"Aku yang bakalan ngurus dia di sini, biar kelak dia yang membalaskan dendamku," ucap Ann penuh penekanan, tak terbantahkan. "Aku nggak akan bisa bunuh dia, Mas," desisnya masih menggendong Christ."Ann," Ben mencegat istrinya di pintu. "Aku yakin ini bukan keputusan terbaikmu! Kamu masih bisa mikir ulang keputusan ini," ujarnya."Besarkan dia sebagai seorang Wisanggeni Mas, dan buat dia membalas Adyaksa untuk kita kelak. Cara ini terbaik buat menghancurkan Eriska dan keluarganya. Kamu yakin kamu bisa melenyapkannya? Liat wajahnya Mas! Aku nggak bisa nyakitin dia seberapa sakitpun dendam yang harus kutanggung selama ini," ungkap Ann dingin.Ben menghela napas panjang. Ia toleh wajah saudara-saudaranya yang mengangguk menyetujui ucapan Ann. Meski ia tahu, Ann masih dipengaruhi oleh kegilaan yang terjadi dua hari belakangan ini, ia pun tak memiliki pilihan selain setuju. Ben tidak mau kehilangan Ann lagi, tak mau tersiksa kesepian tanpa istrinya lagi."Kita bawa anak ini ke psikolog. Pa
"Dia masih irit bicara, makan juga dikit, udah seminggu dia begitu, Mas," keluh Ann saat ia duduk di sofa panjang, mendatangi suaminya. "Tunggu aja, baru seminggu. Dia nggak bakalan mati gara-gara cuma makan sedikit," ucap Ben tampak tak terlalu peduli. "Dia bisa mati kalau kondisi kayak gini terus berlangsung, Mas. Makannya cuma biskuit yang dibawain Danisha, nggak mau minum susu, nggak mau makan nasi atau sayur yang disiapin koki.""Nanti kalau laper dia pasti minta makan, dia anak laki, jangan dibiasain manja," sambar Ben. "Apalagi dia bakalan jadi alat buat ngehancurin musuh, perlakuan kamu yang terlalu lembut bisa bikin dia besar kepala," tambahnya. "Mas, umurnya masih 6 tahun," desis Ann gemas. "Umur 6 tahun aku udah jago karate, bukan ngerengek nggak mau makan kayak dia.""Itu kamu, Mama nggak sempat ngurus kamu," tandas Ann. "Sama aja, dia juga nggak punya ibu, dan dia disiapin buat jadi andalan klan.""Terserah!" desis Ann muak. "Aku mau ngajak Christ keluar, siapa tau d
"Udah tidur?" sambut Ben saat Ann keluar dari kamar tamu di lantai dua, kamar yang kini dikhususkan untuk dihuni oleh Christ. Ann menggangguk, "Udah, pules banget, udah minum susu juga," katanya. "Gampang banget jinaknya, cuma diajak keluar doang," Ben tersenyum."Dia ngerasa aman kalau keluar rumah kayaknya. Bagi dia, suasana rumah ini serem, makanya dia butuh diajak keluar," ujar Ann."Sekarang, waktunya kamu yang istirahat, Ane-san," ucap Ben lembut. Diraihnya jemari tangan Ann, lalu digenggamnya erat sambil diajaknya turun ke ruang tamu. "Kamu tadi sama sekali nggak makan karena fokus nyuapin anak itu," ujarnya. "Masakin aku boleh? Pengin sup ayam rasa cinta," pinta Ann manja. Ben tersenyum tampan sekali. Diusapnya kepala Ann sayang, lalu dikecupnya kening sang istri lama. Ann sampai memejamkan matanya, meresapi perasaan Ben terhadapnya. "Kita ke dapur yok," ajak Ben tak akan pernah mau menolak keinginan sang istri. Melihat kedatangan Ben, dua koki khusus yang sengaja disiag
