****
Mari bercerita tentang malam. Ada apa dengan malam? mungkin bagi sebagian orang adalah sesuatu yang menakutkan. Maklum, malam selalu identik dengan hitam, gelap, dan kelam. Malam sering menyisakan cerita panjang yang memilukan. Tapi tak selamanya malam itu kelam. Malam juga bisa menghadirkan kebahagiaan. Seperti yang dialami Keira, si gadis introvert. Malam terlihat tenang mengiringi keindahan suasana rumah panti di malam hari, sayup-sayup terdengar suara jangkrik memecah keheningan malam, sesekali suara burung malam terbang penuh harapan. Udara terasa dingin menyegarkan. Diseruputnya teh hangat dengan penuh kenikmatan. Lalu ia beranjak menuju tirai jendela kamarnya dan dipandangnya langit cerah dihiasi bintang-bintang bertebaran menemani gagahnya raja malam yang bersinar terang menebar cahaya berkilauan. Nyamuk juga tidak mau kalah, terbang kesana kemari berhamburan mencari hamparan kulit untuk mengobati kehausan. Tapi Keira tak menghiraukan itu. Langit di malam indah itu lebih menarik perhatiannya dibandingkan serangan nyamuk yang membuatnya gatal. Saat itu waktu menunjukkan pukul delapan. Anak-anak sudah terlelap dalam tidurnya. Sedangkan Keira masih terjaga. Ia sedang berkutat dengan buku dan pulpen. Seperti biasa ia mengisi waktu senggangnya dengan belajar. Tipikal anak Good Girl emang. “Kei...Kei...Kei,” samar-samar terdengar suara orang yang memanggil Keira. Keira pun menghentikan aktivitasnya. Ia beranjak dan menuju sumber suara itu. Rupanya Bu Ajeng memanggilnya. Sesampainya di kamar, Keira kaget melihat salah satu adik asuhnya yaitu Nisa sedang kesakitan. Di sampingnya ada Bu Ajeng yang sangat khawatir. “Ibu, Nisa kenapa?” tanya Keira sangat khawatir. “Ibu ga tau, Kei. Tiba-tiba Nisa udah kayak gini,” Bu Ajeng menggeleng. Keira mendekati Nisa. Tangannya tergerak memegang dahi anak kecil itu. “Nisa demam, Bu. Kasihan badannya menggigil,” Keira semakin khawatir. Ia dengan sigap menyiapkan kompresan dan menempelkannya pada dahi Nisa. Lalu, ia mengecek kotak P3K untuk mencari obat penurun demam. Nihil obatnya tidak ada. Keira semakin bingung dan panik. “Tak ada cara lain. Aku harus ke apotek sekarang,” lirih Keira pasrah. Ia kembali ke kamar. “Mana obatnya, Kei?” tanya Bu Ajeng. “Ibu, stok obat penurun demam habis.” Kata Keira menunduk lemas. “Ya Allah. Ibu lupa membeli stok obat yang sudah habis,” Bu Ajeng merasa bersalah. “Ga apa-apa, Bu. Sekarang biar Keira pergi ke apotek. Ibu jagain Nisa ya,” kata Keira meminta izin pada Bu Ajeng. “Tapi ini udah malem, Kei. Ibu khawatir kalau ada apa-apa,” ucap Bu Ajeng yang sedari tadi tangannya mengelus-elus dahi Nisa. “Ga ada cara lain, Bu. Kasihan Nisa yang lagi demam. Ibu jangan khawatir ya. Kei bisa jaga diri sendiri kok,” jawab Keira membujuk Bu Ajeng. “Yaudah iya, Nak. Kamu hati-hati ya,” kata Bu Ajeng pasrah. “Siap, Bu.” Keira menyalami Bu Ajeng lalu bergegas keluar. **** Terdengar suara ponsel berdering. Kemudian di angkatnya telepon itu oleh seorang gadis yang dibalut t-shirt pendek berwarna biru muda dan celana pendek selutut. Gadis itu mendengarkan suara orang yang kesal di ujung sana. “Malam ini, jam 9 di Kafe Cempaka.” Jawabnya kesal.