~~~***~~~
Minggu pagi yang cerah dan menyegarkan. Udaranya begitu sejuk dan segar menerbangkan anak-anak rambut di sekitar telinga seorang gadis cantik rupawan yang sedang berlari seorang diri itu. Gadis itu berhenti berlari sejenak untuk merapikan rambut panjangnya yang berantakan, lalu mengikatnya menjadi kuncir kuda. Setelah selesai, ia melanjutkan kembali lari paginya seorang diri.Melihat penampilan Ayu yang ceria seperti biasanya, takkan ada yang menyangka kalau ia depresi kekasihnya bertunangan dengan orang lain. Ia terlihat santai dan cantik seperti biasanya membuat beberapa pria menoleh terpesona padanya. Bahkan tak sedikit yang bersiul memanggilnya namun tidak Ayu pedulikan.
Ayu berlari seorang diri menuju alun-alun tempat di mana banyak pedagang makanan menjajakan makanan yang disukainya.
Dalam hati ia merutuki Irfan karena semenjak berpacaran dengan Irfan, ia tidak mempunyai teman dekat wanita selain Desi. Irfan selalu marah kalau ia menghabiskan waktu dengan teman-temannya daripada dengannya. Ia urung meneruskan jogingnya karena enggan pergi sendiri, rasanya aneh saja.
Ayu baru hendak membalikkan badannya ketika suara seseorang yang familiar di telinganya, memanggilnya.
"Ayuuu...! Tungguin dong. Barengan atuh larinya, sendirian aja!"
Ayu menoleh. Ternyata Evi, tetangganya yang beda beberapa blok dari rumahnya itu yang memanggilnya.
"Yu, kamu tahu nggak? kamu sekarang lagi viral di kampung gara-gara Irfan nikahnya sama Desi. Katanya kamu kasar makanya Irfan ninggalin kamu. Bener gak, sih?" Kata Evi, setibanya ia di hadapan Ayu. Nafasnya tersengal-sengal saking cepatnya ia mengejar Ayu.
Ayu melengos geram. Rasanya ia ingin mengacak-acak wajah si penyebar gosip. Dan sepertinya ia tahu siapa penyebar gosip itu. Awas kamu!
"Siapa yang bilang?"
"Gak tahu soalnya ngobrolnya rame gitu, pada gosipin kamu di gardu. Karena aku peduli, mangkanya aku kasih tahu kamu. Itu benar gak sih?"
"Biarin aja. Percuma juga kalau dibahas terus. Semua sudah berlalu," Ayu menjawab santai dan tenang padahal hatinya ketar-ketir tak karuan.
"Tapi Yu, nama baik kamu jadi jelek!"
"Ayu gak peduli dengan mereka berdua. Ayu sudah move on."
Ayu melanjutkan kembali larinya yang tertunda, meninggalkan Evi yang bengong. Kok bisa ya Ayu secepat itu move on? Kalau dia, bisa hancur berbulan-bulan baru bisa move on.
Meski mulut Ayu berkata begitu santai seolah tak mempermasalahkan gosip itu tapi hatinya mengatakan sebaliknya. Ia marah. Kenapa jadi dia yang diserang? Dia yang rebut pacar orang tapi dia yang menjelek-jelekkan? Awas kamu, Desi!
~~~****~~~Suasana rumah Desi nampak ramai dengan pekerja yang hendak membuat tenda dan ibu-ibu yang membantu memasak. Sipat masyarakat di sini paguyuban sehingga setiap ada acara hajatan pasti ibu-ibunya membantu memasak atau mengiris bahan masakan.Lain ibu-ibu yang tampak ceria, lain lagi dengan Desi yang tampak gelisah di peraduannya. Sejak tadi ia menghubungi Irfan bolak balik tapi tak jua ada balasan.
"A Irfan teh kamana sih? Di telpon ga diangkat? Di chat gak dibales. Apa jangan-jangan dia mau batalin pernikahan ini, ya? Amit-amit, jangan sampe deh. Mau taro di mana muka Desi kalau gagal nikah teh. Hikks.."
Lelah mondar-mandir, Desi duduk di pinggiran kasur. Benaknya melayang pada kejadian di alun-alun tadi pagi.
Flashback on."Halo pengkhianat, musang berbulu domba. Buru-buru amat. Mau ke mana?"Tiba-tiba ada suara berbisik di telinganya. Desi menoleh, terkejut. Hampir saja bungkus bubur di tangannya terjatuh.
