Zae masih terus menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. Sampai sekarang dia tidak habis pikir dengan Lisa dan ponsel.
Dalam hatinya masih memperdebatkan mengenai ponsel. Memang terdengar konyol, tapi begitulah Zae.
"Apa mungkin dia tidak mau memberikanku nomor ponselnya ya?" tanya Zae pada dirinya sendiri.
"Ah tidak.. tidak.." Zae membantah isi hatinya sendiri. "Sudah jelas-jelas dari sorotan matanya tidak ada tanda-tanda kebohongan."
Zae berjalan masuk ke ruangannya. Tangan kirinya masih menggenggam dua bungkus nasi uduk yang dibeli dari Lisa tadi. Sementara pikirannya masih sedang berdebat mengenai ponsel dengan lubuk hatinya.
Dia sampai tidak sadar kalau karyawan lain sedang membicarakan Zae dan menahan tawa mereka. Seorang Zae masuk ke kantor membawa nasi uduk yang dibungkus dengan kertas nasi. Sungguh pemandangan yang tidak biasa dan tidak pernah terjadi.
"Sepertinya sekarang Tuan Zae sedang susah. Buktinya dia sekarang sudah tidak mampu lagi makan di restaurant." Ucap salah seorang karyawan.
"Benar, Tuan Zae bangkrut." Sambung salah seorang karyawan yang lain.
Zae yang sedikit mendengar langsung melotot tajam ke arah mereka. Sontak mereka langsung tunduk takut. "Kalian ngomongin saya ya?" tuduh Zae.
Segerombolan karyawan tersebut bukannya menjawab tapi malah langsung kabur dari hadapan Zae. Meskipun mereka berani membicarakan di belakang. Tapi mereka sungguh takut dengan Zae. Kejamnya sama-sama seperti kejamnya Ken, bahkan bisa lebih kejam dari pada Ken ketika dengan bawahannya.
Zae masih belum tersadar kalau dia membawa nasi bungkus di genggaman tangannya. Dia pikir semua orang menertawakannya karena tahu dia tadi sedang berbicara dengan seorang pedagang nasi bungkus.
Di tegah langkah Zae menuju ruangannya. Dilla sekretaris Ken memanggilnya, "Tuan Ken." Zae menoleh ke;arah Dilla dan menunjukkan wajah masamnya. "Maaf Tuan Ken sudah menunggu anda di ruangannya."
Dengan langkah malas Zae segera menemui Ken. Dia merasa lelah karena dari pagi tidak ditugaskan di kantor, melainkan ditugaskan di luar untuk mencari sosok wanita misteriusnya.
"Dasar..." gumam Zae kesal.
"Ceklek.."
Pintu ruangan Ken dibuka oleh Zae. Bibirnya mengerucut ditampakkan jelas di hadapan Ken. Matanya juga memutar malas begitu melihat Ken duduk bersandar di kursi kerjanya.
Ken langsung bisa membaca raut wajah malas sahabatnya itu. "Hei.. Duduk!" perintah Ken.
Tanpa Zae sadari nasi bungkus yang dibawanya ia letakkan di meja kerja Ken. "Aku sungguh-sungguh kesal jika kau menyuruhku kemari hanya untuk menyuruhku mencari gadismu itu." Ucap Zae terus terang.
Ken menghela nafasnya panjang-panjang dan menggelengkan kepalanya. Ia segera mengambil sebuah amplop cokelat dari laci dan memberikannya kepada Zae.
Zae sedikit terkejut akan hal itu. "Apa ??" mata Zae melotot ke arah Ken. "Kau memecat diriku hanya karena aku tidak bisa mencari gadismu itu?"
Ken malah justru menampakkan senyum tipisnya. "Sahabat macam apa kau ini Ken. Hanya karena seorang gadis saja kau sampai memecat diriku yang malang ini." Zae mengacak-acak rambutnya kesal. "Sungguh aku kalau disuruh memilih aku akan lebih memilih pusing mengerjakan pekerjaan kantor dari pada harus menuruti kemauan kau yang ini."
"Tak..."
Ken menjitak dahi Zae kesal. "Dasar kau bodoh!" umpat Ken. "Buka dulu, baru kau menuduhku."
Zae segera melaksanakan tugas dari tuannya itu. Di dalam amplop cokelat itu berisi beberapa foto seorang gadis dan sebuah catatan.
"Lisa ??" Zae tercengang melihatnya.
Ken yang tadinya duduk beranjak berdiri. Dia menarik dan meremas kemeja Zae sampai Zae mendongak menghadap dirinya. "Apa kau kenal dia ??" tanya Ken dengan wajah seramnya.
"Gleg..."