"Kakek pengin ketemu," ujar Taka mendatangi Ben dan Ann yang tengah duduk di kursi taman, mengawasi Christ bermain tanah. "Kami harus ke Jepang?" tanya Ben hanya melirik kedatangan ayahnya sekejap, kemudian fokus mengisap rokoknya lagi. "Kakek udah ada di Makau dua hari ini. Mustahil kamu nggak denger soal kedatangannya," Taka menatap lurus pada Christ yang tak menyadari kehadirannya. "Sebelum kalian berdua ketemu para tetua, Kakek pengin ketemu sama anak itu," desisnya. "Christ nggak perlu ketemu Kakek, Pa," tolak Ann. "Untuk bisa diterima jadi anggota keluarga, dia harus seijin Kakek," sahut Taka. "Aku udah mengijinkan, nggak perlu ada persetujuan Kakek," sambar Ben membela istrinya. "Anak itu darah dagingmu?" tebak Taka straight to the point. "Aku nggak pernah menyentuh Eriska!" bantah Ben cepat. "Serius nanya gitu di depan Ann?" geramnya. "Aku nggak pa-pa," ujar Ann mengedikkan bahunya. "Tenang aja Mas," katanya santai. "Aku cuma memperjelas semuanya," sahut Taka. "Ann, k
"Di mana anak itu?" tanya Aokiji-Sama pada Ben yang duduk bersimpuh bersebelahan dengan Ann. "Ada, dia takut tempat baru, orang-orang baru. Danisha nemenin dia di mobil," jawab Ben sangat tenang. "Kamu," Aokiji-Sama menatap Ann seram. "Sudah selesai bermain kabur-kaburan? Bisa kasih Ben keturunan setelah berhasil ngilang?" cibirnya. "Kakek kalau nggak tau rasanya nggak bisa hamil gara-gara orang gila, nggak udah komentar!" ucap Ann judes, berani sekali. "Kamu nggak sadar bicara sama siapa?" gumam Aokiji-Sama sedikit tersinggung. "Kakek juga lupa lagi ngomong sama siapa?" tantang Ann. "Kalian sama persis!" desis Aokiji-Sama mendecih, kalah dengan tantangan Ann. "Sebagai Ane-san, menghilang secara tidak bertanggungjawab itu adalah tindakan yang salah. Apalagi tidak bisa memberi Ketua keturunan!" tandasnya. "Aku sudah memaklumi persoalan kedua, tapi kamu memilih pergi meninggalkan klan?" tanyanya. "Aku udah balik lagi Kek, udah balas dendam sama Eriska. Kutembak tubuh mantan pacar
"Lo nggak harus ngerawat tu anak selamanya, Ann," ucap Danisha dengan pandangan haru ke arah kakak iparnya. Ann tersenyum getir, ia embuskan asap rokok yang tengah diisapnya ke udara, "Lo takut gue jadi sayang sama anak itu?" tanyanya. "Sebenernya iya. Perlu lo tau, kita ngebesarin dia bukan kayak orang tua pada umumnya. Kelak, dia disiapin buat balas dendam. Kalau lo terlanjur sayang sama tu anak, apa lo bakalan tega ngelepas dia?" tanya Danisha serius. "Gue juga nggak tau. Kenyataan gue nggak bisa punya anak lagi ngebikin gue nggak ngerasa kesepian dengan adanya dia," tandas Ann. "Christ cukup manis kan?""Gue udah ngebatin, untuk ukuran anak Eriska, wajahnya sama sekali nggak mirip sama emaknya," sahut Danisha. "Gue takut lo lemah sama tu anak, Ann. Ini bakalan nggak bagus kan?""Seiring waktu, siapa yang nggak lemah sama sikapnya? Christ senyum aja gue udah hampir meleleh, Sha. Satu tahun belakangan ini, gue yang nyiapin semua kebutuhannya, seiring waktu, gue mengakui perasaan
"Christ, apa kamu bakalan mengkhianati, Ane-san?" tanya Ann sambil bersidekap di depan si muda tampan. Christ menggeleng, "Aku bakalan setia selamanya ke Mommy, eh, Ane-san," ujarnya mantap. "Dia bukan ibumu!" sambar Ben jengah. "Ibumu udah mati," tambahnya kejam. "Berarti Ane-san adalah ibu baruku," ucap Christ polos. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada Christ setelah klan Takahashi merebutnya dari Eriska. Christ bersikap dan menganggap Ann adalah ibunya. Bahkan ketika Ben memperlihatkan foto Eriska padanya, Christ menggeleng dan berkata tidak mengenalnya. Apa mungkin anak sekecil Christ sengaja berbohong demi bertahan hidup?"Aku yang nembak ibumu di depan matamu sendiri, Christ," ucap Ann mengembus asap rokok terakhirnya sebelum mematikan bara rokok itu ke asbak. "Kamu nggak boleh lupa itu," gumamnya. "Nggak tau," Christ mengedikkan bahunya. "Aku lupa," ucapnya masa bodoh. Ann dan Ben saling berpandangan. Christ baru berusia tujuh tahun untuk dikatakan pandai bersandiwa