Desi menelan ludahnya pahit. Gimana ceritanya Ayu ngedalak dia depan umum begini. Bisa malu dia nanti pas acara.
Desi melirik kiri kanannya, banyak orang-orang yang dikenalnya karena berasal dari blok yang sama dengannya, diam-diam mereka memperhatikannya meski wajahnua berpaling ke arah lain. Gawat.
"Kenapa diam? Bener kan, ucapanku? Ada gosip katanya aku suka kdrt? Kdrt kayak gimana? kalau iya kdrt, ga mungkin lama pacaran. Kamu ya yang nyebarin gosip itu?" Lagi, Ayu berbisik berapi-api. Mukanya menampakkan kemarahannya yang mengakar di seluruh tubuhnya.
Melihat posisi Ayu yang berbisik di telinga Desi, seakan menunjukan seberapa akrab mereka, seakan tak ada masalah seberat apapun yang bisa memisahkan mereka, walaupun pacar sendiri menikah dengan sahabatnya. Hal itu membuat beberapa teman Ayu yang kebetulan berada disana, memuji kebesaran hati Ayu.
Desi menelan ludahnya yang tertahan di kerongkongan saat melihat Evi dan yang lainnya bergerak mmenghampiri mereka. Ia pun merubah ekspresi wajahnya.
"Kamu kenapa sih, nyalahin aku terus? Padahal aku selalu mengalah selama ini. Kalau memang a Irfan cintanya sama aku dari dulu, harusnya kamu ikhlas dan nerima dengan lapang dada pernikahan kami ini, bukan terus ngejelekin aku. Padahal aku kurang mengalah apa selama ini sama kamu? Aku bahkan ngijinin a Irfan buat pacaran sama kamu. Padahal sejak dulu Irfan cuman cinta sama aku." Suara Desi yang terdengar sedih membuat beberapa orang disitu merubah pemikiran mereka tentang Ayu dalam sekejap. Ternyata Ayu tak sebaik itu!
Desi memegang jemari Ayu dan meletakkannya di dadanya. Ayu merasa risih dan mencoba melepaskan diri.
"Apa-apaan sih kamu, Des? Lepas ih ..."
Desi tersenyum sendu," kalau emang kamu segitu cintanya sama a Irfan, dan minta aku melepas dia untuk yang kedua kalinya buat kamu, aku ikhlas melepas dia kembali. Asal kamu bahagia! Tapi maaf, mungkin aku tak bisa menjadi temanmu lagi karena hatiku sakit kamu perlakukan seperti ini terus dari dulu. Selamat tinggal, Yu...!"
Setelah mengatakan itu, Desi pun melepaskan genggamannya dan berlalu pergi menuju motornya yang sedang diparkir temannya.
Ayu bengong sesaat. Tak lama ia segera mengejar Desi namun terlambat karena Desi sudah berhasil mencapai parkiran dan mengajak temannya mengebut untuk pergi sebelum Ayu mencapainya.
Flashback offDesi tersenyum mengingat kehebatan aktingnya atas kejadian tadi. Paling tidak, ia puas karena bisa menjatuhkan Ayu kembali, depan umum pula. Hahaha...!!Desi merebahkan tubuh langsingnya di atas ranjang berukuran 140 itu. Ia tersenyum sendiri membayangkan besok dia akan menikah dengan lelaki yang sudah ditaksirnya sejak dulu.
Benaknya pun mengenang kembali masa-masa awal perkenalannya dulu dengan Irfan.
Flashback onDesi, Evi dan Ayu yang kala itu masih mengenakan seragam abu abu karena mereka baru pulang sekolah, sedang makan baso langganan mereka di warung tenda pinggir jalan ketika sekelompok anak muda masuk memesan baso beranak juga, dan duduk tak jauh dari mereka.Awalnya mereka tak begitu mempedulikan kehadiran cowok-cowok yang baru datang itu tapi ketika salah satu dari mereka bersiul mengajak kenalan bahkan membayarkan baso mereka, saat itu-lah mereka mulai memperhatikan siapa saja para pemuda itu.
