“Apa jawabanmu?” Tiba-tiba saja, Alvino bertanya soal jawaban Azura tentang kemarin.
Azura terdiam mematung, dengan totebag yang ia genggam dengan erat. Seketika kakinya melangkah mundur, saat Alvino berjalan mendekat ke arahnya. “Jawab Azura,” tekan Alvino, “aku tidak suka menunggu.” “I-ini terlalu mendadak,” Azura tergagap, dengan pandangan yang menunduk. “A-aku masih butuh waktu untuk—“ “Aku rasa, kita kenal sudah cukup lama. Meski, kita saling mengenal karena bisnis.” Alvino, semakin melangkah maju mengikis jarak di antara keduanya. Seketika, totebag yang Azura pegang terjatuh begitu saja karena ia gugup. Alvino membawa pandangannya ke arah totebag tersebut, lalu mengambilnya dan meletakkannya pada meja sofa. “Aku yakin, kamu kemari bukan karena pengajuan proposal.” Alvino menatap Azura dengan lekat, sampai-sampai membuat Azura cegukan. “Kamu ingin menemuikukan?” tanya Alvino tersenyum. “Dengan beralasan membawa jas dan proposal untukku.” “Vino, jangan begini.” Azura mendorong dada Alvino, yang terlalu dekat dengannya. “Apa?” tanya Alvino, “barusan kamu memanggil aku apa?” Azura terdiam, dan langsung mengatupkan kedua bibirnya rapat-rapat. Ia memejamkan mata, dengan mengerutuki dirinya di dalam hati. ‘Kenapa kamu memanggilnya begitu santai, Zura,’ batin Azura. “Coba, ulangi,” pinta Alvino. Namun, Azura menggeleng dan bersiap pergi dari ruangan tersebut. Alvino hanya tersenyum dengan menatap kepergian wanita yang membuatnya terpikat tersebut. Akan tetapi, di dalam batinya berucap, ‘Jika kamu berhenti dan berbalik, aku anggap kamu mau menjadi kekasihku.’ Saat hendak membuka pintu, namun ia menghentikan langkahnya dan berbalik. Detik itu juga, Alvino berbalik membelakangi Azura. Raut wajahnya terlihat sangat senang, dengan tangan yang mengepal dan ia terik ke dalam. “Yes!” serunya pelan. “Aku akan menunggumu di ruang rapat bersama karyawanku,” ucap Azura. Alvino langsung berbalik, dengan raut wajah yang kembali datar. “Oh iya, baiklah.” Azura menatapnya bingung, namun tetap pergi keluar dari ruangan Alvino. Setelah Azura keluar, Alvino bersorak dengan geriang. Bahkan ia beberapa kali melakukan selebrasi, mengepalkan tangan dan menarik-nariknya. * Ting! [Kamu sibuk?] Sebuah pesan terlihat pada layar kunci ponsel Azura. Sedangkan sang pemilik ponsel, tengah melakukan ritual mandi. Setelah beberapa saat, Azura pun keluar dengan balutan bathrobe dan handuk yang membungkus rambutnya. Azura berjalan menuju ponselnya yang terletak di meja rias, lalu mengambilnya berniat mengchargernya. Namun, saat ia mengecek ponselnya terdapat pesan dari Alvino. Azura membukanya, dan membalasnya. [Tidak, ada apa?] Tak perlu membutuhkan waktu yang lama, Alvino langsung membalas pesan Azura. Yang langsung dibaca oleh wanita itu. [Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat] [Hm, baiklah] Kini, Alvino telah tiba di depan gerbang kediaman Azura. Ia menunggu di dalam mobil, sambil membenarkan posisi jam tangannya. Beberapa saat kemudian, wanita yang ia tunggu-tunggu akhirnya keluar dengan balutan dress tanpa lengan selutut, dilapisi sebuah cardigan rajut. Alvino hendak keluar dari mobil, dan berniat membukakan pintu untuk Azura. Namun, wanita itu dengan cepat menghampiri mobilnya dan