Share

Bab 3

Author: Mariahlia
last update Last Updated: 2024-09-13 12:51:28

Nisa menghiraukan semua perkataan yang terlontar dari mulut mereka semuanya. Dirinya tidak ambil pusing, walaupun kenyataannya, rasa sesak di dalam dadanya itu ada. Tapi Nisa mencoba menahan rasa sesak itu.

Untuk apa dirinya bersedih, karena semua itu hanya akan mempengaruhi pikirannya saja, apa lagi saat ini dirinya tengah hamil.

Mereka juga sudah biasa menghinanya seperti itu. Bahkan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Nisa.

Berjalan beberapa langkah saja, Nisa sudah sampai di tempat tujuannya. Yaitu warung bakso Sira, satu-satunya wanita paruh baya yang menyukai Nisa.

Sebenarnya Sira itu masih ada sangkut pautnya saudara dengan keluarga Doni. Lebih tepatnya kakak kandung ibu Mirna. Namun, karena Mirna merasa jika hidupnya Sira itu lebih baik dari dirinya, wanita itu selalu memusuhi Sira.

Bahkan Mirna dengan terang-terangan membenci saudara kandungnya itu.

Aneh memang, tapi bude Sira tidak pernah marah dan selalu bersikap baik pada wanita itu.

"Assalamualaikum bude"

"Wa'alaikum salam, wah ada bumil, sini nak masuk sayang." Lihatlah, wanita paruh baya itu menyambut kedatangan Nisa dengan ramah, bahkan rela meninggalkan pekerjaan nya demi menghampiri Nisa dan menanyakan kabarnya. Padahal mereka baru saja bertemu kemarin.

"Bagaimana kabar kamu nak?" Sira bahkan mengelus perut buncit Nisa dan langsung menuntun Nisa untuk duduk di kursi yang memang ada di sana.

Nisa tersenyum, senang sekali dirinya mendapatkan perhatian dari wanita ini. Ada rasa hangat yang menjalar di sekujur tubuhnya. Berjauhan dari kedua orang tuanya, membuat Nisa sangat merindukan kasih sayang seperti ini. Apa lagi perlakuan yang dirinya dapatkan dari keluarga suaminya. Membuat Nisa rasanya ingin pergi saja.

Tapi sayang, Nisa tidak bisa melakukannya. Nisa terlalu baik untuk melakukan hal sejahat itu.

Perasaan Nisa itu sangat emosional saat ini, entah kenapa Nisa tiba-tiba menetes air matanya, padahal sudah dirinya tahan sejak tadi. Namun nyatanya air mata itu tiba-tiba jatuh. Mungkin efek dari kehamilannya yang meningkat kan rasa emosional di dalam dirinya.

"Kok kamu menangis sayang?" Sira langsung tersentak saat melihat Nisa menangis, segeralah dirinya memanggil Desi- anaknya untuk mengganti kan dirinya berjualan bakso,

"Des, bantu gantiin ibu jualan dulu ya" ucap Sira.

Dan Desi anak Sira ini sangatlah berbeda dari Kemuning, gadis yang berusia sama dengan Kemuning itu mengangguk patuh, bahkan dirinya sangat baik dan selalu bersikap ramah dengan Nisa.

"Iya buk. Eh mbak Nisa nya kenapa buk? Kok nangis?" Tanya Desi sesaat melewati tempat Sira dan Nisa.

"Enggak apa-apa, mungkin mbak mu kelelahan saja nak. Yaudah sana kamu bantu berjualan dulu ya. Ibuk enggak lama kok. Itu ada yang beli" tunjuk Sira saat melihat ada pelanggan yang datang.

Warung Sira ini terbilang sangat ramai pembelinya. Tak jarang sampai pembeli dari luaran desa yang datang. Kata mereka bakso buatan Sira ini sangat lezat, dan Nisa mengakuinya itu.

Setelah Desi pergi, Sira meraih satu gelas yang sudah berisi air putih, lalu memberikannya kepada Nisa. "Di minum dulu Nis." Ucapnya dengan lembut.

Nisa menganggukkan kepalanya, lalu meraih gelas itu dan langsung meminumnya hingga habis. Rasanya sedikit ada yang lega di dalam dadanya. Rasa sesak itu berkurang sedikit.

