Bi Lin tersenyum licik melihat kepergian Lisa. Ia segera keluar menghampiri beberapa laki-laki yang berbadan besar dan kekar mengenakan pakaian serba hitam itu.
Beberapa laki-laki tersebut juga sama tersenyum liciknya membalas senyum dari Bi Lin. "Bagaimana? Apa semua berjalan dengan baik?" tanya salah satu laki-laki tersebut.
Bi Lin mengangguk sambil tersenyum. "Apa kau tidak lupa dengan janjimu Tuan?" tanya Bi Lin.
"Tentu saja tidak Nyonya, Tuan kami tidak akan pernah ingkar." Jawab salah satu laki-laki di antara mereka.
Bi Lin diberi sebuah amplop cokelat dari mereka, sebagai imbalan telah menjalankan tugas dengan baik. "terimakasih Tuan-Tuan, " ucap Bi Lin sambil menciumi amplop-amplop tersebut.
Beberapa laki-laki tersebut mengikuti langkah Lisa yang sudah kehilangan arah tersebut. Mereka adalah pengawal bayangan yang ditugaskan oleh Ken mengawasi gerak gerik keseharian Lisa.
Flashback On
Pagi itu pengawal bayangan suruhan Ken tiba di sekeliling rumah Risa. Mereka pun segera menghubungi Tuannya, mengabari keberadaan Lisa sekarang.
Pengawal : Hallo Tuan, sekarang Nona Lisa berada di sebuah rumah yang Tuan tunjukkan.
Ken : Baik. Buat dia tidak bisa lagi bekerja di sana.
Setelah menutup telponnya dengan Ken. Para pengawal berdiskusi bagaimana caranya agar Lisa dipecat dari pekerjaannya.
Keberuntungan akhirnya menemui mereka. Bi Lin tengah asyik menyapu halaman rumah Risa. Ide juga langsung muncul begitu saja di otak mereka.
Kehadiran para pengawal bayangan Lisa tadinya tidak diketahui oleh Bi Lin, tapi karena mereka gemuruh berdiskusi akhirnya Bi Lin mengetahui keberadaan mereka.
"Siapa mereka. Apa jangan-jangan mereka adalah orang jahat," batin Bi Lin.
Tanpa ragu-ragu Bi Lin sendiri yang datang menghampiri. Meskipun dia sedikit takut rasa tanggung jawabnya terhadap pekerjaannya sekarang membuat Bi Lin melawan rasa ketakutannya.
"Maaf Tuan-Tuan ini sedang mencari siapa?" tanya Bi Lin pada para pengawal bayangan Lisa.
Bi Lin sengaja tidak membukakan pintu gerbang untuk mereka agar bisa berjaga-jaga kalau mereka akan berniat jahat. Mereka hanya berbicara dibalik jeruji gerbang.
Jony selaku kapten dari para pengawal tersebut tersenyum licik dengan pertanyaan dari Bi Lin. Tidak di sangka bahwa dia tidak perlu repot-repot menghampiri Bi Lin.

"Apa benar Nona Lisa bekerja di sini?" tanya Jony.
Bi Lin hanya tertegun melihat Jony. Yang tadinya ia pikir mereka adalah orang jahat, kini Bi Lin menarik perkataannya.
"Mana mungkin orang jahat berwajah tampan dan masih muda," batin Bi Lin.
Selain wajahnya yang tampan, Jony adalah satu-satunya pengawal paling terpercaya untuk Ken. Suatu kehormatan untuk Lisa karena dikawal langsung oleh orang kepercayaan Ken.
Dengan pandangan yang masih terpaku pada Jony, Bi Lin menanyakan tujuan mereka. "Maaf Tuan-Tuan muda ini ada kepentingan apa ya mencari Lisa. Lisa itu hanya seorang buruh cuci di sini, sementara nyonya di rumah ini adalah Nona Risa." Jawab Bi Lin.
Jony memutar matanya malas. "Aku tidak peduli siapa pemilik rumah ini. Yang aku tahu Lisa masuk ke sini." Mata Jony masih melirik ke arah rumah Risa. "Apa kau mau membantuku sesuatu?" tanya Jony sambil tersenyum licik.