"Lo udah yakin mau tinggal di Indo aja sama Christ?" tanya Bastian pada Ann yang menatap suaminya bersama Christ berlatih pedang."Gue pengin kerja lagi, Bang," kata Ann singkat. "Lo bisa kerja di sini, Ane-san," sahut Bastian merasa aneh. "Gue kasian sama Mas Ben yang harus bolak-balik Indo-Jepang cuma karena gue dan Christ. Kerjaan di Indo lagi banyak-banyaknya dan sebagian besar aset Mas Ben ada di sana. Adyaksa udah nggak punya basis kekuatan di sana. Lagian, kita nggak tau gimana kabar Eriska kan? Selama Christ ada sama kita, dia nggak akan berani ngusik gue kan?" desah Ann lirih. "Gimanapun, Christ bukan anak kandung Eriska. Mereka nggak terlalu peduli Christ ada sama kita. Lo inget hari setelah Eriska lo serang? Orang-orang kita juga habis-habisan sama Adyaksa.""Jadi, di mana tempat tinggal aman dan nyaman yang bisa gue jangkau Bang? Tempat yang paling deket sama Mas Ben, kan? Gue nggak bisa tiap malem dihantui ketakutan dapet kabar soal Mas Ben. Gue nggak mau jauh dari dia
"Baru pertama kali ini aku liburan ke Eropa. Mimpi apa aku bisa ke sini sama orang yang paling berarti di hidupku," desis Ann lirih. Matanya mengitar takjub, masih tidak percaya pada apa yang kini tengah dialaminya. London tengah ada di awal musim gugur saat ini. Suhu udara cukup dingin untuk kulit Ann yang terbiasa dengan suhu tropis khatulistiwa. Ia sampai memeluk tubuhnya sendiri dengan menyilangkan kedua tangan di depan dada untuk menghangatkan tubuhnya. Liburan musim panas di Inggris Raya baru akan selesai dan Westminster cukup sepi dari wisatawan di bulan-bulan ini. "Pilihan yang tepat kita keluar malam hari, untungnya Christ udah akrab sama Lala, jadi kita bisa keluar malem-malem gini, biar Christ istirahat," ujar Ben sengaja merangkul leher istrinya mesra. "Lala udah kenal Danisha lama, jadi kayaknya Christ sering diajak jalan bareng juga sama Lala, makanya mereka cepet akrab," gumam Ann. "Mas, indah banget Inggris Raya," ujarnya tak hentinya berdecak. Meninggalkan
Ann menyesap teh melati buatan Ben sambil memejamkan mata. Sungguh pagi yang begitu damai dan menenangkan baginya, tanpa beban. Christ sedang sarapan pagi bersama Ben di ruang makan, sedangkan Ann sendiri duduk di halaman belakang, sesekali mengusap punggung Chester yang kini memang sengaja diboyong ke rumah baru demi memulihkan kesehatannya. Minggu depan kuliah Ann sebagai Maba akan dimulai, jadi, ia sengaja menikmati momen-momen emas ini tanpa gangguan. "Ane-san, berangkat seolah dulu," kata Christ mendatangi Ann sambil membungkukkan badannya. "Oke, hati-hati ya, semangat sekolahnya!" balas Ann melambaikan tangannya ceria, menatap punggung kecil nan kokoh Christ yang berlalu menjauh. Untuk kegiatan sekolah dan les privat yang harus dijalani Christ, Ann menyiagakan seorang sopir antar-jemput. Ben juga meminta Sony untuk menjadi penjaga Christ selama berkegiatan di luar rumah. "Kamu nggak ada agenda ke mana-mana hari ini, Ann?" tegur Ben yang menyusul duduk di seberang Ann, menent