"Tak kenal maka tak pacaran. *Tepangken atuh Neng, nami abdi Jaka, anu pang kasepna di kampung Baribis."*Kenalkan nama saya Jaka, yang paling ganteng di kampung Baribis.Desi dan Ayu tertawa geli mendengar banyolan Jaka. Diam-diam sudut mata Desi melirik laki-laki pendiam tapi paling tampan diantara yang lain. Meski begitu ia selalu tersenyum setiap diajak ngobrol. Setelah berkenalan, ternyata namanya Irfan. Nama yang ganteng kayak orangnya.
"Des, itu si Irfan ngeliatin aku terus dari tadi. Kayaknya dia suka sama aku!" Bisik Ayu tiba-tiba di telinga Desi, membuatnya terkejut.
Desi menoleh pada Irfan. Ayu benar, Irfan terlihat memfokuskan perhatiannya hanya pada Ayu semata, seolah tak ada orang lain di sekitranya.
Desi menggeram dalam hati, bagaimana bisa Irfan lebih memperhatikan Ayu dibanding dirinya. Padahal, ia pun tak kalah cantik dari Ayu. Lihat saja siapa yang bakal dipilih Irfan nanti, dasar sok cantik!
Sejak itu Desi rajin pdkt ke Irfan. Irfan pun meresponnya. Meski ia merasa Irfan meresponnya hanya untuk memamfaatkannya saja agar ia bisa bertemu Ayu. Desi pun bersedia menjadi mak comblang mereka, hanya agar bisa lebih dekat dengan Irfan. Ia pantang menyerah untuk meraih cinta Irfan. Sampai akhirnya Irfan menembak Ayu, dan Ayu menerimanya, saat itulah ia tahu, ia sudah kalah.
Flashback offBeep.. beep
Bunyi chat masuk. Desi menepuk-nepuk kasur di sampingnya, mencari keberadaan ponselnya. Kedua bola matanya melebar saat membaca isi pesan tersebut.
Aku lagi nemenin Emak balanja sayur ke pasar buat dikirim ke rumah Desi siang ini. Ada apa?
Aa, Desi takut sama Ayu, masa tadi ngancem katanya Desi gak boleh nikah sama Aa, kayak belum move on dari Aa padahal tadi dia jalan sama Jaka.
Kamu tenang aja. Tar saya yang bilangin Ayu biar ga ganggu kita lagi.
Iya Aa. Aku beruntung banget dapet kamu, Aa. Semoga rumahtangga kita langgeng ya nanti, amin.
Irfan tak menjawabnya lagi, tapi Desi tak peduli. Toh, ia sudah menang satu langkah.
Desi menyeringai senang. Satu persatu masalahnya selesai. Sebentar lagi semua keinginannya tercapai. Ia tak sabar membayangkan menjadi orang kaya dengan puluhan sertifikat tanah dan sawah yang sebentar lagi akan menjadi miliknya.
~~~****~~~
~~~***~~~ Majalengka, kota kecil yang berada di wilayah Jawa Barat ini terkenal sebagai kota angin. Perbukitan, persawahan dan pepohonan yang masih banyak membuat suhu angin pun bertiup kencang. Seperti sore yang teduh ini, angin bertiup kencang sore menjelang. Di salah satu tanggul pesawahan yang sejuk karena terdapat pohon mangga besar yang rimbun di sebelahnya, seorang gadis berparas ayu sedang duduk seorang diri sambil memandang hamparan padi yang menguning di depannya. Rambut panjangnya yang legam berkibar tertiup angin yang berhembus. Sebenarnya, Ayu sudah keluar dari rumah sejak pagi hari karena lara yang menderanya. Bagaimana ia tidak berduka bila Desi dengan sengaja lewat bolak-balik depan rumahnya sambil tertawa-tawa dan memanggil Aa pada seseorang di telpon sana dengan manja. Desi seakan ingin menunjukan bahwa Irfan bahagia bersamanya.
