Beranda / Thriller / Can't I Be Free? / BAB 4-Permohonan Maaf

Share

BAB 4-Permohonan Maaf

Penulis: Kiraniaa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

****

Tepat di jam 9 malam, terlihat seorang perempuan berbalut baju lengan panjang berwarna silver sedang memeluk dirinya sendiri. Wajar saja malam ini terasa sangat dingin. Di tengah kondisi seperti itu, gadis tersebut mengedarkan pandangannya ke segala arah. Sayup-sayup ia berjalan dengan pelan. Keira si gadis itu takut terciduk karena sudah mengikuti Tsania diam-diam. 

“Hampir aja ketahuan,” Keira bernafas lega yang baru saja keluar dari tempat persembunyian yaitu di belakang pohon. 

Meow...meow...meow

“Uhh comelnya,” kata Keira merasa gemas melihat seekor kucing berwarna oren. Ia pun menghampiri kucing tersebut. 

“Untung ada kucing ini. Kalau ga ada kucing ini mungkin Tsania bakal memergoki aku,” kata Keira sambil mengelus-elus lembut kucing itu. 

“Eh tapi kok jalan ini arahnya ke sekolah ya,” ucap Keira menebak-nebak. 

Keira pun berdiri dan melihat ke jalan yang dilalui Tsania. 

“Kalau misalkan bener, ngapain dia malem-malem ke sekolah?” Keira bertanya-tanya. 

Karena rasa penasaran yang melanda pikirannya. Ia pun berniat untuk mengikuti Tsania lagi. Tapis sayang, baru saja ia bergerak satu langkah, suara dering telepon terdengar. Ia pun berhenti lalu mengangkat teleponnya. 

“Kei, kamu di mana? Cepetan pulang!” ucap seseorang di telepon. 

“Oh ya Allah. Iya, Bu. Ini Kei lagi di jalan. Tunggu ya, Bu.”  jawab Keira kelagapan karena yang meneleponnya adalah Bu Ajeng. 

“Iya. Hati-hati, Kei!” kata Bu Ajeng lalu menutup teleponnya. 

Perasaan Keira tak karuan. Pikirannya terasa gamang. Ia khawatir pada Nisa tapi ia juga penasaran apa yang akan dilakukan Tsania. 

“Ah, kenapa aku bisa selupa ini?” gerutu Keira yang sedang mengusap rambutnya dengan kasar. 

“Ya Allah, aku keluar kan niatnya mau beli obat. Tapi kenapa bisa lupa gini? Maafin kakak, Nis.” Lirihnya. Keira sangat menyesal karena kecerobohannya. 

Tiba-tiba ia teringat sesuatu. 

“Dasar bodoh kamu, Kei.” Ucapnya yang baru berpikir sesuatu. 

“Bisa aja kan Tsania pergi ke kafe atau mall sama teman-temannya. Searah juga jalannya, karena berdekatan.” Keira merutuki dirinya sendiri akan kebodohan dan keteledorannya hari ini.  Bisa-bisanya ia melangkah sejauh ini. Akibat dari keingintahuannya pada urusan orang lain.  

Ia merasa sangat bersalah, terutama pada Bu Ajeng yang sekarang pasti kerepotan dan ditambah lagi Kei telah membuatnya khawatir. Akhirnya ia pun menancap gas sepedanya menuju panti dengan perasaan tak karuan. Soal Tsania, ia akan menanyakannya langsung besok di sekolah. 

****

“Akhirnya sampai juga,” lirihnya. Lalu Tsania memasuki kafe tersebut. 

Dari kejauhan indra penglihatannya menangkap tiga orang perempuan sedang duduk di kursi. Satu berambut sebahu berwarna cokelat, ditemani  dua orang temannya. Mereka adalah Laura, Jessy, dan Salsa. 

“Laura!!!” panggilnya. Laura pun menoleh. 

“Hei Tsania!” panggil Laura sambil melambaikan tangannya. 

“Ayo sini!” ajaknya. 

“Ada apa dengan Laura? Tumben banget dia senyum gitu ke aku. Biasanya kan jutek,” gumam Tsania. Dengan langkah ragu ia pun berjalan ke arah Laura, Jessy, dan Salsa. 

Jessy dan Salsa tiba-tiba berdiri dan menunjukkan senyumannya pada Tsania seakan-akan menyambutnya. Tsania pun membalas senyum mereka dengan ragu-ragu. Senyumnya sangat tipis bahkan orang lain pun tidak akan menyadarinya. 