"Hai, Christoper!" sapa Eriska yang sudah datang lebih dulu di sebuah coutage tempat mereka dijadwalkan bertemu. Seperti rencana, Ann dan Ben mengantar Christ bertemu dengan Eriska. Satu titik balik kehidupan Christ akan ditentukan hari ini. Ann tidak tahu apa yang tengah dirancang oleh Eriska untuk mengusiknya lagi, tapi ia percaya Ben bisa mengatasi gangguan Eriska lebih baik ketimbang sebelumnya."Mami Eris," balas Christ melambaikan tangan sekenanya, juga memberi senyum simpul yang asing. "Kamu tambah tinggi ya," puji Eriska. "Makanmu pasti enak-enak pas ikut Ben," katanya. "Makasih udah menuhin permintaanku," tambahnya ke arah Ben sambil memeluk Christ yang tampak canggung. "Gue pengin urusan kita segera selesai," balas Ben. "Biar Christ mesen makanan dulu ya," tandas Eriska. "Aku udah makan sama Ann dan Ben sebelum ke sini," ucap Christ sangat fasih. "Kata Ann, Mami kangen sama aku," gumamnya. "Iya," jawab Eriska mengangguk. "Mami nggak bawa makanan kesukaanku?" tembak Ch
Setelah sekian lama tidak beraktivitas di ranjang karena kondisi kesehatannya, Ben cukup berhati-hati bergerak. Ann lebih banyak memimpin permainan, sang istri berbalik memegang posisi dominan. "Joanna," Ben mengerang lirih, menikmati pemandangan sang istri yang meliuk-liuk di atasnya. "Berasa liat aku di Queen's Diary lagi ya Mas," goda Ann masih sempat bercanda. "Ini lebih juara sensasinya," balas Ben merem-melek, terbakar gairah. Ann terkikik, ia bergerak makin cepat, tapi tetap berhati-hati. Ben yang tengah berbaring di bawahnya itu masih belum sembuh total, jadi mereka tidak boleh bermain liar. "Ane-san!" Ben mengeja panggilan istrinya, ia tiba di puncak dengan senyuman lepas yang puas. "Wah," deru napas Ann masih terengah, "lega, Big Ben? 250 juta transfer ke rekeningku ya," candanya lucu. Ia bangkit dan duduk di sebelah suaminya, membiarkan Ben meriah selimut untuk menutupi tubuh mereka. "Nggak 300 juta sekalian?" tawar Ben. Ann mengangguk, "Boleh. Dikasih 500 juta lebi
Setitik air mata Ann jatuh, ia berpaling agar tak ketahuan tengah bersedih. Sesak di dadanya berusaha ia sembunyikan sebisa mungkin, hatinya telah jatuh teramat banyak pada Christ. "Kenapa aku harus milih? Aku udah tinggal di sini kan?" gumam Christ lugu. "Kamu bukan anggota keluarga, Eriska minta kamu kembali ke keluarga kamu," ungkap Ben gamblang, terdengar sangat tega. "Ane-san," Christ menoleh Ann, "apa aku harus milih? Aku aku harus ikut Mami Eris?" tanyanya hampir menangis. "Kamu boleh tetep tinggal di sini kalau kamu mau, Christ," jawab Ann. "Asal kamu memilih tinggal bersama kami, kamu boleh tinggal selamanya di sini," sambar Ben. Christ terdiam, ia tampak bingung dan hanya memainkan kancing bajunya sebagai bentuk pelarian. Anak sekecil Christ tentu mempunyai banyak perspektif pada setiap orang yang pernah merawatnya. Ann meski galak dan tegas, tidak pernah memukul atau menggunakan kekerasan. Begitu pula dengan Ben, meski ia keras dan kejam, selalu menekan Christ dengan
"Marah, Ane-san?" tegur Ben yang menyadari perubahan sikap istrinya semenjak pulang dari rumah makan tadi siang. "Hem?" Ann melirik suaminya sekejap, lantas fokus lagi memainkan ponselnya. "Kamu marah sama aku, Ann?" ulang Ben sabar. "Marah? Emangnya kamu kenapa?" tanya Ann balik. Ben mendecak, ia tahu Ann sedang tidak mau diajak mengobrol. Istrinya ini tengah marah, enggan ditanya-tanya tapi jika Ben tak acuh, kemarahan itu akan semakin membesar. "Coba bilang, salahku di mana?" pancing Ben. "Wah," Ann tertawa dalam tatapan piasnya yang tak menyangka. "Nggak sadar salahnya?" "Oke, aku salah ngambil keputusan setuju sama Eriska? Bener?" "Terus?" "Aku mengabaikan kamu," desis Ben meringis, takut salah. "Bukan cuma mengabaikan, Mas. Aku nggak kamu anggep ada di tempat itu. Seharusnya kamu tanya dulu keputusanku, kan?" sergah Ann bagai siap memuntahkan lahar panas dari mulutnya. "Iya, aku minta maaf," ungkap Ben tak mau memperpanjang masalah. Salah atau tidak salah, ia tetap ha