“Ada perlu apa ?” tanya seorang gadis yang terlihat mengernyitkan dahinya. Ia tidak mengerti. “Ga usah banyak nanya. Harus dateng kalau engga terima konsekuensinya,” ancam nya. “i-i-iya, aku bakal ke sana.” Jawab gadis itu terbata-bata. Tangannya menarik-narik ujung bajunya. Ia sangat ketakutan. Tutt... Telepon dimatikan dengan sepihak oleh sang penelepon itu. Gadis itu memandangi jam dindingnya. Waktu menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Ia tidak mau terlambat. Tanpa pikir panjang, Ia langsung mengambil hoodie berwarna biru dan bergegas keluar. Ketika ia hendak berlari, ada yang memergokinya. “Mau ke mana, Sayang?” tanya wanita setengah paruh baya pada gadis itu. “A-a-a-ku mau ke kafe bareng temen, Mah.” Jawab gadis itu gugup. “Tapi sekarang udah malem, Sayang. Apa ga bisa ditunda besok aja?” bujuk wanita itu sambil menatap Tsania lekat-lekat. Tsania menggeleng lemah. “Ga bisa, Mah. Aku pergi dulu. Aku ga enak sama dia kalau nunggu lama. Yaudah aku berangkat ya, Mah.” Pamit gadis itu pada mamahnya. “Hati-hati, Nak.” Wanita itu menatapnya kepergian anaknya dengan berat hati. Ia sangat khawatir. “Iya, Mah. Aku pergi dulu,” jawab gadis itu sambil bergegas keluar. **** Di apotek “Alhamdulillah. Obatnya udah ada. Sekarang aku harus buru-buru pulang kasihan Nisa,” gumam Keira dalam hatinya. Keira pun bergegas pulang. Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Hawa dingin sangat terasa di kulitnya. Suasana trotoar pun sepi. Bisa dihitung dengan jari orang yang berlalu lalang. Keira pun mempercepat laju sepedanya. Tapi lama-lama ia merasa lelah dan memutuskan untuk berhenti sebentar. “Huh...huh...huh...,” Napas Keira naik turun. Ia mengedarkan pandangan di sekitar tempat ia berhenti. Ia duduk dan menormalkan napasnya yang tidak beraturan. Setelah dirasa napasnya sudah normal, ia mengambil sebuah botol air mineral yang ia beli di dekat apotek. Saat ia meneguk air minumnya, tiba-tiba...Bruk...! Klotak... “Yah, tumpah deh.” Lirih Keira sambil memandangi air minumnya yang tumpah. Ia pun menoleh dan berniat untuk menegur orang yang menabraknya. “Dasar yaa, Kam-m-mu?” matanya melotot karena melihat seseorang yang dikenalnya. “Kamu?” ujar mereka bersamaan. “Tsania?” kata Keira yang memandangi sosok di depannya lekat-lekat. “Kamu?” Tsania merasa kaget. “Ya Allah, maafin aku. Aku ga sengaja. Aku lagi buru-buru soalnya. Maaf lagi-lagi aku ceroboh. Sekarang aku jadi numpahin minuman kamu deh,” jelas Tsania merasa bersalah. “Ga masalah,” kata Keira sambil tersenyum manis. “Oh ya, aku Keira kelas XI MIPA 2.” Keira memperkenalkan dirinya sambil menjulurkan tangannya pada Tsania “Oh iya. Salam kenal, Keira.” Tsania menyambut uluran tangan Keira dan memberikan senyuman manisnya. Di tengah obrolan mereka. Telepon Tsania berdering. Seketika wajah Tsania berubah menjadi muram. “Ka-kamu kenapa, Tsania?” tanya Keira khawatir. Kemudian ia tak sengaja melihat nama yang tercantum di layar ponsel Tsania. “Baby Girl?” gumam Keira. “A-a-aku harus pergi,” jawab Tsania gugup. Dia kelihatan sangat gelisah. Ia langsung lari begitu cepat. “Tsania...Tsania...Tsania...name tag kamu ada di aku,” teriak Keira. Nihil Tsania sudah melangkah lebih jauh. “Yah. Tapi aku penasaran deh sama Tsania. Semalem ini dia mau pergi ke mana?” Keira bertanya-tanya. Jangan