Beranda / Thriller / Can't I Be Free? / BAB 6-Dia Pergi

Share

BAB 6-Dia Pergi

Penulis: Kiraniaa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

**** 

Cahaya matahari berlomba-lomba memasuki sela-sela rumah panti hingga menyoroti  Keira sedang yang menyapu di ruang tengah.

Dari kejauhan, Bu Ajeng merasa keheranan pada Keira. 

“Oalah Kei...Kei...,” ucapnya sambil menggelengkan kepalanya. Lalu, ia pun langsung menghampiri Keira. 

“Lah Kei, kok belum siap-siap. Bukannya kamu sekarang sekolah ya,” kata Bu Ajeng sambil mengambil lap lalu membersihkan kaca jendela yang tepat berada di belakang Keira. 

“Nanggung, Bu bentar lagi selesai.” Jawabnya sambil menyapu.

Bu Ajeng menggeleng. Ia menghentikan aktivitasnya. Lalu menoleh, “Yaudah biar ibu aja yang lanjutin. Kamu siap-siap sana gih! Nanti telat loh,” suruh Bu Ajeng.

Keira berhenti menyapu, “Ga usah, Bu. Biar Kei aja yang beresin. Ibu sarapan aja,” jawabnya lagi. 

“Udah sekarang siap-siap aja, Kei.” Suruh Bu Ajeng lagi.

Tetap saja Keira menolaknya. Ia tidak ingin merepotkan Bu Ajeng. Menurutnya Bu Ajeng sudah sangat baik menerimanya dan menjadikannya sebagai anggota keluarganya. Oleh karena itu, ia ingin membantu meringankan beban Bu Ajeng lagi walaupun hanya sedikit.

“Yaudah deh. Susah bujuk kamu mah,” kata Bu Ajeng pasrah. 

“Tapi awas telat ke sekolahnya!” ucap Bu Ajeng lagi memperingati. 

“Siap, Bu.“ ucap Keira bersemangat. 

“Dasar besar kepala,” ucap Bu Ajeng sambil menyentil dahi Keira dengan jarinya. 

Aw... 

“Ah...Ibu, sakit tau.” Protes Keira. 

Bu Ajeng tak menghiraukannya. Ia pergi meninggalkan Keira sambil tertawa. 

Beberapa menit kemudian...

Keira mengusap keringat di dahinya.

“Akhirnya Kerjaan rumah udah beres. Tinggal siap-siap buat berangkat sekolah,” ucapnya yang sedari tadi memegang sapu. 

Lalu Keira pun menuju kamarnya untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah. 

****  

Ceklek 

Suara pintu terbuka

“Kak Kei pasti banyak temennya deh di sekolah beda sama Nisa punya temen deket tapi cuman di panti aja,” celetuk Nisa tiba-tiba yang membuat Keira sedari tadi fokus dengan rambutnya lalu berubah menoleh pada sumber suara. Yaitu suara Nisa. 

“Hei, Nisa! Kirain siapa.” Kata Keira. 

“Hehe iya, Kak.” Sahut Nisa dengan cengirannya. 

“Lain kali ketuk pintu dulu ya. Kakak kaget tau, tiba-tiba Nisa ada di kamar kakak,” ucap Keira menasihati. 

“Iya, Kak. Maafin, Nisa ya.” Kata Nisa. 

Keira hanya tersenyum pada Nisa. 

“Kak?” panggil Nisa pada Keira. 

Ia pun menyahut, “Iya, Nis. Ada apa?” 

“Jawab dulu yang tadi,” ucapnya datar. 

“Oh itu. Temen kakak lumayan banyak. Akrab dan baik banget sama kakak. Kamu jangan sedih gitu ya. Kamu juga pasti bakal punya temen baik sama kayak kakak. Atau mungkin nanti lebih banyakan Nisa dibanding kakak,” jelas Keira panjang lebar. 

“Wah pasti kakak seneng banget,” Nisa sangat takjub. 

