Tepat seminggu sebelum pernikahan Ben dan Ann digelar, Eriska meminta bertemu. Seperti di hari-hari lain, meski sudah tidak menyimpan perasaan, Ben tetap tidak bisa mengelak dari permintaan itu. Inilah kelemahan terbesar seorang Big Ben yang sampai saat ini belum bisa Ann atasi.
"Lo yakin bakalan nikahin tu cewek?" tanya Eriska tanpa basa-basi. Senyum sinis Ben terkembang, "Kenapa? Lo bakalan makin getol buat nyoba nyelakain dia? Nggak dapet peringatan dari gue lewat orang suruhan lo kemaren? Itu baru 3 jarinya yang gue potong, masih ringan," ujarnya. Eriska diam. Sebenarnya ia tahu bahwa mengundang Ben untuk datang ke pertemuan ini adalah sama saja dengan mengakui bahwa tuduhan Ben memanglah benar. Ia yang menyuruh orang untuk mencelakai Ann, membuat calon istri Ben itu kesakitan. Jika boleh jujur, meski ia telah khilaf tidur dengan Petra, di dasar hatinya ia masih menyimpan rasa yang besar untuk Ben. "Gue bisa hancurinBegitu tahu jika Ann saat ini ada di rumah, Ben langsung melajukan mobilnya ke satu tujuan tanpa pikir panjang. Ada perasaan bersalah pada Ann yang tak bisa Ben jelaskan alasannya. Apakah karena ia merasa berkhianat di detik-detik jelang pernikahannya dengan menemui Eriska tanpa sepengetahuan Ann?"Mas!" Ann menyambut ceria saat melihat Ben masuk lewat pintu samping. Kebetulan Ann baru saja mengontrol makan dan minum Chester di kandangnya. "Pulang cepet hari ini," tegurnya senang."Kamu nggak ada kerjaan hari ini?" tanya Ben. Ann menggeleng, "Kamu udah atur jadwalku ke Bang Choky buat bebas sampe minggu depannya kan, jadinyab aku gabut di rumah cuma main sama Chester doang," jawabnya. Ben mengangguk, sesaat ia kehilangan suara, tak tahu harus berucap bagaimana. Mengetahui bahwa Ann hanya bersama Chester di kandang, Ben tak mampu menahan diri. Ia raih rahang Ann dan dikecupnya bibir Ann spontan. Kaget mendapat perlakuan manis yang tiba-tiba itu, Ann terhuyung. Beruntung, Ben sigap me
Suara deru napas dan desahan kecil Ann terdengar mengisi ruangan besar Ben. Mereka kini dimabuk cinta, Ben sengaja membawa Ann ke dalam kamarnya agar mereka lebih intim dan leluasa saling goda. Dari hanya menyesap bibir Ann yang kini ada di atas pangkuannya, Ben berpindah mengecupi leher jenjang Ann, ia berikan tanda kepemilikan yang sangat jelas di sana. "Masih ada seminggu, aku bisa sabar nunggu," ucap Ben sengaja mendongak di antara dua dada Ann yang masih disembunyikan rapat oleh baju yang dikenakannya. Ann tampak terengah, ia berusaha mengatur napasnya sebelum menjawab. Jemarinya meraba wajah tampan Ben, mengagumi pahatan Tuhan atas keindahan di depannya. "Kamu ngomong cinta ke aku bukan biar bisa nidurin aku kan Mas?" tanya Ann lirih. "Kamu tau kalau aku mau, aku udah nidurin kamu sejak dulu. Bener?" Ann mengangguk lemah, "Kenapa nggak dari dulu?" tanyanya sembari mengecup lembut kening Ben. "Anggep aja aku mensucikan diri," kekeh Ben. "Sebelum sama kamu, aku ba
Tubuh Ann menggelinjang lagi-lagi saat sentuhan Ben menyentuh titik paling sensitifnya. Ini adalah sentuhan pertama seorang lelaki di bagian terdalam yang selalu dijaganya sekuat tenaga. Ben yang sudah sangat ahli dan memiliki jam terbang tinggi, ia benar-benar memberi kenikmatan pada Ann hingga hanya desahan dan erangan manis yang keluar dari mulut Ann. "Mas Ben," erang Ann kelimpungan tapi ia tak menahan pergerakan Ben di bawah sana. Semua terjadi begitu alami, mengalir, termasuk bagi seorang Ben yang terbiasa dilayani. Ia memang butuh pelampiasan hasrat kali ini, tapi melakukannya bersama Ann cukup memicu adrenalinnya. Ben bertindak sangat dominan dan penuh pelayanan, seakan paham bahwa Ann pasti cukup kikuk di percobaan pertamanya. "Mas!!" pekik Ann spontan, ia gigit bibir bawahnya kuat-kuat dengan kepala yang separuh mendongak. "Kok sakit," keluhnya imut.Ben tersenyum tampan, ia kecup tulang selangka Ann dua kali, "Bentar lagi kubiki