Mata Bi Lin melotot karena sedikit takut. Dia baru sadar kalau dibalik pakaian hitam-hitam yang dikenakan Jony terdapat gundukan. Gundukan tersebut adalah tempat Jony menyembunyikan sebuah pistol.
"Gleg..."
Dengan susah payah Bi Lin meneguk salivanya. Sekarang ia merasa bahwa nyawanya dan Nyonyanya sedang terancam hanya karena Lisa.
"Kenapa kau tidak menjawab?" bentak Jony karena Bi Lin hanya terdiam.
"Mi... minta ba.. ban.. bantuan apa Tuan muda?" tanya Bi Lin gugup.
Jony mengehela nafasnya. "Kau ini sudah tua banyak tingkah." Keluh kesal Jony. "Aku hanya ingin meminta bantuan padamu dan aku akan memberimu imbalan. Mengapa menjawab seperti itu saja lama."
Wajah Bi Lin semakin tidak karuan karena saking ketakutannya. "Memangnya Tuan-Tuan muda ini minta bantuan apa?" tanya Bi Lin.
"Kau cukup buat Lisa kehilangan dari pekerjaannya hari ini juga. Kalau kau bisa aku akan memberimu imbalan lima juta." Jony mulai menerangkan.
Bi Lin lagi-lagii hanya tertegun. Sebenarnya dia sangat sayang dengan Lisa. Kehadiran Lisa bisa menghiburnya saat kesepian. Tapi di sisi lain dia merasa nyawanya terancam dan dia juga sangat tergiur dengan uang yang ditawarkan oleh Jony.
"Kenapa kau diam saja?" Jony sedikit membentak hingga Bi Lin kembali dari lamunannya. "Apa kau bisu?" tanya Jony lagi yang sudah kesal.
Bi Lin mulai mengatur nafasnya. "Baik Tuan Muda, saya akan lakukan perintah Tuan muda sekarang." Ucap Bi Lin dengan mantap.
Bi Lin hendak meninggalkan mereka tapi ia mengurungkan niatnya. Dia baru sadar, dia tidak tahu apa yang harus diperbuat untuk membuat Lisa di pecat oleh Risa.
Jony mengelengkan kepalanya karena melihat Bi Lin kembali ke hadapannya. "Kenapa kau kembali, bukankah kau sudah menyetujui dengan kesepakatan kita?" tanya Jony.
Bi Lin menggigit bibir bagian bawahnya. "Maaf Tuan, tapi saya tidak tahu saya harus melakukan apa pada Lisa agar dia keluar dari pekerjaan ini."
Mendengar hal tersebut membuat Jony geram. Dia mencengkram kuat jeruji gerbang rumah Risa. "Aku tidak mau tahu, yang ku tahu kau kembali ke sini pekerjaanmu sudah beres. Percuma aku membayarmu mahal-mahal kalau aku masih harus memberitahumu."
Ucapan tersebut membuat Bi Lin benar-benar takut. Dia segera kembali ke dalam rumah Risa dan memikirkan cara apa yang akan dilakukan Bi Lin.
"Sebenarnya Lisa itu punya masalah apa dengan mereka, sampai mereka terlihat dendam dengannya." Gumam Bi Lin melihat Lisa yang tengah asyik menjemur pakaiannya.
Bi Lin terus menatap Lisa dan pakaian majikannya yang sedang dijemur tersebut. Seketika tersirat dengan pakaian-pakaian milik Risa.
"Bukankah semua pakaian milik Nona Risa itu mahal ya?" batin Bi Lin. Tiba-tiba Bi Lin tersenyum Licik. "Aku tahu apa yang harus ku perbuat." Ucap Bi Lin dengan mantap.
Tak jauh berbeda dari biasanya. Bi Lin memang baik dengan Lisa. Dia selalu membuatkan minuman dan cemilan untuk Lisa.
Sekarang dia bergegas melakukannya dan memanggil Lisa agar segera menyantap camilan dan minuman darinya.
Setelah Lisa asyik menyantap dia beraksi. Dia segera meninggalkan Lisa dengan alasan ke kamar mandi. Tidak ada sedikitpun kecurigaan dalam diri Lisa, karena hampir dia bekerja di rumah Risa. Dia selalu diperlakukan baik oleh Bi Lin.