masuk ke dalam mobil. “Maaf, apa Anda menunggu lama?” tanya Azura secara formal. “Kita sedang tidak membahas pekerjaan, jadi bersikap informal saja,” ujar Alvino. Azura tersenyum kecil dan mengangguk. Lalu, ia hendak memasang sabuk pengamannya. Namun, Alvino terlebih dahulu memasangkan untuknya. “Terima kasih,” ucap Azura. “Sama-sama,” jawab Alvino. Mobil yang mereka tumpangi pun melaju meninggalkan lingkungan rumah Azura. Dalam perjalanan tidak ada sepatah kata pun yang keluar, bahkan Azura pun tidak ada niat menanyakan tujuan mereka. Hingga mereka pun telah sampai di sebuah pantai sepi pengunjung, dengan sebuah hotel bertingkat yang tidak jauh dari pesisir pantai. Azura menatap bingung namun juga terlihat cukup bahagia. “Kenapa kita ke sini?” tanya Azura menatap Alvino. “Entahlah, aku hanya ingin datang kemari bersama seseorang yang ku sukai,” jawab Alvino tersenyum manis. Azura terpaku ketika melihat senyuman yang sangat manis itu. Terpaan angina mengibas-ibaskan rambut mereka, namun Azura tetap fokus pada wajah tampan pria di sampingnya itu. “Apa kita resmi berpacaran?” tanya Alvino tiba-tiba. “Huh, apa?” Azura seketika bingung, dengan pertanyaan menyebak yang tiba-tiba itu. Alvino membawa tubuhnya menghadap kearah Azura, dengan tatapan lembut yang menatap manik wanita bersamanya. “Aku sungguh membutuhkan jawabanmu sekarang,” ucap Alvino terdengar sangat lembut. Azura hanya diam, seakan tatapan Alvino membuatnya bisu. Lidahnya terasa kaku, dan suaranya seakan hilang hanya untuk mengucapkan satu kata yaitu ‘Ya’ Karena terlalu keluh, Azura pun membawa langkahnya maju sebanyak dua langkah. Membuat jaraknya dan Alvino sangat dekat. Saking dekatnya, baju yang mereka kenakan saling bersentuhan. Azura mengulurkan tangannya, memegangi bahu pria itu sebagai tumpuan tubuhnya. Lalu, ia menjinjitkan kaki dan… Cup! Sebuah kecupan singkat mendarat pada bibir Alvino. Alvino tertegun dalam waktu yang lama. Sedangkan Azura tengah menundukkan kepala, untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah karena salah tingkah. “Apa, itu cukup untuk jawaban?” tanya Azura pelan. Alvino seketika tersadar, dan membawa pandangannya kepada wanita di depannya. “Huh?” tanyanya. Azura mendongakkan kepala. “Apa tadi itu, bisa menjawabnya?” Azura mengulangi pertanyaannya dengan menatap manik Alvino. “Apa? Kapan?” tanya Alvino berpura-pura. “Memangnya, apa yang kamu lakukan?” “Ck!” Azura pun berdecak kesal, dengan membawa pandangan ke arah lain. Alvino terkekeh pelan. “Apa, memangnya kamu melakukan apa?” tanya Alvino dengan sengaja menggoda Azura. “Berhentilah menggodaku!” ujar Azura. “Baiklah-baiklah,” ucap Alvino. “Tapi, aku ingin kita rahasiakan hubungan kita. Apa boleh?” tanya Azura.Azura dan Alvino kini resmi berpacaran. Namun, sesuai dengan permintaan Azura. Mereka pun merahasiakan hubungan keduanya dari para karyawan kantor maupun publik.Di perusahaan Alvino, Azura bersama sekertaris dan dua karyawannya tengah mengikuti rapat. Azura duduk, tepat di depan sebelah kanan Alvino.Alvino beberapa kali mencuri pandang kepada Azura, saat yang lain fokus melihat dokumen persentasi. Namun, saat Azura dan yang lain menoleh ke arahnya. Ia langsung membawa pandangannya pada kertas di depannya.“Kamu harus meningkatkan kualitas kemasan produk. Pastikan, produk yang di jual aman dan higenis,” ucap Alvino tegas.“Baik, pak,” jawab salah satu karyawan Azura yang tengah berpersentasi itu.“Baiklah, kita akhiri rapat hari ini,” ucap Alvino membereskan berkas di depannya.Namun, para anggota di ruang rapat itu tercengang dan saling melempar pandang dengan bingung. “Maaf, pak. Tapi, kami belum menyelesaikannya,” u
