Cindaku itu siap menghimpit tubuh Sanggapati menggunakan telapak tangannya, sama hal seperti orang yang hendak menepuk serangga. Pemuda itu sontak membulatkan mata, mendadak persendiannya seakan kaku dan terhenti. Sanggapati sempat-sempatnya tertegun saat riwayatnya hendak dihabisi si monster.
Saat tangan itu melayang hendak menghimpit Sanggapati, mendadak pecut rumput gajah melingkar di sekitar lengan si monster. Serangan itu mendadak terhenti.
Kai ternyata lebih gesit, dia cepat mencari rumput gajah untuk dialiri energi. Seketika rumput itu mampu berfungsi sebagai tali. Mengikat kuat-kuat agar gerakan tangan makhluk itu terhenti.
"Sangga!" Askara muncul dengan kening bercucuran darah, dengan napas terengah-engah dia mendapati kedua temannya itu dalam kondisi terdesak. Apalagi Kai yang menahan lengan cindaku menggunakan rumput gajah dengan sekuat tenaga. Pemuda itu juga masih terluka, terlihat mati-matian menahan
Kemampuan Kai menjadikan rumput gajah sebagai pecut bisa dibaca ulang di bab. 93 (Pecut Rumput). Sedangkan pembahasan Kemampuan Kai melihat debu jiwa adiwira ada di bab 102. (Debu Jiwa) Jangan lupa ikuti terus perjalanan mereka, cerita ini masih belum masuk ke tengah-tengah konflik utama :)
Waktu seakan menunjukkan dini hari, suasana sekitaran terasa dingin bahkan terlihat berembun. Askara, Sanggapati, dan Kai memulihkan diri beberapa saat. Melakukan penghambatan energi sesuai arahan Kai.Askara adalah orang yang paling lama pulih. Pemuda itu juga mandi akan keringat karena hawa panas yang bergejolak dalam tubuhnya. Bukan karena apa, keturunan Aditya sepertinya memiliki teknik khusus yang berlawanan dengan teknik dasar pendekar adiwira.Bahkan Sanggapati juga sempat mengira Askara demam setelah pertarungan."Tidak apa-apa, jangan khawatir," ucapnya sambil menyengir lebar."Hilih, siapa yang khawatir denganmu? Aku hanya kaget kenapa suhu tubuhmu bisa sepanas itu? Padahal kan kau sedang pemulihan," sangkal Sanggapati."I-itu ... Uhm, yah mungkin itu refleks tubuhku. Dulu juga aku pernah seperti ini saat berlatih di padepokan," jawabnya.Sanggapati mengangguk. Tentu saja dia ingat saat Askara pingsan karena terlalu lam
Melupakan kejadian sebelumnya. Askara, Kai dan Sanggapati beristirahat di bawah pohon Kiara payung yang rindang. Mengembalikan tenaga seraya memikirkan asal-usul dari cindaku.Apalagi cindaku yang mereka lawan sebelumnya mengalami perubahan yang cukup drastis. Badannya yang semula kekar, mendadak menciut dan mengecil.Apa mungkin mereka berasal dari manusia?Bisa jadi. Karena perawakan monster itu sendiri terlihat seperti manusia setengah harimau.Hal itu menjadi percik rasa keingintahuan Sanggapati, pada akhirnya pemuda itu berakhir membuka perbincangan."Hei, kalian menyadarinya? Cindaku tadi memiliki postur mirip wanita. Kai, cobalah kau analisis itu. Kau kan pintar," pinta Sanggapati.Kai masih terdiam. Tanpa disuruh pun dia sudah memikirkannya lebih dulu. "Sepertinya benar. Mereka berasal dari manusia.""Apa mungkin, mereka sejenis manusia kanibal?" sela Sanggapati."Sudah jelas cindaku itu manusia harimau,
"Kan ... Benar apa yang kupikirkan. Ternyata tubuh kalian memiliki penjaga khusus. Aku pintar menyimpulkan juga ternyata ha ha ...." Sanggapati tertawa sambil menjentikkan jari jemarinya."Tunggu, kau bilang tadi fase energi tumpang tindih? Jadi saat itu juga aku tidak sadar bertarung?" tanya Kai."Yup, benar. Kau langsung agresif. Marah dan menyerang cindaku kemudian menginjak-injak kepalanya sampai tersungkur ke dalam tanah. Itu juga yang menyebabkan kakimu terluka," tujuk Sanggapati pada balutan kain di telapak kaki Kai."Kalau begitu aku ingat," sela Kai lagi. "Energi tumpang tindih sempat aku rasakan saat melawan Askara. Auranya langsung berubah. Saat itu dia marah padaku karena aku menyebutnya putra penghianat.""Nah, saat itu juga tubuh Aska diambil alih. Entah apa itu, mungkin si pengendali itu tidak menerima jika Askara disebut anak penghianat," lanjut Sanggapati."Yah, sebenarnya hari itu aku benar-benar marah. Padahal aku tida
