~~~***~~~
“Eh, kalian tahu gak sih? Irfan ninggalin Ayu buat nikah sama Desi. Kok bisa gitu ya? Padahal apa kurangnya Ayu daripada Desi?”
“Mereka kan tidak direstui orang tua masing-masing, jadi wajar saja berpisah.”
"Tapi katanya, selama pacaran, Ayu itu manja, gak menghargai Irfan sebagai laki laki. Sering nyuruh sesuka dia. Ngelunjak ."
"Iya, betul. Katanya pacaran sama Ayu mah main-main. Irfan cintanya sama Desi dari dulu."
"Selama pacaran, Ayu sering morotin, makanya orangtua Irfan gak setuju. Dan bla … bla …"
Langkah kaki Ayu terhenti didepan gardu. Didalam sana, teman-temannya sedang ramai menggosipkannya. Sepertinya mereka tak menyadari kehadirannya karena mereka masih asyik bergosip. Ayu meringis dalam hati, bagaimana bisa teman-temannya membicarakannya dibelakangnya padahal selama ini mereka sering nongkrong bareng.
Suara bisikan yang menggosipkannya itu tiba-tiba berhenti, sepertinya kini mereka menyadari kehadiran Ayu. Wajah mereka berubah pucat meski senyum palsu terbit dibibir mereka.
"Eh Ayu, darimana? Nongkrong sini yuk, biar rame," celetuk Tia, tetangga belakang rumahnya.
Ayu tersenyum, getir," nanti aja. Mau makan baso dulu takut dingin. Duluan ya..!"
Ayu pamit pergi tapi tak ada yang menyahutinya. Ayu tertawa pilu. Apa yang dia harapkan? Mereka berbalik simpati padanya, padahal mereka baru saja membicarakannya?
Langkah Ayu melambat saat melihat banyak para pedagang makanan berkumpul didepan rumah Desi yang sudah dihias seadanya. Jarak rumahnya dan rumah Desi yang terpisah lima rumah, meski rumah Desi berada dibalik tikungan, membuatnya bisa melihat jelas apapun yang terjadi disana. Kerumunan orang nyaris membanjiri jalanan, seakan sedang terjadi pembagian sembako saja disana. bahkan jumlah kendaraan yang parkir sampai ke rumah tetangganya, saking banyaknya kendaraan yang mengiringi acara lamaran. Karena tradisi masyrakat disini, apabila ada yang melamar, pasti banyak yang mengiringi dari pihak calon mempelai pria. Apalagi bila sang calon mempelai pria berasal dari keluarga kaya dan terpandang. Yang mengiringi nyaris sekampung itu sendiri. Seperti Irfan ini, salah satu orang terkaya dan terkenal sebagai juragan kambing di kampungnya.
Ayu menggigit bibirnya, pahit. Seharusnya Ayu mengingat hari ini, hari dimana Irfan akan melamar Desi untuk menjadi pendamping hidupnya kelak. Bodoh sekali ia keluar rumah tadi. Gara-gara ingin membeli baso super pedas. Dan sekarang ia harus menelan pil pahit. Menjadi obyek gossip semua orang dan menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Irfan akan melamar teman dekatnya.
Tak tahan lagi, Ayu berlari memasuki rumahnya. Ia menutup pintu, jendela dan gorden rapat- rapat. Ia harap tak akan mendengar suara apapun diluar sana. Ayu memasuki dapur dan meletakkan basonya begitu saja. Ia sendiri membuka lemari pendingin dan meminum air dingin untuk menyegarkan isi otaknya yang ngebul. Pandangan matanya kosong menatap cicak-cicak di dinding. Emaknya yang sedang makan rengginang, menatap Ayu bingung.
“Loh, kok malah bengong? Bukannya dimakan tuh baso?”
“Buat Emak aja.”
Ayu menyodorkan basonya ke hadapan Emaknya, yang langsung diterima Emak dengan senang hati. Dari tadi dia menahan liurnya melihat bakso urat berwarna merah yang menggoda. Pasti pedas pisan. Ayu duduk memperhatikan emaknya menuang baso ke dalam mangkuk dengan wajah murung.
