“Silakan bawa makanannya ke sini,” ucap Alvino.
Mata Azura membulat, mendengar ucapan pria di depannya itu. Pelayan restoran tersebut membungkuk hormat, sebelum akhirnya ia pergi untuk membawaka menu couple tersebut.
“Apa yang Anda lakukan?” tanya Azura.
“Apa masalahnya? Ini hanya makanan.” Alvino meraih ponselnya yang terletak pada meja, dan melihat-lihat email dari sekertarisnya.
Azura menganggukan kepala. ‘ada benarnya juga,’ batinnya.
Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya menu itu pun datang yang langsung dihidangkan di atas meja mereka. Azura dan Alvino pun menyantap makanan, yang hanya disediakan untuk pasangan kekasih atau suami istri dengan penuh nikmat.
Azura dan Alvino pun akhirnya telah selesai makan siang. Namun, saat mereka hendak beranjak dari duduk mereka. Tiba-tiba, pelayan tadi kembali sambil menawarkan pemotretan.
“Tidak perlu, kami sedang buru-buru,” ucap Azura, yang selalu menolak.
Namun, setiap kata yang keluar dari mulut Alvino membuat Azura tercengang. “Apakah kami mendapatkan pemandangan yang indah?”
“Tentu saja, kami memiliki pemandangan yang sangat indah. Sesi pemotretan diadakan di belakang restoran, di sana terdapat sebuah tebing cantik dan indah. Sang cocok untuk foto prewedding,” jelas pelayan tadi.
“Terima kasih atas tawarannya, ayo.” Azura menarik lengan Alvino, hendak membawanya pergi keluar dari sana.
Namun, tangan pria itu justru bertengger pada pinggang rampingnya. Aksi tiba-tibanya itu, benar-benar membuat Azura terkejut.
“Baiklah, kami mau melakukan pemotretan,” ucap Alvino.
“Apa maksud Anda?” tanya Azura terkejut, “kita masih banyak pekerjaan.”
Alvino tidak menjawabnya. Ia justru mengikuti langkah pelayan tadi, dengan tangan yang masih bertengger pada pinggang ramping Azura. Azura yang di peluk oleh pria itu, hanya bisa mengikuti langkahnya dengan tangan yang berusaha menyingkirkan tangan Alvino.
*
Kini mereka berdua pun telah sampai di tempat seminar. Mereka berjalan memasuki sebuah gedung Universitas, yang mana di penuhi oleh wartawan dan pengusaha lainnya di sana.
Alvino mengajak Azura masuk ke dalam sebuah aula, yang telah terdapat para mahasiswa dan beberapa wartawan di sana. Dengan gagah dan penuh berwibawa, Alvino naik ke atas panggung untuk menyampaikan sambutan, dan materi seminar.
Azura yang berdiri di sudut, hanya diam menatap Alvino. Sedikit yang ia ketahui, Meski Alvino pria yang dingin. Tetapi, ia cukup bagi menurutnya.
Seminar pun akhirnya telah selesai. Alvino dan Azura keluar dari aula, yang langsung di sambut dan di hadang oleh kamera wartawan.
“Bisa anda jelaskan siapa wanita yang bersama Anda saat ini?” Satu pertanyaan yang di luar topik pun, pertama kali terlontar dari mulut salah satu wartawan di sana.
Alvino hanya diam dengan tatapannya yang selalu dingin dan menajam. Azura menatap Alvino yang tak kunjung memberikan jawaban itu, membuat ia yang terpaksa menjawabnya.
“Kami hanya rekan bisnis,” jawab Azura.
“Apa Anda dan Pak Alvino melakukan kerja sama?” tanya wartawan itu, beralih kepada Azura.
Azura menjawab dengan seadanya, yang tidak akan merugikan pihak mana pun. Dengan senyuman lebar di wajah cantiknya, ia menjawab setiap pertanyaan yang terlontar ke arahnya.
Lagi-lagi, Alvino terpanah dengan kecantikan dari seorang Azura. Wanita tangguh satu ini, berhasil membuat hati si pria dingin menjadi hangat.
Kini Azura dan Alvino pun telah berada di dalam mobil. Mereka dalam perjalanan, kembali ke perusahaan.