~~~***~~~Tak mungkin aku tak munngkiin..Aku kan hadir di pestamuTak sanggup aku tak sanggupMemberi doa restu untukmu … Ayu memejamkan matanya meresapi lirik lagu dangdut Yulia Citra yang mengalun pelan dari ponselnya. Airmatanya menetes, menembus bulu-bulu matanya. Ingin rasanya ia terus menutup matanya dan melupakan hari yang membuatnya lara ini. Dadanya sakit sekali, lagu ini seakan menyindir nasibnya saat ini.Tak ada seorangpun yang ingin nasib percintaannya kandas ditengah jalan, apalagi karena terganjal restu calon mertua. Semua ingin hubungannya lancar baik dengan pasangannya maupun dengan calon mertua. Ayu pun ingin hubungannya langgeng sampai pernikahan. Sayang, pertikaian diantara kedua orangtua mereka memupus mimpinya.Hari ini adalah hari pernikahan Irfan dan Desi yang digelar dengan sangat meriah. Bahkan pedagang es krim, bakso atau somay yang disewa untuk memanjakan lidah para tamu undangan, sudah berjejer
~~~***~~~Hari dimana perhelatan pernikahan Irfan dan Desi digelar mewah dua hari dua malam. Ayu benar-benar terpuruk, tidak keluar kamar, tidak makan dan hanya sekedar minum, ia terus memejamkan matanya membuat Asih dan Maman khawatir. Asih sampai menangis tersedu-sedu setiap menghampiri kamar Ayu, dan mendapati Ayu selalu dalam keadaan tertidur."Mak, telpon Kirana aja, biar Ayu dibawa ke Jakarta. Bapak gak bisa lihat Ayu seperti ini." Maman serak. Ia duduk disamping ranjang Ayu dan mengelus rambut anak semata wayangnya dengan sedih.Asih mengangguk seraya menyusut airmata yang menetes dipipinya. Sebagai seorang ibu, tentu saja dadanya sesak melihat kondisi Ayu. Tapi mereka tidak punya pilihan, kan? Daripada menikahkan Ayu dengan Irfan, Ayu akan lebih menderita. Lebih baik dicegah dari sekarang.~~~***~~~Ayu menggeliat terbangun. Perutnya berteriak minta diisi karena sudah beberapa hari ini ia tidak makan. Salahnya juga sih yang memilih tidur te
~~~***~~~"Dimakan basonya, jangan bengong. Itu baso mahal! Emang gak laper muter-muter mal dua jam cuman buat nyari baju doang?" Sindir Kirana sinis. Ayu mencibir sinis tapi ia menurut juga memakan basonya dengan lahap.Yeah, malamnya Kirana memang mengajak Ayu shopping baju-baju untuk Ayu kerja nanti di mal GI, sekaligus perawatan full body di salon. Dua jam kemudian, mereka selesai. Ayu terperangah saat melihat wajahnya dicermin. Ia seperti terlahir menjadi Ayu yang baru. Tak ada lagi Ayu yang kusam, kuyu dan kampungan. Ia seperti orang kota kebanyakan, yang muda, segar, cantik dan mempesona. Pantas saja Kirana selalu cantik, ternyata ini rahasianya.Kirana berjalan lebih dulu menggiring Ayu ke kedai mie paling enak di mal ini. Ia tahu Ayu menyukai semua makanan dari mie, karena itu daripada mengajaknya makan steak, ia bawa saja Ayu makan bakso king. Sembari menunggu pesanan, mereka kembali mengobrol.“Lo suka gak, perubahan wajah lo ini?”
~~~***~~~Warning, cerita-cerita selanjutnya berdasarkan kejadian disekitar. Jadi bila kalian menemukan bahasa-bahasa yang menyudutkan, percayalah, itu hanya sebagai pembelajaran semata. Happy reading, lovely readers!~~~****~~~Langit gelap meski waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Angin berhembus dingin menusuk pori-pori dalam tubuh sehingga membuat seorang laki-laki yang sedang memakan sarapannya seorang diri, terpaksa mengenakan jaket hitam denim andalannya. Dari arah dapur, seorang perempuan berpakaian selutut, menghampirinya. Senyum manis menghias bibirnya yang merah itu."A Irfan, mau makan sore pake apa? Nasi goreng sosis mau gak?""Terserah." Lelaki yang dipanggil Irfan itu menyahut dingin. Tak lama ia berdiri meninggalkan sarapan nasi gorengnya yang masih tersisa setengah lagi."Aku pulang malam. Ada urusan."Selesai mengucapkan itu, Irfan pun berlal
