Makan malam keluarga Elshaad dimulai ketika pukul tujuh. Karena Gin sedang berada diluar negri, hanya ada tiga anggota keluarga Elshaad. Ditambah Niana, jadi ada empat orang yang duduk dimeja makan.“Makan ini, kau harus menambahkan berat badanmu.” Ana memasukkan sepotong iga bakar manis ke dalam mangkuk Niana.“Terima kasih bibi.” Ucap Niana ceria.“Kau sering main ke sini, sesekali ajak kakakmu.” Kali ini suara Ranu terdengar.“Kak Zaki sedang sibuk. Dia sama saja dengan Kal, sulit diajak main bersama.” Keluh Niana sambil melirik Kal.Yang dilirik bersikap seolah tidak mendengar apapun, tetap makan dengan tenang.Ana mendesah tak berdaya dalam hati. Dia segera tersenyum dan menyahuti untuk meredakan rasa malu Niana karena diacuhkan, “Di usia mereka memang sedang sibuk membangun karir. Lebih baik jangan dipikirkan agar tidak merasa kesal.”“Karir cemerlang adalah sumber kebanggaan. Bukankah senang memilih pasangan yang memiliki karir cemerlang?” timpal Ranu. Dia sama sekali tidak
Merasakan kediaman Raya, Kal bertanya, “Apakah kau tidak ingin memenjarakannya?”Sebelumnya, dia marah pada semua orang yang menganiaya Raya dan Noval. Karena Raya juga sepertinya tidak akan bergerak, jadi dia yang bergerak. Menurutnya, mereka pantas mendapatkan hukuman itu.Tapi itu adalah pemikirannya. Bagaimanapun ini adalah kasus yang dialami Raya sendiri, jadi dia akan mendengarkan keinginan Raya juga.“Aku tidak yakin.” Gumam Raya diseberang sana. “Bibi Endang dan paman Salim baik. Mereka beberapa kali membantuku. Tapi aku tidak terlalu mengenal putrinya. Aku kesal pada putrinya, tapi aku juga kasihan pada bibi Endang dan paman salim.”Mendengarkan nada kesal dan kesusahan Raya, Kal merasa tak nyaman. Entah sejak kapan dia merasa tidak bisa membiarkan wanita ini menderita keluhan sedikitpun.“Kalau begitu, biarkan gadis itu mendekam dipenjara selama seminggu lagi agar dia mengingat pelajarannya.” Gumam Kal tak berdaya.Dia merasa metode lunak ini bukanlah yang biasa dia gunakan.
“Karna aku membutuhkannya. Bukankah sesama manusia harus saling membantu?” Ucap wanita itu dengan percaya diri. Dia bahkan mengangkat dagunya.Raya terdiam. Apakah dia sedang dirampok?“Aku tidak membawa uang.” Raya menggeleng. Dia keluar rumah hanya membawa sampah yang akan dibuang.“Aku bisa ikut ke rumahmu. Di gedung ini kan?” Wanita itu menunjuk gedung apartemen Raya.Sikapnya membuat Raya agak khawatir. Jenis penipuan macam apa yang sedang dihadapinya ini?“Kita orang asing.” Raya mengingatkan.“Kita bisa berkenalan. Namaku Jul, siapa namamu? Tapi sebenarnya tidak perlu saling kenal jika kau berniat membantu.” Wanita itu mengamati Raya dari atas kebawah. Seolah meremehkan pendapat Raya tentang 'tidak perlu membantu jika tidak kenal'.Tapi Raya sama sekali tidak berniat membantu! Dia benar-benar tidak mungkin membantu orang asing yang tidak terlihat seperti membutuhkan bantuan. Justru terlihat seperti sedang melakukan pemerasan!“Maaf, aku harus kembali. Kau bisa meminta bantuan o