"How's life, Ann? Kamu bahagia?" tanya Eriska yang ditemui oleh Ann di sebuah rumah makan besar. Ann melirik sang suami yang duduk di sebelahnya. Ben tampak tak acuh, ia itarkan pandangan ke sekeliling, enggak bertemu tatap dengan Eriska. Dari sorot matanya, tampak Eriska masih begitu mendamba suami Ann itu. "Gue nggak punya alasan buat nggak bahagia setelah suami masih hidup di sisi gue," jawab Ann jumawa. "Asal nggak ada orang yang mengusik kami lagi, gue yakin bahagia selamanya," gumamnya. "Ben," Eriska tersenyum, mencoba mengambil perhatian mantan pacarnya itu. "Aku nggak akan ngusik kalian lagi. Cuma satu penginku, aku diijinin buat ketemu sama Christ. Sekarang udah nggak ada Papa yang bakalan nyakitin dia, boleh nggak Christ disuruh milih, mau ikut aku atau kalian? Aku janji, setelah Christ milih, aku nggak akan pernah muncul dalam kehidupan kalian lagi," ujarnya. Ben yang semula tak peduli akhirnya memfokuskan pandangannya pada Eriska. Keduanya bertemu tatap, diam dan tak a
Proses recovery Ben memakan banyak waktu dan perjuangan yang cukup panjang. Selama itu, Ann setia mendampingi, membantu sang suami mendapatkan tubuh bugarnya lagi. "Dua tusukan yang nggak akan pernah bisa dilupain," desis Ann sambil menunjuk bekas luka di dada dan perut Ben yang kancing kemejanya sengaja tidak dikancingkan. "Nggak kamu bikin tato, Mas?" tanyanya. Ben menggeleng, "Luka tembak ini sengaja kutato karena pengin kuhilangkan. Kalau luka tusuk beda cerita, ini award perasaanku atas kamu Ann. Aku terluka buat ngelindungin kamu, itu kebanggaan tersendiri," ujarnya. "Tapi aku jadi ngerasa bersalah kalau liat bekas luka ini. Kamu ada di ambang kematian selama 5 bulan, gimana aku nggak sedih.""Apa mau kutato aja biar kamu nggak sedih?" tawar Ben. Gelengan Ann berikan, "Kalau kamu nggak ngeliat aku sebagai bentuk kesalahan, sedihku bisa ganti jadi kebahagiaan kok Mas," ucapnya lembut, plin-plan. Senyuman Ben terkembang, ia kibaskan lagi pedangnya untuk kembali memulai latiha
Dua puluh empat jam pasca hidup kembali, Ben dinyatakan dalam kondisi yang sangat bagus oleh dokter. Tubuhnya sudah melewati pemeriksaan dan pengecekan dan tidak ada organ tubuhnya yang malfungsi. Ben hanya memerlukan banyak latihan bergerak dan berjalan untuk menormalkan kembali sendi-sendi dan tulangnya. "Dia minta pindah sekolah di sini, pengin jagain Ketua tapi dia ngeluh bosan nunggu kamu bangun, tiap hari begitu," ucap Ann tertawa. "Dia jagain kamu dengan baik ya," kekeh Ben sudah mulai lancar berkomunikasi. Ann mengangguk, "Kadang dia ngomel, kenapa Ketua nggak bangun-bangun padahal dia mau cerita gimana dia ngelawan anak-anak lain yang nyoba ngerundung dia," ceritanya. "Udah ya Mas, biar dia stay di Indo aja, Christ pasti nggak mau kalau disuruh balik ke Jepang lagi. Nanti aja kalau dia udah bisa milih mau lanjut studi di Jepang atau di negara mana pun, kita bisa atur lagi," urainya. "Aku ikut kebijakan kamu, Ane-san," kata Ben lembut. "Ah, Adyaksa sekarang dipegang sama