"Jangan mikirin si Irfan lagi, dia udah mau jadi milik orang. Kayak gak ada cowok lain aja." Asih memukul lengan Ayu, membuat Ayu tersentak dari lamunannya.
“Siapa yang mikirin A Irfan? Ayu biasa aja.”
“Jangan bohong, Emak sudah hapal gelagat tubuhmu dari dulu. Kamu masih mikirin si Irfan itu kan? Buktinya dari tadi bengong aja. Lupain lah, pamali mikirin calon laki orang!”
Ayu hendak membantah tapi bapaknya tiba-tiba datang dari belakangnya, menyelanya.
"Bener banget. Neng tahu gak, si Irfan dinikahin sama si Desi soalnya si Dicky sewot dombanya kalah terus. Sengaja dia milih Desi biar kamu sakit hati trus gila. Balas dendamnya ke bapak lewat kamu. Karena kalau kamu stress, bapak juga bakal stress. Ngerti gak, Neng?"
"Lagian bapak kenapa sih berantem mulu sama uwa Dicky? Jadinya Neng gak bisa nikah sama a Irfan?”
"Kamu pikir Bapak seneng berantem sama dia, gitu? Bapak mah suka ngalah, tanya aja ke orang-orang. Itu sih Dicky-nya aja yang dendaman soalnya domba jalunya kalah terus. Udah tahu gak pernah menang ngelawan si Asep, tapi nantangin mulu."
"Tapi Bapak juga respon terus. Buktinya ditantang adu domba malah ngeiyain bukannya menghindar, giliran kalah, musuhan. Efeknya ke hubungan Ayu sama Irfan. seolah-olah Ayu ditinggalin nikah karena pertikaian kalian."
"Biarin aja orang ngomong apa. Yang penting kalian tidak jadi nikah. Keluarganya itu panasan, gak bisa lihat Bapak sukses dikit langsung nantangain aja. Bapak mah sebenarnya suka menghindar. Dianya yang suka deketin karena pengen ngalahin bapak. Bapak merespon cuman bela diri, buat ngejaga harkat martabat kita. Bisa abis kita ditindas orang kalau ngalah terus mah."
"Tapi ..." Ucapan Ayu diputus emaknya.
"Kayak gak ada cowok laen aja, belain si Irfan terus. Emang dia ngapain kamu sampe segitunya dibelain terus. Udah lupain, cari yang lebih ganteng, lebih kaya, trus sayang ke Emak Bapak. "
Ayu merengut, menahan airmatanya yang nyaris terjatuh.” Siapa juga yang masih inget Irfan? Bodo amat. Dia udah mau jadi suami orang ini," beda bibirnya yang berkata tak ingat Irfan lagi, hatinya meraung-raung tak terima Irfan meninggalkannya.
"Tuh nyadar, kirain saking cintanya mau ngerusak rumahtangga orang. Awas aja kalau sampai kamu jadi pelakor. Emak gak terima anak Emak murahan kayak gitu.”
"Ih, apaan sih. Ayu mah cewek baik-baik, gak mungkin ngelakuin itu. Udah ah jangan bahas dia terus. Bikin nafsu makan Ayu ilang aja,"
Ayu bergegas masuk kamar, meninggalkan kedua orangtuanya yang berebut makan bakso. Ayu menaiki kasurnya, dan mencoba berdamai dengan keadaan. Sayang, segimanapun logikanya ikhlas melepas Irfan, tapi hatinya mengatakan sebaliknya. Ia tak rela!
***
Sementara itu di rumah Desi, acara pertunangan Desi dan Irfan berlangsung lancar meski Irfan lebih banyak terlihat diam. Kedua orangtua kedua belah pihak tampak bahagia karena akhirnya mereka bisa saling besanan.
"Akhirnya kita bisa besanan. Bukan gitu?" Kata Emaknya Desi bahagia.
"Iya. Coba dari dulu dia begini. Gak bakal jadi bujang lapuk dia."
