” Tiba-tiba saja, Alvino bertanya soal jawaban Azura tentang kemarin.Azura terdiam mematung, dengan totebag yang ia genggam dengan erat. Seketika kakinya melangkah mundur, saat Alvino berjalan mendekat ke arahnya.“Jawab Azura,” tekan Alvino, “aku tidak suka menunggu.”“I-ini terlalu mendadak,” Azura tergagap, dengan pandangan yang menunduk. “A-aku masih butuh waktu untuk—““Aku rasa, kita kenal sudah cukup lama. Meski, kita saling mengenal karena bisnis.” Alvino, semakin melangkah maju mengikis jarak di antara keduanya.Seketika, totebag yang Azura pegang terjatuh begitu saja karena ia gugup. Alvino membawa pandangannya ke arah totebag tersebut, lalu mengambilnya dan meletakkannya pada meja sofa.“Aku yakin, kamu kemari bukan karena pengajuan proposal.” Alvino menatap Azura dengan lekat, sampai-sampai membuat Azura cegukan.“Kamu ingin menemuikukan?” tanya Alvino tersenyum. “Dengan beralasan membawa jas dan proposal untukku.”“Vino, jangan begini.” Azura mendorong dad
Azura dan Alvino kini resmi berpacaran. Namun, sesuai dengan permintaan Azura. Mereka pun merahasiakan hubungan keduanya dari para karyawan kantor maupun publik.Di perusahaan Alvino, Azura bersama sekertaris dan dua karyawannya tengah mengikuti rapat. Azura duduk, tepat di depan sebelah kanan Alvino.Alvino beberapa kali mencuri pandang kepada Azura, saat yang lain fokus melihat dokumen persentasi. Namun, saat Azura dan yang lain menoleh ke arahnya. Ia langsung membawa pandangannya pada kertas di depannya.“Kamu harus meningkatkan kualitas kemasan produk. Pastikan, produk yang di jual aman dan higenis,” ucap Alvino tegas.“Baik, pak,” jawab salah satu karyawan Azura yang tengah berpersentasi itu.“Baiklah, kita akhiri rapat hari ini,” ucap Alvino membereskan berkas di depannya.Namun, para anggota di ruang rapat itu tercengang dan saling melempar pandang dengan bingung. “Maaf, pak. Tapi, kami belum menyelesaikannya,” u
Azura terdiam mematung, ketika Alvino memperlihatkan sebuah cincin permata yang cantik sebagai tanda lamaran pria itu. Para karyawan di sana terkejut, dengan beberapa yang menutup mulut mereka dengan tangan.“Terima! Terima!” Suara sorakan di sertai tepuk tangan dari para karyawan mulai terdengar, meminta Azura menerima lamaran Alvino.Detik berikutnya, sebuah air mata luruh begitu saja dari pelupuk mata Azura. Azura mengangguk, dengan tak kuasa menahan harunya.Alvino tersenyum lebar, dan segera bangkit. Ia mengeluarkan cincin tersebut dari kotak, lalu menyematkannya pada jari manis Azura.“Terima kasih, terima kasih banyak.” Alvino sepontan memeluk Azura, sebagai ungkapan terima kasih dan rasa senang yang ia rasakan.Azura hanya bisa mengangguk, sambil membalas pelukan pria yang baru saja melamarnya itu. Ia menangis haru, karena tak menyangka akan di lamar secara tiba-tiba oleh Alvino.Padahal, sebelumnya mereka tidak pernah membahas soal pernikahan atau semacamnya. Mereka berdua ha
Alvino terdiam beberapa saat, mendengar sebuah kalimat yang keluar dari mulut calon istrinya itu. Detik berikutnya, ia tersenyum dan mengusap lembut kepala Azura.“I Love you more,” jawabnya tersenyum manis, yang dibalas oleh Azura tak kalah manis.*Hari yang ditunggu pun akhirnya tiba. Hari di mana dua insan akan mengikat janji suci mereka, di hadapan tuhan, dan semua orang yang ada di sana.Di sebuah ruangan, Alvino tengah duduk di sebuah sofa. Ia mengendurkan dasinya, karena terasa mencekik lehernya.“Jangan terlalu gugup, itu hanya akan membuat anda tidak nyaman,” ujar sekertarinya, yang tengah menemani dirinya.“Apa kau pernah menikah?” tanya Alvino, sambil mengatur napasnya.“Belum,” jawab Zio—sekertaris Alvino.Alvino membawa pandangannya kepada Zio, dan menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.“Apa?” tanya Zio, saat mendapati tatapan dari atasannya.“Kau berbicara, seakan kau sudah penah menikah.” Alvino menggelengkan pelan kepalanya, dan mengambil sebotol air mineral