Saliva Zae terteguk dalam+dalam. Dia mengangguk, sementara raut wajahnya ketakutan melihat Ken. "A.. A... aku... Baru sa.. saja ... mengenalnya kemarin," jawab Zae terbata-bata.
"Apa ini gadismu?" tanya Zae lirih.
Ken langsung melepaskan genggamannya dan mendorongnya sampai Zae hampir terjatuh. "Aw...." Keluh Zae.
Mata Ken tak hentinya melotot ke arah Zae. "Ayo katakan, bagaimana kau bisa mengenalnya?"
"Waktu itu aku tidak sengaja hampir menabraknya, lalu aku berkenalan dengan Lisa." Jawab Zae.
Ken benar-benar sedang berapi-api. Dia mendekati Zae dan semakin mempertajam tatapannya. "Apa katamu kau menabraknya?"
"Huft, dasar laki-laki menyebalkan. Memang tidak bisa mencerna kata-kataku." Batin Zae kesal.
"Tidak perlu mengumpat dalam hati. Cukup jawab pertanyaaan dariku, atau aku akan segera mengirimi kau ke bulan." Ucap Ken mengancam.
Dengan sabarnya Zae menghadapi Ken. Dia tetap berusaha bersikap tenang meskipun sedikit takut. "Tenang Ken. Sudah ku bilang aku hanya hampir menabraknya, tapi dia tidak apa-apa."
Ken cukup lega mendengar hal tersebut. Ia kembali duduk dengan menyandarkan punggungnya di bangkunya yang super nyaman itu. "Lalu katakan, apa kau menyukainya?" Ken masih terus mengintrogasi Zae.
"Tenanglah sahabatku, seleraku bukan gadis kecil sepertinya." Zae sambil tersenyum membayangkan wanita yang disukainya. "Aku suka yang lebih dewasa, sexy dan pandai....." Zae tidak melanjutkan ucapannya malah justru tersenyum.
"Dasar kau mesum," Ken sambil mengusap wajah Zae dengan telapak tangannya. "Aku menyuruhmu untuk membaca bukan memikirkan perempuan!"
Zae kemudian membaca daftar riwayat hidup milik Lisa. Sesekali bibirnya tersenyum, tapi sesekali juga agak masam dan tak jarang mengerutkan dahinya.
Sementara itu nasi uduk masih terpampang di atas meja. Ken baru menyadarinya, dia memang sedikit geli dengan makanan seperti itu. "Sejak kapan selera kau jadi murahan seperti itu?" Tanya Ken sambil memandangi nasi bungkus tersebut.
Zae melirik ke arah Ken yang melototi ke arah nasi bungkus yang dibawanya. Tawanya kemudian ia pecahkan. "Apa kau bilang murahan? Kalau kau menganggapnya murahan berarti sama saja kau menganggap bahwa Lisa itu murahan?" Tak hentinya Zae tertawa terpingkal-pingkal.
"Hentikan ketawamu itu, gedang telingaku bisa pecah. Apa maksudmu bicara seperti itu? Apa kau sudah bosan hidup di bumi?" Lagi-lagi Ken kembali mengancam.
Zae hanya menggelengkan kepalanya dengan kelakuan sahabatnya yang satu ini. "Itu adalah dagangan Lisa yang sengaja ku beli semua, aku tidak tega melihat gadis kecil itu kenpanasan," ucap Zae dengan santai.
"Benarkah?" Ken kembali meyakinkan.
"Hemm..." Zae kembali ke kertasnya.
"Lebih baik kau sekarang pergi dari ruanganku." Ken sudah membuka bungkus nasi tersebut. "Lebih baik kau pikirkan bagaimana caranya agar aku bisa lekas membawanya pulang!"
Zae hanya bisa menggaruk kepalanya karena pusing itu. "Tidak kah kau memberiku tugas yang lebih mudah dari ini? Aku memilih mengerjakan tugasmu di kantor yang banyak itu dari pada mengerjakan semua ini."
Sebanyak apapun pekerjaan kantor pasti Zae dengan mudah akan menanganinya. Tapi otak Zae sangat dangkal kalau harus mengerjakan tugas sebagi mata-mata.
Ken sama sekali tidak peduli dengan kepusingan Zae. Dia malah justru lahap menyantap makanan yang dibeli dari Lisa. Sementara itu tangannya melambai, memberi kode kepada Zae agar segera keluar dari ruangannya.
Bersambung...