“Saya turun di perusahaan Anda saja. Mobil saya berada di sana,” ucap Azura membawa pandangannya kepada Alvino.
Pria itu tidak menjawab, dan hanya fokus pada jalanan di depannya. Azura cukup kesal, namun ia juga merasa sedikit bodoh karena mengatakan itu.
Mobil yang di kendarai Alvino pun berhenti di depan lobi perusahaan. Namun, Azura sedikit terkejut saat mengetahui mereka berada di perusahaannya.
“Kenapa kita ke sini?” tanya Azura, “mobil saya masih berada di perusahaan Anda.”
“Orang saya akan mengantarkannya kemari.” Setelah mengucapkan itu, Alvino pun membuka sabuk pengamannya dan keluar dari mobilnya.
Ia berjalan setengah memutari mobilnya, sambil mengancingi jas mahalnya. Lalu, ia membukakan pintu mobil untuk Azura.
‘Ada apa ini? Kenapa dengan pria ini?’ Azura bertanya-tanya dalam batinnya.
Azura tersenyum kecil, sambil keluar dari mobil. “Terima kasih.”
“Hm,” jawab Alvino.
Alvino kembali menuju kursi kemudi, namun ia tidak langsung masuk ke dalam mobilnya. Melainkan ia berdiri di samping mobilnya, dengan menatap ke arah Azura.
“Masuklah.”
Deg!
Seketika, jantung Azura berdebar tak karuan hanya dengan satu kata itu. Azura mengangguk kecil, dan membawa langkahnya masuk ke dalam gedung perusahaannya.
Setelah memastikan Azura masuk, barulah Alvino masuk ke dalam mobilnya dan membawa laju mobilnya meninggalkan kawasan perusahaan tersebut.
Di dalam ruangannya, Azura langsung melempar tasnya ke atas sofa. Tangannya menepuk-nepuk pipinya, agar membuatnya tetap sadar.
“Wah! Apa-apaan dia?” tanya Azura dengan tatapan tak percaya. “Apa dia menggodaku? Cih!”
*
Beberapa tahun kemudian, akhirnya perusahaan Azura berkembang. Dampak dari kerja sama dengan perusahaan Alvino sangatlah positif.
Kini, perusahaan yang Azura kelola menempati posisi nomor dua dalam daftar perusahaan sukses. Demi mengucapkan terima kasih, Azura pun mengundang Alvino makan malam secara pribadi.
Di malam yang indah, Azura tengah duduk di sebuah private room. Dengan gaun berwarna hitam tanpa lengan, serta panjang gaun sebatas mata kaki dan memiliki belahan di bagian samping dari bawah hingga atas lutut.
Pintu ruangan pun terbuka, menampilkan Alvino dengan setelan formalnya. Hanya dengan setelan seperti itu, karismatik dari seorang Alvino selalu berbeda. Wajahnya yang tampan, serta perawakan yang bagus membuatnya terkesan menawan.
“Maaf membuat Anda menunggu lama,” ucap Alvino.
“Tidak masalah, silakan duduk,” ujar Azura.
Alvino pun mendudukkan tubuhnya pada kursi di hadapan Azura. Karena meja bundar yang sangat besar, membuat jarak keduanya sangat jauh.
“Anda seharusnya mentraktir saya makanan langsung dari luar negeri.” Alvino menatap Azura, yang juga tengah menatapnya sambil tersenyum tipis.
“Anda benar, kini uang saya sudah cukup banyak untuk mentraktir Anda ke luar negeri,” timpal Azura.
Beberapa pelayan pun masuk dan menghidangkan makanan mewah, beserta sebuah wine sebagai teman makan mereka. Wine tersebut di tuangkan oleh pelayan restoran ke gelas mereka masing-masing.
“Selamat atas keberhasilan Anda, Nyonya Azura Veronica.” Alvino mengangkat gelasnya, tersenyum tipis dengan tatapannya yang cukup berdamai untuk malam ini.
Azura tersenyum lebar, dan juga mengangkat gelasnya. “Terima kasih atas kerja sama Anda, dan dukungan Anda. Tuan Alvino Andriyansya.”
Mereka pun bersulang dengan jarak jauh, lalu sama-sama menenggak wine tersebut. Azura menenggaknya dengan penuh anggun, membuat sudut mata Alvino menatap ke arahnya.