Para pelayan menutup pintu kamar Azura, membuat Alvino terdiam. Lalu, Alvino pun membawa pandangannya kepada Azura, dengan penuh tanya.“Tampaknya mereka sangat dekat denganmu,” ucap Alvino membawa langkahnya mendekati Azura.“Hm, karena mereka yang merawatku dan selalu ada di saat masa-masa terpurukku,” jelas Azura.Alvino mengangguk paham. Lalu, ia semakin mendekat kearah Azura, memeluk pinggang ramping istrinya itu.“Apa kamu lelah?” tanya Alvino dengan jarak wajah keduanya sangat dekat.“Lumayan,” jawab Azura dengan tatapan canggung.Alvino kembali mengangguk paham, dan membalikkan tubuh Azura pelan. “Aku akan membantumu membuka resletingnya,” ucap Alvino, “setelah itu mandilah.”Azura hanya mengangguk pelan karena malu. Sedangkan Alvino mulai menurunkan resleting gaun pengantin Azura.Beruntung Azura memegangi bagian depat gaun tersebut, sehingga tidak membuat gaun itu langsung melorot. setelah resleting terbuka semua, barulah Azura membawa langkahnya menuju kamar mandi.*Pagi h
Azura menatap tak percaya, rekaman CCTV yang dikirimkan oleh Vito. Malika melihat perubahan wajah bosnya, dan melihat rekaman CCTV tersebut.Ia pun sama terkejutnya, hingga menutupi mulutnya dengan tangannya.Detik berikutnya, Azura pun menangis. Malika pun keluar dari ruangan Azura, tanpa separah kata pun.*Di sebuah Restoran bintang lima, Alvino dan Azura memasuki Restoran tersebut. Lalu, mereka duduk di meja yang mereka pesan, tepat di atap Restoran tersebut.“Kamu mau pesan apa?” tanya Alvino dengan lembut.Azura hanya tersenyum, sambil menggeleng menanggapi pertanyaan suaminya. Alvino pun membalas senyumannya.Seketika, Azura menjad ragu. ‘Tidak mungkin, pria sebaik dan selembut dia melakukan hal seperti itu’ batin Azura, ‘dan juga, bagaimana mungkin ia bisa menikahi istri dari mendiang pria yang ia bunuh.’“Sayang?” panggil Alvino, ketika mendapati Azura terus menatapnya.Namun, Azura tidak meresponnya. Sehingga, ia mengenggam tangan istrinya dan tersenyum.Seketika, Azura sedi
Setelah menghubungi Malika. Seperti biasa, Azura akan melakukan sleep call terlebih dahulu dengan suami.Setelah Azura tidur, barulah Alvino mengakhiri panggilan mereka. Dan Alvino melanjutkan perkejaannya, yang harus segera ia selesaikan agar cepat pulang.Tiga hari kemudian, Alvino akhirnya pulang dari perjalanan bisnisnya. Kepulangannya di sambut dengan hangat oleh sang istri—Azura.Meski Azura mendapatkan pesan dan bukti yang mengarah kepada Alvino, yang menuduh Alvino terlibat. Tapi, Azura tetap memperlakukan suaminya seperti biasanya.Sebelum Malika mendapatkan bukti yang akurat dalam penyelidikkannya. Maka, belum dapat dipastikan Alvino bersalah.“Aku sangat merindukanmu.” Alvino langsung memeluk Azura, dan membubuhkan kecupan ada seluruh wajah istrinya itu.Azura hanya tersenyum, menerima setiap kecupan yang suaminya berikan. Serta, ia juga membalas pelukkan hangat suaminya yang ia rindukan juga.“Katamu, akan pulang lima hari lagi,” ucap Azura mendongakkan kepala, menatap Alv