"Kamu kenapa nak? Mertuamu berbuat ulah lagi?" Tanya Sira yang memang sudah hafal dengan sifat Mirna. Karena Sira pernah memergoki Mirna sedang memarahi Nisa. Sira sempat menegur saudara kandungnya itu, namun dirinya malah berakhir menjadi amukan wanita paruh baya itu.

Siapa yang tega melihat wanita hamil seperti Nisa di perlakukan seperti itu oleh Mirna. Bahkan anak wanita itu, yang notabene nya sebagai suami Nisa, hanya diam saja saat istri nya di perlakukan seperti itu.

Kejam, bagi Sira mereka sangatlah kejam, meminta anak orang hanya untuk di perlakukan seperti itu. Sungguh hati mereka entah terbuat dari apa. Susah payah kedua orang tuanya membesarkan anaknya, dan selalu berdoa agar anak nya kelak bahagia, namun nyatanya malah hidup anak nya di jadikan seperti ini.

Nisa menggelengkan kepalanya, mana mungkin Nisa membuka aib keluarga suaminya "enggak bude. Tapi Nisa lagi kangen aja sama ibuk dan bapak." Sahut Nisa.

Sira menganggukkan kepalanya, lalu tangannya mengelus kepala Nisa yang tertutup oleh hijab lusuh dengan sayang. Sira tau jika itu hanya alibi Nisa saja, Sira tau semuanya, namun dirinya lebih memilih diam, dan tidak mau mengungkitnya. Agar Nisa tidak semakin kepikiran.

Sungguh malang perempuan ini. Dulu awal mula mengenal Nisa, wanita ini tidak selusuh sekarang, walaupun kedua orang tuanya tidak mampu, tapi Nisa menjadi gadis yang cantik dan terawat.

Orang tuanya selalu memanjakan Nisa. Walaupun bukan dengan barang-barang mewah dan mahal. Hanya sederhana.

"Yaudah, Minggu ini bude antar kamu pulang mau? Bude juga mau berkunjung ke rumah orang tua kamu, bude kangen sama masakan ibuk kamu" ucap Sira.

"Emm, nanti Nisa minta ijin sama bang Doni dulu ya bude."

Dan selalu, wanita itu akan menjawabnya seperti itu. Sungguh wanita yang mulia.

Tapi Sira tidak habis pikir kenapa suami dan mertuanya bisa memperlakukan wanita sebaik Nisa seperti itu.

Sira tersenyum, "iya nak." Lalu bangkit dari duduknya dan mengambilkan nasi serta lauk pauk yang di masaknya siang ini.

Sira meletakkannya di atas meja di depan Nisa. "Makan Nis. Bude tau kamu lapar " ucap Sira.

Ya, lagi-lagi Sira tau bahwa Nisa pasti kelaparan. Walaupun Nisa tidak pernah memberitahunya dan selalu menyangkalnya, tapi Sira tau.

Seperti ini.

"Nisa baru makan bude, tadi ibuk masak ayam kecap" ucap Nisa.

Sira tersenyum tipis, dirinya tau kalau Nisa pasti berbohong dan menutupinya. Hatinya rasanya amat sesak, melihat kebaikan wanita ini.

"Di makan nak, wanita hamil pasti sering merasa lapar. Bude tadi masak makanan spesial untuk kamu nak"

Air liur Nisa rasanya ingin menetes saat melihat makanan di depannya, dirinya yang memang kelaparan dari pagi belum makan apa pun rasanya ingin melahap saja. Namun sekali lagi, Nisa tidak mau menjatuhkan marwah keluarga suaminya.

"Bude nanti saja, Nisa akan bantu Desi dulu baru Nisa makan" ucap Nisa yang akan bangkit dari duduknya. Namun langsung di tahan oleh Sira.

"Makan dulu nak, Desi biar bude yang bantu. Nanti kalau sudah selesai makannya, kamu bisa langsung ke depan ya nak. Jangan menolak rezeki Nis, enggak baik." Ucap Sira.

Dan akhirnya Nisa menurut, Nisa memakan makanan yang di meja itu dengan lahap. Sungguh Nisa sangat lapar sekali, mengingat dirinya belum makan dan hanya meminum air putih saja tadi.

Sira langsung berlalu menghampiri anaknya yang ada di depan, tidak jauh, Desi masih bisa melihatnya.

Desi langsung memeluk tubuh ibunya dengan erat. "Ya Allah buk, terbuat dari apa hati wanita sebaik mbak Nisa" isak Desi saat melihat Nisa. Sungguh hatinya rasanya sangat sesak.