Tanpa sepengetahuan Lisa, Bi Lin memasuki sebuah ruangan. Ruangan tersebut tempat dimana Lisa menyimpan pakaian-pakaian Risa yang sudah dicuci namun belum disetrika.
Bi Lin sengaja menuangkan sebuah pemutih pakaian ke gaun Risa. Gaun merah kesayangan Risa, yang Bi Lin tahu Risa akan mengenakannya nanti malam.
Gaun Risa pun timbul bercak putih yang tidak akan mungkin kembali merah lagi. "Maafkan Bibi Lisa, ini demi keselamatan kita semua dan..." ucapan Bi Lin terhenti dan segera menutup botol pemutih yang ia bawa. "Demi uang Lisa," ucap Bi Lin sambil tersenyum.
Segera Bi Lin keluar dari ruangan tersebut dan berpura-pura melanjutkan pekerjaanya di dapur seoalh-olah tidak terjadi apa-apa.
Flashback Off
Pengawal Jony segera melaporkan pekerjaannya yang selesai sempurna kepada Tuanya."Tuan, semua sudah berjalan dengan lancar. Lisa sudah dipecat dari pekerjaanya sekarang," lapor Jony pada Ken di dalam telpon.Di kantor Ken terlihat sangat bahagia karena usahanya tidak sia-sia. Lebih tepatnya usaha Joni sih, karena lebih tepatnya Ken hanya memberi perintah."Bagus, ikuti terus. Pastikan dia tidak punya pekerjaan lain dan kita susun rencana selanjutnya," balas Ken dengan senyum liciknya.Telpon Tuannya segera Jony matikan. Sedikit merenungkan atas apa tadi yang telah ia perbuat kepada Lisa, namun dia tidak berani membantah perintah dari sang Tuan."Kasihan sekali kamu, tapi aku berjanji akan melindungi jika kamu disakiti oleh dia." Batin Jony.Segera Jony melanjutkan langkahnya mengikuti kemana langkah kaki Lisa. Dia dan anak buahnya memang harus siap siaga mengikuti Lisa dua puluh empat jam.Sang Tuan tidak menginginkan sehelai rambut
Lisa duduk termenung di sebuah halte. Meratapi nasibnya karena baru saja kehilangan pekerjaan yang selama ini sangat membantu hidupnya.Dalam pikirannya sudah tidak karuan. Dia tidak berani pulang dengan tangan hampa apalagi langit masih cerah seperti ini. Yang ada dia bisa ditendang oleh ibu tirinya."Kenapa nasih tidak berpihak baik padaku. Apa Tuhan tidak sayang denganku. Oh Ayah dan Ibu tolong bawa Lisa saja. Lisa sudah tidak sanggup lagi hidup sendiri. Lisa mau ikut kalian." Batin Lisa.Meskipun tatapan Lisa kosong, embun Kristal tetap keluar dari kedua matanya. Sungguh malang sekali nasibnya harus mengalami hal seperti ini.Dia menyandarkan kepalanya ke belakang dan lama – lama mata makin menciut. Sekarang Lisa tertidur pulas, memejamkan matanya.Sementara pengawal Jony masih setia di sekitar Lisa. Dia sudah menjalankan pekerjaannya dengan baik dan sekarang tugasnya adalah menjaga Lisa. Bagaimana mungkin Jony dan Ken akan membiarkan perempuan
Lisa yang tadinya menunduk sedikit menatap Wily dengan kedua sudut bibirnya yang ditarik lebar. "Benarkah Tuan?" tanya Lisa.Wily mengangguk dan tersenyum." Tentu. Dan ingat jangan sampai telat," ucap Wily lagi."Tentu Tuan, saya tidak akan pernah mengecewakan Tuan." Lisa meraih tangan kanan Wily dan menundukkan kepalanya. Punggung tangan Wily ia letakkan ke dahinya, "terimakasih Tuan Muda, sungguh Tuan sangat baik."Wily mengelus rambut Lisa dengan pelan-pelan tanpa sepengetahuan Lisa. "Sudah lepaskan, sekarang pulanglah dan lekas beristirahat. Aku tidak ingin kau besok datang kemari dengan keadaan yang kurang sehat karena sungguh aku tidak menyukainya."Lisa segera berpamitan kepada Wily meninggalkan tempat tersebut. Senyumnya terus ia tunjukkan kepada Wily, sementara Wily yang dari tadi hanya menunjukkan senyum tipisnya yang cool."Sampai sekarangpun kamu belum mengenalku Lis," batin Wily sambil mengelengkan kepalanya.Flashback On