Terdengar suara tawa orang-orang mendengar lelucon ayah Irfan. Semua juga tahu Irfan masih muda, 25 tahun mah belum lapuk alias lagi panas-panasnya. Sementara Irfan yang menjadi obyek pembicaraan memilih diam saja. Ia mengeluarkan ponselnya karena terdengar bunyi suara pesan masuk. Dalam sekejap, ia seperti melupakan acara penting malam ini dan memilih hanyut dengan ponselnya, satu-satunya pelipur lara kesedihannya. Sungguh, sikap yang tidak sopan!
Desi yang duduk disampingnya, menahan dongkol dalam hati karena Irfan lebih memilih bercumbu dengan benda mati itu daripada mengobrol dengannya. Padahal ini kan acara lamarannya, hari special mereka dimana mereka selangkah lagi akan menjadi suami istri. Seharusnya Irfan memfokuskan perhatiannya hanya padanya, bukan pada kotak tipis warna hitam itu.
Diluar awan cerah. Senja beranjak malam tapi suasana di halaman rumah Desi yang besar dan luas itu masih tampak ramai. Si empunya hajat dibantu sanak saudara mengeluarkan makan malam di luar ruangan supaya bisa makan bersama-sama dengan para tamu pengantar. Begitulah, bila acara lamaran, maka pihak keluarga perempuan akan menyuguhkan makanan berat dan ringan. Yang dilanjut makan malam bersama.
Desi mengambilkan Irfan makanan dan mengulurkanya depan Irfan yang masih saja memainkan ponselnya. Desi menahan kedongkolannya dalam hati. Ia sungguh marah, tapi ia benar-benar tak berkutik. Ia tak mungkin, kan, memarahi Irfan dihari penting ini?
"Makan sama soto aja, gak papa, kan?" Tanya Desi sambil tersenyum manis. Ia harap Irfan senyumnya bisa mengalihkan focus Irfan.
Hari ini Desi mengenakan baju tunic berwarna merah dan celana hitam, ditunjang make up yang sesuai membuat penampilannya*manglingi. Ia memang sudah ke salon dari jauh-jauh hari supaya hari ini ia bisa tampil memukau banyak orang. Hasilnya tidak mengecewakan. Semua orang memujinya cantik. Sayang, disaat yang lain ramai memujinya, Irfan diam saja membuatnya dongkol.
*beda, mempesona
"Terserah,"
Irfan masih acuh padanya. Desi merapalkan kata sabar dalam hatinya berpuluh-puluh kali. Ia mesti sabar menghadapi Irfan saat ini. Mungkin ia masih patah hati karena meninggalkan Ayu. Seiring waktu ia yakin bisa meraih hati Irfan. Toh dulu, setiap Ayu berhalangan menemani Irfan, ia yang menggantikan. Dan Irfan selalu senang saat bersamanya. Ini hanya masalah waktu.
"Simpan dulu ponselnya. Makan dulu, ya! Mau aku suapin?" Desi berkata lagi. Ia pegal dari tadi memegangi piring nasi untuk Irfan tapi Irfan tak jua mengambilnya.
"Diem aja, bisa kan? Aku udah gak nafsu makan lagi denger suara kamu!" Irfan menjawab ketus tanpa mengalihkan tatapannya dari ponsel membuat kesabaran Desi hilang. Ia meletakkan piring ditangannya ke lantai disamping makanan lainnya.
"Ya udah kalau gak mau makan, gpp ko." Desi menyahutinya dengan senyum manis. Berbanding terbalik dengan hatinya yang berteriak marah tak terima Irfan memperlakukannya seperti itu.
Sikap kedua calon pengantin itu tak luput dari pengamatan orang-orang. Desi mulai gelisah saat beberapa orang tamu melihatnya dan Irfan dengan tatapan menyelidik. Siapa yang tidak merasa penasaran. Di acara lamaran yang penting ini, dimana seharusnya kedua calon saling tersenyum bahagia. Ini malah sebaliknya. Yang lelaki sibuk memainkan ponselnya, yang perempuan duduk disampingnya, gelisah sendiri. Harusnya di acara sepenting ini, sang lelaki menunda dulu memainkan ponselnya dan focus dengan pasangannya.
Memang sesibuk apa urusannya sampai di acara lamaran pun tidak bisa ditunda.Sadar pandangan penasaran orang-orang pada mereka semakin bertambah, Desi pun menggenggam jemari Irfan yang satu lagi. Seolah-olah ingin mengatakan kalau ia dan Irfan baik-baik saja. Untungnya Irfan pun tak marah dengan kelakuannya.