Sira menganggukkan kepalanya, diam-diam bulir bening jatuh menetes di pelupuk matanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Cacian Keluarga Suami Ku    Bab 4

    "Sudah mau pulang? Kamu mau bude bawakan makanan tidak Nis?" Sira menawarkan makanan pada Nisa, namun Nisa menggelengkan kepalanya, jelas tentu menolaknya karena Nisa terlalu sungkan selalu di berikan makanan seperti itu pada bude Sira setiap harinya. "Enggak usah bude, nanti Nisa makan di rumah. Oiya kalau bude enggak keberatan, Nisa boleh minta satu keripiknya?" Sudah Sira tebak, jika wanita itu pasti akan berbohong lagi, Sira sungguh sampai tidak sanggup menahan gejolak di dalam dadanya. Sakit sekali rasanya, sudah Sira tebak, jika Nisa tidak akan makan di rumah suaminya itu. Nisa akan mengganjal perutnya dengan sebungkus kripik pisang saja. "Nis, sini dulu. Kebetulan tadi ada lebih bakso, yuk kita makan bareng" Sira menarik tangan Nisa membawanya menuju ke meja. "Tapi nanti, bang Doni udah pulang bude" "Enggak apa-apa. Kalau Doni marah, biar bude yang hadapi. Kamu jangan takut. Kita cuman makan bakso bareng" ucap Sira, bukannya tidak sopan mengajarkan yang tidak-tidak pada N

    Last Updated : 2024-09-13
  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 5

    Hari ini sesuai yang di ucapkan oleh Nisa kemarin, wanita itu pergi ke klinik yang berada di Desa itu. Pastinya, setelah Nisa sudah siap dengan pekerjaan rumah, serta pergi ke pasar. Jarak klinik itu lumayan jauh, Nisa berjalan kaki, karena uangnya hanya cukup untuk memeriksa kandungannya saja. Nisa menarik nafasnya, saat merasakan perut nya kram, wanita berhijab itu langsung menghentikan langkah kakinya. Beruntung di pinggir jalan ada bangku kayu panjang, Nisa mendudukkan dirinya sejenak di sana, sebelum melanjutkan perjalanannya lagi. Nafas nya terengah-engah, keringat terus mengucur deras di keningnya. Badannya sudah lelah sekali, rasanya sudah tidak kuat berjalan kembali, namun dirinya harus tetap memaksakan diri. Hanya tinggal beberapa meter lagi, dirinya akan sampai di klinik. Nisa mengelus dengan lembut perutnya yang membesar. "Sayang, kamu yang kuat ya, sebentar lagi kamu bakalan di periksa sama ibu bidan," monolog Nisa. Setelah di rasa sudah lebih baik, Nisa lalu bang

    Last Updated : 2024-09-19
  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 6

    "Mau cerai ya cerai saja sana! Enggak ada ruginya untuk keluargaku! Kamu itu hanya parasit yang datang di keluarga kami. Dasar perempuan hina, miskin." Ucap Mirna dengan pedas. Nisa terkejut dengan kehadiran Mirna, karena setahunya, tadi dirinya tidak melihat keberadaan ibu mertua atau adik iparnya. Tapi, Mirna tiba-tiba datang. Malas berdebat dengan ibu mertuanya yang pasti tidak ada ujungnya, Nisa langsung berlalu pergi dari sana, meninggalkan Mirna yabg menggerutu. Nisa memilih menyusul sang suami ke dalam kamar. Mirna mengumpat sarkas. "Dasar menantu tidak tau diri. Emang dasarnya orang miskin ya begitu, pendidikannya kurang. Sopan santun saja tidak ada." Mirna langsung bergegas mengambil tas miliknya, tadi dirinya sudah di pertengahan perjalanan, dan tasnya ketinggalan. Terpaksa Mirna harus kembali ke rumah. Namun, siapa sangka dirinya malah mendengar obrolan anak dan menantunya. Miran langsung pergi, malas mengurusi perihal itu, biarkan saja mereka cerai, karena hal itu

    Last Updated : 2024-09-20
  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 7

