Hari cepat berlalu, kini malam sudah berganti dengan fajar. Langit dan sekeliling masih gelap, Lisa segera beranjak dari tempat tidurnya. Kasur lantai dengan selimut yang tipis.
Kegiatannya masih sama seperti sebelumnya. Mengerjakan pekerjaan rumah kemudian memasak dan berangkat bekerja. Masalah kuliah? Dia melupakannya sejenak karena harus mencari uang yang banyak agar tidak dimaki-maki oleh Rosa.
"Ceklek..."
Baru saja Lisa membuka pintu kamarnya. Dia sudah dihadang oleh Elga dan Rosa di depan pintu, mereka saling bersitatap dan sesekali tersenyum licik.
"Deg..."
Saat itu juga jantung Lisa hampir lepas dari tempatnya. Tangan dan kakinya gemetar, bulir keringat dingin hampir keluar dari dahinya.
"Apa mereka akan memarahiku karena kemarin aku pergi pagi dan pulang malam namun tidak membawa uang sepeserpun," pikir Lisa.
Tebakan kamu salah Lisa. Elga malah justru mengandeng Lisa sambil tersenyum. "Adikku Lisa kenapa masih pagi kau sudah
Setelah usai membujuk Lisa dengan seribu rayuan dan tangisan buayanya. Kini Rosa berhasil membawa Lisa ke hadapan Zae.Zae sudah duduk di sofa ruang tamu, ditemani oleh dua orang pengawal yang berdiri di belakangnya serta Elga. Meskipun ada Elga, ia enggan untuk berbicara. Baginya Elga hanyalah manusia bodoh yang tidak penting sama sekali.Sementara itu dua pengawal lainnya berdiri di depan rumah Lisa. Di depan rumah Lisa sudah berjajar tiga mobil. Salah satu mobil tersebut terisi pengawal Jony dan Ken dan sisanya terisi pengawal masing-masing dua orang di setiap mobil.Ken memang sengaja tidak ikut masuk karena ia memilih untuk memantau kondisi dari luar dengan alat penyadap yang sudah dipersiapkan oleh Zae dan Jony."Zae.." Tegur Lisa pada Zae yang duduk santai sambil menyilang kan kakinya."Rupanya kalian sudah saling mengenal?" Rosa menyambung tersenyum.Lisa mengangguk dan mendekati Zae. Ia menarik agak menjauh dari Rosa dan Elga. "Zae,
Setibanya di mansion. Zae masih tetap bersikap dingin kepada Lisa. Ia hanya berbicara seperlunya saja. Misalnya seperti menyuruh Lisa turun dari mobil. "Turunlah! Tuan Muda sudah menunggumu." Seperti itulah kata yang terucap dari mulut Zae, bahkan ia tak melirik Lisa sedikit pun.Sementara Ken sudah berada di dalam mansion karena sengaja mendahului mobil Zae. Dia sudah bersiap dengan tuxedo hitamnya. Sorot mata hitamnya juga mencerminkan kebahagiaan.Lisa sudah turun bersama Ken, disambut beberapa pelayan yang sudah siap mengantarkan Lisa ke kamarnya. Lisa hanya menurut saja, belum tahu apa rencana yang akan diperbuat oleh Zae.Tahunya Lisa semua rencana Zae karena hanya Zae yang Lisa kenali. Sementara Ken, dia belum mengenalnya. Hanya pernah bertemu dua kali melalui tabrakan bibir.Salah seorang pelayan wanita paruh baya mengantarkan Lisa ke kamar tamu. Dia segera membukakan pintu kamar Lisa. "Silahkan Nona Lisa," pelayan tersebut tersenyum pada Li
Gaun putih panjang sederhana dengan riasan wajah yang tipis dan rambut bebas terurai sungguh membuat Lisa sangat cantik. Meskipun gaun yang ia gunakan tersebut hanya gaun jadul, gaun yang digunakan oleh ibunya sewaktu menikah dengan ayahnya dulu.Ken benar-benar menyukai Lisa, makanya dia sengaja memberikan gaun tersebut agar dipakai Lisa. Sesuai dengan permintaan dari almarhum ayahnya dulu.Ken sudah rapih bersama dengan penghulu di ruang tengah. Di sana juga sudah ada pengawal Jony, Zae dan para pelayan serta beberapa pengawal lainnya menyaksikan ijab qabul. Suasana tampak hening karena Ken tidak suka ada keributan atau saling bergosip mengenai dirinya dan keluarga. Karena kalau sampai ketahuan pasti kepala pelayan tidak akan segan-segan memberi hukuman pada para anak buahnya.Ken sudah duduk di meja yang sudah disiapkan untuk ijab qabul bersama dengan penghulu. Beberapa saksi juga sudah duduk di dekat mereka namun dengan bangku yang berbeda. Ha
Lisa sudah duduk berdampingan dengan Ken. Penghulu juga sudah berjabat tangan dengan Ken. Dengan fasih dan lantang Ken mengucapkan ijab qabulnya.Semua berjalan dengan lancar, meskipun Lisa berulang kali menyeka air matanya. Hening, tak ada satupun yang berani membuka mulutnya.Para pelayan tidak ada yang mengangkat atau memandang Ken maupun Lisa melebihi lima detik. Hukuman Zae akan menanti jika mereka bersikap kurang ajar terhadap keluarga Wilson.Sekarang giliran penyematan cincin kedua mempelai. Lisa mencium punggung tangan laki-laki yang sudah menjadi suami sahnya tersebut dan Ken mencium kening Lisa dengan senyuman kebahagiaan.Bibir Ken mendekat ke telinga kanan Lisa. "Apa kau senang sayang?" tanya Ken."Biadab kau rentenir gila," umpat Lisa lirih pada Ken.Ken terkekeh karena ucapan Lisa barusan. Dia mencubit pipi Lisa lirih, "oh ya?" bisik Ken. "Tapi aku malah justru gemas kau menyebutku sebagai rentenir."Ken segera bangun d