tanya apa yang dilakukan Keira. Walaupun ia tipikal anak yang pendiam tapi dalam hal ini ia suka dengan teka-teki penuh misteri. Tanpa banyak waktu ia langsung mengikuti Tsania dan menggiring sepedanya. Tap...tap...tap....Langkah Kiera tertatih. Sengaja, agar Tsania tak menyadari ada orang yang mengikutinya. Berbeda dengan Keira, Tsania mempercepat langkahnya. Ia sangat tergesa-gesa. Krak....Tiba-tiba, kaki Keira tak sengaja menginjak ranting pohon. “Yah. Gimana ini?” Keira merasa gugup, takut terciduk mengikuti Tsania. Dan benar saja, Tsania mendengar suara itu. Ia pun menghentikan langkahnya. “Suara apa ya tadi?” Tsania mulai membuka suaranya. Ia coba menoleh ke belakang. Nihil tidak ada orang. Karena penasaran ia mengedarkan pandangannya. Netra cokelatnya tertuju pada dedaunan yang bergerak-gerak. Ia pun menghampirinya. Tap...tap...tap...Tsania menyibakkan dedaunan itu. Meow...meow...meow...“Oh kucing toh,” lirihnya. Kefokusan Tsania tergantikan pada ponselnya yang berdering, ia pun mengangkatnya. “Iya, sebentar lagi sampai.” Kata Tsania sambil melanjutkan langkah kakinya dengan lebih cepat dari sebelumnya. ********Tepat di jam 9 malam, terlihat seorang perempuan berbalut baju lengan panjang berwarna silver sedang memeluk dirinya sendiri. Wajar saja malam ini terasa sangat dingin. Di tengah kondisi seperti itu, gadis tersebut mengedarkan pandangannya ke segala arah. Sayup-sayup ia berjalan dengan pelan. Keira si gadis itu takut terciduk karena sudah mengikuti Tsania diam-diam.“Hampir aja ketahuan,” Keira bernafas lega yang baru saja keluar dari tempat persembunyian yaitu di belakang pohon.Meow...meow...meow“Uhh comelnya,” kata Keira merasa gemas melihat seekor kucing berwarna oren. Ia pun menghampiri kucing tersebut.“Untung ada kucing ini. Kalau ga ada kucing ini mungkin Tsania bakal memergoki aku,” kata Keira sambil mengelus-elus lembut kucing itu.“Eh tapi kok jalan ini arahnya ke sekolah ya,” ucap Keira menebak-nebak.Keira pun berdiri dan melihat ke jalan yang dilalui T
****Hari semakin larut. Tak terasa mereka telah menghabiskan waktu satu jam di kafe. Dan sekarang sudah jam 10 malam. Telepon Tsania berdering terus. Pasti telepon dari ibunya yang sangat khawatir pada Tsania.“Angkat aja teleponnya,” celetuk Laura tiba-tiba.Tsania pun langsung mengangkatnya.Tutt...“Halo, Mah. ““Kamu di mana, Sayang? Ini udah malem banget,”“Tsania bentar lagi sampe rumah kok, Mah. Ini lagi di jalan,”“Iya, Sayang. Hati-hati di jalan ya!”“Iya, Mah.”Tutt...Telepon dimatikan Tsania.“Yuk pulang bareng!” ajak Laura pada Tsania.“Ga usah, Ra. Aku bisa pesen ojek online kok,” kata Tsania menolak tawaran Laura.“Tapi ini udah malem banget, Nia.” Ucapnya berpura-pura khawatir.“Iya bener, mending
****Cahaya matahari berlomba-lomba memasuki sela-sela rumah panti hingga menyoroti Keira sedang yang menyapu di ruang tengah. Dari kejauhan, Bu Ajeng merasa keheranan pada Keira. “Oalah Kei...Kei...,” ucapnya sambil menggelengkan kepalanya. Lalu, ia pun langsung menghampiri Keira. “Lah Kei, kok belum siap-siap. Bukannya kamu sekarang sekolah ya,” kata Bu Ajeng sambil mengambil lap lalu membersihkan kaca jendela yang tepat berada di belakang Keira. “Nanggung, Bu bentar lagi selesai.” Jawabnya sambil