“Ayo duduk, Nia!” kata Laura mempersilakan, lalu Tsania pun menduduki kursi itu dengan canggung. 

Lima menit berlalu, tidak ada percakapan di antara mereka. Hingga akhirnya Laura mencoba buka suara dan menoleh ke arah Tsania. 

“Tsania, lo mau makan sama minum apa?” tanya Laura. 

“A-a-ku,” ucap Tsania terbata-bata dan terpotong oleh Salsa. 

“Hehehe. Tsania, ga usah gugup kayak gitu. Lo mau makan sama minum apa?” Salsa ikut-ikutan bertanya. 

“Apa aja deh, samain aja kayak kalian.” Jawab Tsania seadanya. 

“Jes, tolong pesenin langsung ke pelayannya!” perintah Laura yang langsung dikerjakan oleh Jessy. 

“Oke,” jawabnya. 

Tsania yang diperlakukan seperti itu merasa bingung. Karena tidak biasanya Laura bersikap baik padanya. Tsania hanya diam dan berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Padahal aslinya ia hanya scrol beranda sosial media saja.  Begitupun dengan teman-temannya, sibuk dengan ponselnya atau sibuk berselfie ria seperti yang dilakukan Salsa dan Jessy. 

“Permisi. Selamat menikmati,” kata pramusaji yang memecahkan keheningan mereka. 

“Terima kasih, Mbak.” Ucap Tsania dan direspon anggukan ramah dari pramusaji tersebut. 

“Wah bakal enak banget ini,” celetuk Jessy

“Alah semua makanan lo bilang enak, emang dasarnya aja lo gembul. Liat tuh pipi lo makin cubby,” cibir Salsa tiba-tiba. 

“Sembarangan lo,” ucap Jessy tak mau kalah. 

“Daripada lo kurus kerempeng gitu. Mending gue berisi tapi sehat,” cibir balik Jessy hingga membuat Salsa terpancing emosi. 

“What??? Apa lo bilang gue kerempeng?” teriak Salsa hingga membuat semua pengunjung kafe melirik ke arahnya. 

“Berisik lo,” amuk Laura sambil menyumpalkan gumpalan nasi ke mulut Salsa. 

Tsania dan Jessy terperangah kaget. 

Uhuk...uhuk...uhuk... 

“Gila lo, Ra. Gue jadi keselek tau,” kata Salsa memegang lehernya yang terasa sakit. 

Jessy pun menyodorkan minuman pada Salsa. Dengan kasar Salsa pun menerimanya. 

“Lagian lo bikin malu, liat deh orang-orang ngeliatin ke meja kita.” Bentak Laura. 

Salsa pun mengedarkan pandangannya. Dan benar saja pengunjung kafe terlihat menertawakan  Salsa. Wajahnga pun berubah bersemu merah. 

“Ahh gue malu,” ucapnya sambil menutup wajahnya. 

“Hahaha...Hahaha...lagian lo sih. Kalau ngomong tuh pake toa segala,” ejek Jessy. 

“Diem lo!” bentak Salsa memelototi Jessy. 

“Uh serem. Hahaha,” ejek Jessy. 

Melihat itu Tsania menggelengkan kepalanya. 

“Oh iya, Nia. Cepetan dimakan makanannya. Makan yang banyak ya,” kata Laura bersikap ramah pada Tsania. 

“I-i-ya,,Ra.” Jawabnya terbata-bata. 

“Oh iya, Ra. Dilanjut lagi makannya,” kata Salsa. “Maaf, gara-gara gue lo makannya jadi keganggu.” Jelasnya. 

“Iya, Sal. Ga apa-apa kok,” ucap Tsania sambil tersenyum manis. 

“Sebenernya mereka pada kesambet apa sih? Tunben-tumbenan jadi baik gini sama aku,” gumam Tsania merasa bingung dengan perubahan sikap mereka. 

“Ah ada apa, Nia? ” tanya Laura tiba-tiba. 

Mendengar itu Tsania kelagapan. 

°Apa tadi Laura denger apa yang aku omongin ya,” gumam Tsania dalam hatinya. 

“Tsania,” panggil Laura. Tsania bergeming. 

“Tsania,” panggilnya lagi. Tetap ia bergeming. 

Tiba-tiba...

“Ah iya, Ra” Ucapnya kelagapan. 

“Lah kok malah bengong sih, Nia.” Ucapnya. 