Ken pergi ke ruangan kerjanya yang berada di lantai dua. Di dalam ruangan tersebut kedap sengaja dibuat kedap suara. Ia membanting guci – guci dan melemparkan semua buku – buku yang tersusun rapih di rak. Tak satu pun yang mendengar murkanya.Mengacak – acak rambutnya kesal. "Dasar kau wanita tidak tahu di untung Lisa !!" Teriaknya kesal. "Aku akan memberimu pelajaran karena telah berani menolaku. Tak satu pun di dunia ini yang boleh menolakku !!"Frustasi. Ya dia benar – benar gila karena sikap yang diberikan oleh Lisa. Menarik kursinya dan duduk menghadap jendela. Menyalakan sebatang rokok dan perlahan menghisapnya. Amarah Ken belum juga mereda.Teriknya matahari tak membuatnya bergeming. Dia tetap berjaga, menatap pemdangan halaman depan rumah sambil menatap para pelayan dan penjaga rumah yang sedang bekerja. Sesekali ada yang menunjukkan tawa kebahagiaannya, namun Ken masih berwajah datar dengan sebatang rokoknya."Ceklek.."Pintu ruangan terse
Zae masih belum beranjak dari tempat duduknya. Dia menatap laptop yang ada di meja kerja milik Ken. Langkah kakinya berat untuk membuat surat perjanjian seperti apa yang dimintai oleh Ken."Apa aku harus membuat kontrak untuk menyiksa Lisa ??" tanyanya.Ia menyerah. Menyadarkan kepalanya ke sofa. Tiba – tiba suatu ide cemerlang lewat di otaknya. Zae segera menangkapnya. "Aku akan melakukannya, semoga saja dengan kontrak ini Lisa bisa merubah Ken." Gumamnya.Tak lama setelah ide itu masuk. Ponselnya dalam saku bergetar. Banyak pesan singkat dari Ken. Memberitahu apa secara singkat apa yang harus di tuliskan dalam kontrak.Mendengus kesal ? Tentu. Otaknya hampir meledak mengurusi Ken yang lebih dari tua darinya itu. Tapi bagaimana pun juga, ia punya tanggung jawab dan tuga besar untuk merubah, mendidik dan menjaga Ken.Hampir satu jam Zae bergelut dengan laptop sambil beberapa kali Zae mengirimkan hasilnya dengan Ken namun selalu saja di tolak.
Ken memang tidak dikenali karena keadaannya yang mabuk serta rambut dan pakaian yang berantakan. Di tambah lagi dengan wajah yang memar karena pukulan laki – laki yang membela gadis tadi. Memang laki – laki tadi langsung memukul Ken tanpa melihat dulu siapa yang menjatuhkan adiknya."Gleg..."Dengan susah payah ia menelan salivanya. Semua orang yang berada di club tersebut tertunduk takut, tak terkecuali orang yang pertama kali memukul, gadis penggoda dan pemilik club tersebut.Ken dengan segera menghempaskan dua orang laki – laki yang memegang kedua tangannya. "Sudah ku katakana tadi. Kalian memang sudah bosan hidup."Pemilik club berlari mendekati Ken. "Tuan Ken," tegur pemilik club tersebut. Kemudian beralih pada Zae, "Sekertaris Zae." Wajahnya menunduk pucat. "Maafkan atas keteledoran kami."Zae yang memapah Ken hanya diam. Dia menunggu jawaban dari Ken. "Segera urus penutupan club ini dan dia.." Ken menujuk gadis yang menggodanya. "Dia.. Dia..
Matahari belum menampakkan diri, Ken sudah bangun dari tidurnya. Tangannya memeluk paha Lisa yang tertidur bersandar tempat tidur. Senyum smirk menghiasi kedua sudut bibirnya.Mengusap pipi kiri Lisa dengan punggung tangannya. "Kau adalah perempuan sombong yang berani menolakku. Aku aku membalas semua perbuatan mu." Lisa masih lelap dalam tidurnya.Bibir Ken mendekati telinga milik Lisa dan tak segan menggigitnya pelan. "Aku tidak akan melepaskan apa yang sudah menjadi milikku." Bisikan tersebut tidak membuat Lisa terbangun, nafasnya masih teratur dengan dengkuran halus.Ken segera beranjak dari tempat tidurnya, keluar menuju ruang kerjanya yang berada di lantai dua. Wajahnya nampak berbinar dan tubuhnya sudah pulih kembali setelah semalam banyak memar dalam wajahnya.Sementara itu tak lama setelah Ken bangun, Lisa juga segera sadar dari alam mimpinya. Meregangkan ototnya dan mengucek kedua kelopak matanya.Setelah membuka mata dengan sempurna, ked