Kal mengakhiri perekaman iklan di malam hari. Dia masuk ke mobil diikuti Tiwi. Ekspresinya masih terlihat tenang, namun untuk orang yang sehari-hari bersamanya, pasti akan tahu jika Kal tidak dalam suasana hati yang baik. Ketika Doni menginjak pedal gas, dia mendengar suara bosnya berkata, “Urus orang-orang yang menjaga keamanan Raya dan Noval agar lebih berhati-hati. Jangan membuat Raya ketakutan karena merasa seperti dikuntit.” Itu bukan 'seperti' bos! Dia memang dikuntit! Menjadi penjaga dalam kegelapan benar-benar sengsara. Terlalu dekat salah, terlalu jauh juga salah. Doni diam-diam bersimpati untuk teman-temannya yang malang. Tapi suaranya tenang ketika menjawab, “jangan khawatir bos, aku akan menanganinya.” “Apakah ada tanda-tanda gosip Raya muncul lagi di forum manapun?” Pertanyaan ini Kal tujukan pada Tiwi. Wanita itu segera menegakkan punggungnya dan menjawab dengan mantap, “Saat ini bersih.” Beraninya mereka tidak membuat internet bersih dari berita tentang Raya setel
“Bagaimana?” Tanya Hani ketika Raya baru saja datang ke toko. Raya memandang temannya agak bingung, “Bagaimana apanya?” “Adnan bilang kau diikuti seorang penguntit. Apakah benar?” Ucap Hani setengah berbisik. Raya menggeleng dan berkata pelan, “Sepertinya itu hanya salah paham. Hari ini aku dengan hati-hati dan teliti mengamati sekitar, tapi tidak ada tanda-tanda penguntit.” “Mungkin karena penguntit itu bersembunyi dengan baik?” Duga Hani. Raya menggeleng, “Aku tidak tahu. Mungkin saja begitu. Tapi apa untungnya menguntitku yang miskin?” “Mungkin dia punya pikiran mesum tentangmu?” gumam Hani ragu. Raya meluruskan bibirnya. Tidak tahu harus berkata apa pada imajinasi menakjubkan Hani. “Tidak. Aku tidak merasakan apapun. Aku pikir mungkin itu benar-benar kesalahpahaman.” Hani menghela nafas lega, “itu bagus jika hanya salah paham. Mungkin Adnan hanya terlalu curiga.” Raya mengangguk. Bagus jika seperti itu. Meskipun dia merasa semuanya mungkin tidak seperti yang dia pikirkan.
Melihat Juleha, Noval segera menghampiri Raya dan bersembunyi dibelakangnya. Ingatannya cukup bagus untuk mengenali Juleha sebagai orang yang menakutkan.“Apakah dia takut padaku? Ku pikir aku cantik.” Juleha memegang dagunya bingung.Raya memutar matanya. Sepertinya wanita ini mudah lupa ingatan. “Di mata anak hanya ada baik atau buruk. Cantik tidak masuk kategori.” Raya menggendong Noval dan berjalan ke sebuah pintu lalu membukanya. “Kami tidak pernah menggunakannya. Jadi kau bisa membersihkannya sendiri.”Juleha melongokkan kepalanya melihat ke dalam ruangan. Dia mengerutkan hidungnya dan menatap Raya tak senang.“Aku tamu. Adakah tamu yang membersihkan sendiri? Kau tidak pernah mendengar pribahasa tamu harus dimuliakan?” Protes Juleha.Raya menatap Juleha malas, “jangan meninggikan dirimu, kau bukan tamu disini. Tapi pengungsi.” Ucap Raya tanpa ampun.“Apa kau bilang?! Dari atas ke bawah, bagian mana dariku yang mirip pengungsi?” Tandas Juleha tak terima.Raya lelah. Berdebat den