Ann terbangun oleh wangi aroma kopi yang menyeruak ke dalam indera penciumannya. Ia membuka matanya perlahan, memicingkannya demi menghindari sorot sinar matahari yang menyusup dari celah tirai jendela. Tubuhnya masih terbalut selimut dengan aman, ia menggeliat pelan. "Bau kopi ya," erang Ann malas-malasan. "Aku yang bikin," sahut Ben keluar dari kamar mandi, rambutnya sudah basah dan ia masih bertelanjang dada. "Bikin aku kebangun, wangi banget," tukas Ann lantas berusaha bangkit untuk duduk bersandar di leher ranjang, tapi ia justru meringis lebar. "Linu?" tebak Ben. Ia tunjuk bagian ranjang sebelah kiri, "jejak kamu," desisnya kagum. "Darah perawan by the way," sahut Ann langsung tersadar. "Nggak terlalu amatir untuk ukuran pemula kan?" gumamnya sombong. Ben tersenyum simpul. Ia raih cangkir kopinya yang masih mengepulkan asap dari atas nakas dan duduk di sebelah Ann. Dikecupnya lembut kening Ann lama, memberi energi semangat pagi pada sang calon istri. "Amatir banget
"Maaf malah jadi ngerepotin ya Om," ujar Ann tak enak hati. "Nggak ngerepotin," sahut Ben. "Mereka yang mau kita nikah. Udah seharusnya mereka yang urus semuanya," tukasnya. "Jangan mau ditidurin Ben lagi sebelum lo resmi jadi istrinya, Ann!" celetuk Danisha. "Oh, iya," Ann manggut-manggut polos, ia lirik Ben sekejap. "Shut your fucking mouth!" gemas Ben galak. "Nikmatin aja sarapan lo," ajaknya demi mengalihkan topik. "Nggak usah ditutupin Ann, kami maklum kok," kekeh Danisha puas sekali. "Ditato aja lehernya biar kalau vampirnya ngegigit, nggak keliatan bekasnya," sarannya absurd. "Bisa diem nggak lo Sha?" gumam Ben penuh ancaman. "Udah, udah. Sarapan dulu!" lerai Taka sengaja mengambilkan nasi untuk sang calon menantu. "Cukup nasinya, Ann?" tanyanya."Cukup Om, makasih," balas Ann segera meraih mangkok yang Taka sodorkan. "Mas, kamu mau aku ambilin?" tawarnya pada Ben kemudian."Aku ambil send
"Joanna." Sang pemilik nama hanya terdiam angkuh saat perempuan di depannya menyebut panggilan itu dengan wajah sinis. Ann tak akan gentar meski ia diancam sendirian, bukankah ia memang harus memiliki mental seperti ini mulai sekarang? "Eriska," desis Ann santai. "Lo udah tau soal gue ternyata," ucap Eriska tertawa kecut, "perasaan, lo nggak ada takut-takutnya. Ngerasa udah pasti jadi istrinya Ben?" cecarnya tak sabaran. Ann menyeringai, "Ben cinta sama gue, itu udah cukup membungkam lo kan, Nona Eriska yang terhormat?" tukasnya sombong. "Jangan gampang bikin kesimpulan sendiri, gue kenal Ben itu kayak apa!" sergah Eriska kesal. Dipancing seperti itu saja sudah membuatnya merasa dikalahkan. "Lo nggak tau apa yang bisa gue lakuin buat bikin Ben nendang lo dari hidupnya. Hati-hati kalau bicara!" ancamnya. Bukannya gentar, Ann justru menyilangkan kedua kakinya angkuh, "Harusnya lo yang hati-ha
Tak ada yang terjadi setelahnya. Diikuti oleh dua orang anak buahnya yang tadi sempat menahan Ann, Eriska berlalu melewati sang mantan pacar. Keduanya hanya saling tatap sebentar, Ben tetap kaku di ambang pintu tanpa melakukan sesuatu untuk menahan Eriska pergi dan memberi pelajaran padanya. Sekarang, yang tersisa hanya Ann dan Ben di dalam ruangan. Berjarak sekitar 4 meter jauhnya, mereka saling tatap dalam diam. Beberapa kali Ann terlihat menelan ludahnya, tapi enggan juga untuk sekadar menyapa atau menjelaskan yang terjadi sebenarnya. Jika boleh jujur, ia sedikit sakit hati saat Ben hanya membiarkan Eriska pergi begitu saja setelah kepergok berusaha membunuhnya di depan mata. "Besok kita nikah, nggak bisa kah kamu diem di rumah atau seenggaknya minta orang buat ngawal kamu kalau pengin keluar?" tegur Ben akhirnya buka suara. Ia menghela napas panjang, berkacak pinggang. "Aku ngurus jadwal setelah kita nikah di agensiku, perusahaan yang masih ada di
Air mata Ann menitik seiring dengan terucapnya ikrar janji setia Ben kepada Tuhan dengan menyebut nama Joanna Diajeng Arumndalu begitu fasih dan lancar. Kini, tersemat nama Wisanggeni di belakang nama Ann, nyonya rumah besar yang sah. Perasaan Ann makin campur aduk bahagia dan haru ketika kecupan lembut Ben mendarat di keningnya. Tak banyak tamu yang datang, tapi seluruh tetua yang pernah Ann temui di pertemuan keluarga besar nampak memberi waktu untuk menyaksikan pernikahan sakral itu. Tidak ada keluarga Ann yang dihadirkan, mengingat betapa mencekamnya latar belakang keluarga Ben yang sudah pasti akan mengagetkan para Budhe dan Pakdhe dari Semarang. "Selamat datang di keluarga Takahashi, Nyonya Bennedicth!" sambut Danisha memeluk tubuh Ann erat. "Kendaliin Ben ya, gue yakin lo bisa," bisiknya iseng. "Jangan diajarin jelek-jelek!" sebut Ben seolah tahu apa yang diperbuat adik cantiknya. "Mau bulan madu ke Jepang?" tawarnya pada Ann. "Hah?" Ann justru tergagap. "Bulan madu?" "S