    "Ibu ngapain ke sini? Bukannya ibu tadi ada sama bapak?" Joko tergeragap saat mendapati sang ibu yang menatap ke arahnya. Matanya sesekali melirik ke arah Kemuning yang masih diam di tempatnya. Joko mengumpat, kenapa perempuan itu masih berdiri di sana, dan tidak pergi. Kalau sampai ibunya curiga bagaimana? Joko tidak mau image buruknya di ketahui oleh sang ibu. "Ibu ya memang cari kamu. Kamu aja di cariin enggak ada dari tadi. Lagi, ngapain itu kamu dari semak-semak? Kurang kerjaan kamu?" Omel sang ibu, matanya memicing ke arah Joko. Joko tersenyum, walaupun jantungnya sudah berdebar tidak karuan. Sungguh dirinya sangat takut sekali jika ibunya sampai mengetahui perbuatannya itu. "Emm anu, itu Bu" "Anu apa? Jangan kebanyakan anu Joko, kamu ini. Cepat, budemu sudah menunggu di depan, tidak baik tamu datang di tinggal pergi." Cetus ibu Joko. Joko menganggukkan kepalanya, lalu berjalan bersama dengan ibunya pergi dari tempat itu, tapi baru beberapa langkah, ternyata Kemuning

    Last Updated : 2024-09-22
  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 8

    Hujan sudah berhenti mengguyur, tapi Nisa masih betah meringkuk di dalam selimut tebal yang membalut tubuhnya. Entah mungkin karena efek kelelahan, Nisa sampai terlelap lama. Beruntung ibu mertuanya masih belum pulang, jadi Nisa tidak akan terkena masalah apapun . Doni yang melihatnya hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan kasar, pria itu sedikit terenyuh dengan pemandangan yang ada di depan matanya saat ini, namun lagi dan lagi dirinya teringat dengan ucapan ibunya. Tidak di pungkiri, Doni mencintai wanita yang berstatus istrinya itu. Bahkan rasa cintanya tidak pernah hilang sedikit pun. Namun perkataan sang ibu yang selalu terngiang-ngiang di dalam benaknya langsung membuat Doni mengubah ekspresi wajahnya kembali. Pria itu menghembuskan nafasnya kasar, lalu berlalu keluar dari rumah, tujuannya ingin menenangkan pikirannya terlebih dahulu. "Doni" Doni menghentikan langkah kakinya, pria itu menoleh dan langsung menatap ke arah wanita paruh baya yang tidak lain adalah buden

    Last Updated : 2024-09-22
  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 9

    Doni termangu sesaat saat mendengar perkataan yang keluar dari mulut budenya itu. Sungguh dirinya tidak akan mau jika harus berpisah dengan Nisa. Dirinya mencintai Nisa, namun Doni tidak bisa membela wanitanya itu. Perkataan bude Sira tadi sangat mengusik hati dan pikirannya. Karena biar bagaimanapun Doni ingin bersama dengan Nisa, tapi wanita itu saja yang merubah semuanya, membuat Doni tak menyukai perempuan itu lagi. Bude Sira sudah kembali ke warung baksonya, rasanya bude Sira percuma saja menasehati keponakannya itu. Keponakannya itu ternyata sama-sama kejamnya seperti ibunya-Mirna. Padahal bude Sira sudah berharap, jika Doni membuka matanya, mendengarkan apa yang dikatakan olehnya, dan lebih melihat lagi bagaimana perjuangan Nisa selama ini. Nisa, wanita itu pontang-panting ke sana kemari. Belum lagi hinaan maupun cercaan yang keluar dari mulut Mirna, serta keluarga yang lainnya, terlebih ibu-ibu biang gosip yang selalu berbicara sesuka hati mereka, ah entahlah, rasanya

    Last Updated : 2024-09-24
  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 10

    "Astaghfirullah, Nisa kamu harus bertahan nak, bude akan membawa kamu segera ke klinik." Bude Sira bahkan meminta tolong pada beberapa orang tetangganya yang lewat di depan rumahnya untuk membangunnya membawa Nisa ke klinik. Sungguh dirinya sangat resah, takut terjadi sesuatu pada wanita itu. Terlebih melihat kondisi Nisa yang bisa di katakan sedang tidak baik-baik saja. Kemungkinan buruk bisa terjadi, namun bude Sira berdoa semoga kemungkinan buruk itu hilang. "Nak, bertahan sayang. Nisa wanita yang kuat. Bude yakin Nisa pasti bisa melawan ini semuanya. Ingat sayang, ada nyawa bayi yang selama ini kamu perjuangkan." Bude Sira tidak berhenti mengucapkan kata-katanya, walaupun Nisa sama sekali tidak merespon perkataannya. Sungguh, hati bude Sira bergemuruh hebat, apa lagi membayangkan wanita itu selama ini bekerja keras untuk mempertahankan anak yang ada di dalam kandungannya, bahkan keluarga suaminya saja sama sekali tidak peduli. Nisa seperti hidup sebatang kara, jauh dari kedu