Tsania membeo, ia tak tahu harus jawab apa. 

“Yaudah ga usah dipikirin. Sekarang lo makan lagi ya,” ajak Laura yang dibalas anggukan Tsania. 

Laura mengedipkan mata ke arah Salsa dan Jessy lalu ia tersenyum mencurigakan. Begitu pun Salsa dan Jessy  sepertinya mengerti maksud dari kedipan mata Tsania. 

“Makan yang banyak, Tsania sayang. Bentar lagi kamu bakal ngeluarin tenaga yang lebih besar,” gumam Laura dalam hati. Dan tiba-tiba ia menyunggingkan bibirnya lalu langsung tersenyum evil saat melihat Tsania di balik punggungnya. Begitu pun Salsa dan Jessy yang sedang menahan tawa. 

“Tsania!” panggil Laura. 

“Iya ada apa, Ra?” sahut Tsania. 

“Hmm...gue minta maaf,” ucapnya tiba-tiba sambil menyodorkan tangan kanannya pada Tsania. 

“Untuk apa?” tanya Tsania kebingungan. 

“Ya gue minta maaf buat semuanya. Selama setahun terakhir ini gue ga perlakuin lo dengan baik.” Jelasnya sembari menatap intens Tsania. Begitupun dengan Salsa dan Jessy. 

“Gue capek kalau kita bermusuhan gini,” ucap Laura merasa bersalah. 

Laura masih menyodorkan tangannya pada Tsania. 

“Maaf, Tsania.” Laura pun menggenggam tangan Tsania. 

Tiba-tiba saja Tsania melepas kasar tangan Laura. Wajahnya sangat datar, tak berekspresi. 

Laura, Salsa, dan Jessy terperangah kaget melihat Tsania seperti itu. Laura tersenyum kecut. 

Tak lama dari itu, tangan Tsania memegang kedua bahu Laura. Sekarang posisinya berhadapan dengan Laura. Wajahnya masih saja datar. 

“Aku maafin,” ucapnya sambil tersenyum. 

Laura merasa tak percaya. Ia refleks langsung memeluk Tsania. Lalu ia pun tersenyum. Bukan senyuman tulus tapi senyuman palsu. 

“Dasar bodoh! Akhirnya lo masuk juga ke perangkap gue,” gumamnya dalam hati. 

**** 

Bab terkait

  • Can't I Be Free?   BAB 5-Mendebarkan

    ****Hari semakin larut. Tak terasa mereka telah menghabiskan waktu satu jam di kafe. Dan sekarang sudah jam 10 malam. Telepon Tsania berdering terus. Pasti telepon dari ibunya yang sangat khawatir pada Tsania.“Angkat aja teleponnya,” celetuk Laura tiba-tiba.Tsania pun langsung mengangkatnya.Tutt...“Halo, Mah. ““Kamu di mana, Sayang? Ini udah malem banget,”“Tsania bentar lagi sampe rumah kok, Mah. Ini lagi di jalan,”“Iya, Sayang. Hati-hati di jalan ya!”“Iya, Mah.”Tutt...Telepon dimatikan Tsania.“Yuk pulang bareng!” ajak Laura pada Tsania.“Ga usah, Ra. Aku bisa pesen ojek online kok,” kata Tsania menolak tawaran Laura.“Tapi ini udah malem banget, Nia.” Ucapnya berpura-pura khawatir.“Iya bener, mending

  • Can't I Be Free?   BAB 6-Dia Pergi

    ****Cahaya matahari berlomba-lomba memasuki sela-sela rumah panti hingga menyoroti Keira sedang yang menyapu di ruang tengah. Dari kejauhan, Bu Ajeng merasa keheranan pada Keira. “Oalah Kei...Kei...,” ucapnya sambil menggelengkan kepalanya. Lalu, ia pun langsung menghampiri Keira. “Lah Kei, kok belum siap-siap. Bukannya kamu sekarang sekolah ya,” kata Bu Ajeng sambil mengambil lap lalu membersihkan kaca jendela yang tepat berada di belakang Keira. “Nanggung, Bu bentar lagi selesai.” Jawabnya sambil menyapu. Bu Ajeng menggeleng. Ia menghentikan aktivitasnya. Lalu menoleh, “Yaudah biar ibu aja yang lanjutin. Kamu siap-siap sana gih! Nanti telat loh,” suruh Bu Ajeng. Keira berhenti menyapu, “Ga usah, Bu. Biar Kei aja yang beresin. Ibu sarapan aja,” jawabnya lagi. “Udah sekarang siap-siap aja, Kei.” Suruh Bu Ajeng lagi. Tetap saja Keira menolaknya. Ia tidak

