“Maukah anda, bekerja sama dengan saya?” Azura mencegah Alvino, yang hendak pergi.
Alvino menghentikan langkahnya, dan berbalik menatap Azura. Kini mereka saling menatap, dengan tatapan yang berbeda.
“Ajukan itu secara resmi,” ucap Alvino.
Setelah mengucapkan itu, Alvino pun berlalu keluar dari toko kosmetik milik Azura. Azura menatap kepergian Alvino, yang perlahan semakin menjauh dari pandangannya.
*
Keesokan harinya, Azura pun akhirnya bisa bertemu dengan Alvino secara resmi melalui janji yang sudah ia buat. Kini, mereka tengah berada di private room disebuah restoran mewah.
Tidak ada perbincangan pribadi di sana, atau perbincangan yang lainnya. Mereka hanya membahas masalah perusahaan, saham, dan kerja sama.
Mereka pun mulai menanda tangani kontrak pada selembaran masing-masing. Yang mana harus ditanda tanganni oleh keduanya.
“Semoga saham anda segera meningkat,” ucap Alvino menutup berkas kontrak dihadapannya.
“Terima kasih,” ucap Azura, “suatu kehormatan anda mau bekerja sama dengan perusahaan saya, yang berada di ambang kebangkrutan.”
Alvino menanggapinya dengan senyuman tipis. Lalu, mereka pun bangkit dari duduk dan saling berjabatan tangan.
Setelah melakukan penandatanganan kontrak, Alvino dan Azura pun kembali ke perusahaan masing-masing. Azura menghela napas, dengan berdoa semoga dengan menjalin kerja sama dengan perusahaan Alvino. Saham perusahaannya meningkat, ia tidak berharap sampai begitu sukses yang terpenting perusahaannya tidak jadi bangkrut.
Tujuh hari setelah penandatanganan kontrak. Ini kali pertamanya, Azura dan Alvino memulai rapat bersama.
Azura menjelaskan tentang peluncuran produk barunya, serta sebuah elektornik canggih yang ingin ia kembangkat. Alvino mendengarkan dengan sangat cermat, tanpa sadar ia mulai terpanah dengan kecerdasan dan kecantikan yang dimiliki Azura.
Alvino menggeleng pelan, saat kesadarannya hampir hilang gara-gara terlalu fokus pada Azura. Akhirnya, ia kembali fokus pada penjelasan Azura hingga rapat selesai.
“Apa anda akan pergi makan siang?” Alvino menghampiri Azura, yang baru saja keluar dari ruang rapat.
Azura tersenyum keci, dan memberikan salam hormat kepada Alvino. “Iya, saya akan pergi makan siang bersama sekertaris saya,” jawab Azura.
“Bagaimana jika anda menundanya beberapa jam lagi, dan ikut saya pergi ke tempat seminar.”
Azura terdiam, dengan berusaha mencermat ucapan Alvino. Namun, ia tetap bingung apa maksud dari perkataannya.
“Maaf, saya tidak mengerti,” ucap Azura.
“Saya akan pergi seminar, dan saya mengajak anda secara khusus. Siapa tahu, di sana anda akan mendapat banyak kenalan dan para pemegang saham yang akan membantu anda,” jelas Alvino.
Azura tidak menjawabnya, membuat Alvino menyimpulkan jika Azura telah menolak ajakannya. Ia mengangguk paham, dan pergi begitu saja tanpa pamit.
“Baiklah, tapi traktir aku makan siang terlebih dahulu.” Azura berjalan melewati Alvino dengan langkah angkuh.
Alvino menghentikan langkahnya, setelah mendengar perkataan Azura. Ia tersenyum kecil, melihat Azura yang terlihat angkuh setelah menerima ajakannya.
Kini mereka berjalan menuju lift, dengan posisi Azura satu langkah di depan Alvino. Sesampainya di depan pintu lift, Alvino menekan tombol untuk membuka pintu lift.
