Mengenai rahasia Kenn, Hendra dan Gita, semua ada ceritanya sendiri yang berjudul FREL. Kalian bisa ke sana untuk mampir baca, dijamin akan lebih seru. Juga pernyataan cinta Frel yang lucu dan menggemaskan ke Kevan, semua dikupas habis di cerita yang berjudul FREL.
"Sepadaaaa, gue datang. Dara si cantik jelita nan manis dataaang...," seru Dara sambil membuka pintu utama. "Gue tamu, nih. Haloooo, sepadaaa. Halo, Kak Ari? Ditooo?"Ia celingukan mencari keberadaan orang di dalam, namun sepi yang ia dapati. Dara memberengut dengan bibir manyun dan mengernyit heran."Kok rumah sebesar ini nggak ada orang sama sekali? Aneh banget. Minimal harusnya ada pembantu, dong." Dara berdiri di ambang pintu sambil berbicara sendiri.Kakinya melangkah perlahan semakin dalam. Tapi tiba-tiba....Plug!"Auw!" Tangan Dara terangkat mengambil sesuatu yang mendarat di jidatnya. "Apaan, nih?" Ia membau sesuatu cairan lengket.Hidungnya mengendus-endus.Bau amis dan...."Hueeek!" Dara mual di tempat. "Siapa yang ngerjain gue?! Keluar nggak?! Gue tau lo pasti ada di sini!" pekik Dara tak sabar.Ia lekas membuang pecahan telur yang mengenai jidatnya itu ke lantai.Pandangannya mengedar ke segala penjuru ruangan. Pikirannya bergentayangan, menerka-nerka siapa dalang dari se
Netra Inez masih terlihat sembab hingga hari ini. Sedari kemarin ia hanya menangis dan menaruh kebencian kepada mamanya. Meski ia tak sepatutnya membenci mama sendiri, tetapi kali ini beliau udah kelewatan.Semua sisa uang gaji bulan ini yang ia simpan di lemari telah raib, bukan hanya itu bahkan kalung berlian peninggalan papa satu-satunya telah hilang. Ia yakin semuanya ulah sang mama. Nggak ada yang tahu perhiasan itu ia simpan kecuali beliau.Bertahun-tahun ia sengaja menjaga perhiasan dari papanya itu sebagai kenangan. Bahkan ketika ia dalam kondisi perekonomian tersulit pun ia tetap tak tega jika harus menggadaikan peninggalan papanya itu. Ia takut nggak bisa menebus dan kehilangan satu-satunya kenangan sang papa yang tertinggal.Tapi kali ini ia tak habis pikir, sampai hati sang mama mengambil benda berharga itu darinya.Dan entah di mana mamanya sekarang, hingga kini beliau belum pulang dari semalam. Apa ia lupa masih punya anak? Oh, enggak perlu ingat dirinya, paling tidak an
"Pinjam dong, Nez. Ngebon di toko kek, atau pinjam uang di tempat kerjamu kan bisa," sahut sang mama setelah mendengar kata gaya hedonisnya disebut-sebut oleh putrinya.Ya, Tuhan ... jika tidak ingat beliau adalah ibu kandung, rasanya sekarang juga ia ingin melarikan diri dari rumah dan melepas tanggung jawabnya sebagai anak."Inez malu, Ma, kalo harus berhutang segala. Selama ini aku selalu berhemat memenuhi kebutuhan di keluarga kita untuk menghindari yang namanya hutang. Terkadang aku sampai rela makan cuma sekali, asal kalian bisa makan tiga atau empat kali sehari. Semua udah Inez lakukan agar kalian nggak kekurangan, agar kalian berdua bisa makan dan aku nggak harus berhutang sana-sini. Tapi sekarang mama malah menyarankan untuk berhutang? Apa, sih, maksud mama?""Ya, maksud mama kalau nggak ada uang mau gimana lagi? Ya berhutang jalan keluarnya.""Ma, cukup! Inez nggak tau lagi harus ngomong apa. Mama selalu—""Assalamualaikum."Ucapan salam dari luar rumah memotong perselisihan
Melihat Inez udah cukup tenang dan berhenti menangis, Rian berinisiatif membuka dompet kulitnya. Ia mengambil uang berwarna merah dengan jumlah dua puluh lembar, lalu memberikannya ke perempuan di depannya. Inez sangat terkejut. "Ini apa, Yan?" tanya Inez dengan dahi berkerut bingung. "Buat lo, Nez." Dahi Inez makin berkerut dalam, bahkan alisnya pun hampir ikut bertaut. "Maksudnya?" "Jangan salah paham dulu, Nez." Rian gelagapan. Ia mencoba mencari kata-kata yang tepat agar tidak menyinggung perasaannya. "Begini ... gue tadi bilang kan sempat denger kalian bertengkar, dan gue tau lo nggak ada uang sekarang." "Ya, terus maksudnya apa, Yan?" Mendengar suara Inez agak meninggi, Rian sadar ia telah salah bicara. Ia mengumpat dalam hati dan memutar otak untuk memperbaiki ucapannya. "Gue nggak bermaksud apa-apa. Gue cuma mau bantu lo, gue nggak mau lo kesusahan, gue maunya kita hadapi semua masalah bersama." Rian melipat kedua bibirnya ke dalam dengan gugup. "Gini, Nez, Gue sekarang