Azura terdiam mematung, ketika Alvino memperlihatkan sebuah cincin permata yang cantik sebagai tanda lamaran pria itu. Para karyawan di sana terkejut, dengan beberapa yang menutup mulut mereka dengan tangan.“Terima! Terima!” Suara sorakan di sertai tepuk tangan dari para karyawan mulai terdengar, meminta Azura menerima lamaran Alvino.Detik berikutnya, sebuah air mata luruh begitu saja dari pelupuk mata Azura. Azura mengangguk, dengan tak kuasa menahan harunya.Alvino tersenyum lebar, dan segera bangkit. Ia mengeluarkan cincin tersebut dari kotak, lalu menyematkannya pada jari manis Azura.“Terima kasih, terima kasih banyak.” Alvino sepontan memeluk Azura, sebagai ungkapan terima kasih dan rasa senang yang ia rasakan.Azura hanya bisa mengangguk, sambil membalas pelukan pria yang baru saja melamarnya itu. Ia menangis haru, karena tak menyangka akan di lamar secara tiba-tiba oleh Alvino.Padahal, sebelumnya mereka tidak pernah membahas soal pernikahan atau semacamnya. Mereka berdua ha
Alvino terdiam beberapa saat, mendengar sebuah kalimat yang keluar dari mulut calon istrinya itu. Detik berikutnya, ia tersenyum dan mengusap lembut kepala Azura.“I Love you more,” jawabnya tersenyum manis, yang dibalas oleh Azura tak kalah manis.*Hari yang ditunggu pun akhirnya tiba. Hari di mana dua insan akan mengikat janji suci mereka, di hadapan tuhan, dan semua orang yang ada di sana.Di sebuah ruangan, Alvino tengah duduk di sebuah sofa. Ia mengendurkan dasinya, karena terasa mencekik lehernya.“Jangan terlalu gugup, itu hanya akan membuat anda tidak nyaman,” ujar sekertarinya, yang tengah menemani dirinya.“Apa kau pernah menikah?” tanya Alvino, sambil mengatur napasnya.“Belum,” jawab Zio—sekertaris Alvino.Alvino membawa pandangannya kepada Zio, dan menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.“Apa?” tanya Zio, saat mendapati tatapan dari atasannya.“Kau berbicara, seakan kau sudah penah menikah.” Alvino menggelengkan pelan kepalanya, dan mengambil sebotol air mineral
Para pelayan menutup pintu kamar Azura, membuat Alvino terdiam. Lalu, Alvino pun membawa pandangannya kepada Azura, dengan penuh tanya.“Tampaknya mereka sangat dekat denganmu,” ucap Alvino membawa langkahnya mendekati Azura.“Hm, karena mereka yang merawatku dan selalu ada di saat masa-masa terpurukku,” jelas Azura.Alvino mengangguk paham. Lalu, ia semakin mendekat kearah Azura, memeluk pinggang ramping istrinya itu.“Apa kamu lelah?” tanya Alvino dengan jarak wajah keduanya sangat dekat.“Lumayan,” jawab Azura dengan tatapan canggung.Alvino kembali mengangguk paham, dan membalikkan tubuh Azura pelan. “Aku akan membantumu membuka resletingnya,” ucap Alvino, “setelah itu mandilah.”Azura hanya mengangguk pelan karena malu. Sedangkan Alvino mulai menurunkan resleting gaun pengantin Azura.Beruntung Azura memegangi bagian depat gaun tersebut, sehingga tidak membuat gaun itu langsung melorot. setelah resleting terbuka semua, barulah Azura membawa langkahnya menuju kamar mandi.*Pagi h