Lagi hubungin siapa sih, Ai? Sibuk pisan?" Desi senyum-senyum manja. Ia malah sengaja memepetkan badannya ke lengan Irfan, sehingga buah dadanya menempel di lengan Irfan. Untunglah Irfan tidak menepisnya, kalau tidak, Desi memilih pergi ke kamarnya saja. Ia malu!
Desi bersandar dilengan Irfan sambil berusaha mengintip isi chat Irfan namun Irfan mematikan ponselnya, sehingga Desi tidak bisa melihat isi pesan itu.
"Bukan siapa-siapa. Cuman calon pembeli kambing !" Irfan menyahut ketus membuat Desi lagi-lagi menggeram dalam hati.
Sabar … sabar! Harus sabar biar cepet jadi orang kaya.
Sepanjang acara itu, Desi terus merapalkan kata sabar beribu-ribu kali didalam hatinya menghadapi sikap ketus Irfan. Sebenarnya ia ingin mengamuk karena tak suka diperlakukan seperti ini tapi ia menahannya. Gak lucu kan kalau diacara lamarannya ini, ia malah bertengkar dengan calon suami. Bisa-bisa pernikahannya terancam batal. Jadi yang bisa ia lakukan sekarang adalah berpura-pura tersenyum bahagia. Meski tak ada yang menyadari dibalik senyum bahagianya, hatinya mendidih membayangkan Irfan dan Ayu bisa saja sedang berkomunikasi berdua.
Kalau sampai kamu masih menghubungi Irfan, awas kamu, Yu!
~~~***~~~
~~~***~~~ Minggu pagi yang cerah dan menyegarkan. Udaranya begitu sejuk dan segar menerbangkan anak-anak rambut di sekitar telinga seorang gadis cantik rupawan yang sedang berlari seorang diri itu. Gadis itu berhenti berlari sejenak untuk merapikan rambut panjangnya yang berantakan, lalu mengikatnya menjadi kuncir kuda. Setelah selesai, ia melanjutkan kembali lari paginya seorang diri. Melihat penampilan Ayu yang ceria seperti biasanya, takkan ada yang menyangka kalau ia depresi kekasihnya bertunangan dengan orang lain. Ia terlihat santai dan cantik seperti biasanya membuat beberapa pria menoleh terpesona padanya. Bahkan tak sedikit yang bersiul memanggilnya namun tidak Ayu pedulikan. Ayu berlari seorang diri menuju alun-alun tempat di mana banyak pedagang makanan menjajakan makanan yang disukainya. Dalam hati ia merutuki Irfan karena semenjak berpacaran dengan Irfan, ia tidak mempunyai teman dekat wanita selain Desi. Irfan selalu mara
~~~***~~~ Majalengka, kota kecil yang berada di wilayah Jawa Barat ini terkenal sebagai kota angin. Perbukitan, persawahan dan pepohonan yang masih banyak membuat suhu angin pun bertiup kencang. Seperti sore yang teduh ini, angin bertiup kencang sore menjelang. Di salah satu tanggul pesawahan yang sejuk karena terdapat pohon mangga besar yang rimbun di sebelahnya, seorang gadis berparas ayu sedang duduk seorang diri sambil memandang hamparan padi yang menguning di depannya. Rambut panjangnya yang legam berkibar tertiup angin yang berhembus. Sebenarnya, Ayu sudah keluar dari rumah sejak pagi hari karena lara yang menderanya. Bagaimana ia tidak berduka bila Desi dengan sengaja lewat bolak-balik depan rumahnya sambil tertawa-tawa dan memanggil Aa pada seseorang di telpon sana dengan manja. Desi seakan ingin menunjukan bahwa Irfan bahagia bersamanya.