Pintu kaca transparan pada sebuah toko emas dibuka oleh datangnya Rian dan Inez. Pandangan mereka mengarah ke banyaknya pengunjung yang mengelilingi etalase berbentuk memanjang.Terdengar seorang bapak setengah baya tengah mempromosikan perhiasan di tangannya kepada salah satu pembeli."Ini barang baru dan dijamin nggak akan nyesel Anda membeli kalung liontin berlian ini."Mendengar kata kalung berlian, Inez dan Rian saling pandang, kemudian mereka maju mendekat."Oh, ya? Coba saya lihat dulu."Perhiasan itu berpindah kepada wanita yang dari cara berpakaian dan riasannya nampak glamor dan dari keluarga terhormat."Berapa harganya?""Nggak mahal hanya 25 juta."Seketika Inez melotot mendengar harga yang disebutkan naik dua kali lipat dari uang yang ibunya terima. Mengetahui perubahan ekspresi cewek di sebelahnya Rian tahu kalung itulah yang udah dijual mamanya ke toko emas ini. Tidak salah lagi pasti perhiasan itu adalah peninggalan dari almarhum papanya Inez."Saya yang akan membeliny
Memakan waktu hampir 1 jam mereka menempuh perjalanan dikarenakan keadaan macet di tengah waktu pulangnya para pekerja di hari sibuk begini. Tatkala mobil range rover miliknya telah terpakir sukses, Rian bergegas turun dan berlari kecil memutar, membuka pintu mobil untuk Inez. "Makasih, Yan," ucap Inez tersenyum lembut. "Sama-sama," jawab Rian dengan senyum hangat seraya menggenggam tangan cewek yang dicintainya tersebut masuk ke dalam menemui para temannya yang udah lama menunggu. "Tuh, Rian," seru Evi dari kejauhan saat melihat sosok yang ia kenal. "Eh, itu Rian sama siapa?" "Itu ... Inez, kan?" sambung Lisa. "Adik kelas kita waktu SMA dulu. Iya, kan?" "Iya, bener. Tapi kok Rian bisa sama dia? Nah, gandengan tangan, lagi," sahut Sita terheran-heran mendapati pemandangan di depannya. "Jangan-jangan—" "Mereka jadian!" pekik Sita, Evi dan Lisa bersamaan. "Yup. Betul sekali," kata Beni tiba-tiba membenarkan dengan wajah semringah. Ketiga cewek tersebut saling pandang dengan raut
Siang ini terasa panas membakar, bahkan saat memilih untuk keluar apa tidak, dirinya kini lebih memilih berdiam diri di kamar. Tidur-tiduran dengan raut gelisah. Entahlah, mungkin sebenarnya bukan hanya itu alasan satu-satunya ia merasa lemas seperti sekarang ini, lebih tepatnya banyak pikiran yang membuatnya sedih.Tapi ... sebagian besar emang condong ke situ.Iya. Maksudnya Dara ialah Frel dan tentang sesuatu yang terasa aneh.Ia tahu Frel udah jadian sama Kevan. Ia turut bahagia akan hal itu, yeah, walaupun lubuk hatinya menjerit. Akan tetapi ... asal sahabat baiknya itu senang, ya mau gimana lagi.Oke, jadi begini.Dari awal Dara emang lebih setuju jika Frel bisa pacaran sama Kenn. Mereka seperti cocok satu sama lain. Hanya saja pandangan pertama emang lebih kuat ketimbang yang lain. Frel udah suka sama kakak kelasnya itu sebelum bertemu Kenn. Maka nggak heran si Frel nembaknya ke Kevan daripada Kenn.Tahu-tahu Dara beranjak dari kasur empuknya dan berjalan mondar-mandir di kamar
"Kev, ini laporan buat nanti. Coba dicek ada yang perlu diperbaiki nggak?" kata seorang cewek sambil berdiri lebih dekat ke arah Kevan.Dari penglihatan Frel, dia tahu tuh cewek emang sengaja mepet dan mencari perhatian kepada sang pacar, cuma kali ini ia biarkan. Ia nggak mau membuat keributan, lagian semua di sekolah ini juga udah pada tahu bahwa sang Ketua OSIS kita udah resmi jadi miliknya.Ia akui cewek itu rada cerdas juga, mencari kesempatan di sela-sela tugasnya. Istilahnya sambil menyelam minum air. Ya, mereka lagi membahas soal rapat OSIS yang sebentar lagi akan dimulai. Mana mungkin ia mau merusak acara hanya karena ulah kecentilan yang nggak bermutu dari tuh cewek.Oke, selama nggak berlebihan dia akan terima. Ia hanya akan mengamati dari jarak jauh sambil duduk manis seperti sekarang ini. Menyangga dagu dengan kedua tangan dan menatap pacarnya seraya senyum-senyum sendiri. Ia nggak akan bosan memandangnya, apalagi melihat mata indahnya. Lebih-lebih di saat sang pacar dala