    Last Updated : 2024-09-26
  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 11

    Nisa sudah sadarkan diri, tapi perutnya masih terasa sangat sakit. Nisa bahkan tidak sanggup untuk bangun dari ranjang klinik itu. Bude Sira datang membawakan teh dan makanan untuk Nisa, tadi sempat pulang sebentar ingin memberitahukan Doni dan keluarganya, tapi sayang, Doni tidak ada di rumah, serta keluarga Doni, ya seperti itu lah, mereka sama sekali tidak peduli dengan apapun yang terjadi pada Nisa. Mereka malah tertawa dan menyumpah serapah Nisa. Mereka bahkan tidak sudih sedikitpun untuk datang melihat keadaan Nisa, mau Nisa mati sekalipun mereka tidak akan pernah peduli. Sebegitu jahatnya mereka pada Nisa, tanpa menghiraukan perasaan Nisa sedikitpun. "Makan Nis, bude bawakan nasi dan teh hangat untuk kamu, kamu harus banyak makan, biar kamu banyak tenaga lagi." Nisa memang sudah sadar, tapi hatinya sedih tak karuan, karena mengingat perkataan bidan barusan saat dirinya sadarkan diri, jika dirinya harus segera di rujuk ke rumah sakit yang ada di kota. Siapa yang tak sedih,

    Last Updated : 2024-09-28

Latest chapter

  • Cacian Keluarga Suami Ku    Bab 42 Ending

    Setelah mendapatkan kabar dari Tiar, bude Sira, Doni dan juga Desi langsung menuju ke rumah sakit tempat dimana keberadaan Kemuning yang saat itu sedang di rawat. Untuk sementara waktu, acara tahlilan Mirna di hentikan sebentar, sampai mereka kembali ke desa. Bukannya apa, karena tidak ada yang mengurus acara tersebut. Denny? Bahkan batang hidungnya saja tidak muncul. Pria itu bagaikan di telan bumi, entah kemana. "Tiar, bagaimana dengan kondisi Kemuning?" Tanya bude Sira pada anaknya itu. Tiar menatap sendu mereka semuanya. "Kemuning, Kemuning masih kritis. Bahkan, setelah di operasi pun, keadaannya belum baik-baik saja. Ia bahkan harus kehilangan banyak darah. Akibat perdarahan hebat." Ucap Tiar sambil menundukkan kepalanya. Bude Sira dan Desi saling memeluk, mereka menumpahkan tangis mereka. Begitupun dengan Doni yang sudah terduduk lemas di sana. Ia benar-benar merasa sudah gagal menjadi seorang Abang.Hingga beberapa saat, seorang dokter keluar dari ruangan ICU itu. Raut w

  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 41

    "loh, mbak Nisanya mana tadi buk?" Tanya Desi yang baru saja kembali dari rumah warga, ia sudah tidak mendapati lagi keberadaan Nisa di sana. Padahal Desi ingin sekali ngobrol dengan Nisa, sudah lama sekali ia tidak ngobrol dengan wanita itu. "Mbak Nisa pulang. Bapaknya ada kerjaan besok, nggak bisa menginap, nak." Desi mengerucutkan ujung bibirnya. "Yahh. Padahal tadi aku sempat pulang loh buk, udah siapin kamar buat ibu dan bapaknya mbak Nisa. Aku juga udah semprotin parfum di kamar aku, aku pengen tidur sama mbak Nisa, udah lama banget nggak ngobrol, pengen ngobrol semalaman sama mbak Nisa." Bude Sira tersenyum. "Lain kali saja. Ibu juga nggak bisa menahan mbak Nisa, kasihan dia juga pasti harus menahan diri agar traumanya tidak kambuh." Ucap bude Sira membuat Desi mengerutkan keningnya bingung. "Trauma? Trauma apa yang ibuk maksud? Mbak Nisa juga baik-baik aja tadi Desi lihat." Bude Sira menatap sekelilingnya, saat di rasa sepi dan tidak ada orang selain ia dan Desi, bude S