Kini Azura berada di sebuah ruangan penyiaran. Ia melihat seorang gadis berusia 20 tahun ke atas, tengah melakukan live streaming.“Wah! Dia keras kepala sekali,” ujar salah satu karyawan pria.“Berikan aku nomor ponselnya.” Azura memberikan ponselnya, kepada salah satu karyawannya.Seorang karyawan wanita mengambil ponsel Azura, dengan hati-hati. Lalu, ia mulai mengetikan nomor ponsel gadis itu. Setelah selesai, ia langsung memberikannya kepada Azura.Azura langsung menghubunginya, dan terlihat gadis yang tengah melakukan siaran langsung itu menatap ponselnya dengan wajah kesal.Ia mengabaikannya, dan kembali melakukan siaran langsung sambil membaca komentar penggemarnya.“Bukan siapa-siapa, dia pasti orang iseng saja,” ujarnya menjawab komentaran dari para penggemarnya.Lalu, Azura pun mengirimkan pesan kepada gadis itu. Gadis itu langsung menatap ponselnya, dengan mata yang membulat lebar.“Teman-teman, kita akhiri livenya di sini ya. Bye-bye.” Gadis itu pun mengakhiri siaran langs
“Edwin.”Seketika, para karyawan di sana membawa pandangan mereka kepada pria bernama Edwin tersebut. Edwin pun bangkit dari duduknya, dan menyahuti panggilan bosnya itu.“Iya, pak,” sahut Edwin.Sontak saja, semua orang di sana berbisik-bisik dan menebak jika Edwinlah yang pembuat masalah yang Alvino sebutkan. Namun, Alvino hanya memberikan kode dengan satu jarinya, meminta Edwin mendekat ke arahnya.Edwin pun menuruti perintah Alvino, dan kini ia telah berdiri di samping Alvino. Alvino memberikan sebuah dokumen kepadanya, membuat Edwin menatap dokumen tersebut dengan bingung.“A-apa ini pak?” tanya Edwin.“Itu laporan keuangan yang dikorupsi, tolong bacakan,” ujar Alvino.Para karyawan di ruang rapat tersebut terkejut, dengan menatap tak percaya. Mereka justru menatap tajam dan sinis kepada Edwin.Edwin membuka dokumen tersebut, dan membacakan uang yang dikorupsi. Tentu saja, hal itu semakin membuat yang lain terkejut. Karena nominal yang di korpusi sangatlah banyak. “Ternyata kamu
Semua mata menatap kearah layar di depan mereka, dengan tercegang. Lalu, mereka semua membawa pandangan mereka kearah orang yang ada di sana.“Pak Jhonathan?” ucap salah satu karyawan dari departemen kontruksi, menatap tak percaya kepada managernya.Pria bernama Jhonathan tersebut memalingkan wajahnya kearah lain, sebelum akhirnya pergi dari ruangan tersebut. Namun, baru saja ia keluar, para petugas keamanan sudah berdiri di sana dan menahannya.Detik itu juga, Jhonathan dibawa ke kantor polisi atas tindakan korpusinya. Semua karyawannya sangat kecewa, dengan tindakan managernya itu.Pantas saja, pembangunan yang mereka kerjakan selalu ada kendala. Seperti bahan bangunan yang tidak berkualitas, serta proses pembangunan yang lambat.*Setelah menangani masalah yang ada di perusahaan masing-masing. Kini, Azura dan Alvino memutuskan untuk pergi berbulan madu.Tempat yang mereka pilih, dan yang cocok untuk berbulan madu adalah Maldives. Sebuah pulau dengan pantai yang cantik dan pe