Olla tidak langsung menjawab pertanyaan Alvino, ia justru tersenyum dan langsung berhamburan kepelukan pria beristri itu.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Alvino, berusaha mendorong tubuh Olla.Namun, pelukan Olla cukup erat. Sehingga sulit melepaskan pelukan wanita itu.“Aku merindukanmu Vino, aku sangat merindukanmu,” ucapnya menyamankan diri di dalam pelukan Alvino.“Lepaskan aku!” Alvino masih berusaha mendorong tubuh Olla, agar wanita itu menjauh darinya.Namun, belum sempat ia berhasil melepaskan pelukan itu. Azura terbangun, dan melihat hal yang membuatnya salah paham.“Alvino!” teriak Azura.Alvino membawa pandangannya kepada sumber suara, dan terkejut melihat istrinya di ambang pintu kamar yang mereka tempati.“Azura, jangan salah paham.” Alvino panik, khawatir Azura salah paham.Namun, bukannya melepaskan pelukannya saat tertangkap basah. Olla justru semakin mengeratkan pelukkannya, dan tersenyu
Seketika, mereka menoleh ke arah sumber suara. Raut wajah mereka semua terlihat bingung, menatap wanita itu dan Alvino secara bergantian.“Dia siapa?” tanya Azura menunjuk pendek wanita cantik berpakaian mirip dengan Azura.Alvino tidak menjawab, namun ia menatap wanita itu dengan tatapan tajam. “Apa kabar, Alvino?” sapa wanita itu, “apa aku boleh bergabung dengan kalian?”“Tentu saj—“ ucapan Fero terhenti, ketika Avino menyelanya.“Aku dan istriku kembali ke Vila lebih dahulu,” sela Alvino memeluk pinggang ramping istrinya dengan posesif.Dengan bingung, Azura di bawa oleh Alvino. Begitu juga dengan yang lain, menatap Alvino dengan bingung.Kini, Azura dan Alvino sudah berada di Vila mereka. Azura duduk di kursi pantry, sedangkan Alvino tengah menyiapkan teh hangat untuk mereka.Azura menatap suaminya, dengan tangan yang menopang dagu. “Ada apa, hm?” tanya Alvino, “aku tahu, aku sangat tampan.”“Cih,” decih Azura, saat melihat suaminya yang penuh dengan percaya diri.Nam
Waktu makan siang pun tiba, Alvino bersama istrinya dan yang lainnya. Kini berada di sebuah restoran seafood.Fero, Jasen dan Zio. Menatap Alvino dengan tatapan sinis, mereka seakan tidak takut karena melayangkan tatapan tersebut.Semua itu karena, mereka kesal dengan bos mereka. Mereka di tinggal di tengah-tengah laut, dengan keadaan ketiganya hanya memakai, t-shrt tipis. Membuat, angin laut dengan mudah menebus baju mereka sehingga mereka kedinginan.“Hey! Di makan,” tegus Malika, ketika melihat ketiga pria itu hanya mengaduk-aduk makanan mereka.Mereka hanya diam, dan melahap makanan mereka dengan kasar. Sedangkan Alvino dengan santai, memakan makanannya seakan tidak merasa bersalah.Makan siang pun telah selesai. Kini mereka kembali ke pantai, untuk berjemur.Namun, raut wajah Alvino masih saja terlihat kesal. Meski ia juga baru saja membuat ketiga karyawannya kesal.“Ada apa?” tanya Azura.“Mereka sangat menganggu,” keluh Alvino.Azura tersenyum, dan mengusap rambut suam
Azura dan Alvino bertemu dengan Malika dan Zio, serta 4 empat karyawan lainnya yang cukup dekat dengan bos mereka. “Kenapa kalian di sini?” tanya Alvino dengan dahi yang menyerit. “Kami liburan,” jawab Zio dengan santai. Alvino menatap tak percaya kepada ke enam orang di depannya, bisa-bisanya mereka bertemu di sana. Membuat, Alvino merasa sedikit terganggu karena ia hanya ingin berduaan dengan istrinya. “Jadi, bulan madu kalian juga di sini?” tanya Malika kepada Azura. Azura mengangguk sambil tersenyum. “Oh iya, di mana Vila kalian?” tanya Azura. “Di sana, dan sebelah sana.” Tunjuk Malika tepat di sisi kanan dan kiri Vila Azura dan Alvino. Namun, milik Alvino dan Azura sedikit masuk ke dalam. Sehingga, ada jarak yang cukup jauh dari kedua Vila tersebut. Alvino semakin menyeritkan dahinya, ia terlihat terkejut dan tak percaya. Ia merasa bulan madu indah yang akan mereka berdua nikmati, akan terganggu dengan karyawan mereka. “Anda tenang saja, kami tidak ak