Hening diujung sana. Sampai Kal merasa jika mungkin Raya tidak mau melakukannya. Tapi sebelum dia bahkan sempat kecewa, suara Raya terdengar.“Aku akan menghubungi Nuar. Tunggu sebentar.”“Oke.” Sahut Kal dengan kelegaan yang tidak dia sadari.Sambungan antara Kal dan Raya terputus. Tepat setelah itu ponsel Yasnuar berdering. Melihat Raya yang menghubunginya, segera saja Yasnuar menjawab.“Kakak, ada orang mencurigakan didepan pintu.” Lapor Yasnuar segera. “Dia ingin bertemu Nono.” Tambahnya.“Buka saja pintunya, tidak apa-apa.”“Tapi kak, dia memakai masker dan kacamata hitam. Sangat mencurigakan. Bagaimana jika dia penjahat yang suka menculik dan menjual organ anak?” Yasnuar khawatir.Raya tertawa dengan pikiran liar Yasnuar. Tapi dia yang mengajari gadis itu untuk penuh kecurigaan. Jadi dia sama sekali tak bisa menyalahkannya.“Aku mengenalnya. Jangan khawatir. Dia baru meneleponku. Jadi bukakan pintu untuknya, oke?” “Oke kak.” Ucap Yasnuar patuh setelah diyakinkan.Setelah sambun
Doni menghentikan mobilnya di restoran paling baik di kota F. Tentu saja Tiwi sudah melakukan reservasi sebelumnya.Kal menggendong Noval keluar dari mobil. Saat Raya keluar juga, dia menyentuh lengan Kal dan berkata, “Nono sudah hampir lima tahun.”“Benarkah? Kapan ulang tahun ke limanya? Aku akan mengosongkan waktu pada hari itu.” Ucap Kal sambil melangkah masuk ke dalam restoran.Raya terdiam sesaat kemudian tertawa kecil. “Bukan itu maksudku. Tapi dia bisa jalan sendiri. Tidak perlu digendong.”Kal tertegun sebelum tertawa kecil. Ternyata dia juga memiliki waktu dimana bisa salah paham seperti ini. Agak konyol.“Tidak apa-apa. Aku yang ingin menggendongnya. Nono suka digendong?” tanya Kal.Noval tertawa, “Ne anoy te eratai.”Kal tertawa. Dia tidak mengerti. Tapi anggap saja dia mengerti. Beberapa jam dia bergaul dengan Noval, dia agak terkejut dengan kecerewetan pria kecil ini. Hanya saja tidak banyak kata yang dimengerti olehnya.Bukan berarti semua kata yang diucapkan tidak bisa
“Jika yang kau peras bukan Raya, maka itu tidak akan ada hubungannya denganku.” Ucap Kal sambil meletakkan piring berisi udang yang sudah dikupas bersih ke hadapan Noval. Kemudian dia melanjutkan mengupas kepiting.“Memangnya dia siapamu?!” todong Juleha.Gerakan Kal meletakkan piring sedikit melambat. Tapi kemudian segera menjadi normal lagi.Raya siapanya? Tentu saja temannya, untuk saat ini. Tapi di masa depan, siapa yang tahu. Yang pasti, apapun statusnya, ketika Kal tidak ingin ada orang yang mengganggunya maka tidak boleh ada yang mengganggunya. Semudah itu.“Oke Leha, makan. Kau bilang kelaparan sejak kemarin. Sekarang kau bisa makan sampai kenyang.” Bujuk Raffa.Diam-diam dia melirik Raya dan putranya. Niat tidak murni Kal pada mereka mungkin lebih serius dari yang dia pikirkan.“Itu karna ayah dengan kejam membekukan semua kartuku. Jika tidak, apa kau pikir aku akan mendatangi orang asing satu persatu hanya demi makanan?!” omel Juleha.“Jika kau tidak menentang keputusan kake
Porsche abu metalik memasuki kawasan perumahan elit. Kemudian mobil itu berhenti didepan gerbang rumah dengan papan nama Elshaad. “Ayo masuk.” Ajak Gin. “Tidak perlu. Bukankah ini waktunya reuni keluarga?” kekeh Kenzi. “Omong kosong, kami selalu bertemu setiap tahun. Apanya yang membutuhkan reuni?” “Paling tidak, kalian membutuhkan makan malam bersama. Okelah, sampai ketemu besok.” Kenzi melambaikan tangannya dan melajukan mobilnya meninggalkan kediaman Elshaad. Gin balas melambai sekilas kemudian memasuki rumah yang telah ditinggalkannya selama lima tahun. “Gin, sayang, kenapa tidak mengabari jika kau kembali hari ini?” Ana tergopoh-gopoh menyambut putranya setelah mendapatkan kabar dari pelayan. Wanita itu memeluk putra sulungnya dengan sayang. Gin balas memeluk ibunya. “Sebenarnya tadi aku tidak begitu merindukan ibu. Tapi sekarang tiba-tiba aku merasa sangat merindukan ibu.” Ucap Gin dengan nada main-main. Refleks Ana memukul punggung Gin kesal, “Anak tidak berbakti! Beran