“Kal, aku belum tahu bagaimana membuat ekspresi untuk beberapa dialog. Ayo berlatih bersama. Kau bisa memberiku petunjuk.” Ucap Niana dengan sikap polos dan antusias.Kal yang saat ini sedang dirias hanya melirik Niana sekilas tanpa mengucapkan satu kata tanggapanpun.Kemarin, Niana datang menggantikan posisi pemeran wanita ke dua yang tiba-tiba mengundurkan diri. Tentu saja Kal tahu bahwa itu semua adalah rancangan Niana. Jika Niana bisa, dia pasti akan menggantikan pemeran utama wanita. Hanya karna pendukung pemeran utama wanita tidak mudah diganggu sehingga dia mundur selangkah dan memainkan peran wanita kedua.Kal tidak bisa mengerti apa yang dipikirkan Niana sampai rela terjun ke dunia yang sama sekali tidak dikenalnya seperti dunia akting.Bukankah penolakannya jelas? Apakah pengabainya tidak cukup? Bagaimana dia masih keras kepala selama bertahun-tahun? Apa dia tidak merasa bosan?Niana yang diabaikan merasa kesal dan malu. Terutama ketika penata rias dan asistennya dengan hat
Raya terdiam melihat kata 'kita' pada pesan Kal. Hanya kata sederhana itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Mengalirkan terlalu banyak darah ke kepalanya hingga membuat wajahnya memerah dan terasa panas.“Apakah bintang besar ini salah ketik?” Gerutu Raya kesal. Tapi senyuman kecil jelas ditahan olehnya agar tidak merekah. Dia tidak menyangka jika kata sederhana itu memiliki pengaruh yang cukup besar pada hatiny.Raya berkedip beberapa kali. Menatap lama pesan itu. Memikirkan kata untuk membalasnya.[Ya, lain kali kita akan meluangkan waktu. Semangat syutingnya, lakukan yang terbaik.]Setelah mengirimkan kalimat itu, Raya berjongkok dan menutup wajahnya. Aneh. Terlalu aneh buatnya untuk menyemangati orang lain dengan cara seperti itu. Memalukan. Dia jelas bukan lagi gadis muda tapi mengirimkan kata-kata genit seperti itu.Dia tidak ingin memberikan kesan terlalu antusias, tapi juga tidak ingin dipandang terlalu dingin. Pembatasan ini membuatnya kebingungan. Dia tidsk yakin ba
“Apa yang kak Gin lakukan disini?” Tanya Juleha. Kota F tidak terlalu jauh dari ibukota. Tapi ini hanya kota kecil. Tidak memiliki daerah cantik yang memukau atau hal menarik layaknya kota pariwisata.Bagi Juleha, sangat aneh bisa bertemu Gin disini. Pria yang sangat mencintai kehidupan gemerlap ini, untuk apa pergi ke tempat yang bisa dikatakan didominasi oleh perkebunan ini?“Mengikuti ajakan teman.” Sahut Gin asal sambil mengangkat bahunya. Lalu dia tertawa ketika menatap Juleha dari atas ke bawah, “apa Raffa tahu kalau kau kabur ke sini hanya untuk mandi lumpur?”“Meskipun dia tahu lalu kenapa? Mandi lumpur bukan termasuk bagian dari dosa seperti yang biasa kakak lakukan?” Juleha mengangkat wajahnya dengan sombong.Gin tertawa hingga bahunya gemetar hebat. Gadis ini masih sangat lucu seperti terakhir kali bertemu. Sebenarnya dia ingin mencoba melihat seperti apa reaksinya jika berada dibawah paksaan tubuhnya. Apakah masih akan memiliki mulut tajam dan beracun? Atau justru menangi
Keheningan diseberang sana membuat Kal gugup. Bagaimana jika Raya bertanya kenapa dia tahu keberadaannya? Apakah dia harus berkata jujur tentang menempatkan bodyguard disekitar wanita itu? Tapi bagaimana jika Raya marah? Atau... dia berbohong saja?Kal yang selalu tegas tanpa banyak kebimbangan baru merasakan apa yang disebut dengan dilema. Meski dia kesal pada dirinya yang seperti ini, pada akhirnya dia hanya bisa menghela nafas tak berdaya.Dia memutukan untuk melihat bagaimana sikap Raya terlebih dahulu.“Baiklah, aku akan pulang.” Terdengar suara Raya. Lembut dan terkesan lelah.Kal tidak yakin psikologi seperti apa yang dimiliki Raya saat ini, kekhawatirannya hanyalah omong kosong. Wanita itu bahkan tidak bertanya bagaimana dia tau tentangnya. Tapi seperti ini juga bagus.“Tunggu ditepi jalan, aku sudah memesankan taksi untukmu.” Ucap Kal. Kemudian dia menambahkan dengan lembut, “jangan khawatir, kau aman bahkan ketika menunggu ditepi jalan.”Hening lagi diseberang sana. Mungkin