Lagi-lagi, Azura mendapatkan pesan dari nomor tidak dikenal. Ia merasa kesal, karena orang ini tidak ada pekerjaan sekali menurutnya.Ia pun kembali tidak memedulikannya, dan memilih untuk melanjutkan tidurnya. Di pagi hari, Alvino menggeliat dan memiringkan tubuhnya ke samping. Lalu, tangannya jatuh ke sisi bagian Azura. Akan tetapi, ia tidak mendapati orang yang ingin ia peluk itu.Sontak saja, ia pun langsung membuka matanya. Benar saja, istrinya tidak ada di sana.Alvino pun mencari-cari Azura di kamar mandi, namun tidak ada. Sehingga, ia bergegas keluar dari kamar.Seketika, ia melihat seseorang wanita memakai dress bermotif bunga tanpa lengan. Hanya ada sebuah tali yang terikat dibagian leher, serta bagian punggung wanita itu terekspos karena rambut panjang wanita itu dikempang ke samping.Alvino membawa langkahnya menghampiri wanita itu, dan berdiri tepat di seberang meja makan. Ketika wanita itu berbalik, ia terkejut melihat keberadaan Alvino di sana.“Astaga! Kamu men
Azura menatap tak percaya, rekaman CCTV yang dikirimkan oleh Vito. Malika melihat perubahan wajah bosnya, dan melihat rekaman CCTV tersebut.Ia pun sama terkejutnya, hingga menutupi mulutnya dengan tangannya.Detik berikutnya, Azura pun menangis. Malika pun keluar dari ruangan Azura, tanpa separah kata pun.*Di sebuah Restoran bintang lima, Alvino dan Azura memasuki Restoran tersebut. Lalu, mereka duduk di meja yang mereka pesan, tepat di atap Restoran tersebut.“Kamu mau pesan apa?” tanya Alvino dengan lembut.Azura hanya tersenyum, sambil menggeleng menanggapi pertanyaan suaminya. Alvino pun membalas senyumannya.Seketika, Azura menjad ragu. ‘Tidak mungkin, pria sebaik dan selembut dia melakukan hal seperti itu’ batin Azura, ‘dan juga, bagaimana mungkin ia bisa menikahi istri dari mendiang pria yang ia bunuh.’“Sayang?” panggil Alvino, ketika mendapati Azura terus menatapnya.Namun, Azura tidak meresponnya. Sehingga, ia mengenggam tangan istrinya dan tersenyum.Seketika, Azura sedi
Setelah menghubungi Malika. Seperti biasa, Azura akan melakukan sleep call terlebih dahulu dengan suami.Setelah Azura tidur, barulah Alvino mengakhiri panggilan mereka. Dan Alvino melanjutkan perkejaannya, yang harus segera ia selesaikan agar cepat pulang.Tiga hari kemudian, Alvino akhirnya pulang dari perjalanan bisnisnya. Kepulangannya di sambut dengan hangat oleh sang istri—Azura.Meski Azura mendapatkan pesan dan bukti yang mengarah kepada Alvino, yang menuduh Alvino terlibat. Tapi, Azura tetap memperlakukan suaminya seperti biasanya.Sebelum Malika mendapatkan bukti yang akurat dalam penyelidikkannya. Maka, belum dapat dipastikan Alvino bersalah.“Aku sangat merindukanmu.” Alvino langsung memeluk Azura, dan membubuhkan kecupan ada seluruh wajah istrinya itu.Azura hanya tersenyum, menerima setiap kecupan yang suaminya berikan. Serta, ia juga membalas pelukkan hangat suaminya yang ia rindukan juga.“Katamu, akan pulang lima hari lagi,” ucap Azura mendongakkan kepala, menatap Alv