“Ya pasti seneng. Bisa main bareng temen-temen, belajar bareng, pokoknya banyak deh.” ucap Keira lagi. 

Lalu ia pun bercermin kembali. 

“Punya temen satu aja susah. Maaf Nisa, kakak bohong.” gumam Keira dengan suara kecil. 

“Apa, Kak? Tadi kakak bilang apa?” tanya Nisa yang ternyata sial ia mendengar gumaman Keira. 

“Ah e-enggak kok,” jawab Keira kelagapan. 

“Hmm. Masa sih?” tanya Nisa dipenuhi rasa curiga. 

Karena bingung, Keira pun mengalihkan arah pembicaraan. 

“Ayo kita sarapan!” ajaknya yang disambut Nisa dengan antusias. 

“Duh kakak, tau aja Nisa udah mulai laper. Hehehe,” ucap Nisa sambil tersenyum gigi. 

“Kan dari tadi cacing di perut kamu udah pada demo, Nis. Makanya kakak tau,” kata Keira sambil menyembunyikan tawanya di balik kedua tangannya. 

“Ah kakak!!!” ucapnya merasa malu lalu pergi tiba-tiba dari kamar Keira. 

****

Pukul tujuh tepat Keira baru sampai di sekolah. Ia langsung bergegas menuju kelasnya. Tapi ada yang aneh dengan hari ini. Semua kelas terlihat ramai. Tak terkecuali dengan kelasnya. Semua teman Keira sedang bergosip ria. Seperti sedang membicarakan suatu topik yang sama.   

“Kenapa rame gini ya?” gumamnya dalam hati. 

Ia mengedarkan pandangan. Lalu menuju tempat duduk di dekat jendela baris kedua. Setelah duduk, ia pun menoleh ke kiri sambil menguping pembicaraan teman-temannya. Keira terlihat penasaran. 

“Sumpah sih gue ga nyangka banget. Nasibnya sampe setragis gitu,” kata cewek bermata sipit yang sejak tadi duduk di meja. 

“Gila sih. Mana masih muda, cantik, pinter lagi,” sahut cowok yang memakai topi hitam yang dimiringkan.

“Meninggal kan ga liat itu semua, bro.” Ucap temannya menimpali. 

“Bener banget, tuh. Tapi gue ga nyangka sih dia senekat itu bunuh diri. Di rooftop sekolah lagi,” kata cewek yang rambutnya diikat kuncir kuda.

“Ih ngeri banget ya, arwahnya pasti gentayangan.” kata cowok bertopi hitam sompral. 

“Sembarangan lo kalau bilang, “ celetuk cewek bermata sipit. 

“Ya siapa tau kan,” ucap cowok bertopi hitam cengengesan.

 

Mendengar itu, Keira semakin penasaran. Akhirnya dengan langkah gontai ia memberanikan diri untuk bertanya. 

“Siska!” panggilnya. Yang dipanggil pun menoleh.

“Lo panggil gue?” tanya cewek yang diikat kuncir kuda menunjuk ke arah Kiera. Cewek itu tak lain bernama Siska. 

Keira mengangguk. 

“Ada apa?” tanya Siska. 

“Tadi kata kamu ada siswi yang bunuh diri. Siapa emangnya?” Keira balik bertanya.

 

“Oh itu ada temennya Laura yang bunuh diri tadi malem,” jawab Siska serius.

Mendengar itu Keira mematung. Detak jantungnya berdegup kencang. Deru napasnya berhenti sejenak. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang buruk telah terjadi. 

“Siapa? Jessy? Tsania? Salsa?” tanya Keira berkali-kali. Ia terlihat tegang dan serius mendapat jawaban dari Siska. 

“Emang lo ga liat grup WA sekolah apa?” tanya Siska. 

Keira menggeleng. 

Mana sempat untuk buka WA. Sedari pagi pun ia sibuk membersihkan rumah. 

“Dasar kudet,” cibir Siska. 

“Yang bunuh diri itu Tsania,” ucapnya lagi. 