“Kak Raya!” Panggil Yasnuar sambil membuka pintu.“Bu!” Noval yang seharian tidak bertemu Raya mulai merindukan ibunya itu.Berbeda dengan Noval yang mencari Raya setengah berlarian dan bermain-main, Yasnuar bergerak cepat memeriksa semua ruangan. Tidak lama kemudian, dia segera kembali ke ruang tengah dimana Juleha baru saja masuk.“Kak Raya tidak ada dimanapun.” Lapor Yasnuar pada Juleha.Bukannya Yasnuar sudah mempercayai Juleha sepenuhnya, tapi karna dia tidak memiliki siapapun yang lebih bisa diandalkan saat ini.“Coba telepon lagi. Siapa tahu sudah tidak sibuk.” Saran Juleha tanpa menunjukkan kepanikan. Juleha memiliki keyakinan jika orang dewasa seperti Raya sudah mampu bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Jadi tidak perlu terlalu khawatir selama tidak ada kabar buruk.Yasnuar yang kesal melihat sikap santai Juleha segera menghubungi Raya lagi. Tersambung. Tapi masih tetap tidak dijawab. Seketika dia menjadi lebih kesal. Dia tidak mengerti. Jelas Raya mengatakan akan naik t
Suara lembut Kal yang membacakan dongeng untuk Noval menjadi lebih pelan. Kemudian, saat pria itu melirik si kecil yang meringkuk dipelukan Raya dengan mata terpejam dan nafas teratur, dia berhenti membaca.“Dia tertidur.” Gumam Kal lembut. Pria itu menundukkan kepalanya dan mencium puncak kepala Noval.“Ya. Karena kau pintar membacakan cerita dengan berbagai suara dan emosi.” Puji Raya sambil menggaruk lembut rambut Noval.Setelah mencium kepala Noval, Kal mendongak. Sehingga posisinya kini satu garis lurus dan ambigu dengan wajah Raya. Senyumnya mengembang main-main terutama saat melihat rona malu-malu Raya.“Karena kau ada disini sehingga membuatnya merasa aman. Raya, kau ibu yang baik.” Ucap Kal.Dia ingin memberi segala jenis pujian untuk wanitanya ini, sehingga Raya bisa penuh percaya diri dalam mengasuh putranya. Melepaskan apapun yang membelenggunya dan menghalangi kasih sayangnya untuk secara utuh diberikan kepada Noval.Mendengar ucapan Kal, senyum Raya menegang. Dia yang pa
Raya menggandeng Noval keluar dari bandara. Dia menghela nafas. Setelah lima tahun berlalu, akhirnya dia kembali ke sini. Tempat yang pernah dia tinggalkan dengan membawa luka.Dalam lima tahun, ada banyak tempat baru yang tidak Raya kenali. Namun tentu saja banyak tempat lama yang familiar bagi Raya.Setelah ragu-ragu sesaat, pada akhirnya Raya berkata pada teman Doni yang menyetir, “bisakah kita berputar melewati jalan S?”Meski Raya tidak begitu yakin tentang tujuan mereka, karena Kal telah meyakinkannya bahwa semua hal sudah diurus, maka dia tidak perlu memikirkan apapun lagi. Dengan begitu, pikirannya yang tidak sibuk memiliki waktu luang memikirkan masa lalu.Tentu saja masa lalu ini dia pilah. Hanya kenangan bahagianya saja yang dia pikirkan.“Oke.” Sahut Hari, supir yang dikirim Kal menjemput Raya yang juga merangkap sebagai salah satu bodyguard Raya kedepannya.Sebenarnya Raya agak tidak nyaman dengan pria-pria baru yang Kal tempatkan disekitarnya. Bersama Doni, dia sedang be