Beberapa saat kemudian, pintu lift terbuka dan mereka pun masuk ke dalam lift. Di dalam sana, tidak ada percakapan apa-apa hanya ada keheningan, dengan dua orang yang sibuk dengan ponsel masing-masing.
Hingga, tiba-tiba lift bergetar dan terhenti begitu saja di antara lantai 11 dan 10. Azura hampir saja jatuh, beruntung ia berhasil berpegangan dengan erat pada batang besi.
“Ada apa ini?” tanya Alvino, ia menekan tombol darurat.
“Hallo?” Terdengar suara seseorang dari pengeras suara di atas tombol-tombol tersebut.
“Ada apa ini?” tanya Alvino dingin.
“Maaf pak, liftnya tiba-tiba macet. Kami sedang berusaha untuk memperbaiki, mohon tunggu beberapa menit lagi,” beritahu orang itu.
“Selesaikan dalam waktu 30 menit, karena aku harus segera pergi,” pernitah Alvino.
“Baik, pak,” jawab orang itu.
Azura hanya mendengarkan dengan menatap Alvino yang berbicara dengan tegas. Haruskah ia bertanya-tanya, ia merasa cara bicara Alvino saat bersamanya tadi sedikit berbeda.
Pria itu seakan berbicara dengan lembut kepadanya, meski dengan raut wajah datar tanpa ekspresi. Namun, saat berbicara dengan orang reparasi tadi Alvino sangat tegas dan dingin.
Merasa dirinya di tatap, Alvino pun membawa pandangannya kepada Azura. Seketika, Azura langsung kembali fokus pada ponselnya.
Kurang dari 30 menit, lift pun akhirnya beroperasi kembali. Hingga kini dua orang di dalam lift tersebut, telah keluar dan berada dilobi perusahaan Alvino.
Para karyawan Alvino menatap Azura, yang berjalan dengan anggun namun penuh perhitungan dan kewibawaan. Mereka terlihat berbisik jika Azura sangat cocok dengan atasan mereka itu.
“Apa kalian tidak punya pekerjaan?” Seketika suara Alvino menggelegar, saat ia tidak sengaja karyawannya yang berbisik itu.
Sontak saja, para karyawan di sana berlarian dan segera pergi menuju departemen masing-masing. Sedangkan Azura menatap sekitar, ia tidak sandar jika para pegawai Alvino menatapnya dan membicarakannya.
Setelah semua pegawai Alvino pergi, dan lobi menjadi sedikit sepi. Alvino menyusul Azura yang telah melanjutkan langkahnya.
“Kita makan siang di mana?” tanya Alvino.
Kini mereka telah keluar dari perusahaan, dan tengah menunggu mobil mereka.
“Terserah anda saja,” jawab Azura.
Mobil Alvino pun telah berhenti dihadapan mereka. Alvino membawa langkahnya, masuk ke dalam mobilnya. Sedangkan, Azura masih berdiri menunggu mobil miliknya datang.
“Anda sedang apa?” tanya Alvino menurunkan kaca mobilnya.
“Saya sedang menunggu mobil saya,” jawab Azura, “anda pergi saja dulu, nanti kirimkan saya lokasinya.”
Alvino terkekeh, membuat Azura menyeritkan keningnya menatap bingung. “Anda ikut dengan saya, maka masuklah.”
Azura semakin bingung, tapi tetap membawa langkahnya menghampiri Alvino. “Apa saya naik mobil anda?” tanya Azura.
“Iya, karena saya yang mengajak anda. Maka, anda menumpang dimobil saya,” jawab Alvino.
Azura pun mengangguk paham. Dan ia membuka pintu mobil Alvino, lalu mendudukkan tubuhnya pada kursi penumpang samping kemudi.
Azura hendak mengenakan sabuk pengaman, namun ia kesulitan saat menarik tali sabuk tersebut. Alvino pun membuka sabuk pengaman miliknya, dan mencondongakan tubuhnya ke arah Azura.