Bak tertimpa ribuan jarum. Badannya bergetar hebat. Matanya mulai berkaca-kaca. Seketika pertahanannya runtuh. Cairan mata yang ditahan-tahan pun, akhirnya luruh. Keira merasakan sakit teramat dalam akan hal yang menimpa teman barunya, Tsania.

Teringat ia dengan kenangan bersama Tsania. Walaupun singkat tapi Keira senang Tsania mau berteman dengannya. Bagi Keira sangat indah rasanya. Tapi dengan mudahnya kematian Tsania kini telah merenggut kebahagiaannya. 

“Apa? Tsania? Ga mungkin,” ucapnya tak percaya. Ia menangis tersedu-sedu. Bibirnya bergetar. Ingin rasanya berteriak tapi lidahnya terasa kelu dan tertahan. Tapi ia harus mengatakannya. 

“Di-di mana kejadiannya? Hiks...hiks...hiks...” tanya Keira terbata-bata dan sambil menangis. 

“Rooftop,” jawab Siska.

Tak berpikir panjang, Keira pun langsung berlari menuju rooftop.

 

“Hei lo, mau kemana?” Siska berteriak tapi Keira tak menggubrisnya. 

“Eh maksud gue sekarang jasadnya lagi diselidiki polisi,” teriak Siska sekali lagi.

Tapi nihil, Keira sudah berlari sangat jauh dan tentunya ia tidak mendengarnya. 

Keira berlari dengan cepat sampai-sampai ia menabrak beberapa orang yang menghalangi jalan. 

“Hei jalan hati-hati dong!” 

“Jalan pake mata,” 

Lagi-lagi Keira tak peduli. Perasaan kalut. Ia tak percaya yang telah terjadi. Fokusnya satu saat ini menemui jasad Tsania. 

Pertama, ia menuju lift. Tapi sial di sana sangat ramai. Entah apa yang membuat ramai. 

“Tangga darurat,” ucapnya. 

Kedua, mau tidak mau ia harus menggunakan tangga darurat. Pikirnya pasti tidak ramai seperti di lift. Rooftop sendiri ada di lantai 5. Ia pun mempercepat langkahnya.   

Sesekali ia mengelap keringat di dahinya dan terus berlari menuju tangga. Sesampainya di sana ia pun menaiki tangga dengan langkah cepat. 

Tangga kesatu, kedua, dan ketiga berhasil ia lalui. Keringat bercucuran tidak ia pedulikan. Dan akhirnya sampailah Keira di tangga yang terakhir menuju rooftop. Ia pun terus berlari tergesa-gesa. Hingga akhirnya...

Bruk..

Keira terjatuh. Lututnya berdarah karena terbentur tangga. 

“Issh...issh..” ucapnya menahan rasa sakit. 

“Tahan, Kei. Sebentar lagi sampai.” Menyemangati dirinya sendiri. Tangan kanannya menutupi luka di lututnya. Berharap agar darah yang keluar sedikit berkurang. 

Ia bangkit lalu setengah berlari dengan keadaan kaki yang terpincang-pincang. Tak lupa keringat dan darahnya pun bercucuran. Tapi ia tidak peduli. 

Hingga akhirnya ia sampai di anak tangga terakhir. 

Huh..huh...huh... 

Keira menunduk sambil berusaha menormalkan napasnya yang tidak karuan.  Setelah dirasa napasnya normal, ia mendongak lalu mengedarkan pandangan di sudut bagian-bagian rooftop. 

Nihil. Tak ada seorang pun di sana. Hanya satu yang ia lihat, yaitu cairan kental berwarna merah menimbulkan semilir bau amis di sekitar rooftop. 

“Darah,” ucapnya khawatir. Tentu saja hal itu menambah ketakutannya pada kondisi Tsania sekarang. 

Karena penasaran, Keira pun berjalan mengikuti bercak-bercak darah tersebut. Dan ternyata ujung dari bercak darah itu tepat berada di pinggir rooftop. Lalu ia melihat ke bawah, tepatnya di lapangan ada banyak orang yang sedang berkerumun di pinggiran garis polisi. Dan di tengah itu adalah korbannya. 