Setelah selesai makan malam, mereka pun keluar dari restoran itu dan sama-sama menunggu di depan lobi. Alvino membawa pandangannya kepada Azura, wanita itu terlihat kedinginan karena pakaiannya yang terbuka.
Alvino pun membuka jasnya, lalu melampirkannya pada bahu sempit Azura. Azura sedikit terkejut, namun ia langsung mengeratkan jas milik Alvino.
“Terima kasih,” ucap Azura.
“Sama-sama.”
Mereka kembali menunggu, mobil mereka datang. Keduanya berdiri bersebelahan dan hanya diam, sampai Alvino pun membuka suara.
“Apa kamu mau menjadi kekasihku?”
Azura membawa pandangannya kepada pria di sampingnya. Ia terdiam cukup lama, untuk mencermat kata-kata yang keluar dari mulut pria dingin tersebut.Namun, belum sempat Azura menjawab. Mobil mereka telah sampai, membuat kesadaran Azura kembali dan segera berlari menuju mobilnya yang berhenti lebih dahulu.Alvino tersenyum tipis, melihat Azura. Ia melihat dengan jelas, pipi wanita itu yang merah merona karena salah tingkah.Alvino berjalan mendekat kea rah mobil Azura, mengetuk kaca jendela samping Azura. “Buka,” ucapnya.Azura menurunkan setengah kaca mobilnya, dengan kepala yang tertunduk. Alvino kembali tersenyum, setelah melihat lebih jelas lagi.“Aku tunggu jawabanmu.” Setelah mengatakan itu, Alvino berlalu menuju belakang mobil Azura. Yang mana, di sana telah terparkir mobil miliknya.Azura langsung menggeleng, dan segera menyalakan mesin mobilnya. Sebelum akhirnya, ia membawa pergi mobil miliknya.Dalam perjalanan pulang, Azura terus berceloteh tidak jelas. “Apa itu? Apa maksud p
“Apa jawabanmu?” Tiba-tiba saja, Alvino bertanya soal jawaban Azura tentang kemarin.Azura terdiam mematung, dengan totebag yang ia genggam dengan erat. Seketika kakinya melangkah mundur, saat Alvino berjalan mendekat ke arahnya.“Jawab Azura,” tekan Alvino, “aku tidak suka menunggu.”“I-ini terlalu mendadak,” Azura tergagap, dengan pandangan yang menunduk. “A-aku masih butuh waktu untuk—““Aku rasa, kita kenal sudah cukup lama. Meski, kita saling mengenal karena bisnis.” Alvino, semakin melangkah maju mengikis jarak di antara keduanya.Seketika, totebag yang Azura pegang terjatuh begitu saja karena ia gugup. Alvino membawa pandangannya ke arah totebag tersebut, lalu mengambilnya dan meletakkannya pada meja sofa.“Aku yakin, kamu kemari bukan karena pengajuan proposal.” Alvino menatap Azura dengan lekat, sampai-sampai membuat Azura cegukan.“Kamu ingin menemuikukan?” tanya Alvino tersenyum. “Dengan beralasan membawa jas dan proposal untukku.”“Vino, jangan begini.” Azura mendorong dad
Azura dan Alvino kini resmi berpacaran. Namun, sesuai dengan permintaan Azura. Mereka pun merahasiakan hubungan keduanya dari para karyawan kantor maupun publik.Di perusahaan Alvino, Azura bersama sekertaris dan dua karyawannya tengah mengikuti rapat. Azura duduk, tepat di depan sebelah kanan Alvino.Alvino beberapa kali mencuri pandang kepada Azura, saat yang lain fokus melihat dokumen persentasi. Namun, saat Azura dan yang lain menoleh ke arahnya. Ia langsung membawa pandangannya pada kertas di depannya.“Kamu harus meningkatkan kualitas kemasan produk. Pastikan, produk yang di jual aman dan higenis,” ucap Alvino tegas.“Baik, pak,” jawab salah satu karyawan Azura yang tengah berpersentasi itu.“Baiklah, kita akhiri rapat hari ini,” ucap Alvino membereskan berkas di depannya.Namun, para anggota di ruang rapat itu tercengang dan saling melempar pandang dengan bingung. “Maaf, pak. Tapi, kami belum menyelesaikannya,” u