menyapu. Bu Ajeng menggeleng. Ia menghentikan aktivitasnya. Lalu menoleh, “Yaudah biar ibu aja yang lanjutin. Kamu siap-siap sana gih! Nanti telat loh,” suruh Bu Ajeng. Keira berhenti menyapu, “Ga usah, Bu. Biar Kei aja yang beresin. Ibu sarapan aja,” jawabnya lagi. “Udah sekarang siap-siap aja, Kei.” Suruh Bu Ajeng lagi. Tetap saja Keira menolaknya. Ia tidak
Selamat datang,Di panggung beralaskan karpet merah ini aku berpijak, manikku memandang barisan-barisan kursi berwarna merah marun senada dengan karpet yang sedari tadi kalian injak. Lampu follow spot yang menyorot ke arahku secara langsung telah membantuku untuk membuat penonton fokus memperhatikanku. Bukan fokus karena penampilan luarku yang dibalut dress hitam pekat yang terkesan glossy dan sepatu heels berwarna putih yang membuatku terlihat lebih tinggi tapi fokuslah akan pengantar cerita yang akan aku ceritakan. Tentunya cerita ini sangat menarik. Cerita yang menyedihkan, menyenangkan, mengharukan atau yang membahagiakan. Semua bumbu-bumbu penyedap rasa itu akan aku ceritakan. Benar-benar lengkap bukan? Ya, tentu saja. Aku akan membuktikannya. Tapi sebelum bercerita, aku akan menyampaikan sebuah puisi sederhana sebagai pembuka cerita yang akan disampaikan olehku. Makhluk Tuhan Setiap hari adalah lukaSetumpuk cercaan menimpa
****Angin berhembus dengan pelan. Berangsur-angsur menelusuk hingga ke tulang. Dingin, itulah kesan pertama yang terlontar dari seorang gadis bersurai indah yang sedang berjalan seorang diri menelusuri lorong panjang. Suasana tempat itu sangat sunyi. Karena dilanda keingintahuan yang besar gadis itu pun mempercepat jalannya. Semakin menelusuri tempat itu ia pun merasa kebingungan karena lorong gelap ini seperti tidak berujung. Tapi ia tidak menyerah dan melanjutkan perjalanan agar keingintahuannya bisa terpecahkan.Ketika gadis itu berjalan, tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Ada sesuatu yang menghambat perjalanannya. Jalan menuju tempat itu dipenuhi dengan lumpur sehingga menuntutnya agar terus berjalan dengan sekuat tenaga. Di saat ia berjalan beberapa langkah. Langkahnya terhenti karena ada cahaya yang menyilaukan.“Cahaya apa itu?” Gadis tersebut bertanya-tanya dalam hatinya.Semakin ia mendekat cahaya itu terasa sangat m
****Udara pagi terasa sejuk di kulit. Langit cerah kian menyapa. Awan putih terbentang dengan indah. Terlebih ketika mentari yang masih malu-malu untuk memunculkan sinarnya dan embun-embun yang terlihat sedang menari-nari di atas daun segar. Kicauan burung yang merdu menambahkan kesan indah di pagi hari itu. Namun langkah-langkah kaki yang bersemangat mulai memecahkan kesunyian dan berbagai aktivitas mulai berdatangan di pagi yang menyenangkan. Selain itu, suara klakson kendaraan yang berlalu lalang pun mulai bermunculan walaupun sedikit mengganggu.Keira si gadis introvert berangkat ke sekolah dengan riangnya. Sepeda biru yang terlihat sudah usang, tak mematahkan semangat untuk mengayuh pedal sepedanya. Sekarang adalah semester pertamanya di kelas sebelas. Inilah saatnya ia memulai lembaran baru di kelas sebelas dengan harapan bisa mendapatkan prestasi. Keira termasuk siswa yang rajin dan cukup pintar. Hanya saja ia tak cukup bergaul dengan teman-temannya.