Fajar mulai memunculkan sinarnya. Suasana bukit pasir nagog mulai terang karena memasuki pagi. Askara, Kai dan Sanggapati masih belum beranjak dari tempat. Diam memerhatikan bangkai cindaku tanpa kepala yang tergeletak di depan mereka.Melihat tubuh ramping tanpa kelamin, berbadan manusia namun rupa harimau, semakin membuat mereka yakin jika cindaku itu berawal dari manusia.Mungkin asumsi terdekat yang mereka percaya adalah pendapat Kai. Dia mengatakan jika kemungkinan besar cindaku adalah manusia yang dikutuk menjadi monster harimau."Kita harus menyelidiki ini," usul Askara yang penasaran. Semakin terang hutan, semakin jelas pula wujud cindaku yang mereka bunuh semalam."Ah, benar-benar tubuh wanita. Lekukan pinggang dan paha yang jenjang. Bahkan aku baru sadar jika benjolan di dadanya itu payudara," tunjuk Sanggapati."Kukira awalnya itu otot," lanjut Askara."Aneh, cindaku pemangsa tidak seperti ini. Tubuhnya tidak berubah s
Sepuh Dwara dan Sepuh Baduga diketahui menyusul Askara, Kai dan Sanggapati. Ketiga adiwira pemula yang mereka kirim ke bukit pasir nagog. Kedua pria dewasa itu takjub saat mendapati bangkai cindaku siluman tergeletak di dekat mereka. Tandanya, generasi pendekar adiwira mulai berkembang.Ada harapan untuk memusnahkan cindaku."Wah, cindaku siluman ... Jujur aku terkesan dengan ini. Apa kalian bekerja sama mengalahkannya?" sanjung Baduga."Tentu saja, Sepuh. Kami hampir mati saat melawannya," balas Sanggapati mendramatiskan suasana.Baduga terkekeh, kemudian menghadap pada Dwara yang diam termenung seraya menilik-nilik bangkai si monster. "Apa yang sebenarnya kau pikirkan, sobat?"Helaan napas berat terdengar dari mulut Dwara. Pria itu jongkok, lantas mengusap-usap area punggung bangkai cindaku itu. Meski banyak darah, Dwara tak jijik sama sekali saat menyentuhnya."Tenanglah di alam sana, semoga pencipta mengampunimu," bisiknya la
Hari berlalu setelah turun dari bukit pasir nagog. Sampailah di suatu malam Sepuh Dwara dan Baduga merayakan kelulusan ketiga bakal calon adiwira. Mereka berlima menggelar makan malam bersama di tengah-tengah padepokan yang terbilang cukup luas itu.Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Askara, Kai dan Sanggapati kembali menemukan hidangan yang sangat istimewa. Beberapa potong daging rusa masak berukuran besar, ditambah seonggok ayam bakar yang dikelilingi berbagai macamn lalap. Cukup menggugah selera mereka. Dua hidangan daging sekaligus, Askara masih menganggapnya sebagai kebiasaan keluarga kaya. Dia cukup termangu melihat semuanya. Bukan hanya dia, respon Sanggapati dan Kai juga sama.Beragam buah-buahan pun banyak tersedia. Mulai dari murbei, pisang, langsat, dan gandaria juga terkumpul dalam satu besek yang sama. Warna-warna yang cerah menggoda, seakan melambai pada mereka untuk segera dimakan.Tak lupa, di pinggir mereka tersedia stok
Beberapa hari usai perayaan makan malam, Askara, Kai, dan Sanggapati berkumpul di depan gerbang padepokan. Ketiganya siap berangkat menuju pegunungan Cimungkal.Anak-anak yang semula dididik para Sepuh, kini telah berubah menjadi sosok pemuda tangguh yang mandiri. Dipaksa keadaan supaya belajar apa arti bertahan hidup. Membuat mereka tumbuh menjadi bakal pendekar muda yang berani.Hal itu tentu membuat para Sepuh sedikit tak tega melepaskannya.Para sepuh sangat tahu jika dunia luar itu sangatlah kejam.Karena itulah, Dwara dan Baduga menyempatkan diri untuk memeluk murid-muridnya.Pria yang satu ini terkadang bersikap lembut, dia juga terlihat mengusap kecil kepala murid-muridnya itu. "Aku percaya dengan kemampuan kalian," tuturnya.Lantas tangan Dwara perlahan mulai merangkul bahu Askara dan Kai, lalu menarik keduanya ke dalam dekapannya. "Tetaplah hidup," bisiknya lagi.Bisikan itu seakan memiliki sima terdiri. Baik Kai maupun Aska
Pesan untuk kalian, para manusia istimewa 500 tahun yang akan datang ....Hari ini, sejarah kelam dunia telah di mulai. Sekumpulan monster bertaring dan bercakar yang memiliki beragam bentuk, mulai memasuki dataran Jawadwipa paling barat. Kami menyebutnya Pasundan. Mereka kelaparan dan butuh asupan makanan berupa daging manusia.Jumlah mereka banyak, menyerbu daratan pasundan dengan ganas dan sangat brutal. Menyerang dan menginjak-injak bumi manusia. Menyantap daging mangsanya, menjadikan tulang mereka sebagai senjata, dan mengumpulkan organ lunak sebagai alat persembahan.lebih dari tujuh ratus ribu manusia tewas akibat serangan brutal mereka di hari pertama. Hal itu terus berlanjut sampai beberapa hari ke depan, hingga korban yang jatuh berkisar tembus satu juta jiwa.Bahkan lebih.Seperempat tanah Jawadwipa diluluhlantakkan oleh segerombolan monster dengan rupa harimau. Namun postur mereka manusia, sehingga mampu berdiri dan memanjat.Man