  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 40

    Di rumah sakit. Tiar duduk termenung di depan ruangan operasi itu. Pikirannya benar-benar kacau lebur saat ini. Ia masih tak menyangka jika Kemuning harus segera di operasi, karena bayinya tidak bisa di selamatkan. Ia tak tau bagaimana hancurnya hati wanita itu nantinya jika sampai tau kenyataan ini. Joko, pria itu juga masih ada di sana, ia tak pulang ke rumahnya, perasaan bersalah di dalam dirinya terus menyeruak, membuat Joko merasa sangat menyesal. Ia hanya bisa berandai-andai. Andai saja ia bisa mengulang waktu lagi, ia tak akan menyia-nyiakan Kemuning. Walupun kedua orangtuanya melarang keras hubungan mereka berdua, tapi akan Joko usahakan untuk tetap mempertahankan hubungan keduanya. Ia tak peduli dengan restu keduanya, yang penting ia tak akan menyakiti hati wanita itu. Terutama anak yang ada di dalam kandungan wanita itu. Tapi, semuanya sudah menjadi bubur. Joko tak bisa berkata-kata, dokter sudah mengatakan jika anaknya tidak bisa di pertahankan lagi. “Bang

  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 39

    "Nis, boleh Abang ngomong sebentar?" Doni menatapi Nisa dengan tatapan yang sulit di artikan. Ada tatapan penyesalan yang paling mendalam di dalam diri Doni, entahlah, apalagi saat melihat sosok mantan istrinya yang terlihat lebih baik dari sebelumnya itu, ada perasaan tak rela jika sampai suatu hari nanti Nisa menikah lagi dengan seorang pria. Nisa menoleh ke arah sang ibu dan bude Sira yang juga menatap ke arah Doni. "Kamu mau ngomong apo toh, Don. Kalau kamu mau ngomong, yaudah di sini aja, ada ibu mertuamu sama bude." Kata Bude Sira. Doni menghembuskan nafasnya kasar. "Doni mau ngomong berdua saja sama Nisa, bude. Ada hal yang harus kami luruskan lagi di dalam hubungan kami, lagian Nisa belum resmi Doni talak, masih ada harapan bukan?" Ucap Doni penuh dengan harap. Ibunya NIsa dan bude SIra melotot mendengar perkataan dari Doni, terlebih Nisa yang juga sangat terkejut. "Kamu ngomong apa bang? Kita sudah berakhir saat kamu menjatuhkan talak sama aku waktu itu. Kita su

  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 38

    "Win, mertuamu kan meninggal, kok kamu sama keluargamu malah di rumah saja? Enggak pada ke rumah almarhumah ibunya suami kamu?" Tanya Kokom pada Wina yang saat ini sedang sibuk memilih sayuran di depan rumah gadis itu. Wina berdecih mendengarnya, namun tetap memasang wajah biasa saja. "Saya ada ke sana kok buk Kokom, mama dan bapak saya juga ke sana kok." Sahut Wina sambil tersenyum. Kening Kokom berlipat mendengarnya. Setau dirinya semalam dirinya pergi membaca doa di rumah Mirna, batang hidung Wina dan keluarganya saja tidak ada. Padahal bapak Wina kan RT di kampung ini. "Tapi tadi malam kamu enggak ada Win." Wina tergeragap mendengarnya, kalau sudah seperti ini dirinya harus mengatakan apa? Tidak mungkin dirinya mengatakan yang sebenarnya pada mereka semuanya. "Saya tadi malam datang loh Win. Duduk di dalam lagi. Yang ada di dalam rumah juga bude Sira doang sama anak gadisnya. Denny dan Doni entah pergi kemana. Kemuning lagi. CK, entah kemana enggak ada nampak. " Ucap Koko