Tiba-tiba Keira tersentak, dari kejauhan sepasang matanya fokus melihat busana yang dikenakan korban itu. Yaitu sebuah hoodie yang baru saja tadi malam ia lihat. Ia tak menyangka itu adalah percakapan terakhir dirinya dengan perempuan itu. Yaitu perempuan sang pemilik hoodie berwarna biru muda. 

“Tsaniaaaaaa,” teriaknya sambil menangis lalu jatuh tersimpuh tak kuasa untuk bangkit. Tapi ia lambat laun berusaha bangkit lalu berlari menuju lapangan. Menemui Tsania, temannya yang malang. 

****

Bab terkait

  • Can't I Be Free?   Prolog

    Selamat datang,Di panggung beralaskan karpet merah ini aku berpijak, manikku memandang barisan-barisan kursi berwarna merah marun senada dengan karpet yang sedari tadi kalian injak. Lampu follow spot yang menyorot ke arahku secara langsung telah membantuku untuk membuat penonton fokus memperhatikanku. Bukan fokus karena penampilan luarku yang dibalut dress hitam pekat yang terkesan glossy dan sepatu heels berwarna putih yang membuatku terlihat lebih tinggi tapi fokuslah akan pengantar cerita yang akan aku ceritakan. Tentunya cerita ini sangat menarik. Cerita yang menyedihkan, menyenangkan, mengharukan atau yang membahagiakan. Semua bumbu-bumbu penyedap rasa itu akan aku ceritakan. Benar-benar lengkap bukan? Ya, tentu saja. Aku akan membuktikannya. Tapi sebelum bercerita, aku akan menyampaikan sebuah puisi sederhana sebagai pembuka cerita yang akan disampaikan olehku. Makhluk Tuhan Setiap hari adalah lukaSetumpuk cercaan menimpa

  • Can't I Be Free?   BAB 1-Bunga Tidur

    ****Angin berhembus dengan pelan. Berangsur-angsur menelusuk hingga ke tulang. Dingin, itulah kesan pertama yang terlontar dari seorang gadis bersurai indah yang sedang berjalan seorang diri menelusuri lorong panjang. Suasana tempat itu sangat sunyi. Karena dilanda keingintahuan yang besar gadis itu pun mempercepat jalannya. Semakin menelusuri tempat itu ia pun merasa kebingungan karena lorong gelap ini seperti tidak berujung. Tapi ia tidak menyerah dan melanjutkan perjalanan agar keingintahuannya bisa terpecahkan.Ketika gadis itu berjalan, tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Ada sesuatu yang menghambat perjalanannya. Jalan menuju tempat itu dipenuhi dengan lumpur sehingga menuntutnya agar terus berjalan dengan sekuat tenaga. Di saat ia berjalan beberapa langkah. Langkahnya terhenti karena ada cahaya yang menyilaukan.“Cahaya apa itu?” Gadis tersebut bertanya-tanya dalam hatinya.Semakin ia mendekat cahaya itu terasa sangat m

  • Can't I Be Free?   BAB 2-Semester Awal

    ****Udara pagi terasa sejuk di kulit. Langit cerah kian menyapa. Awan putih terbentang dengan indah. Terlebih ketika mentari yang masih malu-malu untuk memunculkan sinarnya dan embun-embun yang terlihat sedang menari-nari di atas daun segar. Kicauan burung yang merdu menambahkan kesan indah di pagi hari itu. Namun langkah-langkah kaki yang bersemangat mulai memecahkan kesunyian dan berbagai aktivitas mulai berdatangan di pagi yang menyenangkan. Selain itu, suara klakson kendaraan yang berlalu lalang pun mulai bermunculan walaupun sedikit mengganggu.Keira si gadis introvert berangkat ke sekolah dengan riangnya. Sepeda biru yang terlihat sudah usang, tak mematahkan semangat untuk mengayuh pedal sepedanya. Sekarang adalah semester pertamanya di kelas sebelas. Inilah saatnya ia memulai lembaran baru di kelas sebelas dengan harapan bisa mendapatkan prestasi. Keira termasuk siswa yang rajin dan cukup pintar. Hanya saja ia tak cukup bergaul dengan teman-temannya.