Matahari sudah terbit dari ufuk timur. Pagi yang sangat ditunggu-tunggu oleh Ken. Dimana dia akan segera menjalankan rencananya.Semua rencananya telah disusun bersama Zae, di sudah merencanakannya dengan matang-matang. Pikirnya lebih cepat lebih baik untuk menjemput Lisa, sebab ia ingin segera menjadikan Lisa sebagai istrinya. Nyonya Alyssa Wilson.Kekayaan Ken memang tidak dapat diragukan lagi, dia hampir menguasai seluruh perekonomian negeri ini. Bahkan hukum baginya sudah tidak berlaku lagi. Hukum hanya sebagai alat bagi pemegang kekuasaan untuk bertindak semena- mena.Pagi ini sesuai dengan perintah Ken, Zae dan Jony segera ke rumah Lisa sesuai dengan rencana Ken. Jony memegang kemudi, sementara Zae duduk di samping Jony dan Ken duduk di belakang sendirian. Di tambah lagi dua mobil pengawal lainya yang berjalan di depan dan belakang mobil yang di naiki Ken, luar biasa bukan?Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka masing-masing. Ken me
Di restaurant X.Hari ini adalah hari pertama Lisa bekerja. Wajahnya berseri penuh semangat. Begitupun dengan Wily yang sengaja datang pagi-pagi untuk menyambut kedatangan Lisa.Kau ini memang pandai sekali ya Wil, bisa – bisanya mencari perhatian kepada anak baru. Tidak kah kau ingat, setiap hari pasti berangkat ke restaurant agak siangan hohoho.Tak lupa Lisa menyempatkan dirinya untuk membalas sang penjaga yang kurang berkenan dari hatinya kemarin. "Selamat pagi Paman," tegur Lisa kepada sang penjaga dengan senyumnya licik, namun si penjaga hanya memutar malas kan matanya.Tak diambil hati, Lisa segera masuk ke dalam resto tersebut. Menemui Wily sang manager yang sedari tadi sudah menunggu. Ayolah Lisa percepat langkahmu, Wily sudah menatapmu dari monitor CCTV menyambut kedatangan kamu."Tok.. Tok... Tok..."Pintu ruangan Wily sudah terketuk. Wily merapikan kerah kemejanya serta merapikan jasnya. Tak lupa menyisir rambutnya dengan jari je
Hari cepat berlalu, kini malam sudah berganti dengan fajar. Langit dan sekeliling masih gelap, Lisa segera beranjak dari tempat tidurnya. Kasur lantai dengan selimut yang tipis.Kegiatannya masih sama seperti sebelumnya. Mengerjakan pekerjaan rumah kemudian memasak dan berangkat bekerja. Masalah kuliah? Dia melupakannya sejenak karena harus mencari uang yang banyak agar tidak dimaki-maki oleh Rosa."Ceklek..."Baru saja Lisa membuka pintu kamarnya. Dia sudah dihadang oleh Elga dan Rosa di depan pintu, mereka saling bersitatap dan sesekali tersenyum licik."Deg..."Saat itu juga jantung Lisa hampir lepas dari tempatnya. Tangan dan kakinya gemetar, bulir keringat dingin hampir keluar dari dahinya."Apa mereka akan memarahiku karena kemarin aku pergi pagi dan pulang malam namun tidak membawa uang sepeserpun," pikir Lisa.Tebakan kamu salah Lisa. Elga malah justru mengandeng Lisa sambil tersenyum. "Adikku Lisa kenapa masih pagi kau sudah