Azura terdiam mematung, ketika Alvino memperlihatkan sebuah cincin permata yang cantik sebagai tanda lamaran pria itu. Para karyawan di sana terkejut, dengan beberapa yang menutup mulut mereka dengan tangan.“Terima! Terima!” Suara sorakan di sertai tepuk tangan dari para karyawan mulai terdengar, meminta Azura menerima lamaran Alvino.Detik berikutnya, sebuah air mata luruh begitu saja dari pelupuk mata Azura. Azura mengangguk, dengan tak kuasa menahan harunya.Alvino tersenyum lebar, dan segera bangkit. Ia mengeluarkan cincin tersebut dari kotak, lalu menyematkannya pada jari manis Azura.“Terima kasih, terima kasih banyak.” Alvino sepontan memeluk Azura, sebagai ungkapan terima kasih dan rasa senang yang ia rasakan.Azura hanya bisa mengangguk, sambil membalas pelukan pria yang baru saja melamarnya itu. Ia menangis haru, karena tak menyangka akan di lamar secara tiba-tiba oleh Alvino.Padahal, sebelumnya mereka tidak pernah membahas soal pernikahan atau semacamnya. Mereka berdua ha
Alvino terdiam beberapa saat, mendengar sebuah kalimat yang keluar dari mulut calon istrinya itu. Detik berikutnya, ia tersenyum dan mengusap lembut kepala Azura.“I Love you more,” jawabnya tersenyum manis, yang dibalas oleh Azura tak kalah manis.*Hari yang ditunggu pun akhirnya tiba. Hari di mana dua insan akan mengikat janji suci mereka, di hadapan tuhan, dan semua orang yang ada di sana.Di sebuah ruangan, Alvino tengah duduk di sebuah sofa. Ia mengendurkan dasinya, karena terasa mencekik lehernya.“Jangan terlalu gugup, itu hanya akan membuat anda tidak nyaman,” ujar sekertarinya, yang tengah menemani dirinya.“Apa kau pernah menikah?” tanya Alvino, sambil mengatur napasnya.“Belum,” jawab Zio—sekertaris Alvino.Alvino membawa pandangannya kepada Zio, dan menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.“Apa?” tanya Zio, saat mendapati tatapan dari atasannya.“Kau berbicara, seakan kau sudah penah menikah.” Alvino menggelengkan pelan kepalanya, dan mengambil sebotol air mineral
Para pelayan menutup pintu kamar Azura, membuat Alvino terdiam. Lalu, Alvino pun membawa pandangannya kepada Azura, dengan penuh tanya.“Tampaknya mereka sangat dekat denganmu,” ucap Alvino membawa langkahnya mendekati Azura.“Hm, karena mereka yang merawatku dan selalu ada di saat masa-masa terpurukku,” jelas Azura.Alvino mengangguk paham. Lalu, ia semakin mendekat kearah Azura, memeluk pinggang ramping istrinya itu.“Apa kamu lelah?” tanya Alvino dengan jarak wajah keduanya sangat dekat.“Lumayan,” jawab Azura dengan tatapan canggung.Alvino kembali mengangguk paham, dan membalikkan tubuh Azura pelan. “Aku akan membantumu membuka resletingnya,” ucap Alvino, “setelah itu mandilah.”Azura hanya mengangguk pelan karena malu. Sedangkan Alvino mulai menurunkan resleting gaun pengantin Azura.Beruntung Azura memegangi bagian depat gaun tersebut, sehingga tidak membuat gaun itu langsung melorot. setelah resleting terbuka semua, barulah Azura membawa langkahnya menuju kamar mandi.*Pagi h
