Tak banyak pikir panjang, begitu mendapat kabar mengenai kecelakaan kecil yang Ann alami sebelum acara Queen's Diary dimulai, Ben mengambil alih kemudi mobilnya. Dua hari ini ia memang harus mengurus bisnis black market-nya di Batam dan tak sempat saling berkirim kabar dengan Ann. Jadi, ketika Arino mendapat informasi bahwa Ann dilarikan ke rumah sakit karena terjatuh dari tangga, ia langsung bergegas menyusulnya. Ini kali pertama Ben terlihat begitu mencemaskan perempuan yang terlibat dengannya setelah Eriska. Wajahnya tampak serius, ia tinggalkan mobilnya begitu saja dan berlari secepat yang ia bisa ke dalam ruangan tempat Ann menerima perawatan. "Ann!" Ben langsung merangsek masuk ke dalam kamar perawatan. Rasa khawatirnya sudah ada di puncak ubun-ubun dan ia terpaku di ambang pintu saat Ann balas menatapnya dari atas ranjang. "Mas," senyum Ann melebar, ia melambaikan tangannya ceria. "Nggak pa-pa kamu? Mana yang s
"Dia bakalan begitu kalau ada yang nyuruh Ann. Inget, aku lagi proses urus penangguhan kontrak kamu di Queen's Diary, model yang laen pasti denger masalah ini. Meskipun akubyang punya perusahaan sekalipun, aku nggak bisa ngontrol mulut orang. Kamu musti hati-hati!""Jadi kamu mau bilang kalau bisa aja ada yang iri sama aku karena mau dinikahin sama Big Ben?" gumam Ann. "Ya Tuhan!" Ben meraup wajahnya, ia berjalan mendekat ke kaca jendela, menjernihkan pikiran agar tidak emosi pada Ann. "Ini jauh lebih berbahaya ketimbang masalah iri Ann. Kamu nggak tau resikonya apa kalau sampe musuh keluarga denger soal kamu," terangnya. "Om Taka udah ngasih tau, nyawaku bisa terancam juga kan? Mereka bakalan jadiin aku kelemahan kamu, Mas. Bener kan?" tebak Ann tepat sasaran. "Kalau kamu udah tau itu, berhenti berpikir positif soal orang-orang di sekitar kamu. Inget! Kamu calon istriku, jangan percaya siapapun. Apalagi sekarang kamu udah luka kayak gini!" teg
Ann keluar dari dalam mobil dipapah oleh Arino yang menyambut sambil melebarkan senyum. Sementara, Ben sudah bergegas lebih dulu, seperti tak sabar untuk memberi pelajaran pada orang yang sudah berani menyuruh teman satu profesi Ann untuk mencelakai calon istrinya itu. Ben memang tidak pernah main-main dalam bertindak dan membunuh orang bukan hal sulit baginya. "Nggak bakalan kejadian hal yang aneh-aneh kan Bang?" tanya Ann ikut menyusul didampingi Arino. "Perlu kursi roda nggak lo?" tanya Arino balik. "Jawab gue dulu!" desis Ann kesal. "Mukanya Mas Ben garang gitu, siap berburu kayaknya dia, jangan aneh-aneh ya Bang," pintanya. "Kalau mereka salah, Ben adalah orang yang tanpa ampun, Ann," balas Arino. "Lo udah cukup kenal kayak apa pacar lo itu," tandasnya. "Kami nggak pacaran!" elak Ann malu-malu. "Ya apalah sebutannya, yang jelas gue tau lo berdua saling cinta," ujar Arino menyempatkan diri untuk berhenti sebentar. "Ben bukan tipe cowok yang gampang bilang cinta ke perempuan
Tepat seminggu sebelum pernikahan Ben dan Ann digelar, Eriska meminta bertemu. Seperti di hari-hari lain, meski sudah tidak menyimpan perasaan, Ben tetap tidak bisa mengelak dari permintaan itu. Inilah kelemahan terbesar seorang Big Ben yang sampai saat ini belum bisa Ann atasi. "Lo yakin bakalan nikahin tu cewek?" tanya Eriska tanpa basa-basi. Senyum sinis Ben terkembang, "Kenapa? Lo bakalan makin getol buat nyoba nyelakain dia? Nggak dapet peringatan dari gue lewat orang suruhan lo kemaren? Itu baru 3 jarinya yang gue potong, masih ringan," ujarnya. Eriska diam. Sebenarnya ia tahu bahwa mengundang Ben untuk datang ke pertemuan ini adalah sama saja dengan mengakui bahwa tuduhan Ben memanglah benar. Ia yang menyuruh orang untuk mencelakai Ann, membuat calon istri Ben itu kesakitan. Jika boleh jujur, meski ia telah khilaf tidur dengan Petra, di dasar hatinya ia masih menyimpan rasa yang besar untuk Ben. "Gue bisa hancurin