~~~***~~~Tak mungkin aku tak munngkiin..Aku kan hadir di pestamuTak sanggup aku tak sanggupMemberi doa restu untukmu … Ayu memejamkan matanya meresapi lirik lagu dangdut Yulia Citra yang mengalun pelan dari ponselnya. Airmatanya menetes, menembus bulu-bulu matanya. Ingin rasanya ia terus menutup matanya dan melupakan hari yang membuatnya lara ini. Dadanya sakit sekali, lagu ini seakan menyindir nasibnya saat ini.Tak ada seorangpun yang ingin nasib percintaannya kandas ditengah jalan, apalagi karena terganjal restu calon mertua. Semua ingin hubungannya lancar baik dengan pasangannya maupun dengan calon mertua. Ayu pun ingin hubungannya langgeng sampai pernikahan. Sayang, pertikaian diantara kedua orangtua mereka memupus mimpinya.Hari ini adalah hari pernikahan Irfan dan Desi yang digelar dengan sangat meriah. Bahkan pedagang es krim, bakso atau somay yang disewa untuk memanjakan lidah para tamu undangan, sudah berjejer
~~~***~~~Hari dimana perhelatan pernikahan Irfan dan Desi digelar mewah dua hari dua malam. Ayu benar-benar terpuruk, tidak keluar kamar, tidak makan dan hanya sekedar minum, ia terus memejamkan matanya membuat Asih dan Maman khawatir. Asih sampai menangis tersedu-sedu setiap menghampiri kamar Ayu, dan mendapati Ayu selalu dalam keadaan tertidur."Mak, telpon Kirana aja, biar Ayu dibawa ke Jakarta. Bapak gak bisa lihat Ayu seperti ini." Maman serak. Ia duduk disamping ranjang Ayu dan mengelus rambut anak semata wayangnya dengan sedih.Asih mengangguk seraya menyusut airmata yang menetes dipipinya. Sebagai seorang ibu, tentu saja dadanya sesak melihat kondisi Ayu. Tapi mereka tidak punya pilihan, kan? Daripada menikahkan Ayu dengan Irfan, Ayu akan lebih menderita. Lebih baik dicegah dari sekarang.~~~***~~~Ayu menggeliat terbangun. Perutnya berteriak minta diisi karena sudah beberapa hari ini ia tidak makan. Salahnya juga sih yang memilih tidur te
~~~***~~~"Dimakan basonya, jangan bengong. Itu baso mahal! Emang gak laper muter-muter mal dua jam cuman buat nyari baju doang?" Sindir Kirana sinis. Ayu mencibir sinis tapi ia menurut juga memakan basonya dengan lahap.Yeah, malamnya Kirana memang mengajak Ayu shopping baju-baju untuk Ayu kerja nanti di mal GI, sekaligus perawatan full body di salon. Dua jam kemudian, mereka selesai. Ayu terperangah saat melihat wajahnya dicermin. Ia seperti terlahir menjadi Ayu yang baru. Tak ada lagi Ayu yang kusam, kuyu dan kampungan. Ia seperti orang kota kebanyakan, yang muda, segar, cantik dan mempesona. Pantas saja Kirana selalu cantik, ternyata ini rahasianya.Kirana berjalan lebih dulu menggiring Ayu ke kedai mie paling enak di mal ini. Ia tahu Ayu menyukai semua makanan dari mie, karena itu daripada mengajaknya makan steak, ia bawa saja Ayu makan bakso king. Sembari menunggu pesanan, mereka kembali mengobrol.“Lo suka gak, perubahan wajah lo ini?”