~~~***~~~Ada yang pernah ngalamin kayak Ayu gak? Malemnya mimpi mantan, besoknya jalan ama cowok yang naksir dia?~~~***~~~"Neng, Aa cinta sama Neng!""Hati-hati atuh, Neng. Jantung Aa kayak mau copot kalau Neng kenapa-napa.""Neng, Aa janji bakal nikahin Neng !""Aa, kok bisa tahu Neng lagi di supermarket?""Batin Aa udah konek mau Neng kemana aja, Aa pasti tahu. Ga tahu kenapa begitu. Mungkin karena ikatan batin kita terlalu kuat.""Gombal ! Aa, naek paralayang, yuk!""Boleh. Tapi berdua naeknya biar bisa peluk!""Yeee modus aja..!!"Deg …Deg …Deg …Ayu terlonjak bangun dari tidurnya. Nafasnya terengah-engah, ia mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Ia masih berada dikamar kostnya. Tak ada Irfan atau siapapun disampingnya. Ayu menghembuskan nafas lelah. Lagi-lagi ia bermimpi yang kesekian k
~~~***~~~Nafas dulu bentar, makin kesana nafasnya makin megap-megap. Hihihi ...Happy reading ...~~~***~~~"Meja no 15 minta billnya ya!""Ini uang dari meja no 21."Ayu sibuk menghitung dan memberikan kembalian. Menjelang siang restoran memang selalu ramai dengan karyawan yang makan siang dari gedung perkantoran sebrang resto. Samuel selaku pengawas mereka, tampak sesekali mondar mandir memberi pengarahan pada bawahannya. Namun seringnya ia berada depan meja kasir, membantu Ayu menghitung uang di laci sembari tak hentinya menggodanya."Hitung yang bener uangnya, jangan sampe kurang atau gaji lo gue potong!" Ujar Samuel tajam tapi anehnya bibirnya tersenyum menggoda. Bahkan sesekali ia menjilat bibirnya sensual berusaha menggoda Ayu.Ayu hanya menjawab ketus." Iya, Pak Samuel,""Bang Sam …" Samuel meralat panggilan Ayu."Iya, bang Sam..!"Ayu mencibir sebal. Anehnya bukannya tersinggung, Sam malah te
~~~***~~~ Susah ye, Bang, jaga mata kalau pacar jauh. ~~~***~~~ Siapa yang tak kenal Zaki? Bahkan sekelas artis pun mengenalnya karena mereka sering membooking restorannya. Namun bukan itu yang membuatnya terkenal. Melainkan ketampanan dan wibawanya lah yang membuatnya terkenal di kalangannya. Selain itu, karena Zaki adalah pria hedonis yang sangat menjaga penampilannya. Tak peduli di kantor, resto atau bahkan sedang di rumahnya sekali pun, ia senantiasa tampil bersih dan wangi. Membuat siapa pun betah berada di sisinya. Selain penampilannya, sikapnya pun akan membuatmu terpesona Saat ia terdiam, kau akan histeris dalam hati. Lalu berandai-andai, seandainya dia menjadi milikmu. Namun saat dia bicara, kamu akan gugup, dan merasa salah tingkah untuk berbuat apapun. Begitulah gambaran Zaki di mata karyawannya. Sayangnya, pria setampan dia seperti kebal dari pesona
~~~***~~~ Flashback on. Beberapa jam sebelum Ayu dan Zaki bertemu, Ayu dan kedua mertuanya tiba menjelang subuh di rumah sakit di mana Irfan dirawat. Namun Ayu auto pingsan saat melihat dari balik kaca, seluruh tubuh Irfan terbungkus perban seperti mummy. Kedua mertuanya panik. Untunglah, petugas rumah sakit dengan sigap membawa Ayu ke ruang pemeriksaan. Menurut salah satu saksi mata yang berada di tempat kejadian, truk bermuatan kosong itu memang sudah oleng dari kejauhan. Dari arah yang berlawanan, mobil carry dengan bak terbuka yang dikendarai Sunar dan Irfan melaju pula dengan kencang. Sehingga saat di belokan, mobil keduanya bertemu dan bertabrakan. Mobil Irfan terseret sampai beberapa meter sebelum akhirnya terguling di samping truk tersebut. Semua pengemudi mobil terluka parah karena benturan berkali-kali yang mengenai kepala mereka. Bahkan kenek supir truk itu meninggal di tempat. Seme