Kini Azura berada di sebuah ruangan penyiaran. Ia melihat seorang gadis berusia 20 tahun ke atas, tengah melakukan live streaming.“Wah! Dia keras kepala sekali,” ujar salah satu karyawan pria.“Berikan aku nomor ponselnya.” Azura memberikan ponselnya, kepada salah satu karyawannya.Seorang karyawan wanita mengambil ponsel Azura, dengan hati-hati. Lalu, ia mulai mengetikan nomor ponsel gadis itu. Setelah selesai, ia langsung memberikannya kepada Azura.Azura langsung menghubunginya, dan terlihat gadis yang tengah melakukan siaran langsung itu menatap ponselnya dengan wajah kesal.Ia mengabaikannya, dan kembali melakukan siaran langsung sambil membaca komentar penggemarnya.“Bukan siapa-siapa, dia pasti orang iseng saja,” ujarnya menjawab komentaran dari para penggemarnya.Lalu, Azura pun mengirimkan pesan kepada gadis itu. Gadis itu langsung menatap ponselnya, dengan mata yang membulat lebar.“Teman-teman, kita akhiri livenya di sini ya. Bye-bye.” Gadis itu pun mengakhiri siaran langs
“Edwin.”Seketika, para karyawan di sana membawa pandangan mereka kepada pria bernama Edwin tersebut. Edwin pun bangkit dari duduknya, dan menyahuti panggilan bosnya itu.“Iya, pak,” sahut Edwin.Sontak saja, semua orang di sana berbisik-bisik dan menebak jika Edwinlah yang pembuat masalah yang Alvino sebutkan. Namun, Alvino hanya memberikan kode dengan satu jarinya, meminta Edwin mendekat ke arahnya.Edwin pun menuruti perintah Alvino, dan kini ia telah berdiri di samping Alvino. Alvino memberikan sebuah dokumen kepadanya, membuat Edwin menatap dokumen tersebut dengan bingung.“A-apa ini pak?” tanya Edwin.“Itu laporan keuangan yang dikorupsi, tolong bacakan,” ujar Alvino.Para karyawan di ruang rapat tersebut terkejut, dengan menatap tak percaya. Mereka justru menatap tajam dan sinis kepada Edwin.Edwin membuka dokumen tersebut, dan membacakan uang yang dikorupsi. Tentu saja, hal itu semakin membuat yang lain terkejut. Karena nominal yang di korpusi sangatlah banyak. “Ternyata kamu
Azura menatap tak percaya, rekaman CCTV yang dikirimkan oleh Vito. Malika melihat perubahan wajah bosnya, dan melihat rekaman CCTV tersebut.Ia pun sama terkejutnya, hingga menutupi mulutnya dengan tangannya.Detik berikutnya, Azura pun menangis. Malika pun keluar dari ruangan Azura, tanpa separah kata pun.*Di sebuah Restoran bintang lima, Alvino dan Azura memasuki Restoran tersebut. Lalu, mereka duduk di meja yang mereka pesan, tepat di atap Restoran tersebut.“Kamu mau pesan apa?” tanya Alvino dengan lembut.Azura hanya tersenyum, sambil menggeleng menanggapi pertanyaan suaminya. Alvino pun membalas senyumannya.Seketika, Azura menjad ragu. ‘Tidak mungkin, pria sebaik dan selembut dia melakukan hal seperti itu’ batin Azura, ‘dan juga, bagaimana mungkin ia bisa menikahi istri dari mendiang pria yang ia bunuh.’“Sayang?” panggil Alvino, ketika mendapati Azura terus menatapnya.Namun, Azura tidak meresponnya. Sehingga, ia mengenggam tangan istrinya dan tersenyum.Seketika, Azura sedi
Setelah menghubungi Malika. Seperti biasa, Azura akan melakukan sleep call terlebih dahulu dengan suami.Setelah Azura tidur, barulah Alvino mengakhiri panggilan mereka. Dan Alvino melanjutkan perkejaannya, yang harus segera ia selesaikan agar cepat pulang.Tiga hari kemudian, Alvino akhirnya pulang dari perjalanan bisnisnya. Kepulangannya di sambut dengan hangat oleh sang istri—Azura.Meski Azura mendapatkan pesan dan bukti yang mengarah kepada Alvino, yang menuduh Alvino terlibat. Tapi, Azura tetap memperlakukan suaminya seperti biasanya.Sebelum Malika mendapatkan bukti yang akurat dalam penyelidikkannya. Maka, belum dapat dipastikan Alvino bersalah.“Aku sangat merindukanmu.” Alvino langsung memeluk Azura, dan membubuhkan kecupan ada seluruh wajah istrinya itu.Azura hanya tersenyum, menerima setiap kecupan yang suaminya berikan. Serta, ia juga membalas pelukkan hangat suaminya yang ia rindukan juga.“Katamu, akan pulang lima hari lagi,” ucap Azura mendongakkan kepala, menatap Alv