Tangannya terangkat, dan melintas dihadapan Azura. Ia menarik tali sabuk itu, membuat posisi dan jarak keduanya sangat dekat. Bahkan, wajah Azura berada tepat di dada Alvino.
Alvino pun memasangkan sabuk pengaman pada Azura. Namun, ia tidak sengaja membawa pandangannya kepada Azura yang tengah menatapnya. Sehingga, tatapan mereka bertemu dengan jarak yang sangat dekat.
Seketika, kecanggungan menghampiri mereka. Serta, jantung keduanya berdetak dengan cepat.
Alvino pun tersadar, dan kembali ke posisi duduknya. Wajah Azura sedikit merona, dan membawa pandangannya ke luar.
“Terima kasih,” ucap Azura tanpa mengalihkan pandangannya.
“Hm, sama-sama.”
Alvino pun menyalakan mesin mobilnya, sebelum akhirnya mobilnya melaju meninggalkan kawasan perusahaan. Dalam perjalanan, tidak ada percakapan apa-apa setelah kejadian canggung yang mereka alami.
Hingga, mereka sampai di sebuah restoran untuk makan siang bersama. Mereka memasuki restoran itu bersama, yang langsung disambut oleh pelayan Restoran setelah mereka duduk.
“Selamat siang, izinkan kami menawarkan paket couple untuk pasangan pengantin baru,” ucap pelayan Restoran tersebut.
“Kami bukan—“
“Silakan bawa saja kemari.”
“Silakan bawa makanannya ke sini,” ucap Alvino.Mata Azura membulat, mendengar ucapan pria di depannya itu. Pelayan restoran tersebut membungkuk hormat, sebelum akhirnya ia pergi untuk membawaka menu couple tersebut.“Apa yang Anda lakukan?” tanya Azura.“Apa masalahnya? Ini hanya makanan.” Alvino meraih ponselnya yang terletak pada meja, dan melihat-lihat email dari sekertarisnya.Azura menganggukan kepala. ‘ada benarnya juga,’ batinnya.Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya menu itu pun datang yang langsung dihidangkan di atas meja mereka. Azura dan Alvino pun menyantap makanan, yang hanya disediakan untuk pasangan kekasih atau suami istri dengan penuh nikmat.Azura dan Alvino pun akhirnya telah selesai makan siang. Namun, saat mereka hendak beranjak dari duduk mereka. Tiba-tiba, pelayan tadi kembali sambil menawarkan pemotretan.“Tidak perlu, kami sedang buru-buru,” ucap Azura, yang selalu menolak.Namun, setiap kata yang keluar dari mulut Alvino membuat Azura tercengang. “Apaka
Azura Veronica, ditinggal oleh suami tercintanya – Bian Adiaksa setelah satu tahun pernikahan mereka. Kesedihan mendalam di rasakan oleh Azura, yang harus menyandang status janda di usianya yang masih muda.Di tengah-tengah kesedihannya, ia harus menggantikan sang suami sebagai Ceo di perusahaan Adiaksa. Namun, bagaimana bisa Azura mengelolanya padahal baru 7 hari ia berduka. Dan lagi, jasad sang suami belum di temukan sampai saat ini yang membuat Azura semakin hancur.Di dalam kamar yang besar namun gelap, Azura berbaring di atas ranjang dengan selang infus di punggung tangannya, dan sebuah selimut yang menyelimuti tubuhnya. Tidak ada secercah cahaya pun, yang menyinari kamar tersebut. Seakan, menggambarkan kehidupan Azura saat ini.Sejak tadi, suara ketukan pintu terdengar. Bahkan setiap hari, para pelayan di rumah besar itu berusaha membujuk Nyonya mereka untuk makan. Namun, Azura sama sekali enggan membukakan pintu kamarnya.“Nyonya, Sudah 7 hari anda tidak makan. Jika terus begin