~~~***~~~ “Sudahh berkali-kali Aa bilangin, jangan makan sambal. Lihat kan, akhirnya sekarang lambungmu kena.” “Biarin, suka-suka lah. Ngatur aja.” “Sampai ada yang berani membicarakan Ayu lagi di belakangku, awas kalian!” “Udah Aa, jangan galak gitu. Mereka, kan, cuman ngomongin. Neng gak papa, kok,” “ Biarkan Neng, biar mereka tahu, Aa gak suka kamu jadi bahan gunjingan terus menerus.” “Makanya lain kali pamit kalau mau pergi kemana-mana, gak usah jaim. Jadi kalau kejadian motormu mogok lagi, pulsa habis, dompet hilang, Aa bisa langsung jemput kamu. Main kabur aja. Untung aja Aa pasang gps di ponselmu jadi bisa tahu kamu di mana.” “Kalau bilang dulu, bisa-bisa kamu larang. Males,” “Baru disenyumin aja geer banget. Tuh cowok cuman iseng. Jangan gampangan jadi cewek
~~~***~~~ Semilir angin yang sejuk berhembus menerbangkan dedaunan pohon mangga yang banyak tertanam di depan rumah. Malam menjelang, namun suara deru kendaraan yang hilir mudik di depan rumah besar berhalaman luas itu tak jua berhenti. Sesekali orang yang lewat menyapa sang pemilik rumah yang sedang merokok sambil menatap kolam ikan miliknya. Setelah rokoknya tinggal sedikit, ia membuang puntung itu. Lalu ia memasuki rumahnya menuju ke ruanh makan. Perutnya sudah merintih minta diisi. Sesampainya di meja makan, ia membuka tudung saji itu dengan kening mengernyit. “Neng ..!” lelaki berkulit sawo matang itu memanggil sang pujaan hati. Perempuan cantik berambut sepinggang yang dipanggil Neng itu mendekat dari arah kamar. Ditangannya menggenggam ponsel berwarna perak. Raut wajahnya merengut karena tidak suka kesenangannya terganggu. “Apa sih? Ganggu aja.” “Maen ponsel m
~~~***~~~ Ayu tiba di kampungnya nyaris menjelang tengah malam di saat semua orang sudah tertidur lelap. Rasanya ia ingin cepat masuk kamar tapi Irfan menahannya di depan rumah. Katanya dia ingin berduaan dengannya. Huh, Ayu segan rasanya menghabiskan waktu hanya berdua saja dengannya meskipun itu hanya semenit. Irfan memilin-milin rambut Ayu di jarinya pelan, imbuhnya," kamu aku pingit. Jangan keluar rumah atau pergi kemana pun. Kalau aku tahu kamu pergi keluar rumah, kamu aku pingit di rumahku. Mau?" Ayu memalingkan wajahnya jengah.Lihat kan, dia selalusaja seperti ini dari dulu. Bagaimana ia menjalani hidupnya dengannya nanti? Bisa-bisa ia gila. "Kamu denger Aa gak Neng?" bahkan dalam keadaan tubuhnya penuh memar, akibat perkelahiannya tadi, tak mengurangi sedikitpun sifat posesifnya. Dasar laki-laki gelo! Bukannya memikirkan sakitnya, malah mikirin Ayu dan melarangnya ini itu.
~~~***~~~ Udara pagi itu bersinar cerah. Tak biasanya hari itu tidak turun hujan. Setelah seminggu berturut-turut hujan, pagi ini mentari tersenyum cerah. Menyapa insan dibumi yang sedang sibuk menjalankan aktivitasnya. Di sebuah bangunan sederhana, di mana terdapat enam pintu kost, kesibukan terlihat nyata disana. Satu persatu penghuni kos itu pergi. Ada yang mengenakan seragam kantor, sedang menaiki ojek online pesanannya, ada yang sudah pergi menaiki kendaraannya sendiri, dan ada yang mengenakan seragam kampus, yang dijemput temannya untuk pergi ke kampus bersama. Hingga kini hanya tersisa satu pintu terbuka. Sebuah mobil lossbak berhenti di depan koss Ayu yang sepi. Dua orang pria turun dari sana. Mereka tampak mengobrol dan mengetuk pintu pagar. Tak lama penghuni kos yang terakhir keluar dan membukakan pintu pagar koss. Penghuni kos terakhir itu adalah Wina, tetangga samping kos Ayu. Wina dan oran