Lagi-lagi, Azura mendapatkan pesan dari nomor tidak dikenal. Ia merasa kesal, karena orang ini tidak ada pekerjaan sekali menurutnya.Ia pun kembali tidak memedulikannya, dan memilih untuk melanjutkan tidurnya. Di pagi hari, Alvino menggeliat dan memiringkan tubuhnya ke samping. Lalu, tangannya jatuh ke sisi bagian Azura. Akan tetapi, ia tidak mendapati orang yang ingin ia peluk itu.Sontak saja, ia pun langsung membuka matanya. Benar saja, istrinya tidak ada di sana.Alvino pun mencari-cari Azura di kamar mandi, namun tidak ada. Sehingga, ia bergegas keluar dari kamar.Seketika, ia melihat seseorang wanita memakai dress bermotif bunga tanpa lengan. Hanya ada sebuah tali yang terikat dibagian leher, serta bagian punggung wanita itu terekspos karena rambut panjang wanita itu dikempang ke samping.Alvino membawa langkahnya menghampiri wanita itu, dan berdiri tepat di seberang meja makan. Ketika wanita itu berbalik, ia terkejut melihat keberadaan Alvino di sana.“Astaga! Kamu men
Semua mata menatap kearah layar di depan mereka, dengan tercegang. Lalu, mereka semua membawa pandangan mereka kearah orang yang ada di sana.“Pak Jhonathan?” ucap salah satu karyawan dari departemen kontruksi, menatap tak percaya kepada managernya.Pria bernama Jhonathan tersebut memalingkan wajahnya kearah lain, sebelum akhirnya pergi dari ruangan tersebut. Namun, baru saja ia keluar, para petugas keamanan sudah berdiri di sana dan menahannya.Detik itu juga, Jhonathan dibawa ke kantor polisi atas tindakan korpusinya. Semua karyawannya sangat kecewa, dengan tindakan managernya itu.Pantas saja, pembangunan yang mereka kerjakan selalu ada kendala. Seperti bahan bangunan yang tidak berkualitas, serta proses pembangunan yang lambat.*Setelah menangani masalah yang ada di perusahaan masing-masing. Kini, Azura dan Alvino memutuskan untuk pergi berbulan madu.Tempat yang mereka pilih, dan yang cocok untuk berbulan madu adalah Maldives. Sebuah pulau dengan pantai yang cantik dan pe
“Edwin.”Seketika, para karyawan di sana membawa pandangan mereka kepada pria bernama Edwin tersebut. Edwin pun bangkit dari duduknya, dan menyahuti panggilan bosnya itu.“Iya, pak,” sahut Edwin.Sontak saja, semua orang di sana berbisik-bisik dan menebak jika Edwinlah yang pembuat masalah yang Alvino sebutkan. Namun, Alvino hanya memberikan kode dengan satu jarinya, meminta Edwin mendekat ke arahnya.Edwin pun menuruti perintah Alvino, dan kini ia telah berdiri di samping Alvino. Alvino memberikan sebuah dokumen kepadanya, membuat Edwin menatap dokumen tersebut dengan bingung.“A-apa ini pak?” tanya Edwin.“Itu laporan keuangan yang dikorupsi, tolong bacakan,” ujar Alvino.Para karyawan di ruang rapat tersebut terkejut, dengan menatap tak percaya. Mereka justru menatap tajam dan sinis kepada Edwin.Edwin membuka dokumen tersebut, dan membacakan uang yang dikorupsi. Tentu saja, hal itu semakin membuat yang lain terkejut. Karena nominal yang di korpusi sangatlah banyak. “Ternyata kamu