~~~***~~~Warning, cerita-cerita selanjutnya berdasarkan kejadian disekitar. Jadi bila kalian menemukan bahasa-bahasa yang menyudutkan, percayalah, itu hanya sebagai pembelajaran semata. Happy reading, lovely readers!~~~****~~~Langit gelap meski waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Angin berhembus dingin menusuk pori-pori dalam tubuh sehingga membuat seorang laki-laki yang sedang memakan sarapannya seorang diri, terpaksa mengenakan jaket hitam denim andalannya. Dari arah dapur, seorang perempuan berpakaian selutut, menghampirinya. Senyum manis menghias bibirnya yang merah itu."A Irfan, mau makan sore pake apa? Nasi goreng sosis mau gak?""Terserah." Lelaki yang dipanggil Irfan itu menyahut dingin. Tak lama ia berdiri meninggalkan sarapan nasi gorengnya yang masih tersisa setengah lagi."Aku pulang malam. Ada urusan."Selesai mengucapkan itu, Irfan pun berlal
~~~***~~~Ada yang pernah ngalamin kayak Ayu gak? Malemnya mimpi mantan, besoknya jalan ama cowok yang naksir dia?~~~***~~~"Neng, Aa cinta sama Neng!""Hati-hati atuh, Neng. Jantung Aa kayak mau copot kalau Neng kenapa-napa.""Neng, Aa janji bakal nikahin Neng !""Aa, kok bisa tahu Neng lagi di supermarket?""Batin Aa udah konek mau Neng kemana aja, Aa pasti tahu. Ga tahu kenapa begitu. Mungkin karena ikatan batin kita terlalu kuat.""Gombal ! Aa, naek paralayang, yuk!""Boleh. Tapi berdua naeknya biar bisa peluk!""Yeee modus aja..!!"Deg …Deg …Deg …Ayu terlonjak bangun dari tidurnya. Nafasnya terengah-engah, ia mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Ia masih berada dikamar kostnya. Tak ada Irfan atau siapapun disampingnya. Ayu menghembuskan nafas lelah. Lagi-lagi ia bermimpi yang kesekian k
~~~***~~~Nafas dulu bentar, makin kesana nafasnya makin megap-megap. Hihihi ...Happy reading ...~~~***~~~"Meja no 15 minta billnya ya!""Ini uang dari meja no 21."Ayu sibuk menghitung dan memberikan kembalian. Menjelang siang restoran memang selalu ramai dengan karyawan yang makan siang dari gedung perkantoran sebrang resto. Samuel selaku pengawas mereka, tampak sesekali mondar mandir memberi pengarahan pada bawahannya. Namun seringnya ia berada depan meja kasir, membantu Ayu menghitung uang di laci sembari tak hentinya menggodanya."Hitung yang bener uangnya, jangan sampe kurang atau gaji lo gue potong!" Ujar Samuel tajam tapi anehnya bibirnya tersenyum menggoda. Bahkan sesekali ia menjilat bibirnya sensual berusaha menggoda Ayu.Ayu hanya menjawab ketus." Iya, Pak Samuel,""Bang Sam …" Samuel meralat panggilan Ayu."Iya, bang Sam..!"Ayu mencibir sebal. Anehnya bukannya tersinggung, Sam malah te
~~~***~~~ Flashback on. Beberapa jam sebelum Ayu dan Zaki bertemu, Ayu dan kedua mertuanya tiba menjelang subuh di rumah sakit di mana Irfan dirawat. Namun Ayu auto pingsan saat melihat dari balik kaca, seluruh tubuh Irfan terbungkus perban seperti mummy. Kedua mertuanya panik. Untunglah, petugas rumah sakit dengan sigap membawa Ayu ke ruang pemeriksaan. Menurut salah satu saksi mata yang berada di tempat kejadian, truk bermuatan kosong itu memang sudah oleng dari kejauhan. Dari arah yang berlawanan, mobil carry dengan bak terbuka yang dikendarai Sunar dan Irfan melaju pula dengan kencang. Sehingga saat di belokan, mobil keduanya bertemu dan bertabrakan. Mobil Irfan terseret sampai beberapa meter sebelum akhirnya terguling di samping truk tersebut. Semua pengemudi mobil terluka parah karena benturan berkali-kali yang mengenai kepala mereka. Bahkan kenek supir truk itu meninggal di tempat. Seme