“Aku menyarankan untuk memberikan buket anyelir. Itu melambangkan penghormatan. Bagaimana menurutmu?” Ucap Raya berusaha ramah meski kesannya pada Hans sudah jatuh ke titik terendah sejak Hani mengakan pria ini mungkin menyukainya.“Itu bagus. Buat saja sesuai rekomendasimu.” Ucap Hans dengan senyum ramah. “Kudengar, karyawan disini memiliki libur sesuai tanggal. Apakah benar?”“Itu benar.” Raya mengangguk sambil memilih bunga anyelir.“Lalu tanggal berapa biasanya hari liburmu?” Tanya Hans.Gerakan Raya terhenti saat mendengar pertanyaan Hans. Matanya menyipit tajam. Seolah dia akan meremas bunga cantik ditangannya karena marah. Ya, Raya tidak suka jika ada pria yang tidak dia kehendaki memberikan perhatian ekstra padanya. Dia tidak ingin disukai oleh orang yang tidak dia sukai. “Raya?” panggil Hans dengan ragu.Mengingat saat ini dia sedang bekerja, Raya menahan semua ketidaksenangannya dan menatap Hans dengan senyum kaku.“Tunggu sebentar, aku akan memberikan pita dan buketnya se
Raya melambaikan tangannya pada Noval dan Yasnuar yang pergi ke sekolah. Setelah keduanya tidak terlihat lagi, dia masuk dan mulai berganti pakaian, siap-siap pergi bekerja.Juleha yang baru menghabiskan sarapannya menoleh saat melihat Raya masuk. “Mereka sudah berangkat?” tanyanya.“Ya. Apa kegiatanmu hari ini?” Raya balik bertanya sambil masuk ke dalam kamarnya.Berbicara agak keras, Juleha menyahut, “Aku akan menyelesaikan pembayaran tempat calon cafenya.”“Berapa sewanya setahun?” “Raffa bilang lebih hemat membelinya saja. Jadi aku membelinya.” Ucap Juleha sambil beranjak ke dapur untuk mencuci piring bekas sarapannya.Raya terdiam. Baiklah, otaknya masih berpikir sesuai standarnya sendiri yang sama sekali tidak berlaku untuk Juleha. Selesai bersiap, Raya keluar dan mendapati Juleha sudah duduk manis disofa, menggeser-geser layar ponselnya.“Jam berapa kau pergi?” “Masih jam sepuluh nanti. Raya, suamimu mendepak Niana dari kru film.” Ucap Juleha tiba-tiba.“Berhenti bicara sem
“Dikeluarkan dari kru?!” Tanya Zaki dengan suara yang semakin suram. “Ya, hari ini baru saja aku bersiap untuk syuting namun asisten sutradara menyampaikan pemutusan kontrak dan penggantian kerugian. Jika aku tidak mau meninggalkan kru secara sukarela, mereka mengatakan bahwa aku pada akhirnya akan pergi tanpa uang ganti rugi sepeserpun! Mereka mengancamku! Beraninya mereka mengancamku! Kakak lakukan sesuatu untukku!” Niana berkata dengan marah. Dia sangat marah sampai-sampai merasa kepalanya akan meledak karena terlalu mendidih.Zaki terdiam. Dengan apa yang terjadi pada Niana, sudah dipastikan bahwa semua skandal yang meledak adalah ulah Kal. Pria itu marah padanya karena sesuatu yang berhubungan dengan Niana.“Aaggh! Kal bajingan!” raung Zaki sambil melemparkan ponsel ditangannya sebagai luapan dari kekesalannya yang seolah banjir bandang. Meluluh lantakkan pikiran dan moodnya.Dia membuka laci lainnya dan meraih ponsel cadangan. Setelah mengutak-atik sebentar, dia menghubungi ora
“Apa yang kau inginkan dengan menjemputku secara pribadi?” tanya Kal dingin pada Seno.“Bos, biarkan aku yang menangani Zaki? Aku sudah gatal karena terlalu lama tidak membuat masalah.” Gerutu Seno sembari menginjak pedal gas meninggalkan bandara dan menuju lokasi syuting.Tiwi yang duduk dengan tenang dikursi paling belakang hanya bisa membatin, berapa banyak didunia ini orang yang ingin hidup tenang? Tapi Seno justru pusing karena hidup tenang. Sangat diluar kebiasaan.“Tidak diperlukan. Kali ini bukan untuk membuatnya tidak bisa bangkit. Hanya sedikit mencederainya saja.” Gumam Kal tanpa fluktuasi sembari sibuk dengan ponselnya. Omong-omong dia perlu melapor pada pacar tercintanya.[Aku sudah keluar bandara dan hampir sampai ke lokasi syuting. Apa yang sedang kau lakukan?]Tidak terlalu lama balasan Raya datang.[Membereskan mainan Nono yang hampir tidak memiliki tempat untuk meletakkannya. Tadi, aku sedikit berdiskusi dengan Juleha tentang calon cafenya.]“Lalu kapan kau akan menj