Kal: [Oke, berhenti membahas Noval. Jika dia tersedak saat makan, aku akan memenjarakan kalian] Hilman: [Kau sudah mulai tak masuk akal. Tidak ada bukti kami membuat Noval tersedak] Kal: [Baiklah, jika begitu maka aku hanya bisa meminta bantuan Seno] Raffa: [Apa ini bawa-bawa Seno? Apa kau pikir dia budakmu?] Kal: [Dia karyawanku] Raffa: [Sial, aku juga ingin memiliki karyawan seperti Seno] Kenzo: [Apakah kalian sedang bersama?] Raffa: [Ya. Aku sedang menumpang mobilnya] Kal: [Ayo berhenti mengobrol, aku akan sampai dihotel] Raffa: [Bukankah kau seharusnya mengantarkan aku dan Juleha pulang?] Kal: [Aku tidak ingin mengantarmu pulang. Penghasut] Hilman: [Ha ha baiklah. Aku akan tidur] Kenzo: [Jika salah satu dari kalian mati, hubungi aku] Raffa: [Tidak punya hati nurani! Ayo jauhi Kenzo!] Setelah menunggu beberapa menit tanpa ada yang membalas, Raffa menoleh pada Kal yang menutup laptopnya. “Ayo jauhi Kenzo mulai sekarang!” Ajak Raffa. Kal menoleh, menatap temannya yang
Suara lembut Kal yang membacakan dongeng untuk Noval menjadi lebih pelan. Kemudian, saat pria itu melirik si kecil yang meringkuk dipelukan Raya dengan mata terpejam dan nafas teratur, dia berhenti membaca.“Dia tertidur.” Gumam Kal lembut. Pria itu menundukkan kepalanya dan mencium puncak kepala Noval.“Ya. Karena kau pintar membacakan cerita dengan berbagai suara dan emosi.” Puji Raya sambil menggaruk lembut rambut Noval.Setelah mencium kepala Noval, Kal mendongak. Sehingga posisinya kini satu garis lurus dan ambigu dengan wajah Raya. Senyumnya mengembang main-main terutama saat melihat rona malu-malu Raya.“Karena kau ada disini sehingga membuatnya merasa aman. Raya, kau ibu yang baik.” Ucap Kal.Dia ingin memberi segala jenis pujian untuk wanitanya ini, sehingga Raya bisa penuh percaya diri dalam mengasuh putranya. Melepaskan apapun yang membelenggunya dan menghalangi kasih sayangnya untuk secara utuh diberikan kepada Noval.Mendengar ucapan Kal, senyum Raya menegang. Dia yang pa
Raya menggandeng Noval keluar dari bandara. Dia menghela nafas. Setelah lima tahun berlalu, akhirnya dia kembali ke sini. Tempat yang pernah dia tinggalkan dengan membawa luka.Dalam lima tahun, ada banyak tempat baru yang tidak Raya kenali. Namun tentu saja banyak tempat lama yang familiar bagi Raya.Setelah ragu-ragu sesaat, pada akhirnya Raya berkata pada teman Doni yang menyetir, “bisakah kita berputar melewati jalan S?”Meski Raya tidak begitu yakin tentang tujuan mereka, karena Kal telah meyakinkannya bahwa semua hal sudah diurus, maka dia tidak perlu memikirkan apapun lagi. Dengan begitu, pikirannya yang tidak sibuk memiliki waktu luang memikirkan masa lalu.Tentu saja masa lalu ini dia pilah. Hanya kenangan bahagianya saja yang dia pikirkan.“Oke.” Sahut Hari, supir yang dikirim Kal menjemput Raya yang juga merangkap sebagai salah satu bodyguard Raya kedepannya.Sebenarnya Raya agak tidak nyaman dengan pria-pria baru yang Kal tempatkan disekitarnya. Bersama Doni, dia sedang be