Semenjak pertemuan terakhir Lisa dengan Ken. Kini tanpa sepengetahuan Lisa, dia selalu diikuti oleh para pengawal bayangan. Mereka sengaja di tugaskan oleh Ken untuk menjaga dan mengawasi gerak-gerik Lisa.Terlihat konyol bukan? Tapi apapun yang sudah dikehendaki oleh Ken, dia harus tetap mendapatkannya termasuk yang menjadi incarannya adalah Lisa.Ken hanya ingin mengetahui aktifitas Lisa dan kesehariannya saja. Dan tujuan lainnya adalah mencari celah untuk membawa Lisa ke hadapannya.Tugas para pengawal bayangan itu sangat rapih, tak satupun yang mengetahuinya. Jelas saja kalau sampai mengetahuinya pasti Ken akan marah besar, sebab dia sudah membayar mereka dengan harga yang mahal.Orang kaya seperti Ken akan sangat mudah mendapatkan yang diinginkan. Oleh sebab itu para orang suruhan Ken haru selalu melaporkan aktivitas Lisa padanya.Seperti biasanya Lisa pergi bekerja ke rumah majikannya, Risa. Dia hari ini hanya ke rumah Risa saja karena di tem
Bi Lin tersenyum licik melihat kepergian Lisa. Ia segera keluar menghampiri beberapa laki-laki yang berbadan besar dan kekar mengenakan pakaian serba hitam itu.Beberapa laki-laki tersebut juga sama tersenyum liciknya membalas senyum dari Bi Lin. "Bagaimana? Apa semua berjalan dengan baik?" tanya salah satu laki-laki tersebut.Bi Lin mengangguk sambil tersenyum. "Apa kau tidak lupa dengan janjimu Tuan?" tanya Bi Lin."Tentu saja tidak Nyonya, Tuan kami tidak akan pernah ingkar." Jawab salah satu laki-laki di antara mereka.Bi Lin diberi sebuah amplop cokelat dari mereka, sebagai imbalan telah menjalankan tugas dengan baik. "terimakasih Tuan-Tuan, " ucap Bi Lin sambil menciumi amplop-amplop tersebut.Beberapa laki-laki tersebut mengikuti langkah Lisa yang sudah kehilangan arah tersebut. Mereka adalah pengawal bayangan yang ditugaskan oleh Ken mengawasi gerak gerik keseharian Lisa.Flashback OnPagi itu pengawal bayangan suruh
Pengawal Jony segera melaporkan pekerjaannya yang selesai sempurna kepada Tuanya."Tuan, semua sudah berjalan dengan lancar. Lisa sudah dipecat dari pekerjaanya sekarang," lapor Jony pada Ken di dalam telpon.Di kantor Ken terlihat sangat bahagia karena usahanya tidak sia-sia. Lebih tepatnya usaha Joni sih, karena lebih tepatnya Ken hanya memberi perintah."Bagus, ikuti terus. Pastikan dia tidak punya pekerjaan lain dan kita susun rencana selanjutnya," balas Ken dengan senyum liciknya.Telpon Tuannya segera Jony matikan. Sedikit merenungkan atas apa tadi yang telah ia perbuat kepada Lisa, namun dia tidak berani membantah perintah dari sang Tuan."Kasihan sekali kamu, tapi aku berjanji akan melindungi jika kamu disakiti oleh dia." Batin Jony.Segera Jony melanjutkan langkahnya mengikuti kemana langkah kaki Lisa. Dia dan anak buahnya memang harus siap siaga mengikuti Lisa dua puluh empat jam.Sang Tuan tidak menginginkan sehelai rambut
Lisa duduk termenung di sebuah halte. Meratapi nasibnya karena baru saja kehilangan pekerjaan yang selama ini sangat membantu hidupnya.Dalam pikirannya sudah tidak karuan. Dia tidak berani pulang dengan tangan hampa apalagi langit masih cerah seperti ini. Yang ada dia bisa ditendang oleh ibu tirinya."Kenapa nasih tidak berpihak baik padaku. Apa Tuhan tidak sayang denganku. Oh Ayah dan Ibu tolong bawa Lisa saja. Lisa sudah tidak sanggup lagi hidup sendiri. Lisa mau ikut kalian." Batin Lisa.Meskipun tatapan Lisa kosong, embun Kristal tetap keluar dari kedua matanya. Sungguh malang sekali nasibnya harus mengalami hal seperti ini.Dia menyandarkan kepalanya ke belakang dan lama – lama mata makin menciut. Sekarang Lisa tertidur pulas, memejamkan matanya.Sementara pengawal Jony masih setia di sekitar Lisa. Dia sudah menjalankan pekerjaannya dengan baik dan sekarang tugasnya adalah menjaga Lisa. Bagaimana mungkin Jony dan Ken akan membiarkan perempuan