  • Can't I Be Free?   Prolog

    Selamat datang,Di panggung beralaskan karpet merah ini aku berpijak, manikku memandang barisan-barisan kursi berwarna merah marun senada dengan karpet yang sedari tadi kalian injak. Lampu follow spot yang menyorot ke arahku secara langsung telah membantuku untuk membuat penonton fokus memperhatikanku. Bukan fokus karena penampilan luarku yang dibalut dress hitam pekat yang terkesan glossy dan sepatu heels berwarna putih yang membuatku terlihat lebih tinggi tapi fokuslah akan pengantar cerita yang akan aku ceritakan. Tentunya cerita ini sangat menarik. Cerita yang menyedihkan, menyenangkan, mengharukan atau yang membahagiakan. Semua bumbu-bumbu penyedap rasa itu akan aku ceritakan. Benar-benar lengkap bukan? Ya, tentu saja. Aku akan membuktikannya. Tapi sebelum bercerita, aku akan menyampaikan sebuah puisi sederhana sebagai pembuka cerita yang akan disampaikan olehku. Makhluk Tuhan Setiap hari adalah lukaSetumpuk cercaan menimpa

  • Can't I Be Free?   BAB 1-Bunga Tidur

    ****Angin berhembus dengan pelan. Berangsur-angsur menelusuk hingga ke tulang. Dingin, itulah kesan pertama yang terlontar dari seorang gadis bersurai indah yang sedang berjalan seorang diri menelusuri lorong panjang. Suasana tempat itu sangat sunyi. Karena dilanda keingintahuan yang besar gadis itu pun mempercepat jalannya. Semakin menelusuri tempat itu ia pun merasa kebingungan karena lorong gelap ini seperti tidak berujung. Tapi ia tidak menyerah dan melanjutkan perjalanan agar keingintahuannya bisa terpecahkan.Ketika gadis itu berjalan, tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Ada sesuatu yang menghambat perjalanannya. Jalan menuju tempat itu dipenuhi dengan lumpur sehingga menuntutnya agar terus berjalan dengan sekuat tenaga. Di saat ia berjalan beberapa langkah. Langkahnya terhenti karena ada cahaya yang menyilaukan.“Cahaya apa itu?” Gadis tersebut bertanya-tanya dalam hatinya.Semakin ia mendekat cahaya itu terasa sangat m

  • Can't I Be Free?   BAB 2-Semester Awal

    ****Udara pagi terasa sejuk di kulit. Langit cerah kian menyapa. Awan putih terbentang dengan indah. Terlebih ketika mentari yang masih malu-malu untuk memunculkan sinarnya dan embun-embun yang terlihat sedang menari-nari di atas daun segar. Kicauan burung yang merdu menambahkan kesan indah di pagi hari itu. Namun langkah-langkah kaki yang bersemangat mulai memecahkan kesunyian dan berbagai aktivitas mulai berdatangan di pagi yang menyenangkan. Selain itu, suara klakson kendaraan yang berlalu lalang pun mulai bermunculan walaupun sedikit mengganggu.Keira si gadis introvert berangkat ke sekolah dengan riangnya. Sepeda biru yang terlihat sudah usang, tak mematahkan semangat untuk mengayuh pedal sepedanya. Sekarang adalah semester pertamanya di kelas sebelas. Inilah saatnya ia memulai lembaran baru di kelas sebelas dengan harapan bisa mendapatkan prestasi. Keira termasuk siswa yang rajin dan cukup pintar. Hanya saja ia tak cukup bergaul dengan teman-temannya.

