"Mertuamu meninggal, Nis" Deg Nisa yang sedang melipat kain itu di buat terkejut saat mendengar perkataan dari sang ibu. Matanya langsung menoleh, dan menatap ibunya dengan lekat. "Ibu yang bener? Dapat kabar darimana?" Tanya Nisa penasaran, sebab mereka tidak pernah sama sekali berkomunikasi dengan mereka yang ada di desa keluarga mantan suaminya itu. "Tadi ada orang yang datang kemari, katanya dia suruhan bude Sira, dia menyampaikan kabar katanya mertuamu meninggal." Ucap ibunya Nisa. "Innalilahi," Nisa bahkan sampai menitikkan air matanya mendengar perkataan ibunya. "Bagaimana Nis, kita ke sana?"Nisa mengangguk. "Iya buk." * Doni masih saja menangis saat mengantar sang ibu ke peristirahatan yang terakhir kali nya. Sungguh dirinya tidak pernah menyangka sang ibu akan pergi secepat ini . "Buk ..." "Yang sabar Doni . Ibuk mu sudah tidak merasakan sakit lagi di sana. " Ucap bude Sira yang masih setia menunggu di samping keponakan nya itu , dirinya tetap berada di r
Mereka masih saja menangis pilu mengantarkan jenazah Mirna ke peristirahatan terakhir nya . Apa lagi saat ini , hati mereka sungguh resah saat mendengar kabar jika Kemuning di bawa ke rumah sakit akibat pendarahan hebat . Sungguh hati mana yang tidak pilu , ujian begitu silih berganti menghampiri keluarga Doni . Entah bagaimana Doni harus menyingkapi nya , tapi rasanya sungguh teramat sesak di dalam dada nya sana . "Buk, maafkan Denny . Maaf Denny yang sudah menjadi anak durhaka buk . " Denny masih saja menangis , meratapi nasibnya kehilangan sang ibu. Dirinya baru menyadari bahwa ibu nya sangat lah penting . Doni hanya diam saja , dirinya enggan berdebat untuk sekarang ini , apa yang di katakan oleh bude nya tadi benar , mereka tidak boleh ribut di depan jenazah sang ibu, yang mengakibatkan sang ibu di sana menangis melihat mereka . Masih dengan keterbungkaman nya , sampai jenazah sang ibu di masukkan di liang lahat , dengan Denny yang menangis meraung-raung . Doni hanya diam saj
Kemuning dan Tiar saling pandang, lalu sedetik kemudian, Tiar melengos ke samping. "Enggak usah! Enggak perlu juga bantuan dari kamu! Saya dan Doni akan melakukan apa pun, demi kesembuhan Kemuning dan bayi nya . Dan kami tidak perlu bantuan orang seperti dirimu " tegas Tiar , sungguh dirinya amat marah pada pemuda itu . Bagaimana pun , Joko tidak mau bertanggung jawab atas apa yang sudah di perbuat oleh nya . Dan keluarga nya malah mencerca Kemuning . Joko menundukkan kepala nya . Rasa sesal itu tidak ada di dalam dirinya . Dirinya tetap kekeuh tidak mau bertanggung jawab pada bayi yang sedang Kemuning kandung . Ini semua di lakukan oleh nya , saat seorang pria pengacara yang ada di desa nya tadi melihat semua yang di lakukan oleh sang ibu. Dan pria itu mengancam akan melaporkan ibu nya Joko dan Joko ke kantor polisi atas tindakan kekerasan . Joko yang tidak mau dirinya dan sang ibu di penjara langsung berinisiatif mengatakan jika dirinya akan menanggung semua biaya pengobatan Ke