Setelah usai membujuk Lisa dengan seribu rayuan dan tangisan buayanya. Kini Rosa berhasil membawa Lisa ke hadapan Zae.Zae sudah duduk di sofa ruang tamu, ditemani oleh dua orang pengawal yang berdiri di belakangnya serta Elga. Meskipun ada Elga, ia enggan untuk berbicara. Baginya Elga hanyalah manusia bodoh yang tidak penting sama sekali.Sementara itu dua pengawal lainnya berdiri di depan rumah Lisa. Di depan rumah Lisa sudah berjajar tiga mobil. Salah satu mobil tersebut terisi pengawal Jony dan Ken dan sisanya terisi pengawal masing-masing dua orang di setiap mobil.Ken memang sengaja tidak ikut masuk karena ia memilih untuk memantau kondisi dari luar dengan alat penyadap yang sudah dipersiapkan oleh Zae dan Jony."Zae.." Tegur Lisa pada Zae yang duduk santai sambil menyilang kan kakinya."Rupanya kalian sudah saling mengenal?" Rosa menyambung tersenyum.Lisa mengangguk dan mendekati Zae. Ia menarik agak menjauh dari Rosa dan Elga. "Zae,
Setibanya di mansion. Zae masih tetap bersikap dingin kepada Lisa. Ia hanya berbicara seperlunya saja. Misalnya seperti menyuruh Lisa turun dari mobil. "Turunlah! Tuan Muda sudah menunggumu." Seperti itulah kata yang terucap dari mulut Zae, bahkan ia tak melirik Lisa sedikit pun.Sementara Ken sudah berada di dalam mansion karena sengaja mendahului mobil Zae. Dia sudah bersiap dengan tuxedo hitamnya. Sorot mata hitamnya juga mencerminkan kebahagiaan.Lisa sudah turun bersama Ken, disambut beberapa pelayan yang sudah siap mengantarkan Lisa ke kamarnya. Lisa hanya menurut saja, belum tahu apa rencana yang akan diperbuat oleh Zae.Tahunya Lisa semua rencana Zae karena hanya Zae yang Lisa kenali. Sementara Ken, dia belum mengenalnya. Hanya pernah bertemu dua kali melalui tabrakan bibir.Salah seorang pelayan wanita paruh baya mengantarkan Lisa ke kamar tamu. Dia segera membukakan pintu kamar Lisa. "Silahkan Nona Lisa," pelayan tersebut tersenyum pada Li
Menginap semalaman dan menghabiskan malam-malam indah dengan bercinta ternyata tak membuat Zae puas. Rasa rindu itu masih menyelimuti dirinya, mengingat beberapa bulan Zae tak bertemu dengan kekasihnya.Siang ini Juwita dan Zae pergi ke sebuah pusat perbelanjaan di ibu kota. Dengan senang hati Zae menemani Juwita untuk pergi berbelanja, melewatkan pekerjaannya di perusahaan yang sebenarnya menumpuk.Mereka bergandengan layaknya pasangan kekasih. Hehe, tapi memang benar sih mereka adalah pasangan kekasih. Mengacuhkan setiap perkataan orang yang mencibir hubungan mereka. Itu adalah sesuatu yang wajar, nitizen julid selalu akan menghujat kebaikan dan semakin menghujat keburukan.Juwita mengenakan pakaian casual, leging hitam, kaos berwarna nude pink dengan dipadukan rompi hitam dan rambut yang diikaf ke atas. Sementara Zae masih setia dengan pakaian formalnya, kemeja berwarna navy dan celana hitam. Mereka nampak serasi meskipun usia yang terpaut jauh, perempuan
Elga terkekeh. "Ah kau ini. Nampaknya belum tahu ya jika pagi ini aku mendapatkan undangan spesial dari adik ipar." Lisa mempertajam tatapannya. Elga mengangguk antusias. "Ya, undangan sarapan pagi bersama kalian." Elga melirik Ken. "Artinya aku orang terpenting di mansion ini bukan?" Seringai itu terbit di bibir Elga.Lisa menatap tajam ke arah suaminya, melipat kedua tangannya di atas perut. Bibirnya semakin mengerucut, membuatnya menggemaskan.Tingkah Lisa membuat Ken tak berkedip sedikitpun. "Ah, menggemaskan." Pikir Ken. Bisa-bisa disaat seperti ini menganggap Lisa menggemaskan. Dasar kau, Ken.Merasa kesal diacuhkan, Lisa mencubit lengan Ken dengan keras. Hingga Ken terpekik kesakitan. "Aw," keluhnya. Ken mengusap bekas cubitan dari Lisa yang mungkin sudah memerah.Ken membawa Lisa ke dalam dekapannya. Membisikkan sesuatu yang membuat Lisa tersenyum.Adegan mesra itu terlalu membuat Elga memanas. Ia meleraikan pelukan sepasang suami istri tersebut