“Aku menyarankan untuk memberikan buket anyelir. Itu melambangkan penghormatan. Bagaimana menurutmu?” Ucap Raya berusaha ramah meski kesannya pada Hans sudah jatuh ke titik terendah sejak Hani mengakan pria ini mungkin menyukainya.“Itu bagus. Buat saja sesuai rekomendasimu.” Ucap Hans dengan senyum ramah. “Kudengar, karyawan disini memiliki libur sesuai tanggal. Apakah benar?”“Itu benar.” Raya mengangguk sambil memilih bunga anyelir.“Lalu tanggal berapa biasanya hari liburmu?” Tanya Hans.Gerakan Raya terhenti saat mendengar pertanyaan Hans. Matanya menyipit tajam. Seolah dia akan meremas bunga cantik ditangannya karena marah. Ya, Raya tidak suka jika ada pria yang tidak dia kehendaki memberikan perhatian ekstra padanya. Dia tidak ingin disukai oleh orang yang tidak dia sukai. “Raya?” panggil Hans dengan ragu.Mengingat saat ini dia sedang bekerja, Raya menahan semua ketidaksenangannya dan menatap Hans dengan senyum kaku.“Tunggu sebentar, aku akan memberikan pita dan buketnya se
Raya melambaikan tangannya pada Noval dan Yasnuar yang pergi ke sekolah. Setelah keduanya tidak terlihat lagi, dia masuk dan mulai berganti pakaian, siap-siap pergi bekerja.Juleha yang baru menghabiskan sarapannya menoleh saat melihat Raya masuk. “Mereka sudah berangkat?” tanyanya.“Ya. Apa kegiatanmu hari ini?” Raya balik bertanya sambil masuk ke dalam kamarnya.Berbicara agak keras, Juleha menyahut, “Aku akan menyelesaikan pembayaran tempat calon cafenya.”“Berapa sewanya setahun?” “Raffa bilang lebih hemat membelinya saja. Jadi aku membelinya.” Ucap Juleha sambil beranjak ke dapur untuk mencuci piring bekas sarapannya.Raya terdiam. Baiklah, otaknya masih berpikir sesuai standarnya sendiri yang sama sekali tidak berlaku untuk Juleha. Selesai bersiap, Raya keluar dan mendapati Juleha sudah duduk manis disofa, menggeser-geser layar ponselnya.“Jam berapa kau pergi?” “Masih jam sepuluh nanti. Raya, suamimu mendepak Niana dari kru film.” Ucap Juleha tiba-tiba.“Berhenti bicara sem
“Dikeluarkan dari kru?!” Tanya Zaki dengan suara yang semakin suram. “Ya, hari ini baru saja aku bersiap untuk syuting namun asisten sutradara menyampaikan pemutusan kontrak dan penggantian kerugian. Jika aku tidak mau meninggalkan kru secara sukarela, mereka mengatakan bahwa aku pada akhirnya akan pergi tanpa uang ganti rugi sepeserpun! Mereka mengancamku! Beraninya mereka mengancamku! Kakak lakukan sesuatu untukku!” Niana berkata dengan marah. Dia sangat marah sampai-sampai merasa kepalanya akan meledak karena terlalu mendidih.Zaki terdiam. Dengan apa yang terjadi pada Niana, sudah dipastikan bahwa semua skandal yang meledak adalah ulah Kal. Pria itu marah padanya karena sesuatu yang berhubungan dengan Niana.“Aaggh! Kal bajingan!” raung Zaki sambil melemparkan ponsel ditangannya sebagai luapan dari kekesalannya yang seolah banjir bandang. Meluluh lantakkan pikiran dan moodnya.Dia membuka laci lainnya dan meraih ponsel cadangan. Setelah mengutak-atik sebentar, dia menghubungi ora
“Apa yang kau inginkan dengan menjemputku secara pribadi?” tanya Kal dingin pada Seno.“Bos, biarkan aku yang menangani Zaki? Aku sudah gatal karena terlalu lama tidak membuat masalah.” Gerutu Seno sembari menginjak pedal gas meninggalkan bandara dan menuju lokasi syuting.Tiwi yang duduk dengan tenang dikursi paling belakang hanya bisa membatin, berapa banyak didunia ini orang yang ingin hidup tenang? Tapi Seno justru pusing karena hidup tenang. Sangat diluar kebiasaan.“Tidak diperlukan. Kali ini bukan untuk membuatnya tidak bisa bangkit. Hanya sedikit mencederainya saja.” Gumam Kal tanpa fluktuasi sembari sibuk dengan ponselnya. Omong-omong dia perlu melapor pada pacar tercintanya.[Aku sudah keluar bandara dan hampir sampai ke lokasi syuting. Apa yang sedang kau lakukan?]Tidak terlalu lama balasan Raya datang.[Membereskan mainan Nono yang hampir tidak memiliki tempat untuk meletakkannya. Tadi, aku sedikit berdiskusi dengan Juleha tentang calon cafenya.]“Lalu kapan kau akan menj