****Cahaya matahari berlomba-lomba memasuki sela-sela rumah panti hingga menyoroti Keira sedang yang menyapu di ruang tengah. Dari kejauhan, Bu Ajeng merasa keheranan pada Keira. “Oalah Kei...Kei...,” ucapnya sambil menggelengkan kepalanya. Lalu, ia pun langsung menghampiri Keira. “Lah Kei, kok belum siap-siap. Bukannya kamu sekarang sekolah ya,” kata Bu Ajeng sambil mengambil lap lalu membersihkan kaca jendela yang tepat berada di belakang Keira. “Nanggung, Bu bentar lagi selesai.” Jawabnya sambil menyapu. Bu Ajeng menggeleng. Ia menghentikan aktivitasnya. Lalu menoleh, “Yaudah biar ibu aja yang lanjutin. Kamu siap-siap sana gih! Nanti telat loh,” suruh Bu Ajeng. Keira berhenti menyapu, “Ga usah, Bu. Biar Kei aja yang beresin. Ibu sarapan aja,” jawabnya lagi. “Udah sekarang siap-siap aja, Kei.” Suruh Bu Ajeng lagi. Tetap saja Keira menolaknya. Ia tidak
****Hari semakin larut. Tak terasa mereka telah menghabiskan waktu satu jam di kafe. Dan sekarang sudah jam 10 malam. Telepon Tsania berdering terus. Pasti telepon dari ibunya yang sangat khawatir pada Tsania.“Angkat aja teleponnya,” celetuk Laura tiba-tiba.Tsania pun langsung mengangkatnya.Tutt...“Halo, Mah. ““Kamu di mana, Sayang? Ini udah malem banget,”“Tsania bentar lagi sampe rumah kok, Mah. Ini lagi di jalan,”“Iya, Sayang. Hati-hati di jalan ya!”“Iya, Mah.”Tutt...Telepon dimatikan Tsania.“Yuk pulang bareng!” ajak Laura pada Tsania.“Ga usah, Ra. Aku bisa pesen ojek online kok,” kata Tsania menolak tawaran Laura.“Tapi ini udah malem banget, Nia.” Ucapnya berpura-pura khawatir.“Iya bener, mending
****Tepat di jam 9 malam, terlihat seorang perempuan berbalut baju lengan panjang berwarna silver sedang memeluk dirinya sendiri. Wajar saja malam ini terasa sangat dingin. Di tengah kondisi seperti itu, gadis tersebut mengedarkan pandangannya ke segala arah. Sayup-sayup ia berjalan dengan pelan. Keira si gadis itu takut terciduk karena sudah mengikuti Tsania diam-diam.“Hampir aja ketahuan,” Keira bernafas lega yang baru saja keluar dari tempat persembunyian yaitu di belakang pohon.Meow...meow...meow“Uhh comelnya,” kata Keira merasa gemas melihat seekor kucing berwarna oren. Ia pun menghampiri kucing tersebut.“Untung ada kucing ini. Kalau ga ada kucing ini mungkin Tsania bakal memergoki aku,” kata Keira sambil mengelus-elus lembut kucing itu.“Eh tapi kok jalan ini arahnya ke sekolah ya,” ucap Keira menebak-nebak.Keira pun berdiri dan melihat ke jalan yang dilalui T
****Mari bercerita tentang malam. Ada apa dengan malam? mungkin bagi sebagian orang adalah sesuatu yang menakutkan. Maklum, malam selalu identik dengan hitam, gelap, dan kelam. Malam sering menyisakan cerita panjang yang memilukan. Tapi tak selamanya malam itu kelam. Malam juga bisa menghadirkan kebahagiaan. Seperti yang dialami Keira, si gadis introvert.Malam terlihat tenang mengiringi keindahan suasana rumah panti di malam hari, sayup-sayup terdengar suara jangkrik memecah keheningan malam, sesekali suara burung malam terbang penuh harapan. Udara terasa dingin menyegarkan. Diseruputnya teh hangat dengan penuh kenikmatan. Lalu ia beranjak menuju tirai jendela kamarnya dan dipandangnya