Olla tidak langsung menjawab pertanyaan Alvino, ia justru tersenyum dan langsung berhamburan kepelukan pria beristri itu.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Alvino, berusaha mendorong tubuh Olla.Namun, pelukan Olla cukup erat. Sehingga sulit melepaskan pelukan wanita itu.“Aku merindukanmu Vino, aku sangat merindukanmu,” ucapnya menyamankan diri di dalam pelukan Alvino.“Lepaskan aku!” Alvino masih berusaha mendorong tubuh Olla, agar wanita itu menjauh darinya.Namun, belum sempat ia berhasil melepaskan pelukan itu. Azura terbangun, dan melihat hal yang membuatnya salah paham.“Alvino!” teriak Azura.Alvino membawa pandangannya kepada sumber suara, dan terkejut melihat istrinya di ambang pintu kamar yang mereka tempati.“Azura, jangan salah paham.” Alvino panik, khawatir Azura salah paham.Namun, bukannya melepaskan pelukannya saat tertangkap basah. Olla justru semakin mengeratkan pelukkannya, dan tersenyu
Seketika, mereka menoleh ke arah sumber suara. Raut wajah mereka semua terlihat bingung, menatap wanita itu dan Alvino secara bergantian.“Dia siapa?” tanya Azura menunjuk pendek wanita cantik berpakaian mirip dengan Azura.Alvino tidak menjawab, namun ia menatap wanita itu dengan tatapan tajam. “Apa kabar, Alvino?” sapa wanita itu, “apa aku boleh bergabung dengan kalian?”“Tentu saj—“ ucapan Fero terhenti, ketika Avino menyelanya.“Aku dan istriku kembali ke Vila lebih dahulu,” sela Alvino memeluk pinggang ramping istrinya dengan posesif.Dengan bingung, Azura di bawa oleh Alvino. Begitu juga dengan yang lain, menatap Alvino dengan bingung.Kini, Azura dan Alvino sudah berada di Vila mereka. Azura duduk di kursi pantry, sedangkan Alvino tengah menyiapkan teh hangat untuk mereka.Azura menatap suaminya, dengan tangan yang menopang dagu. “Ada apa, hm?” tanya Alvino, “aku tahu, aku sangat tampan.”“Cih,” decih Azura, saat melihat suaminya yang penuh dengan percaya diri.Nam
Waktu makan siang pun tiba, Alvino bersama istrinya dan yang lainnya. Kini berada di sebuah restoran seafood.Fero, Jasen dan Zio. Menatap Alvino dengan tatapan sinis, mereka seakan tidak takut karena melayangkan tatapan tersebut.Semua itu karena, mereka kesal dengan bos mereka. Mereka di tinggal di tengah-tengah laut, dengan keadaan ketiganya hanya memakai, t-shrt tipis. Membuat, angin laut dengan mudah menebus baju mereka sehingga mereka kedinginan.“Hey! Di makan,” tegus Malika, ketika melihat ketiga pria itu hanya mengaduk-aduk makanan mereka.Mereka hanya diam, dan melahap makanan mereka dengan kasar. Sedangkan Alvino dengan santai, memakan makanannya seakan tidak merasa bersalah.Makan siang pun telah selesai. Kini mereka kembali ke pantai, untuk berjemur.Namun, raut wajah Alvino masih saja terlihat kesal. Meski ia juga baru saja membuat ketiga karyawannya kesal.“Ada apa?” tanya Azura.“Mereka sangat menganggu,” keluh Alvino.Azura tersenyum, dan mengusap rambut suam
Azura dan Alvino bertemu dengan Malika dan Zio, serta 4 empat karyawan lainnya yang cukup dekat dengan bos mereka. “Kenapa kalian di sini?” tanya Alvino dengan dahi yang menyerit. “Kami liburan,” jawab Zio dengan santai. Alvino menatap tak percaya kepada ke enam orang di depannya, bisa-bisanya mereka bertemu di sana. Membuat, Alvino merasa sedikit terganggu karena ia hanya ingin berduaan dengan istrinya. “Jadi, bulan madu kalian juga di sini?” tanya Malika kepada Azura. Azura mengangguk sambil tersenyum. “Oh iya, di mana Vila kalian?” tanya Azura. “Di sana, dan sebelah sana.” Tunjuk Malika tepat di sisi kanan dan kiri Vila Azura dan Alvino. Namun, milik Alvino dan Azura sedikit masuk ke dalam. Sehingga, ada jarak yang cukup jauh dari kedua Vila tersebut. Alvino semakin menyeritkan dahinya, ia terlihat terkejut dan tak percaya. Ia merasa bulan madu indah yang akan mereka berdua nikmati, akan terganggu dengan karyawan mereka. “Anda tenang saja, kami tidak ak