~~~***~~~ “Sudahh berkali-kali Aa bilangin, jangan makan sambal. Lihat kan, akhirnya sekarang lambungmu kena.” “Biarin, suka-suka lah. Ngatur aja.” “Sampai ada yang berani membicarakan Ayu lagi di belakangku, awas kalian!” “Udah Aa, jangan galak gitu. Mereka, kan, cuman ngomongin. Neng gak papa, kok,” “ Biarkan Neng, biar mereka tahu, Aa gak suka kamu jadi bahan gunjingan terus menerus.” “Makanya lain kali pamit kalau mau pergi kemana-mana, gak usah jaim. Jadi kalau kejadian motormu mogok lagi, pulsa habis, dompet hilang, Aa bisa langsung jemput kamu. Main kabur aja. Untung aja Aa pasang gps di ponselmu jadi bisa tahu kamu di mana.” “Kalau bilang dulu, bisa-bisa kamu larang. Males,” “Baru disenyumin aja geer banget. Tuh cowok cuman iseng. Jangan gampangan jadi cewek
~~~***~~~ Semilir angin yang sejuk berhembus menerbangkan dedaunan pohon mangga yang banyak tertanam di depan rumah. Malam menjelang, namun suara deru kendaraan yang hilir mudik di depan rumah besar berhalaman luas itu tak jua berhenti. Sesekali orang yang lewat menyapa sang pemilik rumah yang sedang merokok sambil menatap kolam ikan miliknya. Setelah rokoknya tinggal sedikit, ia membuang puntung itu. Lalu ia memasuki rumahnya menuju ke ruanh makan. Perutnya sudah merintih minta diisi. Sesampainya di meja makan, ia membuka tudung saji itu dengan kening mengernyit. “Neng ..!” lelaki berkulit sawo matang itu memanggil sang pujaan hati. Perempuan cantik berambut sepinggang yang dipanggil Neng itu mendekat dari arah kamar. Ditangannya menggenggam ponsel berwarna perak. Raut wajahnya merengut karena tidak suka kesenangannya terganggu. “Apa sih? Ganggu aja.” “Maen ponsel m
~~~***~~~ Ayu tiba di kampungnya nyaris menjelang tengah malam di saat semua orang sudah tertidur lelap. Rasanya ia ingin cepat masuk kamar tapi Irfan menahannya di depan rumah. Katanya dia ingin berduaan dengannya. Huh, Ayu segan rasanya menghabiskan waktu hanya berdua saja dengannya meskipun itu hanya semenit. Irfan memilin-milin rambut Ayu di jarinya pelan, imbuhnya," kamu aku pingit. Jangan keluar rumah atau pergi kemana pun. Kalau aku tahu kamu pergi keluar rumah, kamu aku pingit di rumahku. Mau?" Ayu memalingkan wajahnya jengah.Lihat kan, dia selalusaja seperti ini dari dulu. Bagaimana ia menjalani hidupnya dengannya nanti? Bisa-bisa ia gila. "Kamu denger Aa gak Neng?" bahkan dalam keadaan tubuhnya penuh memar, akibat perkelahiannya tadi, tak mengurangi sedikitpun sifat posesifnya. Dasar laki-laki gelo! Bukannya memikirkan sakitnya, malah mikirin Ayu dan melarangnya ini itu.
~~~***~~~ Udara pagi itu bersinar cerah. Tak biasanya hari itu tidak turun hujan. Setelah seminggu berturut-turut hujan, pagi ini mentari tersenyum cerah. Menyapa insan dibumi yang sedang sibuk menjalankan aktivitasnya. Di sebuah bangunan sederhana, di mana terdapat enam pintu kost, kesibukan terlihat nyata disana. Satu persatu penghuni kos itu pergi. Ada yang mengenakan seragam kantor, sedang menaiki ojek online pesanannya, ada yang sudah pergi menaiki kendaraannya sendiri, dan ada yang mengenakan seragam kampus, yang dijemput temannya untuk pergi ke kampus bersama. Hingga kini hanya tersisa satu pintu terbuka. Sebuah mobil lossbak berhenti di depan koss Ayu yang sepi. Dua orang pria turun dari sana. Mereka tampak mengobrol dan mengetuk pintu pagar. Tak lama penghuni kos yang terakhir keluar dan membukakan pintu pagar koss. Penghuni kos terakhir itu adalah Wina, tetangga samping kos Ayu. Wina dan oran