Keesokan harinya. Nampak Ken sudah bangun pagi sekali dari tidur panjangnya. Ia segera turun ke lantai dasar untuk menemui para koki.Masih mengenakan bathrobenya, dengan langkah yang angkuh namun berwibawa. Ken mendekati dapur, mengagetkan para koki dan maid yang sedang asyik dengan pekerjaan mereka.Mereka seketika langsung menunduk memberi rasa hormat, meski kaki mereka gemetar namun masih tetap beediri dengan tegak. Aura dingin mencengkram memenuhi dapur tersebut.Ini adalah kali petamanya Ken menginjakkan kakinya, apalagi wajahnya datar dan tatapannya masih saja tajam. Dan ini masih sangat pagi sekali, masih pukul setengah enam. Wajar saja semua pekerjannya bergetar ketakutan.Paman Li yang mengetahui situasi ini segera mendekati Ken, tak mau kondisi pagi ini menjadi semrawut. "Selamat pagi Tuan," sapa paman Li sambil tersenyum. "Maaf Tuan, kenapa merepotkan diri datang ke dapur. Tempat ini sangat kotor, kenapa tidak memanggil saya saja.""Ck!" Ken
Harap bijak memilih bacaan, konten ini mengandung adegan dewasa. Bagi yang dewasa dan berpuasa, harap membaca setelah berbuka atau sebelum sahur. Terima kasih ;)"Antarkan mama pulang dan tanyakan apa yang sebenarnya terjadi!" Titah Ken pada Zae.Ken segera berlalu dari ruangan tersebut, lagi pula ia juga sudah mendengarkan sendiri bahwa Lisa baik-baik saja. Ia segera menuruni anak tangga melihat situasi dan kondisi di bawah sana. Baginya membiarkan Juwita berkeliaran sebentar saja sudah membuatnya was-was. Apalagi tadi ia menghabiskan beberapa menitnya menyaksikan Lisa baik-baik saja.Suara riuh dan gerumulan para maid membuat jantungnya berdesir begitu kencang. Zae mengedarkan pandangannya mencari sosok Juwita. Ia mempercepet langkah kakinya setelah mendapati Juwita sedang marah-marah pada Elga. Bukan karena ia khawatir pada Elga, melainkan karena ia khawatir pada Juwita.Juwita berdiri berkacak pinggang di hadapan Elga yang tersungkur di lantai, entah apa
Juwita menghentikan langkahnya, mendengar sapaan tersebut. Ia menatap Elga dari ujung kaki hingga ujung rambut. Berasa asing dengan maid yang satu itu. Sementara itu Elga besar kepala, ia menunduk tersipu. Menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga. Ia pikir Juwita terkesima karena kecantikannya.Juwita tesenyum masam. Sudah hafal dengan gelagat iblis betina itu sepertinya. "Apa kau baru disini?" Tanya Juwita dengan suara yang dingin.Elga masih belum menyerah menghadapi Juwita, orang yang ia klaim sebagai calon mertuannya tersebut. "Iya Nyonya," balasnya dengan suara anggun yang dibuat-buat.Juwita mengangkat dagu Elga agar menatapnya, ia tersenyum miring melihat Elga yang bersemu. "Memangnya kau pikir aku ku apakan," ucapnya mengejek.Rona wajah Elga memudar seketika. Raut wajahnya sudah masam, tapi dia tetap bersikap tenang agar tidak berbuat masalah pada Juwita yang telah ia klaim sebagai calon mertuanya tersebut.Kini Elga mengeluarkan jurus pa