Di sebuah ruangan, Azura membawa langkahnya masuk menatap ruang kerja milik suaminya di kantor. Semua barang-barang milik suaminya masih berada di sana, membuatnya teringat sebuah kenangan saat ia membawakan bekal makan siang untuk suaminya.Sebuah buliran bening mengalir keluar, yang langsung diseka oleh jari telunjuknya. Ia tersenyum, dengan menghela napas untuk menguatkan hatinya. Ia pun membawa langkahnya menuju meja kerja suaminya, dan menduduki kursi yang biasa suaminya duduki.“Maafkan aku, aku terlalu larut dalam kesedihan. Sehingga mengabaikan perusahaan yang sudah kamu dengan bangun bersusah payah.” Azura mengusap meja kerja Bian, dengan segenap kenangan yang tersimpan dibenaknya.Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar.“Masuk,” ucap Azura.Pintu kaca ruangan itu terbuka, yang menampilkan Malika memasuki ruangan itu. Azura membulatkan mata, saat melihat tumpukan berkas yang di bawa Malika.“Ba-banyak sekali.” Azura cukup tercengang, melihat berkas-berkas tersebut.“Karena a
“Azura Veronica?”Azura dan Malika pun membawa pandangan mereka, kesumber suara. Azura yang tidak kenal dengan pria itu, hanya bisa menyeritkan dahinya. Berbeda dengan Malika, yang sedikit terkejut sebab ini kali pertama ia bertemu langsung.“Anda, Pak Alvino Andriyansya?” tanya Malika.“Anda mengenal saya?” Alvino berbalik tanya, dengan tersenyum tipis.“Tentu saja, anda pemilik perusahaan termaju di negara ini,” puji Malika.Alvino terkekeh pelan. “Tidak juga, masih banyak proses yang harus saya jalani.”Alvino membawa pandangannya kepada Azura, yang terlihat menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan. Alvino kembali tersenyum tipis, dengan masih berdiri di dekat kedua wanita itu.“Oh, anda mau bergabung dengan kami?” tanya Malika.“Tidak, di mejanya sudah ada makanannya.” Secara tidak langsung, Azura tidak mengizinkan Alvino untuk bergabung dengan mereka.Alvino mengangguk. “Anda benar.”Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kartu nama yang terselip di dalam dompetnya
“Silakan bawa makanannya ke sini,” ucap Alvino.Mata Azura membulat, mendengar ucapan pria di depannya itu. Pelayan restoran tersebut membungkuk hormat, sebelum akhirnya ia pergi untuk membawaka menu couple tersebut.“Apa yang Anda lakukan?” tanya Azura.“Apa masalahnya? Ini hanya makanan.” Alvino meraih ponselnya yang terletak pada meja, dan melihat-lihat email dari sekertarisnya.Azura menganggukan kepala. ‘ada benarnya juga,’ batinnya.Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya menu itu pun datang yang langsung dihidangkan di atas meja mereka. Azura dan Alvino pun menyantap makanan, yang hanya disediakan untuk pasangan kekasih atau suami istri dengan penuh nikmat.Azura dan Alvino pun akhirnya telah selesai makan siang. Namun, saat mereka hendak beranjak dari duduk mereka. Tiba-tiba, pelayan tadi kembali sambil menawarkan pemotretan.“Tidak perlu, kami sedang buru-buru,” ucap Azura, yang selalu menolak.Namun, setiap kata yang keluar dari mulut Alvino membuat Azura tercengang. “Apaka
“Maukah anda, bekerja sama dengan saya?” Azura mencegah Alvino, yang hendak pergi.Alvino menghentikan langkahnya, dan berbalik menatap Azura. Kini mereka saling menatap, dengan tatapan yang berbeda.“Ajukan itu secara resmi,” ucap Alvino.Setelah mengucapkan itu, Alvino pun berlalu keluar dari toko kosmetik milik Azura. Azura menatap kepergian Alvino, yang perlahan semakin menjauh dari pandangannya.*Keesokan harinya, Azura pun akhirnya bisa bertemu dengan Alvino secara resmi melalui janji yang sudah ia buat. Kini, mereka tengah berada di private room disebuah restoran mewah.Tidak ada perbincangan pribadi di sana, atau perbincangan yang lainnya. Mereka hanya membahas masalah perusahaan, saham, dan kerja sama.Mereka pun mulai menanda tangani kontrak pada selembaran masing-masing. Yang mana harus ditanda tanganni oleh keduanya.“Semoga saham anda segera meningkat,” ucap Alvino menutup berkas kontrak dihadapannya.“Terima kasih,” ucap Azura, “suatu kehormatan anda mau bekerja sama de