"Win, mertuamu kan meninggal, kok kamu sama keluargamu malah di rumah saja? Enggak pada ke rumah almarhumah ibunya suami kamu?" Tanya Kokom pada Wina yang saat ini sedang sibuk memilih sayuran di depan rumah gadis itu. Wina berdecih mendengarnya, namun tetap memasang wajah biasa saja. "Saya ada ke sana kok buk Kokom, mama dan bapak saya juga ke sana kok." Sahut Wina sambil tersenyum. Kening Kokom berlipat mendengarnya. Setau dirinya semalam dirinya pergi membaca doa di rumah Mirna, batang hidung Wina dan keluarganya saja tidak ada. Padahal bapak Wina kan RT di kampung ini. "Tapi tadi malam kamu enggak ada Win." Wina tergeragap mendengarnya, kalau sudah seperti ini dirinya harus mengatakan apa? Tidak mungkin dirinya mengatakan yang sebenarnya pada mereka semuanya. "Saya tadi malam datang loh Win. Duduk di dalam lagi. Yang ada di dalam rumah juga bude Sira doang sama anak gadisnya. Denny dan Doni entah pergi kemana. Kemuning lagi. CK, entah kemana enggak ada nampak. " Ucap Koko
"Nis, boleh Abang ngomong sebentar?" Doni menatapi Nisa dengan tatapan yang sulit di artikan. Ada tatapan penyesalan yang paling mendalam di dalam diri Doni, entahlah, apalagi saat melihat sosok mantan istrinya yang terlihat lebih baik dari sebelumnya itu, ada perasaan tak rela jika sampai suatu hari nanti Nisa menikah lagi dengan seorang pria. Nisa menoleh ke arah sang ibu dan bude Sira yang juga menatap ke arah Doni. "Kamu mau ngomong apo toh, Don. Kalau kamu mau ngomong, yaudah di sini aja, ada ibu mertuamu sama bude." Kata Bude Sira. Doni menghembuskan nafasnya kasar. "Doni mau ngomong berdua saja sama Nisa, bude. Ada hal yang harus kami luruskan lagi di dalam hubungan kami, lagian Nisa belum resmi Doni talak, masih ada harapan bukan?" Ucap Doni penuh dengan harap. Ibunya NIsa dan bude SIra melotot mendengar perkataan dari Doni, terlebih Nisa yang juga sangat terkejut. "Kamu ngomong apa bang? Kita sudah berakhir saat kamu menjatuhkan talak sama aku waktu itu. Kita su
Di rumah sakit. Tiar duduk termenung di depan ruangan operasi itu. Pikirannya benar-benar kacau lebur saat ini. Ia masih tak menyangka jika Kemuning harus segera di operasi, karena bayinya tidak bisa di selamatkan. Ia tak tau bagaimana hancurnya hati wanita itu nantinya jika sampai tau kenyataan ini. Joko, pria itu juga masih ada di sana, ia tak pulang ke rumahnya, perasaan bersalah di dalam dirinya terus menyeruak, membuat Joko merasa sangat menyesal. Ia hanya bisa berandai-andai. Andai saja ia bisa mengulang waktu lagi, ia tak akan menyia-nyiakan Kemuning. Walupun kedua orangtuanya melarang keras hubungan mereka berdua, tapi akan Joko usahakan untuk tetap mempertahankan hubungan keduanya. Ia tak peduli dengan restu keduanya, yang penting ia tak akan menyakiti hati wanita itu. Terutama anak yang ada di dalam kandungan wanita itu. Tapi, semuanya sudah menjadi bubur. Joko tak bisa berkata-kata, dokter sudah mengatakan jika anaknya tidak bisa di pertahankan lagi. “Bang
"loh, mbak Nisanya mana tadi buk?" Tanya Desi yang baru saja kembali dari rumah warga, ia sudah tidak mendapati lagi keberadaan Nisa di sana. Padahal Desi ingin sekali ngobrol dengan Nisa, sudah lama sekali ia tidak ngobrol dengan wanita itu. "Mbak Nisa pulang. Bapaknya ada kerjaan besok, nggak bisa menginap, nak." Desi mengerucutkan ujung bibirnya. "Yahh. Padahal tadi aku sempat pulang loh buk, udah siapin kamar buat ibu dan bapaknya mbak Nisa. Aku juga udah semprotin parfum di kamar aku, aku pengen tidur sama mbak Nisa, udah lama banget nggak ngobrol, pengen ngobrol semalaman sama mbak Nisa." Bude Sira tersenyum. "Lain kali saja. Ibu juga nggak bisa menahan mbak Nisa, kasihan dia juga pasti harus menahan diri agar traumanya tidak kambuh." Ucap bude Sira membuat Desi mengerutkan keningnya bingung. "Trauma? Trauma apa yang ibuk maksud? Mbak Nisa juga baik-baik aja tadi Desi lihat." Bude Sira menatap sekelilingnya, saat di rasa sepi dan tidak ada orang selain ia dan Desi, bude S