~~~***~~~ Siang ini bersinar terik dan sinar radiasinya menusuk kulit. Beberapa orang yang sedang berada di luar ruangan mengeluhkan panasnya terik mentari yang belakangan ini sering sekali mereka alami. Sehinggga mereka bergegas mencari tempat untuk berlindung dari sengatan mentari tersebut. Di salah satu resto dalam mal, tampak Desi sedang menyantap makanannya itu dengan hati dongkol. Bagaimana ia tidak dongkol, Sudah 2 jam ia menunggu notif di ponselnya, berharap ada pemberitahuan uang masuk dari Dicky. Siang ini Dicky berjanji akan mentransfer uang 100 juta supaya dia tidak menyebarkan fhoto-fhoto tidak senonoh Irfan dan Ayu. Namun sampai ia selesai makan pun, tak jua ada pesan masuk. Awas saja kalau sampai mereka ingkar, dia akan menyebarkan foto itu di sosmed juga. Batinnya dalam hati. Desi menggeram kesal saat kembali menelpon mantan mertuanya tapi selalu tulalit. Ia kesal. Apa mantan m
~~~***~~~Ruangan itu kembali sepi setelah Ayu memberikan jawabannya tadi. Sejam yang lalu orang tua Irfan memilih pulang ke apartemen Irfan ditemani Irfan. Entah apa reaksi mereka melihat foto-foto kebersamaan mereka di apartemen itu nanti. Ayu sudah tak mau peduli. Hidupnya sudah tak berarti lagi. Ia hanya akan mengikuti kemana air mengalir. Ia sudah mati semenjak tak ada yang mempedulikan perasaannya lagi.Orangtuanya sendiri sedang makan di kantin sembari sembahyang isya. Ayu tak masalah ditinggal sendiri, toh ada tombol darurat untuk memanggil perawat kalau ia membutuhkan apapun.Lagipula kalau terjadi apapun padanys ya tidak masalah. Hidupnya sudah tidak berharga lagi. Ia sudah hancur.Hiikksss...Kreeet ... suara pintu kamarnya terbuka. Ayu menatap tajam ke arah pintu yang menampilkan sosok Desi dengan senyum sinisnya. Dulu, mungkin Ayu takut Desi yang terkenal paling Bengal di kelompoknya itu, melabraknya atau berbuat ses
~~~***~~~ Irfan terbangun dengan malas karena perutnya berteriak meminta makan. Refleks tangannya meraba tubuh Ayu yang tertidur disampingnya namun tangannya hanya menyentuh tempat kosong. Meski tangannya mulai bergerak kasar menepuk sana sini namun tak jua meraba tubuh Ayu. Sontak ia menoleh kesamping tempat tidurnya yang ternyata memang kosong. Panik, Irfan melonjak bangun sambil berteriak memanggil Ayu. "Neng ... kamu di mana Neng?" Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Irfan menghela nafas lega. Ayunya ada di kamar mandi. Ia pun turun menuju kamar mandi dan mengetuk pintunya. "Neng, udah belum? Aa mau mandi juga." Hening. Tak ada jawaban. Dengan sabar Irfan mengetuk lagi lebih keras, berharap kali ini Ayu mendengarnya. "Neng, masih lama, gak? Aa mau mandi juga. Bukain dong..!" Hening, kembali tak ada jawaban. Tapi suara air yang terus bergemericik membuat Irfan yakin Ayu sedang mandi di dalamnya. Mendadak Irfan me
~~~***~~~ Setelah pulang dari karaoke itu, Irfan memaksa Ayu berkemas, ia akan mengajaknya pulang kampung besok. Ia berencana melamar Ayu setibanya mereka di kampung. Tak peduli orangtua mereka merestui atau tidak, ia akan tetap menikahi Ayu. Bahkan ia akan memberitahu kedua orangtua masing-masing kalau ia dan Ayu sudah berhubungan jauh. "Setibanya di kampung, Aa bakal langsung lamar kamu lalu kita nikah." Kata Irfan sebelum Ayu keluar dari mobil untuk mengambil baju-bajunya di kos. Ayu hanya mengangguk pasrah. Benaknya malah membayangkan apa reaksi Zaki kalau tahu Irfan memaksanya menikahinya padahal mereka sudah berpacaran. Apa Zaki akan kecewa padanya, menganggapnya perempuan jahat, atau mungkin membencinya. Kalau saja Zaki nekad mengajaknya kawin lari, Ayu bersedia. Sepertinya hidup bersama Zaki lebih menentramkan batinnya daripada hidup bersama Irfan. Tapi Irfan benar, Zaki bisa saja hanya i