Lisa yang tadinya menunduk sedikit menatap Wily dengan kedua sudut bibirnya yang ditarik lebar. "Benarkah Tuan?" tanya Lisa.Wily mengangguk dan tersenyum." Tentu. Dan ingat jangan sampai telat," ucap Wily lagi."Tentu Tuan, saya tidak akan pernah mengecewakan Tuan." Lisa meraih tangan kanan Wily dan menundukkan kepalanya. Punggung tangan Wily ia letakkan ke dahinya, "terimakasih Tuan Muda, sungguh Tuan sangat baik."Wily mengelus rambut Lisa dengan pelan-pelan tanpa sepengetahuan Lisa. "Sudah lepaskan, sekarang pulanglah dan lekas beristirahat. Aku tidak ingin kau besok datang kemari dengan keadaan yang kurang sehat karena sungguh aku tidak menyukainya."Lisa segera berpamitan kepada Wily meninggalkan tempat tersebut. Senyumnya terus ia tunjukkan kepada Wily, sementara Wily yang dari tadi hanya menunjukkan senyum tipisnya yang cool."Sampai sekarangpun kamu belum mengenalku Lis," batin Wily sambil mengelengkan kepalanya.Flashback On
Matahari sudah terbit dari ufuk timur. Pagi yang sangat ditunggu-tunggu oleh Ken. Dimana dia akan segera menjalankan rencananya.Semua rencananya telah disusun bersama Zae, di sudah merencanakannya dengan matang-matang. Pikirnya lebih cepat lebih baik untuk menjemput Lisa, sebab ia ingin segera menjadikan Lisa sebagai istrinya. Nyonya Alyssa Wilson.Kekayaan Ken memang tidak dapat diragukan lagi, dia hampir menguasai seluruh perekonomian negeri ini. Bahkan hukum baginya sudah tidak berlaku lagi. Hukum hanya sebagai alat bagi pemegang kekuasaan untuk bertindak semena- mena.Pagi ini sesuai dengan perintah Ken, Zae dan Jony segera ke rumah Lisa sesuai dengan rencana Ken. Jony memegang kemudi, sementara Zae duduk di samping Jony dan Ken duduk di belakang sendirian. Di tambah lagi dua mobil pengawal lainya yang berjalan di depan dan belakang mobil yang di naiki Ken, luar biasa bukan?Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka masing-masing. Ken me
Di restaurant X.Hari ini adalah hari pertama Lisa bekerja. Wajahnya berseri penuh semangat. Begitupun dengan Wily yang sengaja datang pagi-pagi untuk menyambut kedatangan Lisa.Kau ini memang pandai sekali ya Wil, bisa – bisanya mencari perhatian kepada anak baru. Tidak kah kau ingat, setiap hari pasti berangkat ke restaurant agak siangan hohoho.Tak lupa Lisa menyempatkan dirinya untuk membalas sang penjaga yang kurang berkenan dari hatinya kemarin. "Selamat pagi Paman," tegur Lisa kepada sang penjaga dengan senyumnya licik, namun si penjaga hanya memutar malas kan matanya.Tak diambil hati, Lisa segera masuk ke dalam resto tersebut. Menemui Wily sang manager yang sedari tadi sudah menunggu. Ayolah Lisa percepat langkahmu, Wily sudah menatapmu dari monitor CCTV menyambut kedatangan kamu."Tok.. Tok... Tok..."Pintu ruangan Wily sudah terketuk. Wily merapikan kerah kemejanya serta merapikan jasnya. Tak lupa menyisir rambutnya dengan jari je
Hari cepat berlalu, kini malam sudah berganti dengan fajar. Langit dan sekeliling masih gelap, Lisa segera beranjak dari tempat tidurnya. Kasur lantai dengan selimut yang tipis.Kegiatannya masih sama seperti sebelumnya. Mengerjakan pekerjaan rumah kemudian memasak dan berangkat bekerja. Masalah kuliah? Dia melupakannya sejenak karena harus mencari uang yang banyak agar tidak dimaki-maki oleh Rosa."Ceklek..."Baru saja Lisa membuka pintu kamarnya. Dia sudah dihadang oleh Elga dan Rosa di depan pintu, mereka saling bersitatap dan sesekali tersenyum licik."Deg..."Saat itu juga jantung Lisa hampir lepas dari tempatnya. Tangan dan kakinya gemetar, bulir keringat dingin hampir keluar dari dahinya."Apa mereka akan memarahiku karena kemarin aku pergi pagi dan pulang malam namun tidak membawa uang sepeserpun," pikir Lisa.Tebakan kamu salah Lisa. Elga malah justru mengandeng Lisa sambil tersenyum. "Adikku Lisa kenapa masih pagi kau sudah