Setelah mendapatkan kabar dari Tiar, bude Sira, Doni dan juga Desi langsung menuju ke rumah sakit tempat dimana keberadaan Kemuning yang saat itu sedang di rawat. Untuk sementara waktu, acara tahlilan Mirna di hentikan sebentar, sampai mereka kembali ke desa. Bukannya apa, karena tidak ada yang mengurus acara tersebut. Denny? Bahkan batang hidungnya saja tidak muncul. Pria itu bagaikan di telan bumi, entah kemana. "Tiar, bagaimana dengan kondisi Kemuning?" Tanya bude Sira pada anaknya itu. Tiar menatap sendu mereka semuanya. "Kemuning, Kemuning masih kritis. Bahkan, setelah di operasi pun, keadaannya belum baik-baik saja. Ia bahkan harus kehilangan banyak darah. Akibat perdarahan hebat." Ucap Tiar sambil menundukkan kepalanya. Bude Sira dan Desi saling memeluk, mereka menumpahkan tangis mereka. Begitupun dengan Doni yang sudah terduduk lemas di sana. Ia benar-benar merasa sudah gagal menjadi seorang Abang.Hingga beberapa saat, seorang dokter keluar dari ruangan ICU itu. Raut w
Setelah mendapatkan kabar dari Tiar, bude Sira, Doni dan juga Desi langsung menuju ke rumah sakit tempat dimana keberadaan Kemuning yang saat itu sedang di rawat. Untuk sementara waktu, acara tahlilan Mirna di hentikan sebentar, sampai mereka kembali ke desa. Bukannya apa, karena tidak ada yang mengurus acara tersebut. Denny? Bahkan batang hidungnya saja tidak muncul. Pria itu bagaikan di telan bumi, entah kemana. "Tiar, bagaimana dengan kondisi Kemuning?" Tanya bude Sira pada anaknya itu. Tiar menatap sendu mereka semuanya. "Kemuning, Kemuning masih kritis. Bahkan, setelah di operasi pun, keadaannya belum baik-baik saja. Ia bahkan harus kehilangan banyak darah. Akibat perdarahan hebat." Ucap Tiar sambil menundukkan kepalanya. Bude Sira dan Desi saling memeluk, mereka menumpahkan tangis mereka. Begitupun dengan Doni yang sudah terduduk lemas di sana. Ia benar-benar merasa sudah gagal menjadi seorang Abang.Hingga beberapa saat, seorang dokter keluar dari ruangan ICU itu. Raut w
"loh, mbak Nisanya mana tadi buk?" Tanya Desi yang baru saja kembali dari rumah warga, ia sudah tidak mendapati lagi keberadaan Nisa di sana. Padahal Desi ingin sekali ngobrol dengan Nisa, sudah lama sekali ia tidak ngobrol dengan wanita itu. "Mbak Nisa pulang. Bapaknya ada kerjaan besok, nggak bisa menginap, nak." Desi mengerucutkan ujung bibirnya. "Yahh. Padahal tadi aku sempat pulang loh buk, udah siapin kamar buat ibu dan bapaknya mbak Nisa. Aku juga udah semprotin parfum di kamar aku, aku pengen tidur sama mbak Nisa, udah lama banget nggak ngobrol, pengen ngobrol semalaman sama mbak Nisa." Bude Sira tersenyum. "Lain kali saja. Ibu juga nggak bisa menahan mbak Nisa, kasihan dia juga pasti harus menahan diri agar traumanya tidak kambuh." Ucap bude Sira membuat Desi mengerutkan keningnya bingung. "Trauma? Trauma apa yang ibuk maksud? Mbak Nisa juga baik-baik aja tadi Desi lihat." Bude Sira menatap sekelilingnya, saat di rasa sepi dan tidak ada orang selain ia dan Desi, bude S