  • Can't I Be Free?   BAB 3-Kecemasan

    ****Mari bercerita tentang malam. Ada apa dengan malam? mungkin bagi sebagian orang adalah sesuatu yang menakutkan. Maklum, malam selalu identik dengan hitam, gelap, dan kelam. Malam sering menyisakan cerita panjang yang memilukan. Tapi tak selamanya malam itu kelam. Malam juga bisa menghadirkan kebahagiaan. Seperti yang dialami Keira, si gadis introvert.Malam terlihat tenang mengiringi keindahan suasana rumah panti di malam hari, sayup-sayup terdengar suara jangkrik memecah keheningan malam, sesekali suara burung malam terbang penuh harapan. Udara terasa dingin menyegarkan. Diseruputnya teh hangat dengan penuh kenikmatan. Lalu ia beranjak menuju tirai jendela kamarnya dan dipandangnya langit cerah dihiasi bintang-bintang bertebaran menemani gagahnya raja malam yang bersinar terang menebar cahaya berkilauan. Nyamuk juga tidak mau kalah, terbang kesana kemari berhamburan mencari hamparan kulit untuk mengobati kehausan. Tapi Keira tak menghiraukan itu. Langit di mala

Bab terbaru

  • Can't I Be Free?   BAB 6-Dia Pergi

    ****Cahaya matahari berlomba-lomba memasuki sela-sela rumah panti hingga menyoroti Keira sedang yang menyapu di ruang tengah. Dari kejauhan, Bu Ajeng merasa keheranan pada Keira. “Oalah Kei...Kei...,” ucapnya sambil menggelengkan kepalanya. Lalu, ia pun langsung menghampiri Keira. “Lah Kei, kok belum siap-siap. Bukannya kamu sekarang sekolah ya,” kata Bu Ajeng sambil mengambil lap lalu membersihkan kaca jendela yang tepat berada di belakang Keira. “Nanggung, Bu bentar lagi selesai.” Jawabnya sambil menyapu. Bu Ajeng menggeleng. Ia menghentikan aktivitasnya. Lalu menoleh, “Yaudah biar ibu aja yang lanjutin. Kamu siap-siap sana gih! Nanti telat loh,” suruh Bu Ajeng. Keira berhenti menyapu, “Ga usah, Bu. Biar Kei aja yang beresin. Ibu sarapan aja,” jawabnya lagi. “Udah sekarang siap-siap aja, Kei.” Suruh Bu Ajeng lagi. Tetap saja Keira menolaknya. Ia tidak

  • Can't I Be Free?   BAB 5-Mendebarkan

    ****Hari semakin larut. Tak terasa mereka telah menghabiskan waktu satu jam di kafe. Dan sekarang sudah jam 10 malam. Telepon Tsania berdering terus. Pasti telepon dari ibunya yang sangat khawatir pada Tsania.“Angkat aja teleponnya,” celetuk Laura tiba-tiba.Tsania pun langsung mengangkatnya.Tutt...“Halo, Mah. ““Kamu di mana, Sayang? Ini udah malem banget,”“Tsania bentar lagi sampe rumah kok, Mah. Ini lagi di jalan,”“Iya, Sayang. Hati-hati di jalan ya!”“Iya, Mah.”Tutt...Telepon dimatikan Tsania.“Yuk pulang bareng!” ajak Laura pada Tsania.“Ga usah, Ra. Aku bisa pesen ojek online kok,” kata Tsania menolak tawaran Laura.“Tapi ini udah malem banget, Nia.” Ucapnya berpura-pura khawatir.“Iya bener, mending

  • Can't I Be Free?   BAB 4-Permohonan Maaf

    ****Tepat di jam 9 malam, terlihat seorang perempuan berbalut baju lengan panjang berwarna silver sedang memeluk dirinya sendiri. Wajar saja malam ini terasa sangat dingin. Di tengah kondisi seperti itu, gadis tersebut mengedarkan pandangannya ke segala arah. Sayup-sayup ia berjalan dengan pelan. Keira si gadis itu takut terciduk karena sudah mengikuti Tsania diam-diam.“Hampir aja ketahuan,” Keira bernafas lega yang baru saja keluar dari tempat persembunyian yaitu di belakang pohon.Meow...meow...meow“Uhh comelnya,” kata Keira merasa gemas melihat seekor kucing berwarna oren. Ia pun menghampiri kucing tersebut.“Untung ada kucing ini. Kalau ga ada kucing ini mungkin Tsania bakal memergoki aku,” kata Keira sambil mengelus-elus lembut kucing itu.“Eh tapi kok jalan ini arahnya ke sekolah ya,” ucap Keira menebak-nebak.Keira pun berdiri dan melihat ke jalan yang dilalui T