Iblis betina. Julukan yang sangat pantas untuk Rosa. Wanita penggoda dan perebut lelaki orang, selain itu ia juga sangat kejam pada anak tirinya."Tapi kau tenang saja sayang, kau akan sangat aman jika bersama dengan Ken."Lisa terdiam sejenak, mengingat kejadian tempo dulu. "Ya mama bisa katakan itu. Coba saja kalau tahu pernikahan ini dulunya bermula karena apa. Apa mama masih ingin mengatakan jika aku akan aman di dalam mansion ini?" Pikir Lisa.Juwita menautkan kedua ujung alisnya, ia merasa heran dengan diamnya Lisa. "Kenapa kau diam saja sayang? Apa anak nakal itu berbuat kasar padamu? Katakan saja, jangan takut. Karena mama yang akan maju untuk memotong burungnya."Lisa terkekeh. "Ya benar ma, burungnya sangat nakal tidak mau berhenti bermain di sarang." Balas Lisa, namun dalam hati. Mana mungkin ia berani mengatakannya langsung. Sama saja urat malunya telah putus jika mengatakan hal tersebut secara langsung."Dia sama sekali tidak berbuat macam-
Lisa mengerutkan dahinya samar, meski tidak tahu kenapa Juwita menanyakan itu berulang. Meski ragu, Lisa tetap menjawabnya."Alyssa Caroline," jawab Lisa masih tenang.Tatapan dan aura dingin yang mencengkramkan kini melemah. Juwita menatap Lisa sendu, berjalan mendekati Lisa. Juwita memeluk Lisa, diikuti dengan buliran air mata yang membasahi wajahnya."Nyonya," Lirih Lisa. Bukannya menjawab, Juwita semakin erat mendekap Lisa dan semakin terisak. Lisa bingung atas apa yang terjadi pada ibu mertuanya tersebut."Caroline," Juwita terisak dalam pelukan Lisa. Lisa masih melongo mendapat perlakuan tersebut, terlebih Juwita menangis sendu. Lisa mengusap punggung ibu mertuanya tersebut, setidaknya untuk menenangkan.Lisa dengan lembut menenangkan Juwita, sampai suara isa itu melirih. Juwita melepaskan pelukannya dan meraih wajah Lisa. "Benar kau memang anaknya Caroline," ucap Juwita.Lisa terdiam, menatap kedua bola mata Juwita penuh
"Kau tidak perlu khawatir, mama tidak akan pernah marah." Mengusap rambut Lisa lembut untuk meyakinkan. "Aku akan menjelaskan semuanya pada mama. Tetaplah di sini sampai aku kembali. Jangan keluar dari kamar sebelum aku menyuruhmu." Titah Ken.Lisa mengangguk, Ken mengecup pucuk kepala Lisa dan berlalu dari ruangan tersebut. Ken mendapat kabar dari Zae bahwa Juwita sudah hampir tiba di mansion.Sementara itu, Lisa berjalan mondar mandir di kamar. Rasa takut, cemas, khawatir dan gugup bercampur menjadi satu. Ini adalah kali pertamanya Lisa akan menemui ibu mertuanya.Tidak tahu bagaimana cara menyapanya dan tidak tahu pula apa yang akan ia bicarakan pada Juwita. Ketakutan terbesar dalam hidupnya adalah, takut bila Juwita tidak suka pada dirinya dan tak merestui pernikahan mereka. Sementara benih-benih cinta sudah mulai tumbuh di hati Lisa.Lisa berjalan menuju walk in closet miliknya, mencari pakaian yang ia anggap pantas dan sopan untuk bertemu dengan Juwita.
"Kenapa tidak memberitahuku dulu?" Tanya Ken dalam panggilan ponselnya kesal. Namun panggilan tersebut segera terputus.Ken kesal karena tidak penelpon mematikankannya sepihak. "Sial! Sial! Sial!" Tetap saja, Ken tetap mengumpat kesal.Brak!Pintu ruangan kerja pribadi Ken yang ada di mansion terbuka, siapa lagi kalau bukan Zae yang masuk tanpa permisi.Prangggg!Ken melempar gawainya mengenai diding di samping Zae berdiri. Jantunh Zae terpacu dengan cepat, seperti hendak lepas dari tempatnya. Karena jika saja dia tadi bergesar seinci saja pasti ponsel itu akan mengenai kepalanya.Ken memang sengaja melempar ponselnya tepat di samping Zae karena kesal. Lemparan yang mematikan tersebut membuat Zae bergidik ngeri, ditambah lagi dengan aura Ken yang mengerikan. Sikap dewasanya yang suka berkata bijak hilang seketika, berganti menjadi tunduk ketakutan. Paham betul jika Ken sedang marah."Kau kenapa Ken?" Tanya Zae basa-basi. Sebenarnya dia juga