Olla tidak langsung menjawab pertanyaan Alvino, ia justru tersenyum dan langsung berhamburan kepelukan pria beristri itu.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Alvino, berusaha mendorong tubuh Olla.Namun, pelukan Olla cukup erat. Sehingga sulit melepaskan pelukan wanita itu.“Aku merindukanmu Vino, aku sangat merindukanmu,” ucapnya menyamankan diri di dalam pelukan Alvino.“Lepaskan aku!” Alvino masih berusaha mendorong tubuh Olla, agar wanita itu menjauh darinya.Namun, belum sempat ia berhasil melepaskan pelukan itu. Azura terbangun, dan melihat hal yang membuatnya salah paham.“Alvino!” teriak Azura.Alvino membawa pandangannya kepada sumber suara, dan terkejut melihat istrinya di ambang pintu kamar yang mereka tempati.“Azura, jangan salah paham.” Alvino panik, khawatir Azura salah paham.Namun, bukannya melepaskan pelukannya saat tertangkap basah. Olla justru semakin mengeratkan pelukkannya, dan tersenyu
Seketika, mereka menoleh ke arah sumber suara. Raut wajah mereka semua terlihat bingung, menatap wanita itu dan Alvino secara bergantian.“Dia siapa?” tanya Azura menunjuk pendek wanita cantik berpakaian mirip dengan Azura.Alvino tidak menjawab, namun ia menatap wanita itu dengan tatapan tajam. “Apa kabar, Alvino?” sapa wanita itu, “apa aku boleh bergabung dengan kalian?”“Tentu saj—“ ucapan Fero terhenti, ketika Avino menyelanya.“Aku dan istriku kembali ke Vila lebih dahulu,” sela Alvino memeluk pinggang ramping istrinya dengan posesif.Dengan bingung, Azura di bawa oleh Alvino. Begitu juga dengan yang lain, menatap Alvino dengan bingung.Kini, Azura dan Alvino sudah berada di Vila mereka. Azura duduk di kursi pantry, sedangkan Alvino tengah menyiapkan teh hangat untuk mereka.Azura menatap suaminya, dengan tangan yang menopang dagu. “Ada apa, hm?” tanya Alvino, “aku tahu, aku sangat tampan.”“Cih,” decih Azura, saat melihat suaminya yang penuh dengan percaya diri.Nam
Waktu makan siang pun tiba, Alvino bersama istrinya dan yang lainnya. Kini berada di sebuah restoran seafood.Fero, Jasen dan Zio. Menatap Alvino dengan tatapan sinis, mereka seakan tidak takut karena melayangkan tatapan tersebut.Semua itu karena, mereka kesal dengan bos mereka. Mereka di tinggal di tengah-tengah laut, dengan keadaan ketiganya hanya memakai, t-shrt tipis. Membuat, angin laut dengan mudah menebus baju mereka sehingga mereka kedinginan.“Hey! Di makan,” tegus Malika, ketika melihat ketiga pria itu hanya mengaduk-aduk makanan mereka.Mereka hanya diam, dan melahap makanan mereka dengan kasar. Sedangkan Alvino dengan santai, memakan makanannya seakan tidak merasa bersalah.Makan siang pun telah selesai. Kini mereka kembali ke pantai, untuk berjemur.Namun, raut wajah Alvino masih saja terlihat kesal. Meski ia juga baru saja membuat ketiga karyawannya kesal.“Ada apa?” tanya Azura.“Mereka sangat menganggu,” keluh Alvino.Azura tersenyum, dan mengusap rambut suam
Azura dan Alvino bertemu dengan Malika dan Zio, serta 4 empat karyawan lainnya yang cukup dekat dengan bos mereka. “Kenapa kalian di sini?” tanya Alvino dengan dahi yang menyerit. “Kami liburan,” jawab Zio dengan santai. Alvino menatap tak percaya kepada ke enam orang di depannya, bisa-bisanya mereka bertemu di sana. Membuat, Alvino merasa sedikit terganggu karena ia hanya ingin berduaan dengan istrinya. “Jadi, bulan madu kalian juga di sini?” tanya Malika kepada Azura. Azura mengangguk sambil tersenyum. “Oh iya, di mana Vila kalian?” tanya Azura. “Di sana, dan sebelah sana.” Tunjuk Malika tepat di sisi kanan dan kiri Vila Azura dan Alvino. Namun, milik Alvino dan Azura sedikit masuk ke dalam. Sehingga, ada jarak yang cukup jauh dari kedua Vila tersebut. Alvino semakin menyeritkan dahinya, ia terlihat terkejut dan tak percaya. Ia merasa bulan madu indah yang akan mereka berdua nikmati, akan terganggu dengan karyawan mereka. “Anda tenang saja, kami tidak ak