Karena pemanjaan Kal, pada akhirnya Noval memboyong beberapa mainan besar. Raya hanya bisa menghela nafas tak berdaya. Dia ingin mengguncang kepala putranya agar segera sadar jika pria kecil itu bukan pangeran dari suatu negri yang bebas menghabiskan uang.“Jangan menatap Noval seperti itu. Kau bisa melubangi tubuhnya dengan tatapanmu.” Kekeh Kal. Dia memeluk Noval seolah melindungi si kecil dari monster jahat.Raya tertawa hambar. Baiklah, tidak perlu berdebat dengan orang kaya tentang apa yang bisa dan tidak bisa dibeli. Mereka tidak akan mengerti.Barang-barang Noval diberikan pada jasa pengiriman dan akan diantarkan pada sore hari. Jadi mereka bertiga bisa melenggang santai mencoba berbagai jajanan. Ketika hampir waktunya, mereka pergi ke bandara. Kal memeluk Noval dan mencium kepalanya. “Sampai jumpa lain kali. Mungkin sebulan kemudian.”“Bulan... Taimaiteroy?” ucap Noval dengan wajah bingung.Kal tertawa dan mencubit pipi anak itu gemas, “rajinlah ke sekolah. Ketika kau bisa me
Pagi itu, Juleha mengantar Raffa ke bandara. Sementara Raya, Kal dan Noval pergi sarapan. Mereka memasuki toko sarapan sederhana yang ramai. Raya yang merekomendasikan tempat ini.“Bagaimana menurutmu?” tanya Raya ketika Kal mencicipi pancake dengan sirup maple. “Enak.” Sahut Kal. Rasanya masih standar. Bisa dimakan. Jadi dia mengatakan enak.“Beberapa kali Hani memesan takeaway dari sini. Aku cukup menyukainya. Rasanya enak dan harganya lebih murah.” Celoteh Raya.“Bu, bu, es lim.” Pinta Noval sambil menarik-narik tangan Raya.“Nono, ini masih pagi. Nanti sakit perut. Makan siang nanti bubu belikan es krim, oke?” bujuk Raya.“Es Lim.” Pinta Noval dengan wajah cemberut dan mata mulai berkaca-kaca.Raya mendesah. Ini dia, scene dimana semua orang akan begitu bersimpati dan menganggap Raya sebagai penjahat dimulai. Noval dengan kesengsaraannya yang tak tertandingi.“Nono.” Desan Raya tak berdaya.Tapi pria kecil itu sepertinya sangat bertekad untuk mendapatkan es krim. Dia tidak mengam
Raffa tertawa mendengar ucapan Juleha. Dia mengulurkan tangan mengusap pipi lembut gadis itu.“Khawatir padaku?” Tanyanya.Juleha berdecak. “Apa tidak merasa canggung kalian dua pria besar tidur disofa kecil itu? Lagipula yang benar-benar panjang hanya satu. Sisanya tidak sepanjang itu.”“Kalau begitu biarkan aku tidur dikamarmu. Jadi aku tidak perlu tidur disofa yang canggung.” Ucap Raffa dengan tatapan main-main.Juleha menatap Raffa nyalang selama hampir satu menit. Raffa sendiri sangat sabar. Mendapatkan tatapan ganas itu, dia hanya tersenyum menunggu keputusan Juleha.Kemudian wanita itu berbalik, masuk ke dalam kamar tanpa menutup pintu. Tentu saja dengan senang hati Raffa mengekorinya. Masuk ke dalam kamar Juleha dan menutup pintu. Sepertinya malam ini dia akan bermimpi indah.Sementara itu, dikamar lain, Kal membaringkan Noval dengan hati-hati. Raya melepaskan sepatu anak itu, kemudian mengelap tangan dan kakinya dengan handuk basah.Setelah selesai mengurus Noval, Raya berbal