  • Can't I Be Free?   BAB 3-Kecemasan

    ****Mari bercerita tentang malam. Ada apa dengan malam? mungkin bagi sebagian orang adalah sesuatu yang menakutkan. Maklum, malam selalu identik dengan hitam, gelap, dan kelam. Malam sering menyisakan cerita panjang yang memilukan. Tapi tak selamanya malam itu kelam. Malam juga bisa menghadirkan kebahagiaan. Seperti yang dialami Keira, si gadis introvert.Malam terlihat tenang mengiringi keindahan suasana rumah panti di malam hari, sayup-sayup terdengar suara jangkrik memecah keheningan malam, sesekali suara burung malam terbang penuh harapan. Udara terasa dingin menyegarkan. Diseruputnya teh hangat dengan penuh kenikmatan. Lalu ia beranjak menuju tirai jendela kamarnya dan dipandangnya langit cerah dihiasi bintang-bintang bertebaran menemani gagahnya raja malam yang bersinar terang menebar cahaya berkilauan. Nyamuk juga tidak mau kalah, terbang kesana kemari berhamburan mencari hamparan kulit untuk mengobati kehausan. Tapi Keira tak menghiraukan itu. Langit di mala

  • Can't I Be Free?   BAB 2-Semester Awal

    ****Udara pagi terasa sejuk di kulit. Langit cerah kian menyapa. Awan putih terbentang dengan indah. Terlebih ketika mentari yang masih malu-malu untuk memunculkan sinarnya dan embun-embun yang terlihat sedang menari-nari di atas daun segar. Kicauan burung yang merdu menambahkan kesan indah di pagi hari itu. Namun langkah-langkah kaki yang bersemangat mulai memecahkan kesunyian dan berbagai aktivitas mulai berdatangan di pagi yang menyenangkan. Selain itu, suara klakson kendaraan yang berlalu lalang pun mulai bermunculan walaupun sedikit mengganggu.Keira si gadis introvert berangkat ke sekolah dengan riangnya. Sepeda biru yang terlihat sudah usang, tak mematahkan semangat untuk mengayuh pedal sepedanya. Sekarang adalah semester pertamanya di kelas sebelas. Inilah saatnya ia memulai lembaran baru di kelas sebelas dengan harapan bisa mendapatkan prestasi. Keira termasuk siswa yang rajin dan cukup pintar. Hanya saja ia tak cukup bergaul dengan teman-temannya.

  • Can't I Be Free?   BAB 1-Bunga Tidur

    ****Angin berhembus dengan pelan. Berangsur-angsur menelusuk hingga ke tulang. Dingin, itulah kesan pertama yang terlontar dari seorang gadis bersurai indah yang sedang berjalan seorang diri menelusuri lorong panjang. Suasana tempat itu sangat sunyi. Karena dilanda keingintahuan yang besar gadis itu pun mempercepat jalannya. Semakin menelusuri tempat itu ia pun merasa kebingungan karena lorong gelap ini seperti tidak berujung. Tapi ia tidak menyerah dan melanjutkan perjalanan agar keingintahuannya bisa terpecahkan.Ketika gadis itu berjalan, tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Ada sesuatu yang menghambat perjalanannya. Jalan menuju tempat itu dipenuhi dengan lumpur sehingga menuntutnya agar terus berjalan dengan sekuat tenaga. Di saat ia berjalan beberapa langkah. Langkahnya terhenti karena ada cahaya yang menyilaukan.“Cahaya apa itu?” Gadis tersebut bertanya-tanya dalam hatinya.Semakin ia mendekat cahaya itu terasa sangat m

  • Can't I Be Free?   Prolog

    Selamat datang,Di panggung beralaskan karpet merah ini aku berpijak, manikku memandang barisan-barisan kursi berwarna merah marun senada dengan karpet yang sedari tadi kalian injak. Lampu follow spot yang menyorot ke arahku secara langsung telah membantuku untuk membuat penonton fokus memperhatikanku. Bukan fokus karena penampilan luarku yang dibalut dress hitam pekat yang terkesan glossy dan sepatu heels berwarna putih yang membuatku terlihat lebih tinggi tapi fokuslah akan pengantar cerita yang akan aku ceritakan. Tentunya cerita ini sangat menarik. Cerita yang menyedihkan, menyenangkan, mengharukan atau yang membahagiakan. Semua bumbu-bumbu penyedap rasa itu akan aku ceritakan. Benar-benar lengkap bukan? Ya, tentu saja. Aku akan membuktikannya. Tapi sebelum bercerita, aku akan menyampaikan sebuah puisi sederhana sebagai pembuka cerita yang akan disampaikan olehku. Makhluk Tuhan Setiap hari adalah lukaSetumpuk cercaan menimpa

DMCA.com Protection Status