Lagi-lagi, Azura mendapatkan pesan dari nomor tidak dikenal. Ia merasa kesal, karena orang ini tidak ada pekerjaan sekali menurutnya.Ia pun kembali tidak memedulikannya, dan memilih untuk melanjutkan tidurnya. Di pagi hari, Alvino menggeliat dan memiringkan tubuhnya ke samping. Lalu, tangannya jatuh ke sisi bagian Azura. Akan tetapi, ia tidak mendapati orang yang ingin ia peluk itu.Sontak saja, ia pun langsung membuka matanya. Benar saja, istrinya tidak ada di sana.Alvino pun mencari-cari Azura di kamar mandi, namun tidak ada. Sehingga, ia bergegas keluar dari kamar.Seketika, ia melihat seseorang wanita memakai dress bermotif bunga tanpa lengan. Hanya ada sebuah tali yang terikat dibagian leher, serta bagian punggung wanita itu terekspos karena rambut panjang wanita itu dikempang ke samping.Alvino membawa langkahnya menghampiri wanita itu, dan berdiri tepat di seberang meja makan. Ketika wanita itu berbalik, ia terkejut melihat keberadaan Alvino di sana.“Astaga! Kamu men
Semua mata menatap kearah layar di depan mereka, dengan tercegang. Lalu, mereka semua membawa pandangan mereka kearah orang yang ada di sana.“Pak Jhonathan?” ucap salah satu karyawan dari departemen kontruksi, menatap tak percaya kepada managernya.Pria bernama Jhonathan tersebut memalingkan wajahnya kearah lain, sebelum akhirnya pergi dari ruangan tersebut. Namun, baru saja ia keluar, para petugas keamanan sudah berdiri di sana dan menahannya.Detik itu juga, Jhonathan dibawa ke kantor polisi atas tindakan korpusinya. Semua karyawannya sangat kecewa, dengan tindakan managernya itu.Pantas saja, pembangunan yang mereka kerjakan selalu ada kendala. Seperti bahan bangunan yang tidak berkualitas, serta proses pembangunan yang lambat.*Setelah menangani masalah yang ada di perusahaan masing-masing. Kini, Azura dan Alvino memutuskan untuk pergi berbulan madu.Tempat yang mereka pilih, dan yang cocok untuk berbulan madu adalah Maldives. Sebuah pulau dengan pantai yang cantik dan pe
“Edwin.”Seketika, para karyawan di sana membawa pandangan mereka kepada pria bernama Edwin tersebut. Edwin pun bangkit dari duduknya, dan menyahuti panggilan bosnya itu.“Iya, pak,” sahut Edwin.Sontak saja, semua orang di sana berbisik-bisik dan menebak jika Edwinlah yang pembuat masalah yang Alvino sebutkan. Namun, Alvino hanya memberikan kode dengan satu jarinya, meminta Edwin mendekat ke arahnya.Edwin pun menuruti perintah Alvino, dan kini ia telah berdiri di samping Alvino. Alvino memberikan sebuah dokumen kepadanya, membuat Edwin menatap dokumen tersebut dengan bingung.“A-apa ini pak?” tanya Edwin.“Itu laporan keuangan yang dikorupsi, tolong bacakan,” ujar Alvino.Para karyawan di ruang rapat tersebut terkejut, dengan menatap tak percaya. Mereka justru menatap tajam dan sinis kepada Edwin.Edwin membuka dokumen tersebut, dan membacakan uang yang dikorupsi. Tentu saja, hal itu semakin membuat yang lain terkejut. Karena nominal yang di korpusi sangatlah banyak. “Ternyata kamu