~~~***~~~ Siang ini bersinar terik dan sinar radiasinya menusuk kulit. Beberapa orang yang sedang berada di luar ruangan mengeluhkan panasnya terik mentari yang belakangan ini sering sekali mereka alami. Sehinggga mereka bergegas mencari tempat untuk berlindung dari sengatan mentari tersebut. Di salah satu resto dalam mal, tampak Desi sedang menyantap makanannya itu dengan hati dongkol. Bagaimana ia tidak dongkol, Sudah 2 jam ia menunggu notif di ponselnya, berharap ada pemberitahuan uang masuk dari Dicky. Siang ini Dicky berjanji akan mentransfer uang 100 juta supaya dia tidak menyebarkan fhoto-fhoto tidak senonoh Irfan dan Ayu. Namun sampai ia selesai makan pun, tak jua ada pesan masuk. Awas saja kalau sampai mereka ingkar, dia akan menyebarkan foto itu di sosmed juga. Batinnya dalam hati. Desi menggeram kesal saat kembali menelpon mantan mertuanya tapi selalu tulalit. Ia kesal. Apa mantan m
~~~***~~~Ruangan itu kembali sepi setelah Ayu memberikan jawabannya tadi. Sejam yang lalu orang tua Irfan memilih pulang ke apartemen Irfan ditemani Irfan. Entah apa reaksi mereka melihat foto-foto kebersamaan mereka di apartemen itu nanti. Ayu sudah tak mau peduli. Hidupnya sudah tak berarti lagi. Ia hanya akan mengikuti kemana air mengalir. Ia sudah mati semenjak tak ada yang mempedulikan perasaannya lagi.Orangtuanya sendiri sedang makan di kantin sembari sembahyang isya. Ayu tak masalah ditinggal sendiri, toh ada tombol darurat untuk memanggil perawat kalau ia membutuhkan apapun.Lagipula kalau terjadi apapun padanys ya tidak masalah. Hidupnya sudah tidak berharga lagi. Ia sudah hancur.Hiikksss...Kreeet ... suara pintu kamarnya terbuka. Ayu menatap tajam ke arah pintu yang menampilkan sosok Desi dengan senyum sinisnya. Dulu, mungkin Ayu takut Desi yang terkenal paling Bengal di kelompoknya itu, melabraknya atau berbuat ses
~~~***~~~ Irfan terbangun dengan malas karena perutnya berteriak meminta makan. Refleks tangannya meraba tubuh Ayu yang tertidur disampingnya namun tangannya hanya menyentuh tempat kosong. Meski tangannya mulai bergerak kasar menepuk sana sini namun tak jua meraba tubuh Ayu. Sontak ia menoleh kesamping tempat tidurnya yang ternyata memang kosong. Panik, Irfan melonjak bangun sambil berteriak memanggil Ayu. "Neng ... kamu di mana Neng?" Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Irfan menghela nafas lega. Ayunya ada di kamar mandi. Ia pun turun menuju kamar mandi dan mengetuk pintunya. "Neng, udah belum? Aa mau mandi juga." Hening. Tak ada jawaban. Dengan sabar Irfan mengetuk lagi lebih keras, berharap kali ini Ayu mendengarnya. "Neng, masih lama, gak? Aa mau mandi juga. Bukain dong..!" Hening, kembali tak ada jawaban. Tapi suara air yang terus bergemericik membuat Irfan yakin Ayu sedang mandi di dalamnya. Mendadak Irfan me
~~~***~~~ Setelah pulang dari karaoke itu, Irfan memaksa Ayu berkemas, ia akan mengajaknya pulang kampung besok. Ia berencana melamar Ayu setibanya mereka di kampung. Tak peduli orangtua mereka merestui atau tidak, ia akan tetap menikahi Ayu. Bahkan ia akan memberitahu kedua orangtua masing-masing kalau ia dan Ayu sudah berhubungan jauh. "Setibanya di kampung, Aa bakal langsung lamar kamu lalu kita nikah." Kata Irfan sebelum Ayu keluar dari mobil untuk mengambil baju-bajunya di kos. Ayu hanya mengangguk pasrah. Benaknya malah membayangkan apa reaksi Zaki kalau tahu Irfan memaksanya menikahinya padahal mereka sudah berpacaran. Apa Zaki akan kecewa padanya, menganggapnya perempuan jahat, atau mungkin membencinya. Kalau saja Zaki nekad mengajaknya kawin lari, Ayu bersedia. Sepertinya hidup bersama Zaki lebih menentramkan batinnya daripada hidup bersama Irfan. Tapi Irfan benar, Zaki bisa saja hanya i