“Azura Veronica?”Azura dan Malika pun membawa pandangan mereka, kesumber suara. Azura yang tidak kenal dengan pria itu, hanya bisa menyeritkan dahinya. Berbeda dengan Malika, yang sedikit terkejut sebab ini kali pertama ia bertemu langsung.“Anda, Pak Alvino Andriyansya?” tanya Malika.“Anda mengenal saya?” Alvino berbalik tanya, dengan tersenyum tipis.“Tentu saja, anda pemilik perusahaan termaju di negara ini,” puji Malika.Alvino terkekeh pelan. “Tidak juga, masih banyak proses yang harus saya jalani.”Alvino membawa pandangannya kepada Azura, yang terlihat menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan. Alvino kembali tersenyum tipis, dengan masih berdiri di dekat kedua wanita itu.“Oh, anda mau bergabung dengan kami?” tanya Malika.“Tidak, di mejanya sudah ada makanannya.” Secara tidak langsung, Azura tidak mengizinkan Alvino untuk bergabung dengan mereka.Alvino mengangguk. “Anda benar.”Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kartu nama yang terselip di dalam dompetnya
Di sebuah ruangan, Azura membawa langkahnya masuk menatap ruang kerja milik suaminya di kantor. Semua barang-barang milik suaminya masih berada di sana, membuatnya teringat sebuah kenangan saat ia membawakan bekal makan siang untuk suaminya.Sebuah buliran bening mengalir keluar, yang langsung diseka oleh jari telunjuknya. Ia tersenyum, dengan menghela napas untuk menguatkan hatinya. Ia pun membawa langkahnya menuju meja kerja suaminya, dan menduduki kursi yang biasa suaminya duduki.“Maafkan aku, aku terlalu larut dalam kesedihan. Sehingga mengabaikan perusahaan yang sudah kamu dengan bangun bersusah payah.” Azura mengusap meja kerja Bian, dengan segenap kenangan yang tersimpan dibenaknya.Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar.“Masuk,” ucap Azura.Pintu kaca ruangan itu terbuka, yang menampilkan Malika memasuki ruangan itu. Azura membulatkan mata, saat melihat tumpukan berkas yang di bawa Malika.“Ba-banyak sekali.” Azura cukup tercengang, melihat berkas-berkas tersebut.“Karena a
Azura Veronica, ditinggal oleh suami tercintanya – Bian Adiaksa setelah satu tahun pernikahan mereka. Kesedihan mendalam di rasakan oleh Azura, yang harus menyandang status janda di usianya yang masih muda.Di tengah-tengah kesedihannya, ia harus menggantikan sang suami sebagai Ceo di perusahaan Adiaksa. Namun, bagaimana bisa Azura mengelolanya padahal baru 7 hari ia berduka. Dan lagi, jasad sang suami belum di temukan sampai saat ini yang membuat Azura semakin hancur.Di dalam kamar yang besar namun gelap, Azura berbaring di atas ranjang dengan selang infus di punggung tangannya, dan sebuah selimut yang menyelimuti tubuhnya. Tidak ada secercah cahaya pun, yang menyinari kamar tersebut. Seakan, menggambarkan kehidupan Azura saat ini.Sejak tadi, suara ketukan pintu terdengar. Bahkan setiap hari, para pelayan di rumah besar itu berusaha membujuk Nyonya mereka untuk makan. Namun, Azura sama sekali enggan membukakan pintu kamarnya.“Nyonya, Sudah 7 hari anda tidak makan. Jika terus begin