"Ini deh kayaknya ruang ganti model," Ann menguak daun pintu ruangan besar di depannya. Ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai model di acara sekelas Victoria Secret di negaranya bernama Queen's Diary. Ann bertugas untuk memperagakan gaun tidur dan pakaian dalam di depan para member eksklusif setiap minggunya dan kini ia tengah kebingungan mencari ruang ganti. "Who are you?" tegur sebuah suara dingin sekali, membuat Ann membeku sementara di tempatnya berdiri. Ann menoleh arah sumber suara dan ditemukannya wajah garang setampan dewa menatap tak berkedip padanya. Sejenak Ann tertegun, kediaman merebak. Sosok lelaki yang tengah duduk itu tak melepas Ann dari pantauan matanya yang tajam. Ia menatap curiga pada Ann, menelitinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Hingga kedua sorot mata indah itu bertemu, untuk pertama kalinya. "Ah, sorry, sini bukannya ruang ganti model ya? Tadi aku dikasih tau staf kalau katanya ada di lantai 7," jawab Ann meringis cantik. "Bukan," jawab
Ann tercenung menatap sebuah berkas di pangkuannya. Map berwarna hitam dengan tulisan emas itu baru pertama kali ia dapatkan dan ini berbeda dengan kontraknya sebagai model pakaian dalam selama satu tahun ke depan. "Kenapa? Map hitam kah itu?" tanya Kinar, model senior lain di sebelah Ann. "Kayaknya lo masih kaget dan bingung ya," katanya sangat paham ekspresi di wajah sang junior. "Kenapa Ann?"Senyum Ann terkembang, "Enggak Kak, cuma kaget aja. Gue pikir kontrak yang gue tandatangani sama Mas Kiki itu udah final, ternyata masih ada lanjutannya ya," jawabnya polos. "Ini beda, coba lo buka aja deh, kontrak itu mengikat dan nggak butuh persetujuan lo," terang Kinar. "Kenapa mengikat? Karena dia adalah bentuk dari akibat kontrak kita sebagai model," tambahnya."Maksudnya? Jadi ini bukan kontrak sama perusahaan?" dahi Ann semakin berkerut."Kami semua menyebutnya Big Ben. Nggak ada yang bisa ngelepasin diri dari kontrak yang udah dia buat. Tapi gue bisa jamin, lo nggak bakalan nyesel k
"New Jayakarta Hotel, Sabtu jam 8 malem, langsung ke penthouse!" Ann memejamkan matanya rapat-rapat jika ia sudah teringat wajah lelaki yang mengatakan kalimat barusan sebelum keluar dari ruang transit malam itu. Ia belum mendapat penjelasan apapun dan rasa penasarannya tidak terjawab karena lelaki tampan yang mengaku sebagai Big Ben itu segera pergi tanpa bicara lebih banyak. Banyak pertimbangan yang harus Ann taklukan, ia cukup bimbang selama tiga hari lamanya. Hingga pada akhirnya, di sinilah Ann, lobi New Jayakarta Hotel, Sabtu malam, 15 menit lebih awal sebelum waktu janjian. Adalah Bennedicth Abyan Wisanggeni, lelaki berusia 30 tahun berwajah separuh oriental dengan tatapan membunuh. Namanya lebih dikenal sebagai 'Big Ben', bermakna penguasa besar bisnis dunia hitam yang sangat disegani dan diperhitungkan. Masih dialiri darah Yakuza, klan Yamaguchi-Gumi di dalam tubuhnya, cukong-cukong Indonesia yang dinobatkan sebagai orang terkaya se-Asia Tenggara bukan apa-apa bagi Ben. Ter
Harus diakui oleh Ben bahwa Ann memiliki semua kriteria wanita idaman. Mata Ann yang bulat dengan bola kemerahan hazel itu, hidung mancung menggoda, kulit sehalus pualam, juga senyum memikat dan tubuh sintal seksi menggairahkan. Hanya dengan bertemu sekali saja saat Ann salah masuk ruangan, Ben sudah sangat ingin memilikinya. "Kamu boleh pergi," ucap Ben setelah berpikir beberapa saat. Ia raup wajahnya sebentar, gemas karena ia terbentur oleh prinsipnya sendiri. "Aku nggak akan pergi kalau masalah kontrak kita belom kelar!" ucap Ann tegas. Ia tepis lengan Ben yang tadi membatasi gerakannya. "Nanti kuhubungi lagi soal ini. Tapi aku nggak mau bahas itu sekarang!" balas Ben mengikuti Ann yang duduk di sofa, keduanya berhadapan kini. "Nggak! Aku nggak bisa ngebiarin masalah ini ngegantung gitu aja. Berapa milyar uang yang harus kita pertaruhkan buat perjanjian nggak masuk akal ini? Aku mau kita sepakat buat sama-sama ngebatalin perjanjian!" tegas Ann seakan mendapat angin segar dari m