  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 37

    Kemuning dan Tiar saling pandang, lalu sedetik kemudian, Tiar melengos ke samping. "Enggak usah! Enggak perlu juga bantuan dari kamu! Saya dan Doni akan melakukan apa pun, demi kesembuhan Kemuning dan bayi nya . Dan kami tidak perlu bantuan orang seperti dirimu " tegas Tiar , sungguh dirinya amat marah pada pemuda itu . Bagaimana pun , Joko tidak mau bertanggung jawab atas apa yang sudah di perbuat oleh nya . Dan keluarga nya malah mencerca Kemuning . Joko menundukkan kepala nya . Rasa sesal itu tidak ada di dalam dirinya . Dirinya tetap kekeuh tidak mau bertanggung jawab pada bayi yang sedang Kemuning kandung . Ini semua di lakukan oleh nya , saat seorang pria pengacara yang ada di desa nya tadi melihat semua yang di lakukan oleh sang ibu. Dan pria itu mengancam akan melaporkan ibu nya Joko dan Joko ke kantor polisi atas tindakan kekerasan . Joko yang tidak mau dirinya dan sang ibu di penjara langsung berinisiatif mengatakan jika dirinya akan menanggung semua biaya pengobatan Ke

  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 36

    Mereka masih saja menangis pilu mengantarkan jenazah Mirna ke peristirahatan terakhir nya . Apa lagi saat ini , hati mereka sungguh resah saat mendengar kabar jika Kemuning di bawa ke rumah sakit akibat pendarahan hebat . Sungguh hati mana yang tidak pilu , ujian begitu silih berganti menghampiri keluarga Doni . Entah bagaimana Doni harus menyingkapi nya , tapi rasanya sungguh teramat sesak di dalam dada nya sana . "Buk, maafkan Denny . Maaf Denny yang sudah menjadi anak durhaka buk . " Denny masih saja menangis , meratapi nasibnya kehilangan sang ibu. Dirinya baru menyadari bahwa ibu nya sangat lah penting . Doni hanya diam saja , dirinya enggan berdebat untuk sekarang ini , apa yang di katakan oleh bude nya tadi benar , mereka tidak boleh ribut di depan jenazah sang ibu, yang mengakibatkan sang ibu di sana menangis melihat mereka . Masih dengan keterbungkaman nya , sampai jenazah sang ibu di masukkan di liang lahat , dengan Denny yang menangis meraung-raung . Doni hanya diam saj

  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 35

    "Mertuamu meninggal, Nis" Deg Nisa yang sedang melipat kain itu di buat terkejut saat mendengar perkataan dari sang ibu. Matanya langsung menoleh, dan menatap ibunya dengan lekat. "Ibu yang bener? Dapat kabar darimana?" Tanya Nisa penasaran, sebab mereka tidak pernah sama sekali berkomunikasi dengan mereka yang ada di desa keluarga mantan suaminya itu. "Tadi ada orang yang datang kemari, katanya dia suruhan bude Sira, dia menyampaikan kabar katanya mertuamu meninggal." Ucap ibunya Nisa. "Innalilahi," Nisa bahkan sampai menitikkan air matanya mendengar perkataan ibunya. "Bagaimana Nis, kita ke sana?"Nisa mengangguk. "Iya buk." * Doni masih saja menangis saat mengantar sang ibu ke peristirahatan yang terakhir kali nya. Sungguh dirinya tidak pernah menyangka sang ibu akan pergi secepat ini . "Buk ..." "Yang sabar Doni . Ibuk mu sudah tidak merasakan sakit lagi di sana. " Ucap bude Sira yang masih setia menunggu di samping keponakan nya itu , dirinya tetap berada di r

  • Cacian Keluarga Suami Ku    bab 34

    Doni akhirnya terpaksa menerima konsekuensinya, dirinya harus mencicil biaya pengobatan pak Danto, karena pria itu terluka parah. Beruntung dirinya masih di berikan keringanan untuk mencicilnya, kalau saja tidak, entah darimana Doni uang, mungkin dirinya saat ini sudah masuk penjara. Hari demi hari di lewati oleh mereka seperti beban yang menumpuk di pundak mereka. Bahkan tidak ada kebahagiaan lagi yang hadir di hidup mereka. Hanya sebuah penderitaan yang datang silih berganti terus memutari kehidupan mereka. Kemuning menangis saat mendengar penolakan yang kesekian kalinya dari Joko . Pria itu bahkan dengan enteng nya mengatakan jika akan menikab dengan orang lain, jauh lebih cantik bahkan kaya raya . Tidak seperti Kemuning yang hanya gadis miskin saja . "Enggak usah nangis , mending sana kamu pulang , urusin itu ibuk kamu yang cacat . " Celetuk Joko mengusir Kemuning . Ya saat ini Kemuning datang ke rumah Joko, dan meminta pertanggung jawaban lagi pada laki-laki itu . Tapi sa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status