Di rumah sakit. Tiar duduk termenung di depan ruangan operasi itu. Pikirannya benar-benar kacau lebur saat ini. Ia masih tak menyangka jika Kemuning harus segera di operasi, karena bayinya tidak bisa di selamatkan. Ia tak tau bagaimana hancurnya hati wanita itu nantinya jika sampai tau kenyataan ini. Joko, pria itu juga masih ada di sana, ia tak pulang ke rumahnya, perasaan bersalah di dalam dirinya terus menyeruak, membuat Joko merasa sangat menyesal. Ia hanya bisa berandai-andai. Andai saja ia bisa mengulang waktu lagi, ia tak akan menyia-nyiakan Kemuning. Walupun kedua orangtuanya melarang keras hubungan mereka berdua, tapi akan Joko usahakan untuk tetap mempertahankan hubungan keduanya. Ia tak peduli dengan restu keduanya, yang penting ia tak akan menyakiti hati wanita itu. Terutama anak yang ada di dalam kandungan wanita itu. Tapi, semuanya sudah menjadi bubur. Joko tak bisa berkata-kata, dokter sudah mengatakan jika anaknya tidak bisa di pertahankan lagi. “Bang
"Nis, boleh Abang ngomong sebentar?" Doni menatapi Nisa dengan tatapan yang sulit di artikan. Ada tatapan penyesalan yang paling mendalam di dalam diri Doni, entahlah, apalagi saat melihat sosok mantan istrinya yang terlihat lebih baik dari sebelumnya itu, ada perasaan tak rela jika sampai suatu hari nanti Nisa menikah lagi dengan seorang pria. Nisa menoleh ke arah sang ibu dan bude Sira yang juga menatap ke arah Doni. "Kamu mau ngomong apo toh, Don. Kalau kamu mau ngomong, yaudah di sini aja, ada ibu mertuamu sama bude." Kata Bude Sira. Doni menghembuskan nafasnya kasar. "Doni mau ngomong berdua saja sama Nisa, bude. Ada hal yang harus kami luruskan lagi di dalam hubungan kami, lagian Nisa belum resmi Doni talak, masih ada harapan bukan?" Ucap Doni penuh dengan harap. Ibunya NIsa dan bude SIra melotot mendengar perkataan dari Doni, terlebih Nisa yang juga sangat terkejut. "Kamu ngomong apa bang? Kita sudah berakhir saat kamu menjatuhkan talak sama aku waktu itu. Kita su
"Win, mertuamu kan meninggal, kok kamu sama keluargamu malah di rumah saja? Enggak pada ke rumah almarhumah ibunya suami kamu?" Tanya Kokom pada Wina yang saat ini sedang sibuk memilih sayuran di depan rumah gadis itu. Wina berdecih mendengarnya, namun tetap memasang wajah biasa saja. "Saya ada ke sana kok buk Kokom, mama dan bapak saya juga ke sana kok." Sahut Wina sambil tersenyum. Kening Kokom berlipat mendengarnya. Setau dirinya semalam dirinya pergi membaca doa di rumah Mirna, batang hidung Wina dan keluarganya saja tidak ada. Padahal bapak Wina kan RT di kampung ini. "Tapi tadi malam kamu enggak ada Win." Wina tergeragap mendengarnya, kalau sudah seperti ini dirinya harus mengatakan apa? Tidak mungkin dirinya mengatakan yang sebenarnya pada mereka semuanya. "Saya tadi malam datang loh Win. Duduk di dalam lagi. Yang ada di dalam rumah juga bude Sira doang sama anak gadisnya. Denny dan Doni entah pergi kemana. Kemuning lagi. CK, entah kemana enggak ada nampak. " Ucap Koko
Kemuning dan Tiar saling pandang, lalu sedetik kemudian, Tiar melengos ke samping. "Enggak usah! Enggak perlu juga bantuan dari kamu! Saya dan Doni akan melakukan apa pun, demi kesembuhan Kemuning dan bayi nya . Dan kami tidak perlu bantuan orang seperti dirimu " tegas Tiar , sungguh dirinya amat marah pada pemuda itu . Bagaimana pun , Joko tidak mau bertanggung jawab atas apa yang sudah di perbuat oleh nya . Dan keluarga nya malah mencerca Kemuning . Joko menundukkan kepala nya . Rasa sesal itu tidak ada di dalam dirinya . Dirinya tetap kekeuh tidak mau bertanggung jawab pada bayi yang sedang Kemuning kandung . Ini semua di lakukan oleh nya , saat seorang pria pengacara yang ada di desa nya tadi melihat semua yang di lakukan oleh sang ibu. Dan pria itu mengancam akan melaporkan ibu nya Joko dan Joko ke kantor polisi atas tindakan kekerasan . Joko yang tidak mau dirinya dan sang ibu di penjara langsung berinisiatif mengatakan jika dirinya akan menanggung semua biaya pengobatan Ke