  • Can't I Be Free?   BAB 3-Kecemasan

    ****Mari bercerita tentang malam. Ada apa dengan malam? mungkin bagi sebagian orang adalah sesuatu yang menakutkan. Maklum, malam selalu identik dengan hitam, gelap, dan kelam. Malam sering menyisakan cerita panjang yang memilukan. Tapi tak selamanya malam itu kelam. Malam juga bisa menghadirkan kebahagiaan. Seperti yang dialami Keira, si gadis introvert.Malam terlihat tenang mengiringi keindahan suasana rumah panti di malam hari, sayup-sayup terdengar suara jangkrik memecah keheningan malam, sesekali suara burung malam terbang penuh harapan. Udara terasa dingin menyegarkan. Diseruputnya teh hangat dengan penuh kenikmatan. Lalu ia beranjak menuju tirai jendela kamarnya dan dipandangnya langit cerah dihiasi bintang-bintang bertebaran menemani gagahnya raja malam yang bersinar terang menebar cahaya berkilauan. Nyamuk juga tidak mau kalah, terbang kesana kemari berhamburan mencari hamparan kulit untuk mengobati kehausan. Tapi Keira tak menghiraukan itu. Langit di mala

  • Can't I Be Free?   BAB 4-Permohonan Maaf

    ****Tepat di jam 9 malam, terlihat seorang perempuan berbalut baju lengan panjang berwarna silver sedang memeluk dirinya sendiri. Wajar saja malam ini terasa sangat dingin. Di tengah kondisi seperti itu, gadis tersebut mengedarkan pandangannya ke segala arah. Sayup-sayup ia berjalan dengan pelan. Keira si gadis itu takut terciduk karena sudah mengikuti Tsania diam-diam.“Hampir aja ketahuan,” Keira bernafas lega yang baru saja keluar dari tempat persembunyian yaitu di belakang pohon.Meow...meow...meow“Uhh comelnya,” kata Keira merasa gemas melihat seekor kucing berwarna oren. Ia pun menghampiri kucing tersebut.“Untung ada kucing ini. Kalau ga ada kucing ini mungkin Tsania bakal memergoki aku,” kata Keira sambil mengelus-elus lembut kucing itu.“Eh tapi kok jalan ini arahnya ke sekolah ya,” ucap Keira menebak-nebak.Keira pun berdiri dan melihat ke jalan yang dilalui T

  • Can't I Be Free?   BAB 5-Mendebarkan

    ****Hari semakin larut. Tak terasa mereka telah menghabiskan waktu satu jam di kafe. Dan sekarang sudah jam 10 malam. Telepon Tsania berdering terus. Pasti telepon dari ibunya yang sangat khawatir pada Tsania.“Angkat aja teleponnya,” celetuk Laura tiba-tiba.Tsania pun langsung mengangkatnya.Tutt...“Halo, Mah. ““Kamu di mana, Sayang? Ini udah malem banget,”“Tsania bentar lagi sampe rumah kok, Mah. Ini lagi di jalan,”“Iya, Sayang. Hati-hati di jalan ya!”“Iya, Mah.”Tutt...Telepon dimatikan Tsania.“Yuk pulang bareng!” ajak Laura pada Tsania.“Ga usah, Ra. Aku bisa pesen ojek online kok,” kata Tsania menolak tawaran Laura.“Tapi ini udah malem banget, Nia.” Ucapnya berpura-pura khawatir.“Iya bener, mending