Karena pemanjaan Kal, pada akhirnya Noval memboyong beberapa mainan besar. Raya hanya bisa menghela nafas tak berdaya. Dia ingin mengguncang kepala putranya agar segera sadar jika pria kecil itu bukan pangeran dari suatu negri yang bebas menghabiskan uang.“Jangan menatap Noval seperti itu. Kau bisa melubangi tubuhnya dengan tatapanmu.” Kekeh Kal. Dia memeluk Noval seolah melindungi si kecil dari monster jahat.Raya tertawa hambar. Baiklah, tidak perlu berdebat dengan orang kaya tentang apa yang bisa dan tidak bisa dibeli. Mereka tidak akan mengerti.Barang-barang Noval diberikan pada jasa pengiriman dan akan diantarkan pada sore hari. Jadi mereka bertiga bisa melenggang santai mencoba berbagai jajanan. Ketika hampir waktunya, mereka pergi ke bandara. Kal memeluk Noval dan mencium kepalanya. “Sampai jumpa lain kali. Mungkin sebulan kemudian.”“Bulan... Taimaiteroy?” ucap Noval dengan wajah bingung.Kal tertawa dan mencubit pipi anak itu gemas, “rajinlah ke sekolah. Ketika kau bisa me
Pagi itu, Juleha mengantar Raffa ke bandara. Sementara Raya, Kal dan Noval pergi sarapan. Mereka memasuki toko sarapan sederhana yang ramai. Raya yang merekomendasikan tempat ini.“Bagaimana menurutmu?” tanya Raya ketika Kal mencicipi pancake dengan sirup maple. “Enak.” Sahut Kal. Rasanya masih standar. Bisa dimakan. Jadi dia mengatakan enak.“Beberapa kali Hani memesan takeaway dari sini. Aku cukup menyukainya. Rasanya enak dan harganya lebih murah.” Celoteh Raya.“Bu, bu, es lim.” Pinta Noval sambil menarik-narik tangan Raya.“Nono, ini masih pagi. Nanti sakit perut. Makan siang nanti bubu belikan es krim, oke?” bujuk Raya.“Es Lim.” Pinta Noval dengan wajah cemberut dan mata mulai berkaca-kaca.Raya mendesah. Ini dia, scene dimana semua orang akan begitu bersimpati dan menganggap Raya sebagai penjahat dimulai. Noval dengan kesengsaraannya yang tak tertandingi.“Nono.” Desan Raya tak berdaya.Tapi pria kecil itu sepertinya sangat bertekad untuk mendapatkan es krim. Dia tidak mengam
Raffa tertawa mendengar ucapan Juleha. Dia mengulurkan tangan mengusap pipi lembut gadis itu.“Khawatir padaku?” Tanyanya.Juleha berdecak. “Apa tidak merasa canggung kalian dua pria besar tidur disofa kecil itu? Lagipula yang benar-benar panjang hanya satu. Sisanya tidak sepanjang itu.”“Kalau begitu biarkan aku tidur dikamarmu. Jadi aku tidak perlu tidur disofa yang canggung.” Ucap Raffa dengan tatapan main-main.Juleha menatap Raffa nyalang selama hampir satu menit. Raffa sendiri sangat sabar. Mendapatkan tatapan ganas itu, dia hanya tersenyum menunggu keputusan Juleha.Kemudian wanita itu berbalik, masuk ke dalam kamar tanpa menutup pintu. Tentu saja dengan senang hati Raffa mengekorinya. Masuk ke dalam kamar Juleha dan menutup pintu. Sepertinya malam ini dia akan bermimpi indah.Sementara itu, dikamar lain, Kal membaringkan Noval dengan hati-hati. Raya melepaskan sepatu anak itu, kemudian mengelap tangan dan kakinya dengan handuk basah.Setelah selesai mengurus Noval, Raya berbal