Mereka masih saja menangis pilu mengantarkan jenazah Mirna ke peristirahatan terakhir nya . Apa lagi saat ini , hati mereka sungguh resah saat mendengar kabar jika Kemuning di bawa ke rumah sakit akibat pendarahan hebat . Sungguh hati mana yang tidak pilu , ujian begitu silih berganti menghampiri keluarga Doni . Entah bagaimana Doni harus menyingkapi nya , tapi rasanya sungguh teramat sesak di dalam dada nya sana . "Buk, maafkan Denny . Maaf Denny yang sudah menjadi anak durhaka buk . " Denny masih saja menangis , meratapi nasibnya kehilangan sang ibu. Dirinya baru menyadari bahwa ibu nya sangat lah penting . Doni hanya diam saja , dirinya enggan berdebat untuk sekarang ini , apa yang di katakan oleh bude nya tadi benar , mereka tidak boleh ribut di depan jenazah sang ibu, yang mengakibatkan sang ibu di sana menangis melihat mereka . Masih dengan keterbungkaman nya , sampai jenazah sang ibu di masukkan di liang lahat , dengan Denny yang menangis meraung-raung . Doni hanya diam saj
"Mertuamu meninggal, Nis" Deg Nisa yang sedang melipat kain itu di buat terkejut saat mendengar perkataan dari sang ibu. Matanya langsung menoleh, dan menatap ibunya dengan lekat. "Ibu yang bener? Dapat kabar darimana?" Tanya Nisa penasaran, sebab mereka tidak pernah sama sekali berkomunikasi dengan mereka yang ada di desa keluarga mantan suaminya itu. "Tadi ada orang yang datang kemari, katanya dia suruhan bude Sira, dia menyampaikan kabar katanya mertuamu meninggal." Ucap ibunya Nisa. "Innalilahi," Nisa bahkan sampai menitikkan air matanya mendengar perkataan ibunya. "Bagaimana Nis, kita ke sana?"Nisa mengangguk. "Iya buk." * Doni masih saja menangis saat mengantar sang ibu ke peristirahatan yang terakhir kali nya. Sungguh dirinya tidak pernah menyangka sang ibu akan pergi secepat ini . "Buk ..." "Yang sabar Doni . Ibuk mu sudah tidak merasakan sakit lagi di sana. " Ucap bude Sira yang masih setia menunggu di samping keponakan nya itu , dirinya tetap berada di r
Doni akhirnya terpaksa menerima konsekuensinya, dirinya harus mencicil biaya pengobatan pak Danto, karena pria itu terluka parah. Beruntung dirinya masih di berikan keringanan untuk mencicilnya, kalau saja tidak, entah darimana Doni uang, mungkin dirinya saat ini sudah masuk penjara. Hari demi hari di lewati oleh mereka seperti beban yang menumpuk di pundak mereka. Bahkan tidak ada kebahagiaan lagi yang hadir di hidup mereka. Hanya sebuah penderitaan yang datang silih berganti terus memutari kehidupan mereka. Kemuning menangis saat mendengar penolakan yang kesekian kalinya dari Joko . Pria itu bahkan dengan enteng nya mengatakan jika akan menikab dengan orang lain, jauh lebih cantik bahkan kaya raya . Tidak seperti Kemuning yang hanya gadis miskin saja . "Enggak usah nangis , mending sana kamu pulang , urusin itu ibuk kamu yang cacat . " Celetuk Joko mengusir Kemuning . Ya saat ini Kemuning datang ke rumah Joko, dan meminta pertanggung jawaban lagi pada laki-laki itu . Tapi sa