Bab terbaru

  • Can't I Be Free?   BAB 6-Dia Pergi

    ****Cahaya matahari berlomba-lomba memasuki sela-sela rumah panti hingga menyoroti Keira sedang yang menyapu di ruang tengah. Dari kejauhan, Bu Ajeng merasa keheranan pada Keira. “Oalah Kei...Kei...,” ucapnya sambil menggelengkan kepalanya. Lalu, ia pun langsung menghampiri Keira. “Lah Kei, kok belum siap-siap. Bukannya kamu sekarang sekolah ya,” kata Bu Ajeng sambil mengambil lap lalu membersihkan kaca jendela yang tepat berada di belakang Keira. “Nanggung, Bu bentar lagi selesai.” Jawabnya sambil menyapu. Bu Ajeng menggeleng. Ia menghentikan aktivitasnya. Lalu menoleh, “Yaudah biar ibu aja yang lanjutin. Kamu siap-siap sana gih! Nanti telat loh,” suruh Bu Ajeng. Keira berhenti menyapu, “Ga usah, Bu. Biar Kei aja yang beresin. Ibu sarapan aja,” jawabnya lagi. “Udah sekarang siap-siap aja, Kei.” Suruh Bu Ajeng lagi. Tetap saja Keira menolaknya. Ia tidak

  • Can't I Be Free?   BAB 5-Mendebarkan

    ****Hari semakin larut. Tak terasa mereka telah menghabiskan waktu satu jam di kafe. Dan sekarang sudah jam 10 malam. Telepon Tsania berdering terus. Pasti telepon dari ibunya yang sangat khawatir pada Tsania.“Angkat aja teleponnya,” celetuk Laura tiba-tiba.Tsania pun langsung mengangkatnya.Tutt...“Halo, Mah. ““Kamu di mana, Sayang? Ini udah malem banget,”“Tsania bentar lagi sampe rumah kok, Mah. Ini lagi di jalan,”“Iya, Sayang. Hati-hati di jalan ya!”“Iya, Mah.”Tutt...Telepon dimatikan Tsania.“Yuk pulang bareng!” ajak Laura pada Tsania.“Ga usah, Ra. Aku bisa pesen ojek online kok,” kata Tsania menolak tawaran Laura.“Tapi ini udah malem banget, Nia.” Ucapnya berpura-pura khawatir.“Iya bener, mending

  • Can't I Be Free?   BAB 4-Permohonan Maaf

    ****Tepat di jam 9 malam, terlihat seorang perempuan berbalut baju lengan panjang berwarna silver sedang memeluk dirinya sendiri. Wajar saja malam ini terasa sangat dingin. Di tengah kondisi seperti itu, gadis tersebut mengedarkan pandangannya ke segala arah. Sayup-sayup ia berjalan dengan pelan. Keira si gadis itu takut terciduk karena sudah mengikuti Tsania diam-diam.“Hampir aja ketahuan,” Keira bernafas lega yang baru saja keluar dari tempat persembunyian yaitu di belakang pohon.Meow...meow...meow“Uhh comelnya,” kata Keira merasa gemas melihat seekor kucing berwarna oren. Ia pun menghampiri kucing tersebut.“Untung ada kucing ini. Kalau ga ada kucing ini mungkin Tsania bakal memergoki aku,” kata Keira sambil mengelus-elus lembut kucing itu.“Eh tapi kok jalan ini arahnya ke sekolah ya,” ucap Keira menebak-nebak.Keira pun berdiri dan melihat ke jalan yang dilalui T

  • Can't I Be Free?   BAB 3-Kecemasan

    ****Mari bercerita tentang malam. Ada apa dengan malam? mungkin bagi sebagian orang adalah sesuatu yang menakutkan. Maklum, malam selalu identik dengan hitam, gelap, dan kelam. Malam sering menyisakan cerita panjang yang memilukan. Tapi tak selamanya malam itu kelam. Malam juga bisa menghadirkan kebahagiaan. Seperti yang dialami Keira, si gadis introvert.Malam terlihat tenang mengiringi keindahan suasana rumah panti di malam hari, sayup-sayup terdengar suara jangkrik memecah keheningan malam, sesekali suara burung malam terbang penuh harapan. Udara terasa dingin menyegarkan. Diseruputnya teh hangat dengan penuh kenikmatan. Lalu ia beranjak menuju tirai jendela kamarnya dan dipandangnya langit cerah dihiasi bintang-bintang bertebaran menemani gagahnya raja malam yang bersinar terang menebar cahaya berkilauan. Nyamuk juga tidak mau kalah, terbang kesana kemari berhamburan mencari hamparan kulit untuk mengobati kehausan. Tapi Keira tak menghiraukan itu. Langit di mala