Lagi-lagi, Azura mendapatkan pesan dari nomor tidak dikenal. Ia merasa kesal, karena orang ini tidak ada pekerjaan sekali menurutnya.Ia pun kembali tidak memedulikannya, dan memilih untuk melanjutkan tidurnya. Di pagi hari, Alvino menggeliat dan memiringkan tubuhnya ke samping. Lalu, tangannya jatuh ke sisi bagian Azura. Akan tetapi, ia tidak mendapati orang yang ingin ia peluk itu.Sontak saja, ia pun langsung membuka matanya. Benar saja, istrinya tidak ada di sana.Alvino pun mencari-cari Azura di kamar mandi, namun tidak ada. Sehingga, ia bergegas keluar dari kamar.Seketika, ia melihat seseorang wanita memakai dress bermotif bunga tanpa lengan. Hanya ada sebuah tali yang terikat dibagian leher, serta bagian punggung wanita itu terekspos karena rambut panjang wanita itu dikempang ke samping.Alvino membawa langkahnya menghampiri wanita itu, dan berdiri tepat di seberang meja makan. Ketika wanita itu berbalik, ia terkejut melihat keberadaan Alvino di sana.“Astaga! Kamu men
Semua mata menatap kearah layar di depan mereka, dengan tercegang. Lalu, mereka semua membawa pandangan mereka kearah orang yang ada di sana.“Pak Jhonathan?” ucap salah satu karyawan dari departemen kontruksi, menatap tak percaya kepada managernya.Pria bernama Jhonathan tersebut memalingkan wajahnya kearah lain, sebelum akhirnya pergi dari ruangan tersebut. Namun, baru saja ia keluar, para petugas keamanan sudah berdiri di sana dan menahannya.Detik itu juga, Jhonathan dibawa ke kantor polisi atas tindakan korpusinya. Semua karyawannya sangat kecewa, dengan tindakan managernya itu.Pantas saja, pembangunan yang mereka kerjakan selalu ada kendala. Seperti bahan bangunan yang tidak berkualitas, serta proses pembangunan yang lambat.*Setelah menangani masalah yang ada di perusahaan masing-masing. Kini, Azura dan Alvino memutuskan untuk pergi berbulan madu.Tempat yang mereka pilih, dan yang cocok untuk berbulan madu adalah Maldives. Sebuah pulau dengan pantai yang cantik dan pe
“Edwin.”Seketika, para karyawan di sana membawa pandangan mereka kepada pria bernama Edwin tersebut. Edwin pun bangkit dari duduknya, dan menyahuti panggilan bosnya itu.“Iya, pak,” sahut Edwin.Sontak saja, semua orang di sana berbisik-bisik dan menebak jika Edwinlah yang pembuat masalah yang Alvino sebutkan. Namun, Alvino hanya memberikan kode dengan satu jarinya, meminta Edwin mendekat ke arahnya.Edwin pun menuruti perintah Alvino, dan kini ia telah berdiri di samping Alvino. Alvino memberikan sebuah dokumen kepadanya, membuat Edwin menatap dokumen tersebut dengan bingung.“A-apa ini pak?” tanya Edwin.“Itu laporan keuangan yang dikorupsi, tolong bacakan,” ujar Alvino.Para karyawan di ruang rapat tersebut terkejut, dengan menatap tak percaya. Mereka justru menatap tajam dan sinis kepada Edwin.Edwin membuka dokumen tersebut, dan membacakan uang yang dikorupsi. Tentu saja, hal itu semakin membuat yang lain terkejut. Karena nominal yang di korpusi sangatlah banyak. “Ternyata kamu