langit cerah dihiasi bintang-bintang bertebaran menemani gagahnya raja malam yang bersinar terang menebar cahaya berkilauan. Nyamuk juga tidak mau kalah, terbang kesana kemari berhamburan mencari hamparan kulit untuk mengobati kehausan. Tapi Keira tak menghiraukan itu. Langit di mala
****Udara pagi terasa sejuk di kulit. Langit cerah kian menyapa. Awan putih terbentang dengan indah. Terlebih ketika mentari yang masih malu-malu untuk memunculkan sinarnya dan embun-embun yang terlihat sedang menari-nari di atas daun segar. Kicauan burung yang merdu menambahkan kesan indah di pagi hari itu. Namun langkah-langkah kaki yang bersemangat mulai memecahkan kesunyian dan berbagai aktivitas mulai berdatangan di pagi yang menyenangkan. Selain itu, suara klakson kendaraan yang berlalu lalang pun mulai bermunculan walaupun sedikit mengganggu.Keira si gadis introvert berangkat ke sekolah dengan riangnya. Sepeda biru yang terlihat sudah usang, tak mematahkan semangat untuk mengayuh pedal sepedanya. Sekarang adalah semester pertamanya di kelas sebelas. Inilah saatnya ia memulai lembaran baru di kelas sebelas dengan harapan bisa mendapatkan prestasi. Keira termasuk siswa yang rajin dan cukup pintar. Hanya saja ia tak cukup bergaul dengan teman-temannya.
****Angin berhembus dengan pelan. Berangsur-angsur menelusuk hingga ke tulang. Dingin, itulah kesan pertama yang terlontar dari seorang gadis bersurai indah yang sedang berjalan seorang diri menelusuri lorong panjang. Suasana tempat itu sangat sunyi. Karena dilanda keingintahuan yang besar gadis itu pun mempercepat jalannya. Semakin menelusuri tempat itu ia pun merasa kebingungan karena lorong gelap ini seperti tidak berujung. Tapi ia tidak menyerah dan melanjutkan perjalanan agar keingintahuannya bisa terpecahkan.Ketika gadis itu berjalan, tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Ada sesuatu yang menghambat perjalanannya. Jalan menuju tempat itu dipenuhi dengan lumpur sehingga menuntutnya agar terus berjalan dengan sekuat tenaga. Di saat ia berjalan beberapa langkah. Langkahnya terhenti karena ada cahaya yang menyilaukan.“Cahaya apa itu?” Gadis tersebut bertanya-tanya dalam hatinya.Semakin ia mendekat cahaya itu terasa sangat m
Selamat datang,Di panggung beralaskan karpet merah ini aku berpijak, manikku memandang barisan-barisan kursi berwarna merah marun senada dengan karpet yang sedari tadi kalian injak. Lampu follow spot yang menyorot ke arahku secara langsung telah membantuku untuk membuat penonton fokus memperhatikanku. Bukan fokus karena penampilan luarku yang dibalut dress hitam pekat yang terkesan glossy dan sepatu heels berwarna putih yang membuatku terlihat lebih tinggi tapi fokuslah akan pengantar cerita yang akan aku ceritakan. Tentunya cerita ini sangat menarik. Cerita yang menyedihkan, menyenangkan, mengharukan atau yang membahagiakan. Semua bumbu-bumbu penyedap rasa itu akan aku ceritakan. Benar-benar lengkap bukan? Ya, tentu saja. Aku akan membuktikannya. Tapi sebelum bercerita, aku akan menyampaikan sebuah puisi sederhana sebagai pembuka cerita yang akan disampaikan olehku. Makhluk Tuhan Setiap hari adalah lukaSetumpuk cercaan menimpa