  • Can't I Be Free?   BAB 2-Semester Awal

    ****Udara pagi terasa sejuk di kulit. Langit cerah kian menyapa. Awan putih terbentang dengan indah. Terlebih ketika mentari yang masih malu-malu untuk memunculkan sinarnya dan embun-embun yang terlihat sedang menari-nari di atas daun segar. Kicauan burung yang merdu menambahkan kesan indah di pagi hari itu. Namun langkah-langkah kaki yang bersemangat mulai memecahkan kesunyian dan berbagai aktivitas mulai berdatangan di pagi yang menyenangkan. Selain itu, suara klakson kendaraan yang berlalu lalang pun mulai bermunculan walaupun sedikit mengganggu.Keira si gadis introvert berangkat ke sekolah dengan riangnya. Sepeda biru yang terlihat sudah usang, tak mematahkan semangat untuk mengayuh pedal sepedanya. Sekarang adalah semester pertamanya di kelas sebelas. Inilah saatnya ia memulai lembaran baru di kelas sebelas dengan harapan bisa mendapatkan prestasi. Keira termasuk siswa yang rajin dan cukup pintar. Hanya saja ia tak cukup bergaul dengan teman-temannya.

  • Can't I Be Free?   BAB 1-Bunga Tidur

    ****Angin berhembus dengan pelan. Berangsur-angsur menelusuk hingga ke tulang. Dingin, itulah kesan pertama yang terlontar dari seorang gadis bersurai indah yang sedang berjalan seorang diri menelusuri lorong panjang. Suasana tempat itu sangat sunyi. Karena dilanda keingintahuan yang besar gadis itu pun mempercepat jalannya. Semakin menelusuri tempat itu ia pun merasa kebingungan karena lorong gelap ini seperti tidak berujung. Tapi ia tidak menyerah dan melanjutkan perjalanan agar keingintahuannya bisa terpecahkan.Ketika gadis itu berjalan, tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Ada sesuatu yang menghambat perjalanannya. Jalan menuju tempat itu dipenuhi dengan lumpur sehingga menuntutnya agar terus berjalan dengan sekuat tenaga. Di saat ia berjalan beberapa langkah. Langkahnya terhenti karena ada cahaya yang menyilaukan.“Cahaya apa itu?” Gadis tersebut bertanya-tanya dalam hatinya.Semakin ia mendekat cahaya itu terasa sangat m

  • Can't I Be Free?   Prolog

    Selamat datang,Di panggung beralaskan karpet merah ini aku berpijak, manikku memandang barisan-barisan kursi berwarna merah marun senada dengan karpet yang sedari tadi kalian injak. Lampu follow spot yang menyorot ke arahku secara langsung telah membantuku untuk membuat penonton fokus memperhatikanku. Bukan fokus karena penampilan luarku yang dibalut dress hitam pekat yang terkesan glossy dan sepatu heels berwarna putih yang membuatku terlihat lebih tinggi tapi fokuslah akan pengantar cerita yang akan aku ceritakan. Tentunya cerita ini sangat menarik. Cerita yang menyedihkan, menyenangkan, mengharukan atau yang membahagiakan. Semua bumbu-bumbu penyedap rasa itu akan aku ceritakan. Benar-benar lengkap bukan? Ya, tentu saja. Aku akan membuktikannya. Tapi sebelum bercerita, aku akan menyampaikan sebuah puisi sederhana sebagai pembuka cerita yang akan disampaikan olehku. Makhluk Tuhan Setiap hari adalah lukaSetumpuk cercaan menimpa

DMCA.com Protection Status